Anda di halaman 1dari 7

RMK

“Disusun guna memenuhi tugas Kelompok Materi 7 mata Kuliah Akuntansi Forensik
dengan dosen pengampu Putu Ayu Diah Widari Putri.,SE.,MSi”

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Komang Daiva Rama B.W (12 / 1902622010538)


I Putu Arianta Suadewa (18 / 1902622010544)
Ni Putu Arista Dewi (20 / 1902622010546)
Pande Wira Pratama (24 / 1902622010546)
Murdis Umbu Kenda (31 / 1902622010557)

Akuntansi Malam Kelas (L)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2022
1. Hukum di Indonesia yang berkaitan dengan Fraud
Fraud atau kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu
atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola,
karyawan, dan pihak ketiga yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk
memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum (IAPI, 2013).
Berdasarkan the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), Fraud
merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu, seperti manipulasi atau memberikan laporan keliru kepada pihak lain.
Fraud pada dasarnya merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan
perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh orang luar atau orang dalam
perusahaan guna mendapatkan keuntungan dan merugikan orang lain.
Berikut definisi dan pengertian fraud dari beberapa sumber buku:
• Menurut Tunggal (2009), fraud atau kecurangan adalah penipuan kriminal
yang bermaksud untuk memberikan manfaat keuangan pada si penipu.
• Menurut Rozmita (2013), fraud adalah penyimpangan, error (kesalahan) dan
irregularities (ketidakberesan dalam masalah financial).
• Menurut Pusdiklatwas BPKP (2002), fraud adalah suatu perbuatan melawan
atau melanggar hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau dari
luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
• Menurut Sawyer’s (2004), fraud adalah suatu tindakan pelanggaran hukum
yang dicirikan dengan penipuan, menyembunyikan, atau melanggar
kepercayaan.
• Menurut Karyono (2013), fraud adalah penyimpangan dan perbuatan
melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu misalnya menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada
pihakpihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun
dari luar organisasi.

Pengertian kecurangan (fraud) menurut Hall (2011:113) dalam bukunya


“Principles of Accounting Information Systems” menyatakan bahwa “Fraud
denotes a false representation of material fact made by one party to another
party with the intent to deceive and induce the other party to justifiably rely on
the fact to his or her detriment”.
Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan
beberapa pasal yang mencakup kecurangan (fraud) adalah:
1. Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum” );
2. Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun
menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “ dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan”);
4. Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP: “ dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang
maupun menghapuskan piutang”);
5. Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit;
6. Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang;
7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang
secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999). (Tuanakotta,
2007:95).
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4150);
10. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor :
PER01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik
(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor : PER- 09/MBU/ 2012;
11. Keputusan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Nomor:
SK16/S- MBU/2012 tanggal 6 Juni 2012 tentang Indikator/Parameter
Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.
2. Analisis kasus yang Fraud yang terjadi di Indonesia
Kasus Fraud PT Garuda Indonesia Tbk 2018
Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah perusahaan penerbangan komersial
pertama di Indonesia yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia atau BUMN. PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk telah berkembang cukup pesat dengan memiliki 196 pesawat di
Januari 2017 dengan lebih dari 600 penerbangan setiap harinya. Namun ternyata PT.
Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki sisi gelapnya sendiri. Pada tanggal 28 Juni
2019, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi dinyatakan bersalah dan dikenakan
sanksi oleh beberapa lembaga seperti Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI) atas kecurangan pengakuan pendapatan pada
laporan keuangan di tahun 2018.
Adapun kronologi kecurangan yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero)
Tbk adalah sebagai berikut:
1. Pada 31 Oktober 2018, Manajemen Garuda dan PT. Mahata Aero Teknologi
(Mahata) mengadakan perjanjian kerja sama yang telah diamandemen, terakhir
dengan amandemen II tanggal 26 Desember 2018, mengenai penyediaan layanan
konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat dan manajemen
konten. Perjanjian tersebut berlaku selama 15 tahun.
2. Berdasarkan catatan laporan keuangan nomor 47 huruf e menjelaskan bahwa
Mahata akan melakukan dan menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan,
pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan pemeliharaan
termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti dan/atau memperbaiki
peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat
dan manajemen konten. Garuda mengakui penghasilan dari perjanjiannya dengan
Mahata sebagai suatu penghasilan dari kompensasi atas Pemberian hak oleh
Garuda ke Mahata.
2. Manajemen Garuda mengakui sekaligus pendapatan perjanjian tersebut sebesar
USD 239.94 juta dengan USD 28 juta diantaranya merupakan bagi hasil yang
didapat dari PT. Sri Wijaya Air. Padahal perjanjian belum berakhir dan diketahui
bahwa hingga tahun buku 2018 berakhir, tidak ada satu pembayaran yang telah
dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
3. Selain itu dalam perjanjian Mahata yang ditandatangani pada 31 Oktober 2018
tidak tercantum term of payment yang jelas dan belum ditentukan juga secara
pasti cara pembayarannya dan jaminan dari perjanjian tersebut.
4. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi
sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019:
“Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk pada ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema pembayaran
sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah
dengan mengacu kepada kemampuan finansial Mahata.
5. Dari pengakuan pendapatan ini, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti
melakukan pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan diberikan Sanksi
Administratif berupa denda sebesar Rp. 100 juta. Selain itu, seluruh anggota
Direksi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. juga dikenakan Sanksi
Administratif berupa masing-masing Rp. 100 juta karena melanggar Peraturan
Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan
Keuangan. Sanksi Administratif juga dikenakan secara tanggung renteng sebesar
Rp. 100 juta kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk. yang menandatangani Laporan Tahunan
PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode tahun 2018 karena dinyatakan melanggar
Peraturan OJK Nomor 29/POJK.004/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik
DAFTAR PUSTAKA

https://bbs.binus.ac.id/business-creation/2020/10/fraud/
https://reindo.co.id/wp-content/uploads/sites/35/2018/06/04_-Fraud.pdf
https://www.jurnal.id/id/blog/kenali-fraud-laporan-keuangan-dan-praktik-yang-
merugikanperusahaan/
https://accounting.binus.ac.id/2021/12/20/analisis-kasus-fraud-garuda-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai