Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BUNGA BANGKAI (Amorphophallus titanim Becc.) DITINJAU DARI ASPEK


ENDEMISITAS, BIOGEOGRAFI, KEANEKARAGAMAN HAYATI,
PEMANFAATAN, DAN KONSERVASI

DISUSUN OLEH:

BAIQ REGINA SILVA


G1A019014

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sejalannya
kurikulum dam materi kuliah Biologi Konservasi, maka mahasiswa ditugaskan untuk membuat
makalah tentang Amorphophallus titanum Becc. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
belajar tersebut. Kiranya makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembacanya.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap akan ada yang
mengembangkan makalah ini di kemudian hari.

Mataram, November 2022

Penulis
Baiq Regina Silva
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB 1: PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN ............................................................................................... 3
2.1 Aspek endemisitas ...................................................................................................... 3
2.2 Aspek pemanfaatan ..................................................................................................... 3
2.3 Aspek Biogeografi dan keanekaragaman hayati ......................................................... 3
2.4 Aspek konservasi ......................................................................................................... 5
BAB III: PENUTUP ........................................................................................................ 8
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 8
3.2 Saran ........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Marga Amorphophalus memiliki kurang lebih 200 jenis yang tersebar di Afrika Barat
ke Asia tropis dan Australia bagian utara. Indonesia terdapat 25 jenis dari jumlah
keseluruhan yang ada di dunia. 25 jenis diantaranya merupakan jenis-jenis endemik, salah
satunya adalah Amorphophallus titanum. Amorphophallus titanum dikenal dengan nama
bunga bangkai karena pada saat bunga betina mekar, ia mengeluarkan bau bangkai. Selain
dijuluki dengan nama bunga bankai, Amorphophalus titanum juga dijuluki bunga raksasa
karena spadiks pada Amorphophalus titanum dapat tumbuh sampai 3 meter.
Amorphophallus titanum merupakan tanaman dari suku Alismatales dan keluarga
Araceae (talas-talasan) karena dalam perbungaannya memiliki spadix dan spatha serta
akarnya yang berupa umbi (Yumazimmi, 2015). Ciri lain dari famili Araceae adalah
tanaman berupa herba, batang berbentuk rimpang basah dan pendek, daunnya lanset,
pangkal daun memeluk batang, berbunga majemuk bentuk bongkol yang ujungnya
meruncing, buahnya bulat dengan warna yang bervariasi (Adi, 2008). Sampai saat ini
spesies ini sudah masuk dalam kategori dilindungi karena populasinya yang tersebar
sedikit di beberapa kawasan. Beberapa ancaman dari faktor alam maupun manusia menjadi
penyebab langkanya spesies ini karena kurangnya pengetahuan manusia terhadap
wawasan mengenai spesies Amorphophallus titanum dan upaya konservasi yang baik.
Maka dari itu, tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas asal (endemisitas),
potensi pemanfaatan, biogeografi,keanekaragaman hayati, serta bagaimana status
konservasi dan upaya pelestarian terhadap Amorphophallus titanum.
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana status endemisitas dari Amorphophallus titanum Becc. di suatu kawasan ?
b. Apa saja potensi pemanfaatan dari Amorphophallus titanum Becc. ?
c. Bagaimana kondisi biogeografi dan keanekaragaman hayati dari spesies
Amorphophallus titanum Becc. ?
d. Upaya konservasi apa saja yang dapat dilakukan untuk melindungi Amorphophallus
titanum Becc. ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui asal muasal dari spesies endemik Amorphophallus titanum Becc.
b. Untuk mengetahui pemanfaatan dari spesies Amorphophallus titanum Becc.
c. Untuk mengetahui kondisi biogeografi dan keanekaragaman hayati dari spesies
Amorphophallus titanum Becc.
d. Untuk mengetahui upaya konservasi terhadap Amorphophallus titanum Becc.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Endemisitas
Bunga bangkai (Amorphohallus titanum) yang memiliki karakteristik kelopak berwarna
merah hati jingga dan kehijauan, tongkol keunguan serta kuning, mengeluarkan bau busuk
(Gambar 1) pertama kali ditemukan di hutan hujan Sumatera dan dijelaskan secara ilmiah
pada tahun 1878 oleh Odoardo Beccari, yang merupakan ahli dalam botani Florentina
(Italia). Tumbuh di sepanjang Pegunungan Barisan, membentang di sepanjang pantai barat
Sumater, meskipun tidak ada laporan pasti dari provinsi Aceh di utara. Sebagian besar
ditemukan di dekat atau lereng barat pegunungan, misalnya di Bengkulu (Bukit Kaba),
Kerinci, Palembang, Aur, Bukittinggi, dan lain-lain (Barthlott, 1998). A. titanum
merupakan salah satu anggota dari marga Amorphophallus yang tergolong tumbuhan
endemik pulau Sumatera. Kawasan pertumbuhan dari spesies ini secara alami tumbuh di
beberapa kawasan hutan di Pulau Sumatera yaitu sepanjang Bukit Barisan dan sebagian
besar ditemukan di dekat atau di jajaran lereng sebelah barat misalnya Bengkulu, Kerinci,
Palembang, dan Bukittinggi (Nursanti dkk, 2019).

Gambar 1.Bunga bangkai (Amorphophallus titanum Becc.)


Sumber : Wikipedia [https://id.wikipedia.org/wiki/Bunga_bangkai_raksasa]

2.2 Pemanfaatan
Menurut Sibolangit (2020) kondisi keberadaan dari A. titanium terancam punah di alam.
Salah satu faktornya adalah masyarakat banyak yang mengambil bagian bunga mati di
habitatnya, seperti mengambil umbi untuk dijual. Kini, LIPI tengah meneliti kandungan
umbi A. titanium. Umbinya dianggap bermanfaat karena kandungannya glucomanannya
memiliki kegunaan sebagai zat pengental serta jelly kaya serat yang bagus untuk
menurunkan kolesterol dan kadar gula darah baik bagi kesehatan pencernaan
(Widyaningrum, 2020). Bahkan tangkai daun atau batang bibit semu, juga mulai dijual
bersama tanaman hias lainnya. Dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena bentuknya yang
unik dan menarik perhatian banyak pengunjung. Sebagai bahan pangan sendiri, umbi dari
spesies ini dimanfaatkan tetapi membutuhkan waktu yang lama dalam pengelolaannya
sebab umbi memiliki getah yang menjadikan gatal (Latifah, 2015).
2.3 Biogeografi dan Keanekaragaman Hayati
Faktor yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan pada tumbuh-tumbuhan
khususnya A. titanum Becc. salah satunya adalah yang menentukan sifat iklim adalah suhu,
spesies ini biasa hidup pada suhu udara 26-27℃, kelembapan udara 56-63%. Kawasan
dari spesies A. titanum ini masuk kawasan flora Malesiana, yaitu batasan kawasan geografi
persebaran tumbuhan yang daerahnya meliputi wilayah Indonesia, Singapore, Brunei
Darussalam, Filipina, Papua Nugini dan Timur Leste dengan zona tipe asiatis (Wallace)
(Gambar 2).

Gambar 2. Kawasan Wallace dan Weber


Sumber : Arif Setyawan [https://ariefsetyawan88.wordpress.com/flora-dan-fauna-di-
indonesia/]

Salah satu ciri tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ditandai dengan


beranekaragamnya flora dan fauna. Setiap ekosistem memiliki keanekaragaman hayati
tersendiri. Tumbuhan yang mendominasi hutan ini diantaranya tersebar di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi. Salah satu tumbuhan yang terkenal yaitu A. titanium dari
Sumatera Barat. Menurut Rohana (2010), nilai biologis lain yang penting adalah hutan
sebagai gudang plasma nutfah. Nilai ekologis yaitu keanekaragaman hayati merupakan
komponen ekosistem yang sangat penting, misalnya hutan hujan tropis penelitian misalnya
tempat konservasi spesies A. titanium. Menurut Oman (2007), spesies A. titanium
merupakan tumbuhan endemik Indonesia yang tidak dapat dijumpai di Negara lain, lebih
tepatnya berada di Sumatera provinsi Bengkulu dan Sumatera barat juga sebagai tumbuhan
yang dilindungi karena langka. kelangkaan itulah menjadi penyebab spesies ini memiliki
populasi sedikit dan di konservasi secara in situ maupun ex situ .Menurut Poerba (2008),
bahwa populasi A. titanium dari Sumatera Barat mengelompok tersendiri dalam dalam satu
klaster yang terpisah dengan populasi dari Bengkulu. Dengan demikian, A. titanium yang
berasal dari Sumatera Barat dan Bengkulu mempunya karakter genetik yang berbeda.
Sehingga adanya keragaman genetik di antara individu dalam populasi, demikian juga
keragaman genetik terdeteksi antar populasi. Keragaman genetik ini dideteksi oleh PCR
menggunakan primer RAPD. Keragaman genetika pada A. titanium ini dapat diterapkan
untuk tujuan konservasi dan pembudidayaan.
2.4 Konservasi
Kelangsungan hidup A. titanum di habitat aslinya di Sumatera mengalami ancaman
yang nyata akibat penebangan hutan secara liar (illegal logging) dan perambatan hutan
untuk dijadikan perladangan. Selain itu, lamanya waktu yang dibutuhkan oleh jenis ini
untuk beregenerasi (biasanya melalui biji), berkurangnya populasi burung rangkong yang
menjadi pendistribusi biji akibat perdagangan liar, serta berkembangnya mitos atau
kepercayaan masyarakat setempat bahwa A. titanum merupakan tumbuhan pemakan
manusia yang perlu dimusnahkan jika ditemukan tumbuh di ladang penduduk merupakan
kendala yang perlu dimusnahkan apabila ditemukan tumbuh di ladang-ladang penduduk
merupakan kendala yang perlu diperhitungkan dalam upaya mempertahankan eksistensi
tumbuhan ini (Hidayat dan Yuzammi, 2008). Habitat alami A. titanum di Sumatera
biasanya berada dekat dengan ladang-ladang penduduk sebab kawasan tersebut
didominasi oleh tanah yang subur. Kondisi tersebut dapat juga mengancam populasi A.
titanum (Latifah dan Purwanto, 2015).
Strategi terbaik pelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati adalah
populasi dan komunitas alami di habitat alami, dikenal dengan pelestarian in situ
(Supriatna, 2008). Tidak menutup kemungkinan jika dilakukan konservasi ex situ A.
titanum karena sangat penting untuk dilakukan oleh lembaga yang berkaitan dengan
konservasi ex situ misalnya seperti Kebun Raya yang ada di pelosok Indonesia khususnya
yang berada di Sumatera. Pusat konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI, telah
mengkonservasi A. titanum tercatat sejak 1894 (Latifah dan Purwantoro, 2015). A. titanum
adalah tumbuhan yang sudah masuk dalam kategori langka di Indonesia. Kelangkaan dari
tumbuhan ini sudah masuk dalam kategori “Vulnerable” oleh IUCN dan WCMC. Artinya,
spesies ini harus dilestarikan baik konservasi in situ maupun ex situ. Pada tahun 2002
dikeluarkan ke dalam status kelangkaan karena belum ada data kompherensif yang
menjelaskan tentang populasi dan keberadannya di alam sampai sekarang. A. titanum
sendiri sudah masuk ke dalam jenis tumbuhan yang dilindungi yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kelangkaan ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain maraknya illegal loging
seperti yang sudah dipaparkan di atas (Yuzammi dkk, 2014).
Kebun Raya Bogor menjadi salah satu tempat konservasi dari spesies A. titanum.
Spesies A. titanum ini sendiri menjadi spesies unggulan dari Kebun Raya bogor.
Pembudidayaan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan hilangnya hutan tropis
di Pulau Sumatera akibat dari kondisi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dahulu spesies
ini pernah dibudidayakan oleh Kebun Raya yang ada di London pada tahun 1889, yang
kemudian diikuti oleh Lands Plantentuin te Buitenzorg sekarang Kebun Raya Bogor) pada
tahun 1894. Pembungaan pertama didokumentasikan di Kebun Raya Wageningen,
Belanda pada tahun 1932. Pada tahun 2003 , rekor penangkaran terttingggi dipegang oleh
Bonn Botanical Garden, Jerman di mana 4 individu spesies A. titanum menghasilkan
bunga setinggi 2,74 meter (Lobin, 2007). Selanjutnya, pada 2005 di Wilhelma Zoologisch-
Botanischer Gartens Stuttgart, Jerman bunga ini mekar dengan ketinggian 2,91 meter. Pada
2010 dipamerkan di Winnipesaukee Orchids di Gilford, New Hampshire, Amerika Serikat
bunganya mekar beberapa hari atau kurang dari seminggu. Namun, pada 11 Maret 2004
Kebun Raya Cibodas-Indonesia mengkalim bahwa di kebun tersebut bunga dari spesies
A.titanum dapat mekar mencapai ketinggian 3,17 meter. Pada tahun 2016 mekar kembali
dengan ketinggian mencapai 3,735 meter (Puspitaningtyas dan Ariati, 2016).
Kebun Raya Bogor telah membudidayakan tanaman ini untuk konservasi ex situ sejak
tahun 1915 dan mekar berkali-kali. Berdasarkan data yang tellah dijelaskan, salah satu
spesimen dari Jambi, Sumatera berbunga selama tiga tahun berturut-turut pada tahun 1994,
1997, dan 2001. Penyerbukan tangan (Gambar 3) berhasil dan buah (infructescence) polen,
tetapi tidak sebaik polen liar akibat serangan cendawan. Bunga berhasil diserbuki ditandai
dengan perkembangan buah (infructescence) sejak 7 Maret, kemudian 4-5 bulan pada 27
Juli 2012 buah dipanen. Kebun Raya Bogor melakukan pernah melakukan penyerbukan
pada tanaman A. titanium yang dikoleksi dan mekar sebelum tanggal 29 November 2011
disimpan pada suhu 0℃. Penyerbukan tunas lateral dari umbi telah berhasil dilakukan
untuk meregenerasi tanaman di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya perbanyakan dengan stek
daun dan perkecambahan biji pada A. titanium juga dilakukan di Kebun Raya Bogor
(Latifak dkk, 2014). Hal ini disebabkan karena sebagian besar A. titanium tidak dapat
bertahan akibat tekanan pembungaan dalam budidaya dan biasanya cepat mati. Tekhnik
budidaya A. titanum penting untuk dipelajari lebih lanjut karena potensi umbinya sebagai
pangan fungsional. Selain tekhnik budidayanya, tekhnik penyerbukan juga menjadi
tantangan dalam konservasi ex situ spesies ini. Populasi liar menderita dari tekanan yang
meningkat di habitat alami mereka, tetapi kebun raya dapat memainkan peran penting
dalam konservasi ex situ spesies ini. Budidaya A. titanium tidak mudah, tetapi menawarkan
tantangan bagi setiap ahli holtikultura yang tajam.

Gambar 3. Amorphophallus titanum di Kebun Raya Bogor


(Sumber: Puspitaningtyas dan Ariati, 2016)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah pemaparan terkait Amorphophallus titanum Becc. diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Spesies Amorphophallus titanum merupakan flora endemik yang berasal dari Sumatera.
b. Spesies Amorphophallus titanum dimanfaatkan dalam bentuk tanaman hias maupun
pangan (umbinya).
c. Spesies Amorphophallus titanum tidak dapat ditemukan di Negara lain hanya saja bisa
ditemukan saat dilakukan konservasi secara ex situ. Populasi yang sedikit dan
kelangkaannya menyebabkan persebarannya hanya sedikit. Keragaman genetika pada
A. titanium ini dapat diterapkan untuk tujuan konservasi dan pembudidayaan. Spesies
ini masuk kawasan Malesiana dengan zona tipe asiatis (Wallace).
d. Tekhnik konservasi yang sudah dilakukan oleh beberapa lembaga konservasi
diantaranya adalah penyerbukan dan budidaya seperti stek. Tetapi konservasi ini tidak
mudah, tetapi menawarkan tantangan bagi setiap ahli hiltikultura yang tajam.
3.3 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membuka pikiran pembaca akan spesies
endemik yang sudah terancam punah ini. Sehingga kedepannya para pembaca dapat
mengetahui sejarah dengan menambah wawasan mengenai flora endemik Sumatera yaitu
Amorphophallus titanum.
DAFTAR PUSTAKA

Barthlott, W., and W, Lobin., 1998, Amorphophallus titanium - Tropische und Subtrop,
Pflanzenwelt 99, Akademie der Wissenschaft und der Literatur inmainz, Franz Steiner
Verlag, Stuttgart: Germany.
Hidayat, S., dan Yuzammi., 2008, Kajian Populasi Alami Bunga Bangkai (Amorphallus titanum
(Becc.) Becc.) Studi Kasus di Kawasan Hutan Bengkulu, Buletin Kebun Raya
Indonesia, 11 (1): 9-15.
Kusumawati, R., 2010, Buku Panduan Pendidik Biologi, Intan Perwira: Klaten.
Latifah D., H, Sudarmono, S, Wawangningrumet., 2014, Fruit Productivity and Morphological
haracters of Giant Corpse Flower (Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. ex Arcang.).
Proceedings International Conference on Tropical Horticulture. Indonesian Center for
Horticulture Research and Development, Indonesian Agency for Agricultural Research
and Development Ministry of Agriculture, Yogyakarta.
Latifah, D., dan R.S, Purwantoro., 2015, Perkecambahan Biji Bunga Bangkai Raksasa
Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. Ex Arcang dengan Inisiasi Spatha Mini, Warta
Kebun Raya, 13 (1): 8-14.
Lobin, W., M, Neumann., M, Radscheit., 2007, The Cultivation of Titan Arum
(Amorphophallus titanum) - a Flagship Species for Botanic Gardens, Sibbaldia 5: 69-
86.
Nursanti., C, Wulan., dan M.R, Felicia., 2019, Bioekologi Bunga Bangkai (Amorphophallus
titanum (Becc.) Becc.) di Desa Muara Hemat Resort Kerinci Selatan Taman Nasional
Kerinci Seblat, Jurnal Silva Tropica, 3 (2): 162-173.
Oman, K., 2007, Cerdas Belajar Biologi, Grafindo Media Pratama: Bandung.
Poerba, Y.S., dan Yuzammi., 2008, Pendugaan Keragaman Genetik Amorphophallus titanum
Becc. Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA, Biodiversitas, 9 (2):
103-107.
Puspitaningtyas, D.M., dan S.R, Ariati., Ex situ Conservation of Amorphophallus titanum in
Bogor Botanic Gardens, Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas
Indonesia, 2 (2): 2019-225.
Sibolangit., 2020, Mendampingi LIPI Studi Ekologi dan Populasi Bunga Bangkai Raksasa,
diunduh 13 November 2022, http://ksdae.menlhk.go.id/info/8896/mendampingi-lipi-
studi-ekologi-dan-populasi-bunga-bangkai-raksasa.html
Supriatna, J., 2008, Melestarikan Alam Indonesia, Yayasan Obor Indonesia.
Widyaningrum, G.L., 2020, Amorphophallus titanum, Si Bunga Bangkai Raksasa yang
Terancam Punah, diunduh 13 November 2022, https://nationalgeographic.grid.id
Wikipedia,
Yuzammi, J.R. Witono and W.L.A. Hetterscheid. (2014). Conservation status of
Amorphophallus discophorus Backer & Alderw. (Araceae) in Jawa, Indonesia.
Reindwartia. 14 (1): 27.
Yuzammi, J.R., 2015, Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Bunga Bangkai (Amorphophallus
titanum). Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Anda mungkin juga menyukai