Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dizaman era modern sekarang ini sudah banyak bentuk sediaan obat yang di
jumpai di pasaran,bentuk sediaanya antara lain: dalam bentuk sediaan padat
contohnya pil, tablet, kapsul, supposutoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat
contohnya krim, salep. Sedangkan dalam bentuk sediaan cair adalah sirup, elixir,
suspensi, emulsi dan sebagainya. Kalin ini khusunya membahas tentang suspensi.
Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan cairyang secara umum dapat di artikan
sebagai suatu sistem dispers kasar yang terdiri atas bahan padat tidak larut tetapi
terdispers merata kedalam pembawanya. Alasan bahan obat di formulasikan dalam
bentuk sediaan suspensi yatu bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak
larut dalam tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan cair, mudah diberikan pada pasien
yang sukar menelan obat dapat diberikan pada anak-anak. Alasan sediaan suspensi
dapat diterima oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik dari segi warna,
ataupun bentuk wadahnya. Penggunaan sediaan suspensi jika dibandingkan dengan
bentuk larutan lebih efisien karena suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif
yang tidak stabil dalam air.
Demikian sangat penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk mengetahui
dan mempelajari pembuatan bentuk sediaan suspensi yang sesuai dengan syarat
suspensi yang ideal.
Dalam pembuatan suatu suspensi, kita harus mengetahui dengan baik
karakteristik fase terdispersi dan medium dispersinya. Dalam beberapa hal fase
terdispersi mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan
mudah ”dibasahi” oleh pembawa tersebut selama penambahannya. Obat yang tidak
dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan mempunyai kecenderungan
untuk bergabung menjadi satu atau mengambang di atas pembawa tersebut. Dalam hal
yang terakhir, serbuk mula-mula harus dibasahi dahulu dengan apa yang disebut ”zat
pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi oleh medium dispersi. Alkohol,
gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat pembasah bila suatu
pembawa air akan digunakan sebagai fase dispersi. Bahan-bahan tersebut berfungsi
menggantikan udara dicelah-celah partikel, mendispersikan partikel tersebut dan
kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium dispersi ke dalam serbuk.

1
Dalam pembuatan suspensi skala besar, zat pembasah dicampur dengan
partikelpartikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid (coloid mill), pada
skala kecil, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortir dan stamper. Begitu serbuk
dibasahi, medium dispersi (yang telah ditambah semua komponen-komponen
formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa, dan pengawet) ditambah
sebagian-sebagian ke serbuk tersebut, dan campuran itu dipadu secara merata sebelum
penambahan pembawa berikutnya. Sebagian dari pembawa tersebut digunakan untuk
mencuci alat-alat pencampur agar bebas dari suspenoid, dan bagian ini digunakan
untuk mencukupi volume suspensi dan menjamin bahwa suspensi tersebut
mengandung konsentrasi zat padat yang diinginkan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang sediaan suspensi topikal.
2. Untuk mengetahui proses pembuatan sediaan suspensi topikal.
3. Untuk mengetahui formulasi sediaan suspensi topikal.
4. Untuk mengetahiu evaluasi dari sediaan suspensi topikal.
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian tentang sediaan suspensi topikal.
2. Dapat mengetahui proses pembuatan sediaan suspensi topikal.
3. Dapat mengetahui formulasi sediaan suspensi topikal.
4. Dapat mengetahiu evaluasi dari sediaan suspensi topikal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sediaan Suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdispersi dalam cairan pembawa (Imo hal 159)

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi kedalam fase cair. (Ilmu resep syamsuni hal 135)

Suspensi adalah sediaaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut tang
terdisfersi dalam fase cair (FI IV hal 17)

Suspensi adalag sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdisfersi dalam cairan pembawa (FI III hal 32)

Suspensi adalah adalah sediaan cair yang mengandung obat padat,tidak


melarut dan terdisfersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri
dari obat dalam bentuk serbuk sangat halus,dengan atau tampa zat tambahan,yang
akan terdisfersikan sempurna dalam cairan pembawa yang di tetapkan. (Formularium
nasional hal 333)

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik,
seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat
langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus
dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan.

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang trdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan, endapan harus
segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojok
dan dituang.

3
Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (mixtura agitandae). Bila obat
dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus dibuat mikstur
gojog atau disuspensi. (Anief, 2006)

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. (Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17)

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. (Farmakope Indonesia III,
Th. 1979, hal  32)

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.  Yang pertama berupa suspensi
jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan. (Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333)

1. Macam-Macam suspensi

a. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.

b. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi


dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.

c. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang


ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

d. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang


terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Syarat suspensi optalmik :

 Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak


menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.

 Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras
atau penggumpalan.

4
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspense dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam larutan spinal.

2. Berdasarkan Istilah

a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan
untuk pemakaian oral.  (contoh : Susu Magnesia).

b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat
padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang
menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh :
Magma Bentonit).

c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit
(contoh : Lotio Kalamin)

3. Berdasarkan Sifat

(Fornas Edisi 2, 1978, hal 333)

Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan


jasad renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk
suspensi yang akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis
ganda.

Sistem pembentukan suspensi:

a. Sistem flokulasi

b. Sistem deflokulasi

flokulasi dan deflokulasi adalah:

a. Suspensi Deflokulasi

Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila


kecepatan sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka
kecepatannya akan lambat. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel
menyebabkan masing-masing partikel menyelip diantara sesamanya pada
waktu mengendap. Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah
pengocokan kecepatan sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.

5
 Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.

 Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap


terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.

 Sediaan terbentuk lambat.

 Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar


terdispersi lagi.

Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif


homogen pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang
lambat.

Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi


karena terbentuk masa yang kompak.

Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah


sedimentasi tetapi tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap
homogen pada waktu paronya.

b. Suspensi Flokulasi

Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat


mempercepat terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit
partikel dibentuk oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif
besar. Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang
disebabkan flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan
ukuran yang bermacam-macam.

 Partikel merupakan agregat yang basa

 Sedimentasi terjadi begitu cepat

 Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula.

6
Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar
dan mudah diredispersi.

Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena


kecepatan sedimentasinya tinggi.

Flokulasi dapat dikendalikan dengan :

 Kombinasi ukuran partikel

 Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.

 Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel


dalam suspensi.

4. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

a. Ukuran partikel

Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya


(dalam volume yang sama ). Sedangkan semakin besar luas penampang
partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

b. Kekentalan (viscositas)

Dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel


yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan


tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal
ini dapat dibuktikan dengan hukum ” STOKES”.

7
Ket:
V =Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
ŋ = Viskositas Cairan

c. Jumlah partikel (konsentrasi)

Makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi


endapan partikel dalam waktu yang singkat.

d. Sifat / muatan partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam


campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.

5. Syarat Suatu sediaan suspensi yang baik harus memenuhi syarat, yaitu :

a. Stabil dan homogen.

b. Bahan padat yang tidak larut dalam pembawa mempunyai ukuran partikel
yang kecil dan sama besar(seragam).

c. Tidak boleh cepat mengendap.

d. Partikel-partikel yang mengendap tidak boleh menjadi massa yang keras dan
harus dapat disuspensikan kembali dengan sedikit pengocokan.

e. Tidak terlalu kental dan tidak terlalu cair untuk mempermudah saat
penuangan.

(Syarat khusus suspensi FI IV)

a. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal.

b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus


mengandung zat antimikroba.

c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

8
d. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

(FI III, 1979, hal 32)

a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.

b. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali.

c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi.

d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah


dikocok dan dituang.

e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel


dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada
penyimpanan.(Ansel, 356)

B. Pengertian Sediann Suspensi Topikal

Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan
daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari
kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefinisikan
sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat
pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal
yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari
sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak
dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihdibersihkan,
tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus
berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.

Untuk mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah


bahan atau unsur senyawa tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari
zat pembawa.

Suspensi Topikal adalah Obat Cair mengandung partikel padat yang


terdispersi (Dispersi = penyebaran suatu zat secara merata dalam zat lain) dalam
cairan pembawa yang ditujukan untuk pemakaian pada kulit. Suspensi Topikal
merupakan salah satu jenis Sediaan Suspensi berdasarkan Penggunaannya. Ada

9
beberapa Obat tidak stabil secara kimia apabila dalam bentuk larutan, oleh karena itu
dibuat dalam bentuk suspensi. Obat Suspensi Topikal biasanya berwarna keruh, dan
apabila didiamkan maka akan tampak dua fase yang heterogen (dapat dibedakan)
yaitu fase zat padat dan cairan.

Suspensi topikal  adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang


terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai “lotio”  termasuk dalam kategori ini.

Suspensi topikal : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang


terdispersi dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit.
(USP XXVII, 2004, hal 2587).

1. Bahan pembawa pada sediaan suspensi topikal

Bahan pembawa yang banyak dipakai:

a. Lanolin

Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak


digunakan pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar
salep lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi
bahan aktif obat yang dibawa.

b. Paraben

Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet


sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid
lemah. Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan pelembab, gel,
pelumas, pasta gigi.

c. Petrolatum

Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah


karbon lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album,
diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C, dapat mengikat kira-
kira 30% air.

d. Gliserin

10
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin
memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai
pelarut dalam air. Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok,
cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk
dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase.
Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan
pasta pendingin.

2. Jenis-jenis sediaan topikal

a. Cairan

Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan


pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya
alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan
sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam
kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba.

Indikasi cairan

Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:

a) Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang


mengalami eksaserbasi.

b) Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek


kompres terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti
mengurangi eritema seperti eritema pada erisipelas.

c) Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau


krusta sehingga ulkus menjadi bersih.

b. Bedak

Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum


venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak
memberikan efek sangat superfi sial karena tidak melekat erat sehingga
hampir tidak mempunyai daya penetrasi.

11
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih
bersifat hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium
polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai
komponen bedak, bedak kocok dan pasta.

Indikasi bedak

Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.

c. Salep

Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan


untuk kulit dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon,
dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar
salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu
dasar salep tersebut.

Indikasi salep

Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifikasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama
berlapis, pada ulkus yang telah bersih.

Kontraindikasi salep

Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif


karena tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan
karena menyebabkan perlekatan.

d. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu


atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak
(W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream.

Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena


tidak tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi,

12
jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat
dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream.mKrim ini bersifat
ambifi lik artinya berkhasiatmsebagai W/O atau O/W. Krim dipakai
pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan
dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan
kulit berambut.

Indikasi krim

Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa.

e. Pasta

Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri
dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti
talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang
tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi.

Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya


penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep.

Indikasi pasta

Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial.

f. Bedak kocok

Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya


ditambahkan komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin.
Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat diaplikasikan secara
luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk
sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.

Indikasi bedak kocok

Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti
miliaria.

g. Pasta pendingin

13
Pasta pendingin disebut juga linimen merupakan campuran bedak,
salep dan cairan. Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya
seperti krim.

Indikasi Pasta

Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering. Beberapa vehikulum yang
merupakan pengembangan dari bentuk dasar monofase sediaan lain,
yaitu gel, aerosol foam, cat, jelly, losion.

h. Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke
dalam gel fase tunggal dan fase ganda.9 Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan
halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang
terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu
suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan
alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna
putih, yang efektif untuk menetralkan asam klorida dalam
lambung.9,13-15 Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim.
Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.

Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki


keistimewaan:

 Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.

 Sangat baik dipakai untuk area berambut.

14
 Disukai secara kosmetika.

i. Jelly

Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah
alami seperti tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.

j. Losion

Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat
larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%.
Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian
losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan rasa
dingin oleh karena evaporasi komponen air.

Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar


rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion
calamin, losion steroid, losion faberi.

k. Foam aerosol

Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan,


mengandung zat aktif yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai
ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian lokal pada kulit,
hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah, propelen,
konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot.

Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih zat
aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari
wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam
dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta
pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol
foam dan betametasone foam.

Keistimewaan foam:

 Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga


zat aktif tersisa cepat berpenetrasi.

15
 Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal.

l. Cat

Pada dasarnya, cat merupakan bentuk lain solusio yang berisi


komponen air dan alkohol. Penggabungan komponen alkohol dan air
menjadikan sediaan ini mampu bertahan lama. Sediaan baru pernah
dilaporkan berupa solusio ciclopirox 8% sebagai cat kuku untuk terapi
onikomikosis.

C. Kelebihan Sediaan Suspensi Topikal

Kelebihanan sediaan suspensi antara lain sebagai berikut :

a. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat
terlepasnya obat.

b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.

c. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

d. Homogenitas tinggi.

D. Kekurangan Sediaan Suspensi Topikal

Kekurangan bentuk suspensi antara lain sebagai berikut :

a. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar


kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator.

b. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll).

c. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga


homogenitasnya turun.

d. Alirannya menyebabkan sukar dituang.

16
e. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.

E. Formulasi Dan Proses Pembuatan Sediaan Suspensi Topikal

a. Komposisi

Komponen sediaan suspensi yaitu :

1. Bahan Berkhasiat

Bahan berkhasiat merupakan bahan yang mampu memberikan efek terapi,


pada suspensi disebut fase terdispersi, bahan ini mempunyai kelarutan yang
tidak larut di dalam pendispersi.

2. Bahan Tambahan

 Bahan Pensuspensi atau Suspending Agent

Bahan pensuspensi yaitu bahan tambahan yang berfungsi


mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan
viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat.

 Bahan Pembasah

Fungsi : menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut


kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut

Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah: surfaktan yang dapat


memperkecil sudut kontak antara partikel zat padat dan larutan
pembawa. 

 Pemanis

Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa pada suatu sediaan.

 Pengawet

17
Pengawet berfungsi untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba
dalam sediaan sehingga dapat menstabilkan sediaan dalam masa
penyimpanan yang lama.

 Pewarna dan Pewangi

Bahan pewarna dan pewangi harus sesuai dengan rasa sediaan. Contoh
pewarna adalah carmin dan caramel, dan contoh pewangi adalah
Oleum Menthae, Oleum Citrii.

 Bahan Pembawa

Sebagai bahan pembawa untuk suspensi adalah air dan minyak.

 Pendapar

fungsinya untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,


meningkatkan kelarutan.

 Acidifier

Fungsinya untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,


meningkatkan kelarutan.

b. RESEP SUSPENSI TOPICAL

Lotio Calamin (obat gatal biang keringat)

 Formula standar FMS hal 103

 R/ Calamin 10

 Zinci oxyd 3

 Glycerin 5 cc

 Aq. Rosarium ad 100 cc

18
dr. Sari
Alamat praktek: jl arut no 11 malang
Telp : 0341-756-789
Jam praktek : pagi 09.00 – 12.00
SIP:345890 Tanggal : 24-
september 2014

Tanggal :24-september 2014

R/ Calamin 6
Zinci oxyd 3
Glycerin 3
PGA 5%
Aq. Rosarium ad 60 cc

S.U.E

parafdokter
pro : Juju
umur : 30 th
alamat : Jl. aikmel no. 7

c. Alasan pemilihan bahan


 Calamin karena mempunyai khasiat sebagai antiseptikum sehingga efektif
untuk pengobatan gatal-gatal yang disebabkan biang keringat, serta
memberikan rasa yang sejuk pada kulit sehingga memberikan rasa nyaman
saat digunakan.
 Zinci oxyd karena mempunyai khasiat sebagai antiseptikum sehingga efektif
untuk pengobatan gatal-gatal yang disebabkan biang keringat.
 Glycerin digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembasah Zinci oxyd.

19
 PGA sebagai suspending agent karena calamin dan zinci oxyd tidak larut
dalam cairan pembawanya (Aqua Rosae).
 Aqua rosae digunakan sebagai bahan pembawa, karena memiliki bau yang
menarik atau enak untuk pemakaian kulit.

d. Monografi bahan.
a. Calamin (FI edisi III hal 119)
Pemerian : Serbuk halus, merah jambu, tidak berbau, praktis tidak
berasal.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam asam mineral.
Khasiat : Antiseptikum ekstern dan sebagai zat utama.
Kadar : 15% untuk lotion (merck indeks hal 189).
b. Zinci oxyd (FI edisi III hal 636)
Pemerian : Serbuk amor, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%), larut dalam
asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Antiseptikum lokal dan sebagai zat aktif pendukung.
Kadar : Zinci oxyd dalam lotion adalah 20% (merck indeks hal 1116)
c. Glycerin (FI edisi III hal 271)
Pemerian : cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, mais
diikuti rasa hangat, higroskopik.
Kelarutan : dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%), praktis
tidak larut dalam klorofom, dalam eter, dan dalam minyak lemak.
Khasiat : zat tambahan yang digunakan sebagai pembasah.
Kadar : sebagai zat pembasah < 30 % (Handbook of pharmaceutical
hal 283).
d. PGA
Pemerian : Serbuk hablur putih, bahan ini diperoleh dari eksudat kering
tanaman akasia.

20
Kelarutan : Mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan
larutan yang kental dan tembus cahaya (jernih), praktis tidak larut dalam
etanol 95% P, klorofom, eter, gliserol, dan propilenglikol.
Khasiat : sebagai bahan tambahan (suspending agent dan pengental).
Kadar :Suspending agent 2 % dengan menambahkan air sebanyak 1,5
kali beratnya (Vanduin hal 58).
e. Aqua Rosae (Ph V hal 105)
Pemerian : Zat cair jernih

e. Perhitungan bahan

Calamine x 60 = 6g

Zink oxyd x 60 = 3g

Glycerin x 60 = 3 cc
PGA x 60 = 1.2 g

Air PGA 1 x 1.2 = 2.7 ml


Aqua rosae 60 – (6+3+3+1,2+2.7) = 60- 15.9
= 44.1 ml
f. Cara kerja
 Pembuatan aqua rosae (Pharmacope V hal 105)
1) Larutkan 1 tetes minyak mawar dalam 19 tetes spiritus keras aduk
sampai larut
2) Setelah tercampur saring dengan kertas saring
3) Diambil 4 tetes dari larutan yang didapat
4) Tambahkan 996 tetes air, 1 tetes = 0,05 ml, Untuk 996 tetes = 49,8 ml
5) Saring larutan dengan kertas saring bagian diganti dgn tetes
 Pembuatan lotio calamine
6) Di setarakan timbangan
7) Disiapkan alat dan bahan
 Pembuatan mucillago, mortir 1
 Diambil PGA, lalu timbang sebanyak 1,2 g.
 Masukkan PGA ke dalam mortir.

21
 Disiapkan air panas sabanyak 2,7 ml, lalu masukkan ke dalam mortir.
 Tunggu hingga permukaan agak padat.
 Setelah padat gerus kuat dengan cepat searah jarum jam, sampai
terbentuk lendir.
8) Diayak zinci oxyd dengan ayakan no.100, lalu timbang sebanyak 3 g
masukkan mortir 2
9) Ditara botol timbang
10) Diambil glycerin, lalu timbang dengan botol timbang sebanyak 3 g.
Masukkan ke dalam mortir
11) glycerin + zinci oxyd sampai zinci oxyd terbasahi.
12) Ditimbang calamine sebanyak 6 g. Lalu masukkan ke dalam mortir,
aduk ad terbasahi.
13) zinci oxyd dan calamine yang sudah dibasahi ke dalam mucilago lalu
gerus.
14) Diaduk ad homogen.
15) Diukur aqua rosarium sebanyak 33ml. Masukkan ke dalam mortir
sedikit demi sedikit sambil diaduk.
16) Dimasukkan ke dalam Botol, tutup rapat
17) Diberi etiket biru dan kocok dahulu.
APOTEK PANDAAN FARMA
JL. LUKMAN HAKIM NO. 1 PANDAAN
TELP. (0343)6 380 91

APA: MEDINA I.D SIK : 0413 15


NO.R/ TGL : Kocok Dahulu

OBAT LUAR

1. Evaluasi Sediaan Suspensi Topikal


a. Uji Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau pada setiap
sediaan. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan
setengah padat.
b. Uji Homogenitas

22
Uji homogenitas sediaan dilakuan denga cara salep dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai
dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur
yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan
sampai titik akhir pengolesan. bagian atas, tengah dan bawah dari
wadah salep.
c. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram sampel diletakkan diatas kaca bulat yang
berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan
selama 1 menit. Diameter sebar sampel diukur. Setelahnya,
ditambahkan 100 gram beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit
lalu diukur diameter yang konstan.
d. Uji pH
Uji pH menggunakan alat bantu stik pH universal yang dicelupkan ke
dalam dilakukan dengan cara ditimbang 0,5 g sampel yang telah
diencerkan 5mL aquadest. Nilai pH yang baik adalah 4,5-6,5 atau
sesuai dengan nilai pH kulit manusia.
e. Uji iritasi sediaan krim
Pengujian dilakukan melalui uji tempel pada kulit kelinci menurut
Formularium Kosmetika Indonesia. Kulit perut kelinci dicukur bulunya
sampai bersih, lalu dioleskan 0,1 gram krim secara merata, kemudian
ditutupi dengan perban dan plester. Setelah dibiarkan selama 1x24 jam,
diamati gejala yang ditimbulkan, berupa bercak merah, bengkak atau
berbintik-bintik. Pengujian pada kulit kelinci memberikan hasil yang
baik jika tidak menimbulkan iritasi.
f. Viskositas
Sediaan sebanyak 100 g diuji dalam viscometer Brookfield oleh
spindel nomor 5

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif.
2. Idealnya suatu zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-
iritasi dan menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa
mudah dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak
kocok, pasta, pasta pendingin.
4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel.

24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG,
Limbird IE, eds. Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutic.
10th ed. New York: McGraw Hill, 2001: 1795-814.
2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick
TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, 2008:2090-6.
3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep,
krim, dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4.
4. Fonzo EMD, Martini P. Mazzalenta, Totti L, Alvino S. Comparative effi cacy and
tolerability of ketomousseR (ketoconazole foam 1%) and ketoconazole cream 2% in
the treatment of Pityriasis versicolor: results of a prospective, multicentre, randomised
study. Mycoses 2008;51:532-5.
5. Milani M, Mofetta SAD, Gramazio R, Fiorella C, Frisario C, Fuzio E, Marzocca V,
Zurilli M, Turi GD, Felice G. Effi cacy of betamethasone valerat 0,1% thermophobic
foam in seborrhoeic dermatitis of the scalp: An open label, multicentre, prospective
trial on 180 patients. Curr Med Res Opin 2003;19:342-5.

25
6. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the
treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol
2009;36:131-7.
7. Kamus Kedokteran Dorland. Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L,
Valleria, Suparman W, eds. 29th ed. Jakarta: EGC, 2002:1937.
8. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29.
9. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited,
2006:2056-67.
10. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI.
Jakarta, 1994.
11. Ansel HC. Introduction to pharmaceutical dosage forms. Georgia: Lea and Febiger,
1995: 489-95.
12. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J,
Aisyah HS, eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3. Jakarta: UI Press,
1994: 1091-9.

26

Anda mungkin juga menyukai