Anda di halaman 1dari 93

RESUME II

ASUHAN KEPERAWATAN DI
RUMAH SAKIT DARMO SURABAYA

OLEH :

DWI WORO WIDAYATI

1120022088

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE CLOSE FRACTUR TROCHANTER
1.Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan maupun
kelainan patologis (Aditya Cahyo Bawono, 2021). Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Suparyadi et al., 2021). Patahan tersebut mungkin
saja tidak lebih dari suatu retakan, biasanya patahan tersebut lengkap dan fragmen tulangnya
bergeser. Jika patahan tulang tersebut tidak menembus kulit, hal ini disebut fraktur tertutup,
sedangkan jika patahan tersebut mnembus kulit, maka disebut fraktur terbuka (Ahmad et al.,
2020).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot dan kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang atau osteoporosis (Noor, 2016). Fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya
kontinuitas tulang pada area diantara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular (Noor, 2016) Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot dan
kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Noor, 2016). Fraktur
intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area diantara trochanter
mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Noor, 2016)
2. Etiologi
Penyebab fraktur menurut (Sumiyati et al., 2021) dapat dibedakan menjadi
a. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :\
1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b.Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
1. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
salah satu proses yang progresif
3. Rakhitis
Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3.Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
4.Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala fraktur Manifestasi klinis fraktur menurut (Smelzter & Bare,2012)
dalam (Noor, 2016) yaitu:
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang
utuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas
yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cidera.
5.Penatalaksanaan

Menurut (Hermanto et al., 2020) prinsip terapi fraktur yaitu :

1. Reduksi Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi


memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan rotasional.
Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura ekstremitas distal
(tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan.
Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan memasang
pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai
oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang atau sekrup. Ada dua
jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi tertutup dilakukan
pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan
anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila
gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum.Kontra
indikasi reposisi tertutup: Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi, Jika
reposisi sangat tidak mungkin dilakukan, Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi,
misalnya displaced patellar fracture.
2. Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi
dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial.
Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau
saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology dan
vascular. Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai
imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai
reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang
mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace.

3. Rehabilitasi Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama


merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan ligamentum
berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan
terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta penguatan otot.
6.WOC

Trauma langsung atau tidak Keadaan psikologis

Fraktur MRS MK: Ansietas

Diskontuinitas tulang Pergeseran fregmen

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B6 (Bone)

Perubahan jaringan Perubahan Pergeseran fregmen Perubahan Perubahan


struktur jaringan sekitar jaringan sekitar jaringan sekitar

Spasme otot Inflamasi


Laserasi kulit Laserasi kulit Pergeseran
fregmen tulang

Tekanan kapiler Merangsang


Terputusnya Terputusnya
neurotransmiter Nyeri saat
vena/ arteri vena/ arteri
beraktivitas
Pelepasan histamin
Hipotalamus
Pendarahan Pendarahan
Aktivitas
terhambat
Protein plasma
Reseptor nyeri
Suplai O2 oleh darah hilang Kehilangan
volume cairan
MK :
Kebutuhan O2 Edema Persepsi nyeri Gangguan
MK : Resiko mobilitas fisik
ketidakseimbangan
Penekanan MK : Nyeri cairan
MK : Pola napas
pembuluh darah
tidak aktif

MK : Perfusi
perifer tidak
efektif
7. Konsep Asuhan Keperawatan pasien dengan Fraktur Femur

Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat

berupa hasil pengkajian. Setelah pengkajian maka ditegakkan diagosa

keperawatan lalu menyusun rencana tindakan (intervensi) sebagai panduan dalam

melakukan tindakan keperawatan (implementasi). Proses asuhan keperawatan

yang terakhir adalah evaluasi keperawatan untuk menilai keberhasilan dari asuhan

keperawatan yang telah dilakukan (Dinarti & Mulyanti, 2017)

A.Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (Pada umumnya fraktur terjadi pada laki-laki dengan

usia 20 ± 40 tahun rentan terjadi fraktur). Pada penderita fraktur, umur

menjadi pengaruh dalam proses penyembuhan fraktur, akan semakin lama

karena saat usia tua tulang tidak bergenerasi lagi. Pekerjaan juga menjadi

pengaruh utama pada fraktur mengingat fraktur paling sering disebabkan

karena kecelakaan), alamat, pekerjaan, tanggal dan jam Pengkajian, nomor

register, diagnosa medis (Krisdiyana, 2019)

2. Riwayat Keperawatan

1) Keluhan Utama

Keluhan pernyataan yang mengenai masalah atau penyakit yang

mendorong penderita melakukan pemeriksaan diri. Pada umumnya

keluhan utama pada kasus post operative fracture adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut terjadi karena pemasangan traksi / tindakan

pembedahan (Asikin & Nasir, 2016).

2) Riwayat Penyakit

Pada klien fraktur / patah tulang nyeri dapat disebabkan karena

tindakan pembedahan. Untuk memperoleh pengkajin yang lengkap


tentang rasa nyeri klien yaitu dengan pengkajian PQRST (Krisdiyana,

2019) :

a. Provoking Incident : Faktor nyeri yaitu akibat tindakan

pembedahan.

b. Quality of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah nyerinya seperti terbakar, berdenyut

atau menusuk.

c. Region : Apakah nyeri menjalar atau menyebar, dan seberapa

jauh penyebarannya, dan samapi dimana rasa sakit terjadi.

d. Severity (Scale) of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan pasien,

e. Time : kapan nyeri itu timbul, dan berapa lama nyeri

berlangsung, apakah bertambah buruk pada malam hari atau

siang hari.

Skala tipe nyeri dapat di ukur dengan menggunakan skala nyeri 1- 10

yaitu, 10 : Nyeri sangat berat, 6-8 : Tipe nyeri berat, 3-6: Tipe nyeri

sedang, 1-3 : Tipe nyeri ringan. Sedangkan skala intesitas nyeri

sebagai berikut, 0 : Tidak ada nyeri, 1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum

atau nyut

± nyutan, 2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul, 3 : Nyeri seperti perih

atau mules, 4 : Nyeri seperti kram dan kaku, 5 : Nyeri seperti tertekan

atau bergerak, 6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk, 7-9 : Sangat

nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas, 10: Sangat dan

tidak dapat di kontrol oleh klien (Asikin & Nasir,2016)

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada klien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma atau
kecelakaan, degeneratif dan patologi. Pernah mengalami kejadian

patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada atau tidaknya klien

megalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis

atau tidak sebelumnya (Dinarti & Mulyanti, 2017).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada keluarga klien ada atau tidak yang menderita osteoporosis,

Arthritis, tuberkolosis, DM, Hipertensi atau penyakit lain yang

sifatnya menurun dan menular (Dinarti & Mulyanti, 2017).

5) Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga

ataupun masyarakat (Dinarti & Mulyanti, 2017).

3. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum dan Tanda – Tanda Vital Adanya fraktur atau patah

tulang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi; nadi cepat, lemah, kecil

sampai tidak teraba (Krisdiyana, 2019).

2) Sistem Tubuh

a. B1 (Bright / penafasan)

Inspeksi : Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada

tidaknya sesak nafas, pernafasan cuping hidung, dan pengembangan

paru antara kanan dan kiri simetris. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan, gerakan vokal fremitus antara kanan dan

kiri sama. Perkusi : Bunyi paru resonan. Auskultasi : Suara nafas

vesikuler tidak ada suara tambahan seperti whezzing atau ronchi

(Brunner dan Suddarth, 2014).


b. B2 (Blood / sirkulasi)

Inspeksi : Kulit dan membran mukosa pucat. Palpasi : Tidak ada

peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, tidak ada

peningkatan JVP, CRT menurun >3detik Perkusi : Bunyi

jantung pekak. Auskultasi: Tekanan darah normal atau hipertensi

(kadang terlihat sebagai respon nyeri), bunyi jantung 1 dan II

terdengar lupdup tidak ada suara tambahan seperti mur mur atau

gallop (Brunner dan Suddarth, 2014)

c. B3 (Brain / persyarafan, otak)

Inspeksi : Mengkaji kesadaran dengan nilai GCS, tidak ada

kejang, tidak ada kelainan nervus cranialis. Palpasi : Tidak ada

nyeri kepala (Brunner dan Suddarth, 2014).

d. B4 (Bladder / perkemihan)

Inspeksi : Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna

urin jernih, buang air kecil 3-4 x/hari. Palpasi : Tidak ada nyeri

tekan pada kandung kemih (Wijaya, 2013).

e. B5 (Bowel)

Inspeksi : Keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadaan

abdomen normal tidak asites. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

atau masa abnormal

f. B6 (Musculoskeletal)

Inspeksi : Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau

gangguan dari post operative closed fracture humerus sinistra

sehingga kebutuhan perluh dibantu baik oleh perawat atau

keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK

dilakukan diatas tempat tidur. Pada area luka beresiko tinggi

terhadap infeksi, sehingga tampak diperban atau dibalut. Tidak


ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti

warna kulit, adanya jaringan parut atau lesi, adanya perdarahan,

adanya pembengkakan, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat

serta kulit kotor. Palpasi : Adanya nyeri, kekuatan otot pada area

fraktur akan mengalami perubahan akibat kerusakan rangka

neuromuscular serta mengalami deformitas pada daerah trauma

(Wijaya & Putri, 2013).

4. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat mengganggu metabolisme kalsium, dan apakah pasien

berolahraga atau tidak (Nurhalimah, 2017)

4. Pola Nutrisi dan Metabolisme

i. Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C

dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan (Asikin &

Nasir, 2016).

2) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan pasien perlu

banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah

bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan pasien. Karena ada

beberapa bentuk

3) Pola Hubungan dan Peran


Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena pasien harus menjalani rawat inap (Helmi, 2014).

4) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul ketidakuatan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

atau melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

dirinya salah (Helmi, 2014).

5) Pola Sensori dan kognitif

Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul

gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan

(Helmi, 2014).

6) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


5. Data Penunjang

1) Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui,

Hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju endap

darah (LED) meningkat

2) Radiologi : X Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan

metalikment.

3) CT Scan : untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks

4) Rontgen : yaitu untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur

5) MRI : yaitu memperlihatkan fraktur dan menidentifikasi kerusakan

jaringan lunak (Smeltzer, 2018).

8. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti

tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya dapat dipecahkan atau

diubah melalui tindakan keperawatan (Ekaputri & Fithriyani, 2021)

Diagnosis keperawatan yang mungkin ada dalam fraktur introchanter (Tim


Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), antara lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur

tulang

4. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi


5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

7. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif pembedahan

8. Risiko perdarahan dibuktikan dengan Tindakan pembedahan

9.Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam

proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan

dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk

memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2016)

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

a. Luaran (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

Luaran utama : Tingkat Nyeri

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri

menurun dengan kriteria hasil : 1) keluhan nyeri menurun. 2) gelisah

menurun. 3) sikap protektif menurun. 4) kesulitan tidur menurun. 5)

frekuensi nadi membaik.

b. Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

Intervensi utama : Manajemen Nyeri

Sumber Rasional (Mediarti et al., 2016).

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

intensitas nyeri.
Rasional: mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan intensitas nyeri (Mediarti et al., 2016)

2) Identifikasi skala nyeri


Rasional: mengetahui tingkatan nyeri

3) Identifikasi respon nyeri non verbal

Rasional: mengetahui respon nyeri

4) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Rasional: mengetahui efek samping pemberian analgesik

5) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Rasional: mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien

6) Fasilitasi Istirahat dan tidur

Rasional: mengalihkan dan meredakan nyeri yang dialami

7) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

Rasional: Pasien mengetahui tentang penyebab nyeri

8) Ajarkan teknik nonfarmakologis

Rasional: mengurangi rasa nyeri

9) Kolaborasi pemberian analgesik

Rasional: untuk pengobatan atasi nyeri


14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N. S. B. S., Rahmadian, R., & Yulia, D. (2020). Gambaran Kejadian Fraktur
Femur di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016-2018. Jurnal Ilmu Kesehatan
Indonesia, 1(3), 358–363.
Apley, A. ., & Solomon. (2017). System of Orthopaedics and Trauma: Principles of
Fractures (10th ed.). CRS Press.
Asikin, M., & Nasir, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal.
Penerbit Erlangga.
Brunner dan Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Dinarti, D., & Mulyanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan, Kem-Kes RI.
15

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE HAEMORROID

Penyusun :
DWI WORO WIDAYATI
NIM 1120022088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
16

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE HAEMORROID

A. Konsep Penyakit

1. Definisi
Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus Hemoroidalis
(Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidalis
dengan penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah anus dan rectum
(Nugroho, 2011). Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena varises pada pleksus
venosus di submukosa anal dan parianal (Mitchell, 2006).
2. Etiologi
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemorrhoidalis
yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar (BAB) yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
h. Hubungan seks peranal
i. Kurang minum air dan kurang makan-makanan berserat (sayur dan buah)
j. Kurang olahraga/imobilisasi
3. Manifestasi Klinis
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada
hemoroid yaitu :
a. Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah
cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan yang berlangsung sangat
singkat. (Andarmoyo, 2013).
b. Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.
c. Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat
menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.
17

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur : Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum, pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena
didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri
b. Anoskop: Diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol keluar
c. Proktokoresigmoidoskopi: Untuk memastikan bahwa keluhan bukan di sebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Konservatif
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari
obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein
b. Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptic dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen
flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas
serta efek anti inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
(Acheson,A.G)
2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan Tindakan pembedahan HIST(hemorrhoid institute
of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rectum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan Tindakan untuk
merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang
(masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, perawatan
hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan cara keluhan dikurangi rendam duduk
menggunakan larutan hangat untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu
berjalan dan sedasi (Brunner & Suddarth, 2013).
18
WOC HAEMOROID
Sering mengejan, Faktor kongenital dinding
Tumor, Obesitas, duduk/berdiri terlalu lama
Konstipasi pembuluh darah yg lemah

Kongesti vena Hemoroidalis

Gangguan aliran balik

Pembengkakan vena hemoroidalis

Hemoroid

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Trombosis
Gesekan dengan feces
Ruptur Pembuluh darah Merangsang saraf diameter kecil
Prolaps Vena Hemoroid Vena Hemoroidalis interior robek
Kerusakan jaringan kulit anal Gate control terbuka
Takut Untuk BAB Trombosisi dalam hemoroid

Port de Entra Saraf Efferen Feces Keras hematome

Cortex Cerebri Gangguan Defekasi Membesar dan membiru di


Risiko Tinggi Infeksi pinggir anus

Nyeri Akut Saat defekasi terjadi Konstipasi Mengiritasi kulit sekitar


trauma

Gangguan integritas kulit


Risiko Perdarahan
19

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HAEMORROID


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga
dapat diketahui kebutuhan pasien tersebut. Dilakukan untuk mendektesi tekanan darah
dengan intervenal yang sering dan kemudian di lanjutkan dengan intervenal dengan
jadwal yang rutin. (smeltzer & bare 2013).
a. Identitas meliputi : pada penyakit hipertensi itu lebih sering menyerang pada
perempuan cenderung menderita hipertensi dari pada laki laki. Pada penelitian
tersebut sebanyak 27,5% perempuan mengalami hipertensi, sedangkan untuk laki-
laki hanya sebesar 5,8%. Perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan
darah tinggi (hipertensi) setelah menopouse yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan
yang belum menopouse dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sakit
kepala berdenyut di sertai rasa berat di tengkuk, pusing.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala. sakit kepala,
pendarahan di hidung, pusing,wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa terjadi
pada penderita hipertensi. Jika hipertensi berat tidak segera di obati, maka timbul
gejala sakit kepala, kelelahan, muntah,, pandangan menjadi kabur, yang terjadi
karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
d. Riwayat kesehatan dahulu / sebelumnya
Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit ginjal,
obesitas, hiperkolesterol, adanya riwayat merokok, pengunaan alcohol dan lain lain.
e. Riwayat kesehatan keluarga, biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi
f. Riwayat psikososial meliputi, perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
2. Pemeriksaan Fisik
a. (Sistem Pernafasan / Breathing)
adanya dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja, takipnea, penggunaan
otot pernafasan, bunyi nafas tambahan (mengi).
20

b. (Sistem Persyarafan / Brain)


Pada umumnya lansia di dapatkan Keluhan pusing,
c. (System Perkemihan / Bledder)
d. Lansia sering mengalami kontinesia urine
e. (Sistem Pencernaan / Bowel)
Biasanya terjadinya penurunan nafsu makan, nyeri pada abdomen / massa
(feokromositoma).
f. (Sistem Muskoloskeletal / Bone)
Kelemahan, letih, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, perubahan
kulit, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar area mata),
gerakan fisik cepat.
g. Genital
Inspeksi :
Bentuk genital normal/simetris atau tidak, adanya lesi atau tidak, adanya rabas,
kemerahan atau tidak, adanya infeksi atau tidak, ada darah atau tidak.
Palpasi : Adanya nyeri tekan atau tidak, adanya benjolan atau tidak

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik d.d
Data mayor :
Subyektif : Mengeluh nyeri
Obyektif :Tampak meringis, Bersikap protektif, Gelisah, Nadi meningkat Sulit
tidur

Data Minor
Subyektif: tidak tersedia
Obyektif :
Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Menarik diri, Berfokus pada diri
sendiri, Nafsu makan berubah,Proses berfikir terganggu

b. Konstipasi b.d ketidakcukupan serat d.d


Data mayor
Subyektif
Defekasi kurang dari 2 kali seminggu, Pengeluaran feses lama dan sulit
Obyektif
Feses keras, Peristaltik usus menurun
21

Data Minor
Subyektif
Mengejan saat defekasi,
Obyektif
Distensi abdomen, Kelemahan umum, Teraba massa pada rectal

c. Gangguan Integritas kulit b/d Faktor mekanis


Data Mayor
Data Subyektif: tidak tersedia
Data Obyektif
Kerusakan jaringan,
Data minor
Data Subyektif: tidak tersedia
Data obyektif
Nyeri, Perdarahan, Kemerahan, Hematom

4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis

Tujuan: Tingkat nyeri menurun


Kriteria:
1) Keluhan nyeri menurun
2) Merigis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah dan kesulitan tidur menurun
5) Anoreksia, mual, muntah menurun
6) Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
7) Pola napsa dan tekanan darah membaik
8) Intervensi Keperawatan:

1) Manajemen Nyeri

Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
22

e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri


f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetic

Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,


hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Pemberian Analgetik

a) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,


intensitas, frekuensi, durasi)
b) Identifikasi riwayat alergi obat
c) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
e) Monitor efektifitas analgesik
23

Terapeutik

a) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal,


jika perlu
b) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
c) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
d) Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi

Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

a) Kolaborasi
b) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

b. Konstipasi b/d ketidakcukupan serat

Tujuan: Eliminasi Fekal Membaik


Kriteria
1) Kontrol pengeluaran feses meningkat 
2) Mengejan saat defekasi menurun
3) Distensi abdomen menurun
4) Terasa massa pada rektal menurun
5) Nyeri abdomen menurun
6) Kram abdomen menurun
7) Konsistensi feses membaik
8) Frekuensi defekasi membaik
9) Peristaltik usus membaik

Intervensi Keperawatan:

 Manajemen Konstipasi
Observasi
a) Periksa tanda dan gejala konstipasi
b) Periksa pergerakan usus dan karakteristik feses
c) Identifikasi faktor resiko konstipasi
24

Terapeutik
a) Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
b) Anjurkan peningkatan asupan cairan jika tidak ada kontraindikasi
c) Ajarkan cara mengatasi konstipasi / impaksi

Edukasi
a) Anjurkan diet tinggi serat
b) Lakukan masase abdomen jika perlu
c) Lakukan evakuasi feses secara manual jika perlu
d) Berikan enema atau irigasi jika perlu

Kolaborasi
Kolaborasi penggunaan obat pencahar jika perlu

c. Gangguan Integritas kulit b/d Faktor mekanis

Tujuan: Integritas kulit meningkat


Kriteria
1) Elastisitas meningkat
2) Hidrasi dan perfusi jaringan meningkat
3) Kerusakan jaringan menurun
4) Kerusakan lapisan kulit menurun
5) Nyeri menurun
6) Perdarahan dan kemerahan menurun
7) Suhu kulit, sensasi, dan tekstur membaik

1) Perawatan Integritas Kulit


Observasi
Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik
a) Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
b) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
c) Gunakan produk berbahan petrolium  atau minyak pada kulit kering
d) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
e) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
25

Edukasi

a) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)


b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d) Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
e) Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime

2) Perawatan Luka
Observasi
a) Monitor karakteristik luka (mis: drainase,warna,ukuran,bau
b) Monitor tanda tanda infeksi

Terapeutik
a) lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b) Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
c) Bersihkan dengan cairan NACL atau pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
d) Bersihkan jaringan nekrotik
e) Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
f) Pasang balutan sesuai jenis luka
g) Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan luka
h) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
i) Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai kondisi pasien
j) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
k) Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi

Edukasi
a) Jelaskan tandan dan gejala infeksi
b) Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium dan protein
c) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi

a) Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik),


jika perlu
b) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
26
27

Referensi 

1. Lohsiriwat V. 2012. Hemorrhoids: from basic pathophysiology to clinical


management. World journal of gastroenterology, 18(17).
https://doi.org/10.3748/wjg.v18.i17.2009
2. Parswa Ansari. 2021. Hemorrhoids. Hofstra Northwell-lenox Hill Hospital, New
York. Merck Manual
3. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William &
Wilkins : Norristown Road.
4. Jennifer Whitlock. 2021. Causes and Risks Factors Of Hemorrhoids. Verywell
Health. https://www.verywellhealth.com/common-causes-of-hemorrhoids-3156970
5. Kyle R Perry MD. 2019. Hemorrhoids. Med Scape. Emedicine.
https://emedicine.medscape.com/article/775407-overview
6. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
8. PPNI, 2019.  Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
28

RESUME
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN BPH

Penyusun :
DWI WORO WIDAYATI
NIM 1120022088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
29

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSE BPH

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker. Ini
adalah gangguan urologi yang umum pada pria yang berusia di atas 50 tahun.
Pembesaran prostat ini menyebabkan uretra, saluran yang mengalirkan air kemih keluar
dari penis, terjepit dan menyempit. Ini menyumbat pembuangan air kemih keluar dari
kandung kemih dan diperlukan tekanan lebih besar untuk membuang air kemih.
2. Etiologi
Penyebab BPH tidak diketahui.
a. BHP dapat terjadi akibat penumpukan hormon dihidroksitestoteron (DHT) pria,
yaitu testosteron yang terlibat dalam pertumbuhan prostat. Penyebab level DHT
yang tinggi belum dipahami sepenuhnya.

b. Kemungkinan hal ini karena terjadi ketidakseimbangan hormon tatkala usia


bertambah, dan menyebabkan kondisi ini.

c. Perubahan hormon lainnya mencakup level estrogen yang rendah (hormon wanita)
dan ketidakseimbangan dalam faktor pertumbuhan lainnya yang mengendalikan
pembagian sel dan kematian sel.

3. Manifestasi Klinis
Gejala umum BPH mencakup:
a. Darah dalam air kemih
b. Perlu lebih menekan dan mengejan untuk memulai pembuangan air kemih
c. Pembuangan air kemih tersendat dan terganggu
d. Merasa seakan kantung kemih belum sepenuhnya dikosongkan setelah membuang
air kemih.
e. Secara tiba-tiba tidak mampu untuk mengeluarkan air kemih (retensi air kemih
akut)
f. Tiba-tiba terdesak ingin membuang air kemih
g. Membuang air kemih lebih sering, terutama di malam hari
h. Kebocoran air kemih
4. Pemeriksaan penunjang
30

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan melakukan wawancara medis untuk
mengetahui gejala yang dialami oleh pasien. Dokter juga umumnya akan melakukan
pemeriksaan fisik seperti: 

a. Pemeriksaan rektal digital. Dokter memasukkan jari ke dalam rektum untuk


memeriksa pembesaran prostat.

b. Tes urine. Menganalisis sampel urine dapat membantu menyingkirkan infeksi atau
kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala serupa.

c. Tes darah. Hasilnya dapat menunjukkan apakah ada masalah atau tidak pada ginjal.

d. Tes darah antigen spesifik prostat (PSA). PSA adalah zat yang diproduksi di
prostat. Kadar PSA meningkat ketika mengalami pembesaran prostat. Namun,
peningkatan kadar PSA juga dapat disebabkan oleh prosedur baru-baru ini, infeksi,
pembedahan, atau kanker prostat.

Setelah itu, dokter mungkin merekomendasikan tes tambahan seperti tes aliran urine, tes
volume residu pasca void. Namun, jika lebih kompleks, dokter juga akan melakukan 
pemeriksaan seperti USG transrektal, biopsi prostat, studi aliran urodinamik dan
tekanan, hingga sistoskopi. 

5. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Menurut penelitian, risiko terkena pembesaran prostat jinak (BPH) dapat dicegah melalui
konsumsi makanan yang kaya akan serat dan protein, serta rendah lemak. Hindari
juga konsumsi daging merah. Makanan berserat tinggi antara lain kacang hijau,
beras merah, brokoli, gandum, kubis, lobak, bayam, apel dan gandum. Sedangkan,
makanan berprotein tinggi antara lain ikan, telur, kacang kedelai, dada ayam, susu
rendah lemak dan keju.
b. Pengobatan
Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan
obat-obatan berikut: 

a. Obat-obatan Alpha Blockers. Obat-obatan ini mengendurkan otot leher


kandung kemih dan serat otot di prostat, membuat buang air kecil lebih mudah.

b. Penghambat 5-alpha reductase. Obat-obatan ini berfungsi untuk mengecilkan


prostat dengan mencegah perubahan hormonal yang menyebabkan
pertumbuhan prostat.
31

c. Terapi kombinasi obat. Dokter mungkin juga merekomendasikan penggunaan


penghambat alfa dan penghambat reduktase 5-alfa secara bersamaan jika salah
satu obat saja tidak efektif.

Selain itu, jika tingkat keparahan gejala menengah hingga parah, metode operasi
juga akan dianjurkan oleh dokter. Terdapat beberapa jenis operasi yang juga dapat
dilakukan, salah satunya seperti Transurethral resection of the prostate (TURP).
Metode operasi tersebut merupakan metode operasi yang paling umum dilakukan
untuk mengangkat kelebihan jaringan prostat.  
32
WOC BPH Idiopatik Penuaan

Perubahan keseimbangan
estrogen dan testoteron

Produksi testoteron menurun


dan estrogen meningkat

BPH

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Tindakan Operasi

Penyempitan lumen Peningkatan tekanan Hipertropi otot Trauma Bekas Incici


uretra prostalika intra vesikal difrusor trabekulasi

Menghambat aliran Hiperiritable pada blader Terbentuknya Nyeri Akut Risiko Perdarahan
urine divertikel buli-buli
Peningkatan kontraksi
Bendungan vesika otot pada buli-buli Penurunan pertahanan tubuh
Lower Urinari Tract Syndrome
urinaria
Kontraksi otot supra pubik
Statis urine Gejala Iritatif
Gejala obstruktif Risiko Infeksi
Tekanan mekanis Urgensi
Pancaran lemah
Media berkembangnya BAK tidak teratur Nokturia
Merangsang nasiseptor Dysuria
patogen
medula spinalis

Sistem aktivasi retikular Gangguan Eliminasi Urine


Risiko Infeksi
Hipotalamus

Otak Persepsi Nyeri Nyeri Akut


33

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian

Menurut Siregar (2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dalam


proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang sistematis, verifikasi
data, pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan dokumentasi data dan
dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan. Menurut Diyono
(2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:

a. Riwayat keperawatan

BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada pasien. Secara
umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit buang air kecil dan beberapa
waktu kemudian dapat berkurang dan baik lagi

b. Keluhan utama

Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan cermat.
Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang keluhan yang
dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual muntah, dan
sebagainya.

c. Persepsi dan manajemen Kesehatan

Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga.
Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.

d. Pola eliminasi

Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.

e. Pola eliminasi
34

Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi, urgensi,
anuria, hematuria.

f. Pola aktivitas dan Latihan

Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK, misalnya


kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan sebagainya.

g. Pola tidur

Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.

h. Pola peran

Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.

i. Pemeriksaan fisik

Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa ada tidaknya gejala
komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.

j. Pemeriksaan diagnostic

Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan adanya
kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki, peningkatan
kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.

k. Program terapi

Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring laboratorium,


dan sebagainya.
35

2. Diagnosa Keperawatan

a. Retensi Urin b/d peningkatan tekanan uretra

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif
Sensasi penuh pada kandungan kemih
Objektif
1) disuria/anuria
2) Distensi kandung kemih

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif
Dribbling
Objektif
1) Inkontinensia berlebih
2) Residu urin

b. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
36

4) Frekuensi nadi meningkat


5) Sulit tidur

gejala dan Minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) pola napas berubah
3) nafsu makan berubah
4) proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis

c. Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi

Gejala dan Tanda Mayor.

Subjektif.
1) Merasa bingung.
2) Merasa khawatir dengan akibat.
3) Sulit berkonsenstrasi.

Objektif.
1) Tampak gelisah.
2) Tampak tegang.
3) Sulit tidur
37

Gejala dan Tanda Minor.

Subjektif.
1) Mengeluh pusing.
2) Anoreksia.
3) Palpitasi.
4) Merasa tidak berdaya.

Objektif.
1) Frekuensi napas meningkat.
2) Frekuensi nadi meningkat.
3) Tekanan darah meningkat.
4) Diaforesis.
5) Tremos.
6) Muka tampak pucat.
7) Suara bergetar.
8) Kontak mata buruk.
9) Sering berkemih.
10) Berorientasi pada masa lalu.

3. Diagnosa Keperawatan Post Operasi

a. Risiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif

b. Resiko ketidakseimbangan Cairan d.d Prosedur Pembedahan


c. Risiko perdarahan d.d Tindakan pembedahan

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Retensi Urin b/d peningkatan tekanan uretra

Tujuan: Eliminasi urine membaik


38

Kriteria hasil
1) Sensasi berkemih meningkat
2) Desakan berkemih (urgensi) menurun
3) Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
4) Volume residu urin menurun
5) Urin menetes (dribbling) menurun
6) Nokturia menurun
7) Mengompol menurun
8) Enuresis menurun
9) Disuria menurun
10) Frekuensi BAK membaik
11) Karakteristik urin membaik

Intervensi Keperawatan:

1) Kateterisasi urine
a) Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
b) Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan tindakan
c) Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
d) Pasang sarung tangan
e) Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau
aquadest
f) Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
g) Sambungkan kateter urine dengan urine bag
h) Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai anjuran pabrik
i) Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
j) Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
k) Berikan label waktu pemasangan
l) Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
m) Anjurkan menarik nafas saat insersi selang cateter
39

2) Manajemen cairan
a) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
b) Monitor berat badan harian
c) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat
jenis urin , BUN)
d) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
e) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
f) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
g) Berikan cairan intravena bila perlu
h) Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

b. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik

Tujuan: Tingkat nyeri menurun

Kriteria hasil
1) Keluhan nyeri menurun
2) Merigis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah dan kesulitan tidur menurun
5) Anoreksia, mual, muntah menurun
6) Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
7) Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

1) Manajemen Nyeri
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
40

c) Identifikasi respon nyeri non verbal


d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
j) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
k) Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
l) Fasilitasi istirahat dan tidur
m) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
n) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
o) Jelaskan strategi meredakan nyeri
p) Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
q) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
r) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
s) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Pemberian Analgetik
a) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
b) Identifikasi riwayat alergi obat
c) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika,
atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
41

e) Monitor efektifitas analgesik


f) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
g) Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
h) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
i) Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
j) Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
k) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

c. Ansietas b/d Krisis situasional / Kurang terpapar informasi

Tujuan: Tingkat Ansietas menurun

Kriteria hasil
1) Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi
menurun
2) Perilaku gelisah dan tegang menurun
3) Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
4) Konsentrasi dan pola tidur membaik
5) Orientasi membaik

Intervensi: 

Reduksi ansietas
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan
stressor.
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
4) Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
5) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
42

6) Pahami situasi yang membuat ansietas


7) Dengarkan dengan penuh perhatian
8) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
9) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
10) Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang
11) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
12) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
13) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
14) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
15) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
16) Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
17) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
18) Latih teknik relaksasi

5. Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan pada Askep BPH Post Operasi

a. Risiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif

Tujuan: Tingkat Infeksi Menurun

Kriteria hasil
1) Kebersihan tangan dan badan meningkat
2) Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
3) Periode malaise menurun
4) Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
5) Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: 

Pencegahan Infeksi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada daerah edema
43

4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
5) Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7) Ajarkan cara memeriksa luka
8) Kolaborasi pemberian antibiotiki jika perlu

b. Resiko ketidakseimbangan Cairan d.d Prosedur Pembedahan

Tujuan: Keseimbangan Cairan Meningkat

Kriteria hasil
1) Asupan cairan meningkat
2) Haluaran urin meningkat
3) Kelembaban membram mukosa meningkat
4) Tekanan darah membaik
5) Denyut nadi radiel membaik
6) Tekanan arteri rata-rata membaik

Intervensi Keperawatan: 

1) Manajemen Cairan
a) Monitor status hidrasi seperti  frekwensi nadi, kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah.
b) Monitor berat badan harian
c) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Seperi  Hematokrit, Na, K, Cl,
berat jenis urin , BUN.
d) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
e) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
f) Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
g) Berikan cairan intravena bila perlu
44

2) Pemantauan Cairan
a) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b) Monitor frekuensi nafas
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor berat badan
e) Monitor waktu pengisian kapiler
f) Monitor elastisitas atau turgor kulit
g) Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
h) Monitor kadar albumin dan protein total
i) Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
j) Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
k) Identifikasi tanda-tanda hypervolemia seperti  Dyspnea, edema perifer,
edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular
positif, berat badan menurun dalam waktu singkat.
l) Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi
intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
m) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
n) Dokumentasi hasil pemantauan
o) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
p) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c. Risiko perdarahan d.d Tindakan pembedahan

Tujuan; Tingkat perdarahan menurun.


45

Kriteria hasil 
1) Membran mukosa lembab meningkat
2) Kelembaban kulit meningkat
3) Hemoptisis menurun
4) Hematemesis menurun
5) Hematuria menurun
6) Hemoglobin membaik
7) Hematokrit membaik

Intervensi Keperawatan
1) Observasi
a) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
d) Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial thromboplastin
time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin dan/atau platelet)

2) Terapeutik
a) Pertahankan bed rest selama perdarahan
b) Batasi tindakan invasive, jika perlu
c) Gunakan kasur pencegah decubitus
d) Hindari pengukuran suhu rektal
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
d) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
e) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
f) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
46

4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
b) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
47

Referensi

1. Ji Y. Chong. 2020. Overview of Stroke. MSD Manual Professional


Version.https://www.msdmanuals.com/professional/neurologic-disorders/stroke/
overview-of-stroke
2. Claudia Chaves. 2020. Stroke. Verywell Health.
3. InformedHealth. 2017. Stroke: Overview. Cologne, Germany:
Institute for Quality and Efficiencyin Health Care (IQWiG).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279214/
4. https://www.health.harvard.edu/womens-health/8-things-you-can-do-to-prevent-
a-stroke
5. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan
II. DPP PPNI. Jakarta
6. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
7. PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)edisi 1 cetakan II.
DPP PPNI. Jakarta
48

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN DIARE

OLEH :

DWI WORO WIDAYATI

1120022088

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIARE

A. Kasus Penyakit

1. Definisi

Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga

didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan

frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih

dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah

buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014).

Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3

kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau

tanpa darah dan tanpa lendir.

2. Manifestasi klinis

Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu:

a. Nyeri perut (abdominal discomfort).

b. Mual, kadang-kadang sampai muntah.

c. Rasa perih di ulu hati. d. Rasa lekas kenyang.

d. Nafsu makan berkurang.

e. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.

f. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).

g. Demam dan lemah.

h. Membrane mukosa mulut dan bibir kering.

i. Diare.

j. Pontanel cekung
50

3. Woc
51

4. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos medis diare

adalah :

a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, Ph dan

kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur).

b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam

basa.

c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.

5. Pengobatan

Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:

a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).

b. Dietetik (pemberian makanan).

c. Obat-obatan

B. Riwayat Penyakit

1. Pengkajian

Pada pengkajian penderita diare menurut Hidayat (2012) antara lain:

a. Identifikasi: nama. Inisial, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama,

tanggal masuk rumah sakit, penanggung jawab mengenai orang tua, pekerjaan

orang tua, pendidikan orang tua, umur, suku bangsa dan alamat

b. Keluhan Utama Perasaan yang timbul gelisah, buang air besar lebih dari 3 kali,

BAB cair 10 kali ( dehidrasi berat). Diare akut terjadi apabila

c. Pemeriksaan Fisik
52

 Keadaan umum

Pada peningkatan suhu tubuh secara bertahap mencapai 400 (Mubarak,

2015).Biasanya pada anak dengan diare tanpa dehidrasi kesadarannya

baik. Pada berat badan pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi

kehilangan berat badan 3%, diare dengan dehidrasi dengan 6% dan diare

dehidrasi berat dapat mengalami kehilanngan berat badan sekitar 9%.

 Pemeriksaan kepala Rambut tampak bersih, rambut warna hitam, tidak

rontok, tidak ada benjolan, ubun- ubun besar cekung, mengukur lingkar

kepala.

 Pemeriksaan mulut diare tanpa dehidrasi: mulut dan lidah basah, diare

dehidrasi ringan: mulut dan lidah kering, diare dehidrasi berat: mulut dan

lidah sangat kering, tidak ada stomatitis

 Abdomen Pada abdomen anak biasanya terdapat distensi abdomen, tidak

ada les, bising usus meningkat, supel. e. Sistem integumen Warana kulit

sianosis, akral teraba hangat, turgor kulit menurun

2. Diagnosa (SDKI,2018)

a. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif d.d turgor pada kulit menurun (D.0023)

b. Diare b.d malbsorpsi d.d defekasi lebih dari tiga kali dengan konsistensi fases

lembek (D.0020)

c. Hipertermia b.d dehidrasi d.d suhu tubuh meningkat (D.0130)

3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI

Hipovolemi Setelah
b.d dilakukan tindakan selama 3x24
Manajemen hipovolemia (I.03116)
53

kehilangan cairan jam diharapkan keseimbangan cairan  Periksa tanda dan gejala
aktif d.d turgor (L.05020) meningkat dengan kriteria hipovolemia

pada kulit menurun hasil:  Monitor intake dan


(D.0023) 1. Kelembaban membran mukosa output cairan
Tanda gejala mayor: Data meningkat
 . Hitung kebutuhan
subjektif (tidak
2. Asupan makanan meningkat
cairan
tersedia) Data
3. Dehidrasi menurun
 Berikan asupan cairan
objektif 4. Tekanan darah membaik
oral
1. Frekuensi nadi
5. Denyut nadi radial
 Berikan posisi modified
meningkat
trendelenburg
2. Nadi teraba lemah 3.
 Anjurkan
Tekanan darah
memperbanyak asupan
menurun
lemas
4. Tekanan nadi menyempit

5. Turgor kulit

Diare b.d malbsorpsi selama


d.d 3x24 jam diharapkan eliminasi fekal
Manajemen diare (I.03101)

defekasi lebih dari (L.04033) membaik dalam kriteria


1. Identifikasi penyebab diare 2.

tiga kali dengan hasil: Identifikasi riwayat

konsistensi fases
1. Kontrol pengeluaran fases meningkat pemberian makanan

lembek (D.0020) 2. Konsistensi fases membaik 3. Identifikasi gejala invaginasi

Data subjektif (tidak


3. Frekuensi defekasi membaik 4. Monitor warna,volume,

tersedia) Data
4. Peristaltik usus membaik frekuensi, dan konsistensi

objektif tinja

i. Defekasi lebih 5. Monitor tanda gejala hipovolemia

dari tiga kali 6. Monitor isitasi dan ulserasi kulit


54

dalam 24 jam di daerah perianal

ii. Fases lembek 7. Monitor jumlah pengeluaran

atau cair diare

Tanda gejala minor: Data 8. Monitor keamanan penyajian

subjektif makanan

1. Urgency 9. Berikan asupan cairan oral 10.

2. Nyeri/keram abdomen Berikan cairan intravena 11.

Data objektif Ambil sampel darah untuk

1. Frekuensi peristaltik pemeriksaan darah lengkap

meningkat 2. Bising dan elektrolit

usus hiperaktif

Hipertermia b.d dehidrasi


Setelah dilakukan tindakan selama 3x24
Manajemen hipertermia (I.15506)

d.d suhu tubuh jam diharapkan termoregulasi 1. Identifikasi penyebab

meningkat (D.0130) (L.14134) membaik dengan kriteria hipertermia

hasil: 2. . Monitor suhu tubuh

Tanda gejala mayor: Data


1. Kulit merah menurun 3. Monitor komplikasi

subjektif (tidak
2. Kejang menurun akibat hipertermia

tersedia) Data
3. Pucat menurun 4. . Sediakan

objektif 4. Suhu tubuh membaik lingkungan yang

1. Suhu tubuh
5. Suhu kulit membaik dinggin

diatas nilai
6. Tekanan darah membaik 5. Longgarkan atau

normal Tanda lepaskan pakaian

gejala minor 6. Berikan cairan oral.

Data subjektif (tidak 7. Lakukan pendinginan

tersedia) eksternal
55

Data objektif 8. Anjurkan tirah baring

1. Kulit merah 9. Kolaborasi

2. Kejang pemberian cairan dan

3. Takikardi elektrolit intravena,

4. Takipnea jika perl

5. Kulit terasa hangat

4. IMPPLEMENTASI

Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk

membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang dikelola

secara baik nantinya mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses

pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang

mempengaruhi kebutuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti. 2017)

5. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya

membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang

telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan

keperawatan, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat

dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah

diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2015).


56

BPH

A. Kasus Penyakit

1. Definisi

BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak merupakan

kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya ukuran zona

dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran prostat yang

mengenai uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu Hiperplasia Prostat

Benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria

lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan

pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017).

2. Manifestasi klinis

Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai

syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara lain:

a. Gejala obstruktif

- Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan

waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika

- Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intravesikel

sampai berakhirnya miksi

- Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing d. Pancaran lemah

yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor memerlukan waktu untuk


57

dapat melampaui tekanan di uretra e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang

air kecil dan terasa belum puas

b. Gejala iritasi

- Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan

- Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari (nocturia) dan pada siang hari

- Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing

3. Woc
58

Pemeriksaan penunjang

Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH adalah

antara lain:

a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi

slauran kemih.

b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus

menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.

c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau

kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi

urin yang merupakan tanda dari retensi urine.

d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter

berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,

penyakit pada buli-buli.

e. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran

prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya

seperti difertikel, tumor.

f. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra

parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum

4. Pengobatan

Terapi medikametosa atau farmakologi dilakukan pada pasien BPH tingkat sedang, atau

dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada pasien BPH tingkat berat. Tujuan

terapi medikametosa adalah 1) untuk mengurangi resistensi leher buli-buli dengan


59

obat-obatan golongan αadrenergik blocker dan 2) mengurangi volume prostat dengan

cara menurunkan kadar hormon testosteron atau dehidrotestosteron (DHT) (Purnomo,

2008).

5. Penatalaksanaan

Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH antara lain:

a. Observasi (watchfull waiting)

b. Terapi medikamentosa

c. Terapi bedah

d. Terapi invasif

e. Kateterisasi urine

C. Riwayat Penyakit

1. Pengkajian

Menurut Diyono (2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:

a. Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang

berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit

buang air kecil dan beberapa waktu 19 kemudian dapat berkurang dan baik lagi.

b. Keluhan utama Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi

dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang

keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual

muntah, dan sebagainya.

c. Persepsi dan manajemen kesehatan Kaji dan identifikasi pola penanganan

penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga. Termasuk dalam hal apa yang
60

dilakukan jika keluhan muncul.

d. Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi,

frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.

e. Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan

masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi,

dan sebagainya.

f. Pola tidur Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat

tidur.

g. Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan

berkemih.

h. Pemeriksaan fisik Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa

ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya

i. Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil

laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter,

hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.

j. Program terapi Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter,

monitoring laboratorium, dan sebagainya

2. Diagnosa

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau

komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang

membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun

diagnosa keperawatan yang muncul adalah:

a. Pre Operasi:
61

- Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi

- Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra

- Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis

b. Post Operasi

- Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)

- Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif

- Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan

3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI

Nyeri akut b.d. agen


Luaran Utama: Tingkat nyeri Luaran
Manajemen Nyeri

pencedera fisiologis Tambahan: Kontrol nyeri Terapeutik:

(preop), agen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan - Berikan teknik

pencedera fisik keperawatan selama 1x24 jam nonfarmakologis untuk

(prosedur operasi, L.08066 Tingkat Nyeri dengan mengurangi rasa nyeri

post-op) 1.08238 kriteria hasil: (mis. TENS, hypnosis ,

- Keluhan nyeri: 5 (menurun) akupresur, terapi musik,

- Meringis: 5 (menurun) biofeedback, terapi

- Sikap protektif: 5 (menurun) pihat, aromaterapi,

teknik imajinasi
- Gelisah: 5 (menurun)
terbimbing, kompres
- Kesulitan tidur: 5
hangat/dingin, terapi

bermain)

- Kontrol lingkungan

yang memperberat rasa

nyeri (mis, suhu


62

ruangan, pencahayaan,

kebisingan)

- Fasilitasi istirahat tidur

Pertimbangkan jenis dan

sumber nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri

RESUME CA PARU

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi
63

Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal

dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer

adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic

carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut karsinoma bronkogenik

merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan

berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah

keganasan yang berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana

kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas

yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono,

2015).

2. Manifestasi Klinis

 Nafas dangkal

 Batuk

 Penurunan nafsu makan

 Trosseau Syndrome

 Nyeri dada

 Sesak nafas
64

3. Woc
65
66

4. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba & Wibisono, 2015):

a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;

b. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas;

c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya;

dan

d. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh

karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.

5. Pengobatan

Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau

sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB

dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika

tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah

sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.

6. Penatalaksanaan

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, manajemen

penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya. Pada kanker

paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis, antara lain adalah

karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma bukan sel kecil (KBSK)

penatalaksanaannya tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita,

komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia

adalah bedah, radiasi, dan kemoterapi. Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil

antara lain:
67

a. Bedah

Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA

yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat

dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pasien dengan

kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi

sublobaris paru dilakukan.

b. Radioterapi

Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat berperan di

semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun

paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada stadium I yang menolak dilakukan operasi setelah

evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan

kemoterapi. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca

operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau

pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).

c. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau sebagai

adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB

dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan

jika tampilan umum pasien baik. Kemoterapi adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan

stadium lanjut.

B. Riwayat Penyakit

1. Pengkajian
68

a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan

Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan menganggap sesak

tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca paru pada fase awal akan jarang

menimbulkan gejala. Gejala akan timbul biasanya jika Ca paru sudah semakin meluas.

Sehingga klien tidak terlalu perhatian dengan gejala yang dirasakannya pada gejala awal

b. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)

- Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB, BB, dan IMT. Biasanya pada klien

dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe adenokarsinoma akan mengalami penurunan

nafsu makan yang berakibat pada penurunan berat badan

- Biomedical sign : dilakukan dengan cek darah lengkap

- Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status umum pasien meliputi mukosa bibir,

konjungtiva, keadaan umum (lemas atau segar), dll

- Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana pola makan pasien saat ini. Pada

umumnya pada klien dengan Ca paru jika mengalami sesak nafas maka nafsu makan

akan semakin menurun

- Pola eliminasi:

BAK

o Frekuensi : Mengalami peningkatan

o Jumlah : Mengalami peningkatan

o Warna : Kuning
69

 Bau : Amoniak dan obat

 Karakter : Cair

 Alat Bantu : Tidak menggunakan kateter

 Kemandirian : Dibantu BAB

 Frekuensi : Mengalami sembelit

 Jumlah : 1 kali selama MRS

 Warna Bau : Khas feses

 Karakter : Keras

 Alat Bantu : Tidak terpasang alat bantu

 Kemandirian : Dibantu

c. Pola aktivitas & latihan

Pada klien dengan Ca Paru maka aktivitas sehari-hari mengalami penurunan

c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum ✓

Toileting ✓

Berpakaian ✓

Mobilitas di tempat tidur ✓

Berpindah ✓
70

Ambulasi / ROM ✓

- Status Oksigenasi :

RR meningkat

tidak ada retraksi dada

Ada batuk dan sputum

- Fungsi kardiovaskuler : irama jantung teratur, nadi normal

Terapi oksigen : menggunakan alat bantu nafas nassal canul

d. Pola tidur & istirahat

1. Durasi : berkurang

2. Gangguan tidur : menahan nyeri dan sesak nafas

3. Keadaan bangun tidur : lemah

e. Pola kognitif & perceptual

 Fungsi Kognitif dan Memori :

Pasien mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan oleh perawat

saat dilakukan pengkajian.

 Fungsi dan keadaan indera :

Keadaan indera pasien baik

f. Pola persepsi diri

 Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan jika dia tidak bisa bekerja

seperti biasanya

 Identitas diri: dilakukan dengan mengkaji identitas umum klien (jenis

kelamin, umur, dll)

 Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker dan
71

khawatir jika setelah kemoterapi rambutnya akan rontok

e. Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah seseorang dalam usia produktif

dan sedang bekerja (>40 tahun)

g. Pola seksualitas & reproduksi

 Pola seksualitas

Tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya Ca paru

 Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi klien baik

h. Pola peran & hubungan

Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih menjauh dari orang-orang sekitarnya

karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan penyakit paru lainnya

i. Pola manajemen koping-stress

Dilakukan dengan melihat seberapa besar optimism pasien dalam menghadapi

penyakit tersebut
72

j. System nilai & keyakinan

Dilakukan dengan mengkaji agama ataupun kepercayaan klien sebagai

pegangan hidup

2.1.1 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum:

b. Tanda vital:

c. Tekanan Darah : Normal, jika tidak ada riwayat hipertensi

d. Nadi : Meningkat (Normal 80-100x/menit)

e. RR : Meningkat (Normal 16-24x/menit)

f. Suhu : Biasanya normal (36,5-37,5) kecuali jika ada

inflamasi

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala

Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar merata berwarna hitam kaji uban),

distribusi normal, kaji kerontokan rambut jika sudah dilakukan kemoterapi

Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak

ada lesi.

2. Mata

Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks pipil

terhadap cahaya (+/+), kondisi bersih, bulu mata rata dan hitam
73

Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal

3. Telinga

Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih tidak ada serumen, tidak ada

kelainan bentuk.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal

4. Hidung

Inspeksi: hidung simetris, hidung terlihat bersih, terpasang alat bantu

pernafasan

5. Mulut

Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna merah, gigi

bersih tidak ada karies gigi


74

Palpasi: tidak ada pembesaran tonsil

6. Dada

Paru Jantung

Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung

kaji adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan

Palpasi: Pengembangan paru tidak simetris, Perkusi: Suara jantung pekak

kaji adanya kemungkinan flail chest Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung

Perkusi: Suara paru sonor tambahan (Gallop, Gargling, Mur-mur,

Auskultasi: Ada suara nafas tambahan Friction rub)

Wheezing

7. Abdomen

Inspeksi: bentuk

abdomen datar Palpasi:

tidak terdapat nyeri

tekan

Perkusi: Kaji adanya ketegangan abdomen

Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan nafsu makan

8. Urogenital
75

Inspeksi: Tidak terpasanga alat bantu nafas

9. Ekstremitas

Inspeksi: ekstremitas biasanya sulit digerakkan karena takut

sesak nafas Palpasi: akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit

baik.

10. Kulit dan kuku

Inspeksi : Turgor kulit tidak baik, tidak ada lesi, kuku

berwarna pink Palpasi : kondisi kulit lembab, CRT <2

detik, dan akral dingin.

11. Keadaan local

Pasien tampak lemah berbaring di tempat tidur, terpasang alat bantu

pernafasan, kesadaran compos mentis (sadar penuh)

2. Diagnosa

Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Ca Paru adalah:

1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan himoptosis atau bronkiektasis dan

atelektasis

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan

peningkatan produksi mukus

3. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan obstruksi bronkus atau sumbatan
76

parsial pada intrapulmoner proksimal

4. Nyeri kronis (00132) berhubungan denganpenyebaran neoplastik ke

mediastinum

5. Ansietas (00146) berhubungan dengan nyeri kronis

3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI

Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi

(00030) selama 3x24 jam maka status


a. Monitor frekuensi, irama,
pernapasan meningkat, dengan
kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil :
b. Monitor pola napas (seperti
a. Dispnea menurun
bradipnea, takipnea,
b. Bunyi napas tambahan
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
menurun
stokes, biot, ataksik)
c. PCO2 membaik
c. Auskultasi bunyi napas
d. PO2 membaik

e. pH arteri membaik d. Monitor saturasi oksigen

f. Takikardia membaik
e. Dokumentasikan hasil
g. Pola napas membaik
pemantauan
h. Kesadaran membaik
f. Jelaskan tujuan dan prosedur
i. Rasa nyaman meningkat
pemantauan
j. Warna kulit membaik
77

RESUME UROLITIASIS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi

(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada

di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu

mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran

perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam

ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter

cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada

pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau

merah. (Brunner and Suddarth, 2012)Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya

penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.

Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri

disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu

tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin.

Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa

centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa

sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine

berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2012)

2. Manifestasi klinis
78

Beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien Urolithiasis :

a. Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non

kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnasi batu pada saluran kemih

sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga

karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter

meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.

Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat

sehingga terjadi peregangan pada saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non

kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi infeksi pada ginjal

sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2

ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan

menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan

rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri

kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya nefrolithiasis.

b. . Gangguan miksi Adanya batu pada saluran kemih, maka aliran urin mengalami

penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Batu dengan ukuran

kecil mungkin dapat keluar secara 34 spontan tetapi batu dengan ukuran yang

relatif besar sulit untuk keluar secara spontan.

c. Hematuria Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering

mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini

akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang

dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi


79

pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya

ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria.

d. Mual dan muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi

ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien

mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung. Namun,

gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.

e. Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda

demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di

kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan

dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan

anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis 35 dan segera

dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik.

f. Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika

urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,

akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika

(Purnomo, 2011).
80

3. Woc
81
82

4. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium:

o Urinalisa : warna urin berubah kuning, coklat gelap, berdarah menunjukan SDM, SDP,

Kristal (sistin, as. Urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus, pH asam, dan

alkalinm (meningkatkan magnesium, fosfat, ammonium, atau batu kalium fosfat)

o Urine 24 jam : terjadi peningkatan kreatinin, as. Urat, kalsium, fosfat, oksalat, ataupun

sistin.

o Dapat terjadi indikasi ISK (staphilococus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)

o Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukan infeksi/ septicemia

o Hb/ht: abnormal boila pasien dehidrasi nitrat atau polisitemia terjadi mendorong

prespitasi pemadatan ataupun anemia akibat perdarahan karena disfungsi ginjal.

o Hormone paratiroid mungkin meningkat bila terjaci gagal ginjal.pth merangsang

reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

b. Foto polos abdomen

Tujuan pembuatan foto polos abdomen adalah untuk melihat kemungkinan adanya batu

radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsiumfosfat bersifat

radioopak dan paling sering dijumpai pada diantara batu-baru jenis lain sedangkan batu

asam urat sifatnya non opak atau radio lusen. 

c. Pielografi intravena (IVP)


83

Tujuannya menilai keadaan anatoni dan fungsi ginjal serta mendeteksi adanya batu semi

opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum

dapat menjelaskan keadaan system kandung kemih akibat adanyapenurunan fungsi ginjal

sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.

d. Ultrasonografi

e. CT- Scan

Mengidentifikasi dan menggammbarkan kalkuli dan masa lain : ginjal, ureter, dan

distensi kandung kemih.

f. Sistoureterokopi untuk memvisualisasikan secara langsung kandung kemih dan ureter

dapat menunjukan batu dan atau defek obstruksi.

g. Ultrasound untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

5. Pentalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan ini adalah untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan

nefron, dan mengendalikan infeksi, serta mengurangi obstruksi yang terjadi. 

Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada batu saluran empedu diantaranya:

a. Terapi diet
84

Terapi diet ini terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi nutrisi berperan penting dalam

mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat serta menghindari makanan tertentu dalam

diet juga dapat mencegah pembentukan batu. Setiap klien yang memiliki riwayat batu renal harus

minum paling sedikit 8 gelas air (+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer,

kecuali dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti lebih efektif dalam mencegah

batu kalsium.

b. Terapi Farmakologi

(1) Antispasmodik

Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.

(2) Antibiotik

Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada

pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah dikeluarkan, batu ginjal

dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat

pembentukan batu berikutnya. Urin yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat

(Chang 2009).

(3) Analgesik

Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat AINS (NSAID’s) seperti

ketorolak dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.

c. Terapi Kimiawi

(1) Mempertahankan pH urin agar tidak terjadi kristalisasi batu

a. NaCO3-   : Membuat urin lebih alkali pada asam


85

b. Asam Askorbat : Membuat urin lebih asam pada alkali pencetus

(2) Mengurangi ekskresi dari substansi pembentuk batu

a. Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin dan menurunkan kadar

parathormon. Efek samping gangguan metabolik, dermatitis, purpura.

b. Alupurinol (zyloprim) : Mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar asam urat

plasma dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Efek samping mual, diare, vertigo,

mengantuk, sakit kepala.

d. Herbal

Jus kulit manggis dan daun sirsak penghancur batu ginjal paling ampuh tanpa

menimbulkan efek samping. Daun sirsak berfungsi sebagai diuretik alami penghambat

terjadinya pembentukan batu yang baru dan penghancur batu yang telah terbentuk dengan

sangat efektif. Selain itu juga sebagai antioksidan yang sangat tinggi berguna untuk

meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mencegah infeksi dan melancarkan peredaran

darah sehingga urin (hasil buangan akhir lebih sempurna). Serta banyak lagi kandungan

daun sirsak seperti acetogenin, annocatin, annocatalin, annohexocin. annonacin,

annomuricin, anomourine, anonol, caclourine, gentisic acid, gigantetronin, linoleid acid,

muricapentosin yang sangat baik untuk penderita batu ginjal.

 
86

C. Riwayat penyakit

1. Pengkajian

- Identitas Klien : terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,

diagnosa medis, agama, suku bangsa klien dan penanggung jawabnya .

- Riwayat Kesehatan

 Keluhan Utama

Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran batu, dan

penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik di daerah

abdomen bagian bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior dan

pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati

testis. Nyeri yang dirasakan bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik

hilang timbul akibat spasme otot polos ureter karena peningkatan aktivitas untuk

mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul

ureter karena hidronefrosis atau infeksi pada ureter. Apabila urolithiasis disertai

dengan adanya infeksi maka demam juga akan dikeluhkan. Keluhan kencing seperti

disuria, retensi urin atau gangguan miksi lainnya dikeluhkan klien saat pertama

datang ke tenaga kesehatan.

 Riwayat Penyakit Sekarang

Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi urin yang dialami

(oliguria, disuria, hematuria). Biasanya seiring berjalannya waktu dan tingkat


87

keparahan penyakit maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif.

Respon dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan gastrointestinal, seperti

keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang menimbulkan manfestasi penurunan

asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut

dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan tersebut muncul adalah penting untuk

mengetahui riwayat perjalanan penyakit.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami gangguan haluaran

urin sebelumnya, riwayat ISK, riwayat hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat

hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker (berhubungan dengan adanya

malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa menjadi faktor penyulit pada kasus

urolithiasis, penderita osteoporosis yang menggunakan obat dengan kadar kalsium

yang tinggi.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK, riwayat hipertensi, riwayat

kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat

bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.

- Pemeriksaan Fisik

1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

tidak ada keterbatasan gerak leher.

2) Mata : Mata normal

3) Hidung : Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan cuping hidung.
88

4) Telinga : Fungsi pendengaran kien baik.

5) Mulut dan gigi : mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada mulut, mulut dan

lidah bersih.

6) Dada

(1) Inspeksi : Dada klien simetris.

(2) Palpasi : Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.

(3) Perkusi : Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di daerah

paru.

(4) Auskultasi : Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.

7) Abdomen

(1) Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit baik.

(2) Auskultasi : Peristaltik usus 12x/menit

(3) Palpasi : Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah

(4) Perkusi : -

8) Genetalia : Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak ditemukan adanya

keluhan atau kelainan bentuk anatomi.

9) Pola Aktifitas : Perkejaan yang dilakukan monoton seperti sopir bus.

10) Pola Sirkulasi : Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit hangat dan

kemerahan, pucat.

11) Pola Eliminasi : Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi sebelumnya (kalkulus).

Terjadi penurunan haluaran urin yang ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar, oliguria,

hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.

12) Pola intake makanan dan cairan : Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada abdomen. Diet
89

rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum

air dengan cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan suara bising usus.

13) Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik. Lokasi nyeri tergantung pada

lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat menyebar

ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia. Nyeri dangkal

konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan

sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain yang ditandai dengan

perilaku distraksi, terjadi demam dan menggigil

2. Diagnosa

Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan pada pasien batu renal

mencakup yang berikut :

a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis.

b. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099) berhubungan dengan sumber daya

tidak cukup (pengetahuan


90

3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri Observasi

dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 24


Terapeutik
jam, diharapkan tingkat nyeri
fisik : prosedur operasi
a. Berikan teknik
menurun dan kontrol nyeri
nonfarmakologi untuk
meningkat dengan kriteri hasil
mengurangi rasa nyeri
: a. Tidak mengeluh nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
b. Tidak meringis
akupresur, terapi musik,

c. Tidak bersikap protektif biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik
d. Tidak gelisah
imajinasi terbimbing,

kompres hangat dingin,

terapi bermain

b. Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri

(mis. suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)
91

c. Fasilitasi istirahat dan tidur

d. Pertimbangkan jenis dan

sumber nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri
92

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier:

Saunders

Borley, P. A. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga

Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions 7 Classification 2015-2017 Tenth

Edition. UK NANDA International, Inc.

Diyono & Mulyanti, Sri. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi.

Nuari & Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.

Yogyakarta: Deepublish.

Nursalam .2006. Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.

Informa: UK

Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

Tan. (2017). Non - Small Cell Lung Cnacer Clinical Presantion.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,

Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,

Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia


93

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,

Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa

Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wilkinson.M.J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai