Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Apresiasi dan Ekspresi Sastra
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Nurhasanah 11200130000085
JAKARTA
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah yang Maha Kuasa atas terselesaikannya makalah ini
yang berjudul “Penilaian Apresiasi dan Ekspresi Sastra”. Karena tanpa izin dan kehendak-Nya
kami tidak mampu menyelesaikan makalah ini dengan kekuatan sendiri.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terkait dalam penyelesaian makalah
ini, terutama kepada pihak yang dijadikan sumber referensi untuk makalah ini. Bila ada
kekurangan penulis yang bersifat plagiat, kami sebagai penulis meminta maaf yang sebesar-
besarnya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai Penilian Apresiasi dan Ekspresi Sastra.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan kata, kalimat, dan
bahasa. Maka dari itu kami meminta maaf dan mengharapkan betul kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak yang membaca guna kemajuan dan kebaikan makalah ini ke
depannya. Terutama dari dosen pengampu Mata Kuliah Apresiasi dan Ekspresi Sastra yaitu
Bapak Yang Yang Merdiyatna, M.Pd.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasamya tujuan pendidikan yang bersifat esensial yang berhubungan dengan
pandangan hidup bangsa relatif konstan, sedang yang berubah adalah varian-variannya,
manifestasinya, yang dalam banyak hal bersifat kontekstual. Sejalan dengan
perkembangan zaman tuntutan masyarakat akan keluaran pendidikan juga berubah,
namun perubahan itu tidak menyangkut hal-hal yang esensial tersebut. Tuntutan
perubahan itu haruslah direspon oleh dunia pendidikan, dan tanggapan yang secara
konkret dilakukan adalah perubahan kurikulum untuk disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Pada hakikatnya, perubahan tuntutan kebutuhan tersebut juga disebabkan
oleh sistem pendidikan yang dijalankan. Dengan kata lain, adanya keadaan masyarakat
yang dinamis dan terbuka terhadap adanya perubahan sesuai dengan tuntutan zaman,
tidak lain merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidikan juga.1
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan kepada pihak lain
secara lisan. Untuk keperluan ini, siswa hams benar-benar diminta untuk menampilkan
kemampuan apresiasi sastranya secara lisan. Tugas ini dapat dilakukan misalnya
dengan cara mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi teks sastra
yang diperdengarkan dan atau yang dibaca dan kemudian diikuti tugas berdiskusi.
Walau dalam rangka ujian kesastraan, ketepatan pengungkapan gagasan harus
didukung oleh ketepatan bahasa yang mempertimbangkan aspek kosakata dan
gramatikal. Pengembangan soal ujian pada umumnya berangkat dari kegiatan tulis-
menulis sehingga tugas lisan tidak dapat diakomodasi secara bersamaan. Oleh karena
itu, ujian kemampuan apresiasi lewat saluran lisan ini lebih praktis dilakukan dalam
kegiatan pembelajaran.2
Penilaian menurut Permendikbud No. 23 Tahun 2016 adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Proses
1
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Sastra Berbasis Kompetensi, (FBS Universitas Negri
Yogyakarta; DIKSI Vol. 11, No. 1, 2014) h. 92.
2
Ibid., h. 99-110.
3
tersebut dilakukan melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai
instrumen, dan berasal dari berbagai sumber agar lebih komprehensif. Penilaian harus
dilakukan secara efektif. Oleh sebab itu, pengumpulan informasi yang akan digunakan
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik harus lengkap dan akurat agar
dihasilkan keputusan yang tepat. Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar,
tetapi juga pada proses belajar. Peserta didik dilibatkan dalam proses penilaian terhadap
dirinya sendiri dan penilaian antar peserta didik (penilaian antar teman) sebagai sarana
untuk berlatih melakukan penilaian.
Pembelajaran konsep penilaian ini meningkatkan kompetensi guru dalam
melaksanakan pengembangan penilaian berorientasi pada Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi.Penilaian bukan sekadar untuk mengetahui pencapaian hasil belajar
peserta didik. Penilaian dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses
belajar. Selama ini, seringkali penilaian cenderung dilakukan hanya untuk mengukur
hasil belajar peserta didik. Sehingga, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai
kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Penilaian seharusnya dilaksanakan
melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran),
assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning
(penilaian sebagai pembelajaran).3
Penilaian kegiatan apresiasi sastra yang cenderung memperlihatkan keterampilan hasil
kerja dianggap tidak sesuai jika diukur dengan bentuk tes. Sebaliknya, kegiatan
apresiasi sastra akan lebih cocok jika menggunakan sistem penilaian bentuk non tes
yang tidak memiliki kemutlakan jawaban pada opsi. Hal tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kreativitas, keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman anak tentang
materi yang dipelajari. Oleh karena itu, penelitian ini menggabungkan antara
pembelajaran apresiasi sastra anak terutama pada novel anak untuk dikaji mengenai
nilai-nilai yang terkandung di dalam novel anak tersebut lantas hasil dari kajiannya
akan digunakan sebagai indikator instrumen penilaian sikap terutama pada variabel
penilaian sikap diri sendiri.4
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan secara langsung antara pendidik
dan peserta didik. Menurut Thoha (2011) tes lisan terkategori tes verbal, tes dimana
soal dan jawabannya diberikan secara lisan. Tes lisan merupakan pertanyaan-
3
Wiwik Setiawati, Konsep penilaian, ( Pedagodi; Modul Belajar Mandiri, 2021) h. 119-121.
4
Syihabuddin, dkk. Perencanaan Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap Pada Apresiasi Sastra
Anak, (Lingua Franca: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengejaran, P-ISSN: 2302-5778 Vol 6 No. 2, 2018) h. 25.
4
pertanyaan yang diberikan pendidik secara lisan dan peserta didik merespon pertanyaan
tersebut secara lisan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Tes lisan terdiri dari
tes lisan bebas dan tes lisan berpedoman. Tes lisan bebas dilakukan pendidik dalam
memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan
secara tertulis. Tes lisan berpedoman, pendidik menggunakan pedoman tertulis tentang
apa yang akan ditanyakan kepada peserta didik.
Selain bertujuan mengecek penguasaan pengetahuan peserta didik (assessment of
learning), tes lisan terutama digunakan untuk perbaikan pembelajaran (asessment for
learning). Tes lisan juga dapat menumbuhkan sikap berani berpendapat, percaya diri,
dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Tes lisan juga dapat digunakan untuk
melihat ketertarikan peserta didik terhadap materi yang diajarkan dan motivasi peserta
didik dalam belajar (assessment as learning).5
5
Op.Cit., h. 199-132
5
7. Pendidik mempunyai pedoman waktu bagi peserta didik dalam menjawab soal-
soal atau pertanyaan pada tes lisan;
8. Pertanyaan yang diajukan hendaknya bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti
persoalan yang ditanyakan sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat
berlainana atau beragam;
9. Pelaksanaan tes dilakukan secara individual (satu demi satu), agar tidak
mempengaruhi mental peserta didik yang lainnya.
6
Nafsul Muthmainah, Teknik Penilaian Pengetahuan Melalui Tes Lisan Pada Jenjang Pendidikan Dasar
Dalam Kurikulum 2013, (Daily Nafsul, 2017), diakses pada hari Senin, 27 September 2021 di
nafsulmuthmainah.blogspot.com
7
Nur Fatoni, Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi Dengan Pendekatan Joyfull Learning Melalui
Media Puzzle Bermuatan Konservasi Alam Pada Siswa Kelas VII 4 SMP 1 Pegandon Kendal, Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. 5 (1), h. 56-53.
6
(menyimak dan berbicara) dan kemampuan menggunakan bahasa tulis (membaca dan
menulis) harus mendapatkan perhatian yang seimbang dalam proses penilaian.
Karya sastra identik dengan komunikasi tulis, jalan penikmatan yang sangat tepat
adalah membaca dan menulis, membaca adalah kegiatan memahami dan menghayati
yang tertulis, sedangkan menulis adalah aktivitas lanjutan berupa respons dari kegiatan
membaca karya tulis yang berwujud dalam menulis bentuk yang dipahami melalui
aktivitas membaca, atau menulis sendiri karya sastra berdasarkan model yang dibaca
atau bentuk baru yang memperlihatkan keaslian ide. 8
8
Khairil Ansari, Penilaian Pembelajaran Sastra Indonesia Berketeterampilan Pikir Taraf Tinggi (HOTS),
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia I Unimed-2018, 1. h. 22.
7
siswa diminta memilih salah satu yang mereka anggap lebih baik. Bila yang mereka
pilih karya sastra yang bernilai sastra, siswa tersebut dinilai memiliki selera sastra yang
baik (Ballard dalam Gani, 1988:104).
4. Tes Gaya Merespons
Tes gaya merespons berguna untuk mengukur gaya siswa merespons karya sastra yang
dibacanya. Yang diukur dengan tes ini bukan hanya gaya merespons pribadi, tetapi juga
gaya merespons secara keseluruhan. Siswa diajak merespons secara terpola, baik lisan
atau tertulis. Dari hasil pengukuran akan terlihat pola merespons secara umum dan
secara khusus. 9
5. Tes Kecanggihan Bacaan
Tes kecanggihan bacaan adalah penilaian apresiasi sastra tingkat inggi, karena pada
penilaian ini siswa dimint menyebutkan judul novel yang sangat disenanginya.
Berdasarkan daftar topik yang sering muncul dalam novel siswa diminta mengecak
topik yang paling disukainya. Topik-topik yang dimunculkan umumnya topik-topik
yang mengandung kompleksitas tematik. Dari pengecekan tersebut akan terlihat bahwa
kebanyakan siswa mengecek topik-topik yang sama atau hampir sama (Reich dalam
Gani, 1988:127)
Belajar apresiasi dan ekspresi sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan
kehidupan. Melalui karya sastra berupa puisi, prosa, drama manusia akan memperoleh
gizi batin, sehingga sisi-sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan
lewat kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra tak ubahnya
sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Seiring dengan
dinamika peradaban yang terus bergerak menuju proses globalisasi, sastra menjadi
makin penting dan urgen untuk disosialisasikan dan "dibumikan" melalui institusi
pendidikan.
Karya sastra memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk watak dan
kepribadian seseorang. Dengan bekal apresiasi sastra yang memadai, para keluaran
pendidikan diharapkan mampu bersaing pada era global dengan sikap arif, matang, dan
9
Ibid., h. 26.
8
dewasa. Terdapat 3 aspek dalam mengapresiasi sastra, yaitu aspek kognitif, aspek
emotif, dan aspek evaluatif.10
10
Novitasari, Makalah Jurnal Apresiasi dan Ekspresi Sastra, Universitas Lakidende UNAAHA 2016, h. 9.
11
Op.Cit., h. 22-23.
9
4) Tes kesastraan tingkat apresiasi.
Pada tingkat apresiasi ini siswa diberi tugas mengenali dan memahami bahasa
sastra melalui ciri-cirinya dan membandingkan efektivitasnya dengan penuturan
bahasa secara umum untuk pengungkapan hal yang kurang lebih sama saat
mengekspresikannya. Tes pada tingkat apresiasi ini antara lain menyangku hal-
hal seperti: mengapa pengarang justru memilih bentuk, kata, atau ungkapan
yang seperti itu, apa efek pemilihan bentuk, kata ungkapan, kalimat, dan gaya
bagi karya tersebut, jenis atau ragam bahasa apa yang digunakan dalam karya
tersebut, dan sebagainya.12
b. Aspek Penilaian Ekspresi Sastra
Penilaian ekspresi sastra dalam karya sastra berupa pementasan drama terdiri dari
beberapa aspek, yaitu :
1) Aspek tata letak atau bloking
Penilaian yang dilakukan dan perlu diperhatikan di sini yaitu apakah pemeran
mampu memposisikan dirinya dengan tepat. Misalnya tidak membelakangi
penonton, maupun tidak menutupi pemain lainnya.
2) Aspek ketepatan ucapan atau pelafalan
Pada aspek ketepatan pelafalan, penilaiannya masih difokuskan pada ketepatan
pelafalan naskah dalam pementasan drama. Pelafalan yang dinilai adalah
kejelasan dalam mengucapkan bunyi bahasa dengan baik.
3) Aspek intonasi atau penekanan suara
Pada aspek penggunaan intonasi ini, penilaiannya masih dipusatkan pada
penggunaan intonasi saat mengucapkan bagian naskah masing-masing tokoh.
Selain itu, yang perlu dinilai adalah keras maupun lembutnya vokal, naik
turunnya nada ucapan serta variasi dari intonasi lainnya.
4) Aspek kesesuaian ekspresi atau mimik wajah
Penilaian aspek ini difokuskan pada mimik wajah yang sesuai dengan watak
tokoh, menggambarkan emosi dan dapat menggambarkan maksud dari dialog
dalam pementasan drama.
5) Aspek Penghayatan
Pada aspek penghayatan yang baik dan sesuai dengan watak tokoh, penilaiannya
12
Kristin Cahyani, Pengaruh Pendekatan Quantum Learning dan Minat Belajar Terhadap Kemampuan
Mengapresiasi dan Ekspresi Puisi, perpustakaan.uns.ac.id, h. 23-25.
10
difokuskan pada penghayatan peran yang sesuai dengan watak tokoh dalam
memerankan tokoh drama. Penghayatan diperlukan juga untuk menyampaikan
makna tersirat dalam naskah yang diperankan oleh para tokoh.
6) Aspek Gesture/ Olah Tubuh
Pada aspek ini, penilaiannya difokuskan pada ketepatan gestur atau oleh tubuh
yang tepat dan sesuai. Dalam bermain drama, seorang aktor harus melakukan
sejumlah gerakan yang sesuai dengan tuntutan naskah drama. Gerakan itupun
harus sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan agar dapat memperjelas
dan memperindah adegan yang dimainkan.13
13
Ceskha Nur Rina, Peningkatan Keterampilan Bermain Drama Melalui Teknik Permainan (dolanan)
Anak Kelas V SDN Gunungsimping 03 Cilacap Tahun Ajaran 2009/2010, Jurnal Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang, h. 59-62.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan secara langsung antara pendidik
dan peserta didik. Tes lisan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pendidik
secara lisan dan peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara lisan pada saat
proses pembelajaran berlangsung. Tes lisan bebas dilakukan pendidik dalam
memberikan soal kepada peserta didik tanpa menggunakan pedoman yang dipersiapkan
secara tertulis. Tes lisan juga dapat digunakan untuk melihat ketertarikan peserta didik
terhadap materi yang diajarkan dan motivasi peserta didik dalam belajar (assessment as
learning). Kemampuan mempergunakan bahasa lisan yang disebut juga keterampilan
berbahasa lisan (menyimak dan berbicara) dan kemampuan menggunakan bahasa tulis
(membaca dan menulis) harus mendapatkan perhatian yang seimbang dalam proses
penilaian. Karya sastra identik dengan komunikasi tulis, jalan penikmatan yang sangat
tepat adalah membaca dan menulis. Cooper (dalam Gani, 1986:99) mengemukakan 5
jenis penilaian kemampuan mengapresiasi karya sastra, yaitu: tes yang berpusat pada
teks, tes perwujudan sastra, tes diskriminasi, tes gaya merespons, dan tes kecanggihan
bacaan. Selain itu, terdapat aspek-aspek penilaian dalam mengapresiasi, diantaranya: 1)
Tes kesastraan tingkat informasi, (2) Tes kesastraan tingkat konsep, (3) Tes kesastraan
tingkat persektif, (4) Tes kesastraan tingkat apresiasi. Kemudian terdapat aspek-aspek
penilaian dalam pengekspresian, diantaranya: (1) Aspek tata letak bloking, (2) Aspek
ketepatan ucapan atau pelafalan, (3) Aspek intonasi atau penekanan suara, (4) Aspek
kesesuaian ekspresi atau mimik wajah, (5) Aspek penghayatan, (6) Aspek gestur atau
olah tubuh.
B. Saran
Dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa masih terdapat
banyak kekurangan, untuk kedepannya penulis akan lebih fokus dan teliti dalam
menulis dan menyusun makalah serta dapat memberikan lebih banyak referensi-
referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
12
DAFTAR PUSTAKA
13