Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dizaman era modern sekarang ini sudah banyak bentuk sediaan obat yang di
jumpai di pasaran,bentuk sediaanya antara lain: dalam bentuk sediaan padat
contohnya pil, tablet, kapsul, supposutoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat
contohnya krim, salep. Sedangkan dalam bentuk sediaan cair adalah sirup, elixir,
suspensi, emulsi dan sebagainya. Kalin ini khusunya membahas tentang suspensi.
Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan cairyang secara umum dapat di artikan
sebagai suatu sistem dispers kasar yang terdiri atas bahan padat tidak larut tetapi
terdispers merata kedalam pembawanya. Alasan bahan obat di formulasikan dalam
bentuk sediaan suspensi yatu bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak
larut dalam tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan cair, mudah diberikan pada pasien
yang sukar menelan obat dapat diberikan pada anak-anak. Alasan sediaan suspensi
dapat diterima oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik dari segi warna,
ataupun bentuk wadahnya. Penggunaan sediaan suspensi jika dibandingkan dengan
bentuk larutan lebih efisien karena suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif
yang tidak stabil dalam air.
Demikian sangat penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk mengetahui
dan mempelajari pembuatan bentuk sediaan suspensi yang sesuai dengan syarat
suspensi yang ideal.
Dalam pembuatan suatu suspensi, kita harus mengetahui dengan baik
karakteristik fase terdispersi dan medium dispersinya. Dalam beberapa hal fase
terdispersi mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan
mudah ”dibasahi” oleh pembawa tersebut selama penambahannya. Obat yang tidak
dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan mempunyai kecenderungan
untuk bergabung menjadi satu atau mengambang di atas pembawa tersebut. Dalam hal
yang terakhir, serbuk mula-mula harus dibasahi dahulu dengan apa yang disebut ”zat
pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi oleh medium dispersi. Alkohol,
gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat pembasah bila suatu
pembawa air akan digunakan sebagai fase dispersi. Bahan-bahan tersebut berfungsi
menggantikan udara dicelah-celah partikel, mendispersikan partikel tersebut dan
kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium dispersi ke dalam serbuk.
1
Dalam pembuatan suspensi skala besar, zat pembasah dicampur dengan
partikelpartikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid (coloid mill), pada
skala kecil, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortir dan stamper. Begitu serbuk
dibasahi, medium dispersi (yang telah ditambah semua komponen-komponen
formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa, dan pengawet) ditambah
sebagian-sebagian ke serbuk tersebut, dan campuran itu dipadu secara merata sebelum
penambahan pembawa berikutnya. Sebagian dari pembawa tersebut digunakan untuk
mencuci alat-alat pencampur agar bebas dari suspenoid, dan bagian ini digunakan
untuk mencukupi volume suspensi dan menjamin bahwa suspensi tersebut
mengandung konsentrasi zat padat yang diinginkan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang sediaan suspensi topikal.
2. Untuk mengetahui proses pembuatan sediaan suspensi topikal.
3. Untuk mengetahui formulasi sediaan suspensi topikal.
4. Untuk mengetahiu evaluasi dari sediaan suspensi topikal.
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian tentang sediaan suspensi topikal.
2. Dapat mengetahui proses pembuatan sediaan suspensi topikal.
3. Dapat mengetahui formulasi sediaan suspensi topikal.
4. Dapat mengetahiu evaluasi dari sediaan suspensi topikal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdispersi dalam cairan pembawa (Imo hal 159)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam
bentuk halus yang terdispersi kedalam fase cair. (Ilmu resep syamsuni hal 135)
Suspensi adalah sediaaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut tang
terdisfersi dalam fase cair (FI IV hal 17)
Suspensi adalag sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdisfersi dalam cairan pembawa (FI III hal 32)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah sediaan
seperti tersebut di atas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih spesifik,
seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi dapat
langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa sediaan padat yang harus
dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan.
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang trdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojok perlahan-lahan, endapan harus
segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojok
dan dituang.
3
Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (mixtura agitandae). Bila obat
dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus dibuat mikstur
gojog atau disuspensi. (Anief, 2006)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. (Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17)
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. (Farmakope Indonesia III,
Th. 1979, hal 32)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat
dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi
jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan
lebih dahulu sebelum digunakan. (Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333)
1. Macam-Macam suspensi
a. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras
atau penggumpalan.
4
e. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspense dalam medium cair yang
sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam larutan spinal.
2. Berdasarkan Istilah
a. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan
untuk pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia).
b. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat
padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang
menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh :
Magma Bentonit).
c. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit
(contoh : Lotio Kalamin)
3. Berdasarkan Sifat
a. Sistem flokulasi
b. Sistem deflokulasi
a. Suspensi Deflokulasi
5
Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
b. Suspensi Flokulasi
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula.
6
Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar
dan mudah diredispersi.
a. Ukuran partikel
b. Kekentalan (viscositas)
7
Ket:
V =Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
ŋ = Viskositas Cairan
5. Syarat Suatu sediaan suspensi yang baik harus memenuhi syarat, yaitu :
b. Bahan padat yang tidak larut dalam pembawa mempunyai ukuran partikel
yang kecil dan sama besar(seragam).
d. Partikel-partikel yang mengendap tidak boleh menjadi massa yang keras dan
harus dapat disuspensikan kembali dengan sedikit pengocokan.
e. Tidak terlalu kental dan tidak terlalu cair untuk mempermudah saat
penuangan.
8
d. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan
daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari
kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefinisikan
sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat
pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal
yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari
sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak
dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihdibersihkan,
tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus
berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan.
9
beberapa Obat tidak stabil secara kimia apabila dalam bentuk larutan, oleh karena itu
dibuat dalam bentuk suspensi. Obat Suspensi Topikal biasanya berwarna keruh, dan
apabila didiamkan maka akan tampak dua fase yang heterogen (dapat dibedakan)
yaitu fase zat padat dan cairan.
a. Lanolin
b. Paraben
c. Petrolatum
d. Gliserin
10
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin
memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai
pelarut dalam air. Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok,
cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk
dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase.
Kombinasi bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan
pasta pendingin.
a. Cairan
Indikasi cairan
b. Bedak
11
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih
bersifat hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium
polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai
komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak
c. Salep
Indikasi salep
Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifikasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama
berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
Kontraindikasi salep
d. Krim
12
jika hendak menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat
dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream.mKrim ini bersifat
ambifi lik artinya berkhasiatmsebagai W/O atau O/W. Krim dipakai
pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan
dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di daerah lipatan dan
kulit berambut.
Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa.
e. Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri
dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti
talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang
tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung
pada bagian yang diolesi.
Indikasi pasta
f. Bedak kocok
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti
miliaria.
g. Pasta pendingin
13
Pasta pendingin disebut juga linimen merupakan campuran bedak,
salep dan cairan. Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya
seperti krim.
Indikasi Pasta
Pasta dipakai pada lesi kulit yang kering. Beberapa vehikulum yang
merupakan pengembangan dari bentuk dasar monofase sediaan lain,
yaitu gel, aerosol foam, cat, jelly, losion.
h. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke
dalam gel fase tunggal dan fase ganda.9 Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan
halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang
terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu
suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan
alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna
putih, yang efektif untuk menetralkan asam klorida dalam
lambung.9,13-15 Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim.
Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.
14
Disukai secara kosmetika.
i. Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah
alami seperti tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.
j. Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat
larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%.
Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian
losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan rasa
dingin oleh karena evaporasi komponen air.
k. Foam aerosol
Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih zat
aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari
wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam
dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta
pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol
foam dan betametasone foam.
Keistimewaan foam:
15
Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal.
l. Cat
a. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat
terlepasnya obat.
b. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
d. Homogenitas tinggi.
16
e. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.
a. Komposisi
1. Bahan Berkhasiat
2. Bahan Tambahan
Bahan Pembasah
Pemanis
Pengawet
17
Pengawet berfungsi untuk mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba
dalam sediaan sehingga dapat menstabilkan sediaan dalam masa
penyimpanan yang lama.
Bahan pewarna dan pewangi harus sesuai dengan rasa sediaan. Contoh
pewarna adalah carmin dan caramel, dan contoh pewangi adalah
Oleum Menthae, Oleum Citrii.
Bahan Pembawa
Pendapar
Acidifier
R/ Calamin 10
Zinci oxyd 3
Glycerin 5 cc
18
dr. Sari
Alamat praktek: jl arut no 11 malang
Telp : 0341-756-789
Jam praktek : pagi 09.00 – 12.00
SIP:345890 Tanggal : 24-
september 2014
R/ Calamin 6
Zinci oxyd 3
Glycerin 3
PGA 5%
Aq. Rosarium ad 60 cc
S.U.E
parafdokter
pro : Juju
umur : 30 th
alamat : Jl. aikmel no. 7
19
PGA sebagai suspending agent karena calamin dan zinci oxyd tidak larut
dalam cairan pembawanya (Aqua Rosae).
Aqua rosae digunakan sebagai bahan pembawa, karena memiliki bau yang
menarik atau enak untuk pemakaian kulit.
d. Monografi bahan.
a. Calamin (FI edisi III hal 119)
Pemerian : Serbuk halus, merah jambu, tidak berbau, praktis tidak
berasal.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam asam mineral.
Khasiat : Antiseptikum ekstern dan sebagai zat utama.
Kadar : 15% untuk lotion (merck indeks hal 189).
b. Zinci oxyd (FI edisi III hal 636)
Pemerian : Serbuk amor, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%), larut dalam
asam mineral encer dan larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Antiseptikum lokal dan sebagai zat aktif pendukung.
Kadar : Zinci oxyd dalam lotion adalah 20% (merck indeks hal 1116)
c. Glycerin (FI edisi III hal 271)
Pemerian : cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, mais
diikuti rasa hangat, higroskopik.
Kelarutan : dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%), praktis
tidak larut dalam klorofom, dalam eter, dan dalam minyak lemak.
Khasiat : zat tambahan yang digunakan sebagai pembasah.
Kadar : sebagai zat pembasah < 30 % (Handbook of pharmaceutical
hal 283).
d. PGA
Pemerian : Serbuk hablur putih, bahan ini diperoleh dari eksudat kering
tanaman akasia.
20
Kelarutan : Mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan
larutan yang kental dan tembus cahaya (jernih), praktis tidak larut dalam
etanol 95% P, klorofom, eter, gliserol, dan propilenglikol.
Khasiat : sebagai bahan tambahan (suspending agent dan pengental).
Kadar :Suspending agent 2 % dengan menambahkan air sebanyak 1,5
kali beratnya (Vanduin hal 58).
e. Aqua Rosae (Ph V hal 105)
Pemerian : Zat cair jernih
e. Perhitungan bahan
Calamine x 60 = 6g
Zink oxyd x 60 = 3g
Glycerin x 60 = 3 cc
PGA x 60 = 1.2 g
21
Disiapkan air panas sabanyak 2,7 ml, lalu masukkan ke dalam mortir.
Tunggu hingga permukaan agak padat.
Setelah padat gerus kuat dengan cepat searah jarum jam, sampai
terbentuk lendir.
8) Diayak zinci oxyd dengan ayakan no.100, lalu timbang sebanyak 3 g
masukkan mortir 2
9) Ditara botol timbang
10) Diambil glycerin, lalu timbang dengan botol timbang sebanyak 3 g.
Masukkan ke dalam mortir
11) glycerin + zinci oxyd sampai zinci oxyd terbasahi.
12) Ditimbang calamine sebanyak 6 g. Lalu masukkan ke dalam mortir,
aduk ad terbasahi.
13) zinci oxyd dan calamine yang sudah dibasahi ke dalam mucilago lalu
gerus.
14) Diaduk ad homogen.
15) Diukur aqua rosarium sebanyak 33ml. Masukkan ke dalam mortir
sedikit demi sedikit sambil diaduk.
16) Dimasukkan ke dalam Botol, tutup rapat
17) Diberi etiket biru dan kocok dahulu.
APOTEK PANDAAN FARMA
JL. LUKMAN HAKIM NO. 1 PANDAAN
TELP. (0343)6 380 91
OBAT LUAR
22
Uji homogenitas sediaan dilakuan denga cara salep dioleskan pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen. Salep yang homogen ditandai
dengan tidak terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur
yang rata dan memiliki warna yang seragam dari titik awal pengolesan
sampai titik akhir pengolesan. bagian atas, tengah dan bawah dari
wadah salep.
c. Uji daya sebar
Sebanyak 0,5 gram sampel diletakkan diatas kaca bulat yang
berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan
selama 1 menit. Diameter sebar sampel diukur. Setelahnya,
ditambahkan 100 gram beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit
lalu diukur diameter yang konstan.
d. Uji pH
Uji pH menggunakan alat bantu stik pH universal yang dicelupkan ke
dalam dilakukan dengan cara ditimbang 0,5 g sampel yang telah
diencerkan 5mL aquadest. Nilai pH yang baik adalah 4,5-6,5 atau
sesuai dengan nilai pH kulit manusia.
e. Uji iritasi sediaan krim
Pengujian dilakukan melalui uji tempel pada kulit kelinci menurut
Formularium Kosmetika Indonesia. Kulit perut kelinci dicukur bulunya
sampai bersih, lalu dioleskan 0,1 gram krim secara merata, kemudian
ditutupi dengan perban dan plester. Setelah dibiarkan selama 1x24 jam,
diamati gejala yang ditimbulkan, berupa bercak merah, bengkak atau
berbintik-bintik. Pengujian pada kulit kelinci memberikan hasil yang
baik jika tidak menimbulkan iritasi.
f. Viskositas
Sediaan sebanyak 100 g diuji dalam viscometer Brookfield oleh
spindel nomor 5
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif.
2. Idealnya suatu zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-
iritasi dan menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa
mudah dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim, bedak
kocok, pasta, pasta pendingin.
4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. In: Hardman JG,
Limbird IE, eds. Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutic.
10th ed. New York: McGraw Hill, 2001: 1795-814.
2. Strober BE, Washenik K, Shupack JL. Principles of topical therapy. In: Fitzpatrick
TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen K, eds. Dermatology in general
medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, 2008:2090-6.
3. Sayuti I, Martina A, Sukma GE. Kepekaan jamur Trichopyton terhadap obat salep,
krim, dan obat tingtur. Jurnal Biogenesis 2006;2:51-4.
4. Fonzo EMD, Martini P. Mazzalenta, Totti L, Alvino S. Comparative effi cacy and
tolerability of ketomousseR (ketoconazole foam 1%) and ketoconazole cream 2% in
the treatment of Pityriasis versicolor: results of a prospective, multicentre, randomised
study. Mycoses 2008;51:532-5.
5. Milani M, Mofetta SAD, Gramazio R, Fiorella C, Frisario C, Fuzio E, Marzocca V,
Zurilli M, Turi GD, Felice G. Effi cacy of betamethasone valerat 0,1% thermophobic
foam in seborrhoeic dermatitis of the scalp: An open label, multicentre, prospective
trial on 180 patients. Curr Med Res Opin 2003;19:342-5.
25
6. Shin H, Kwon OS, Hyun C et al. Clinical effi cacies of topical agents for the
treatment of seborrhoeic dermatitis of the scalp: A Comparative study. J Dermatol
2009;36:131-7.
7. Kamus Kedokteran Dorland. Koesoemawati H, Hartanto H, Salim IN, Setiawan L,
Valleria, Suparman W, eds. 29th ed. Jakarta: EGC, 2002:1937.
8. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-29.
9. Lipsker D, Kragballe K, Fogh K, Saurat JH. Other topical medication. In: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Rapini RP, eds. Dermatology; 4th ed. London: Elsevier Limited,
2006:2056-67.
10. Djuanda A. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI.
Jakarta, 1994.
11. Ansel HC. Introduction to pharmaceutical dosage forms. Georgia: Lea and Febiger,
1995: 489-95.
12. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Semi padat. Dalam: Suyatmi S, Kawira J,
Aisyah HS, eds. Teori dan praktek farmasi industri II. Edisi ke-3. Jakarta: UI Press,
1994: 1091-9.
26