Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“ Peran Kejaksaaan Republik Indonesia”

Disusun oleh:
Kelompok II
Alfa Gilbert E.K

Aulia Dinda A.S

Daffa Razqa D.

Haerunnisa A.

Lastry Gala

M.Fahri

Roberto William S.

SMA NEGERI 2 SANGATTA UTARA


KABUPATEN KUTAI TIMUR
SANGATTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga makalah dengan berjudul ‘Peran Kejaksaan Republik Indonesia’ dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas semester 2 kelas XII pada bidang studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan
kepada pembaca tentang tugas, wewenanng, fungsi serta peran Kejaksaan Republik Indonesia.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Darmi selaku guru mata pelajaran Pendidikn
Pancasila dan Kewarganegaraan. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis
berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak kesalahan. Oleh
karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang pembaca temukan dalam
makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan
kesalahan dalam makalah ini.

Sangatta,4 September 2022

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

COVER.........................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................3

BAB I
PENDAHULUAN .
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................................4

BAB II
PEMBAHASAN 
2.1 Latar belakang pembentukan................................................................................................5
2.2 Tujuan pembentukan...........................................................................................................7
2.3 Tugas, pokok dan fungsi kejaksaan dalam sistem tuntutan .....................................................8
2.4 Peran kejaksaan dalam penegakkan hukum di indonesia..........................................................9

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................13
3.2 Saran………………………………………………………………....….………..…….................14

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


    Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan
negara khususnya di Bidang Penuntutan. Penuntutan merupakan tindakan jaksa untuk
melimpahkan perkara pidana pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara
yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang
pengadilan.
   Dalam pelanggaran pidana yang akan dituntut adalah yang benar bersalah dan telah
memenuhi unsur tindak pidana yang di sangkakan dengan dukungan oleh arang bukti yang
cukup dan di dukung oleh saksi minimal 2 orang.
   Kejaksaan Republik Indonesia diatur dalam UU RI No. 16 tahun 2004 tentang
kejaksaan RI. Berdasarkan UU tersebut, kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak
hukum yang dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum,
perlindungan kepentingan hukum, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
   Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara di Bidang Penuntutan harus
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh
kekuasaan, pemerintah, dan pengaruh kekuasaan lainnya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa latar belakang pembentukan Kejaksaan Republik Indonesia?
2. Apa tujuan pembentukan Kejaksaan Republik Indonesia?
3. Apa tugas, fungsi, dan wewenang kejaksaan RI dalam bidang tuntutan ?
4. Bagaimana peran kejaksaan dalam penegakkan hukum di indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang pembentukan Kejaksaan Republik Indonesia
2. Untuk mengetahui tujuan pembentukan kejaksaan Republik Indonesia
3. Untuk mengetahui tugas, fungsi, dan wewenang kejakasaan republik indonesia.
4. Untuk mengetahui peran kejaksaan republik indonesia

BAB II
4
PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang pembentukan


Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman kerajaan
Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa,
dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-
istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam bahasa Sanskerta.
Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah pejabat
negara pada zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk tengah
berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani
masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang
adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa
adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van
Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari
Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan
Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan pegawai-
pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad
(Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof
(Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen.
Hanya saja, pada praktiknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai perpanjangan
tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada masa penjajahan belanda
mengemban misi terselubung yakni antara lain:
Mempertahankan segala peraturan Negara Melakukan penuntutan segala tindak pidana
Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang Fungsi sebagai alat penguasa itu
akan sangat kentara, khususnya dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai
artikelen yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan
pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942,
yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi
kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan
agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada
masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:
Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran Menuntut Perkara Menjalankan putusan
pengadilan dalam perkara kriminal. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut
hukum. Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara
Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang
diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan
bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku.

5
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni
tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam
lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus
menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak awal
eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22 periode
kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia,
kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami
berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk
negara dan sistem pemerintahan.
Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama berawal
tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan
Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (pasal
1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5)
dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan
wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam
struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang
Pembentukan Kejaksaan Tinggi.
Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI sesuai
dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga
mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan
yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November
1991.
Masa reformasi
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah
Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan Tindak
Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan
juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang
ini disambut gembira banyak pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi
Kejaksaan yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak
lainnya.
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1)
ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”.
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral
dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah
suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut
Hukum Acara Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga
merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena
itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam menetapkan

6
kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan.

2.2 Tujuan Pembentukan


Mengacu pada UU tersebut, maka  pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban oleh
Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2)
UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan
fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan
tugas profesionalnya.
VISI KEJAKSAAN RI:

“Menjadi Lembaga Penegak Hukum yang Profesional, Proposional dan Akuntabel”

Dengan penjelasan:

1. Lembaga Penegak Hukum: Kejaksaan RI sebagai salah satu lembaga penegak hokum di
Indonesia yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai penydik pada tindak pidana tertentu,
penuntut umum pelaksana penetapan hakim, pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hokum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
pidana bersyarat, pidana pengawasan dan lepas bersyarat, bertindak sebagai Pengacara
Negara serta turut membina ketrtiban dan ketentraman umum melalui upaya antara lain:
meningkatkan kesadaran mayarkat, pegamanan kebijakan penegakan hokum dan
Pengawaan Aliran Kepercayaan dan penyalahgunaan pendoaan agama.

2. Profesional: segenap apratur Kejaksaan RI dalam melaksanakan tugas didasarkan atas nilai
luhur TRI KRAMA ADHYAKSA serta kompetensi dan kapabilitas yang ditunjang dengan
pengetahuan dan wawasan yang luas serta pengalaman kerja yang memadai dan berpegang
teguh pada aturan serta kode etik profesi yang berlaku.

3. Proposional: dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kejaksaan RI selalu memakai


semboyan yakni menyeimbangkan yang tersurat dan tersirat dengan penuh tanggung jab,
taat azas, efektif dan efesien serta penghargaan terhadap hak – hak publik

4. Akuntabel: bahwa kinerja Kejaksaan RI dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan


ketentuan yang berlaku,

MISI KEJAKSAAN RI:

1. Meningkatkan peran Kejaksaan RI dalam program penegakan tindak pidana

2. Meningkatkan profesionalisme jaksa dalam penanganan perkara tindak pidana

3. Meningkatkan peran jaksa pengacara Negara dalam penyelesaian maalah perdata dan tata
usaha Negara

4. Mewujudkan upaya penegakan hokum memenuhi rasa keadilan masyarakat

7
5. Memperepat pelaksanaan reformasi birokrasi dan tata kelola Kejaksaan RI yang bersih dan
bebas korupsi dan nepotisme

2.3 Tugas, Pokok, dan Fungsi Kejaksaan dalam Sistem tuntutan

a) Tugas dan wewenang Kejaksaan


Adapun tugas dan wewenang Kejaksaan dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
R.I. sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :
1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
1. Melakukan penuntutan;
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang;
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam *pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
2) Di bidang perdata dan tata usaha negara,
  Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara atau pemerintah
3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan
kegiatan:
1. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
2. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3. Pengamanan peredaran barang cetakan;
4. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
5. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
6. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta
kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan
jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri.
Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan bahwa di samping tugas
dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal
34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
kepada instalasi pemerintah lainnya.
Dalam hal penuntutan pihak Kejaksaan sebagai Penuntut Umum setelah menerima berkas
atau hasil penyidikan dari penyidik segera setelah menunjuk salah seorang jaksa untuk
mempelajari dan menelitinya yang kemudian hasil penelitiannya diajukan kepada Kepala
Kejaksaan Negeri (KAJARI). Menurut Leden Marpaung (1992:19-20) bahwa ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam proses penuntutan yaitu:
1. Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik karena ternyata belum lengkap disertai
petunjuk-petunjuk yang akan dilakukan penyidik (prapenuntutan)
2. Melakukan penggabungan atau pemisahan berkas
3. Hasil penyidikan telah lengkap tetapi tidak terdapat bukti cukup atau peristiwa tersebut
bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya disarankan agar penuntutan dihentikan.
Jika saran disetujui maka diterbitkan surat ketetapan. Atas surat ketetapan dapat diajukan
praperadilan.

8
4. Hasil penyidikan telah lengkap dan dapat diajukan ke pengadilan Negeri. Dalam hal ini
KAJARI menerbitkan surat penunjukan Penuntutan Umum. Penuntut umum membuat
surat dakwaan dan setelah surat dakwaan rampung kemudian dibuatkan surat pelimpahan
perkara yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri.
     
b). Fungsi Kejaksaan
Fungsi daripada Kejaksaan , antara lain.
1. Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan
dan pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan bidang tugasnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung;
2. penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pembinaan
manajemen, administrasi, organisasi dan tatalaksanaan serta pengelolaan atas milik
negara menjadi tanggung jawabnya;
3. pelaksanaan  penegakan  hukum baik  preventif  maupun yang berintikan keadilan di
bidang pidana;.
4. Pelaksanaan pemberian bantuan di bidang intelijen yustisial, dibidang ketertiban dan
ketentraman umum, pembetian bantuan, pertimbangan, pelayanan dan penegakan hukum
di bidang perdata dan tata usaha negara serta tindakan hukum dan tugas lain untuk
menjamin kepastian hukum, kewibawaan pemerintah, dan penyelamatan kekayaan
negara, berdasarkan peraturan perundang undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan
jaksa agung
5. penempatan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa
atau tempat lain yang layak berdasarkan penetapan Hakim karena tidak mampu berdiri
sendiri atau disebabkan hal - hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau
dirinya sendiri;
6. pemberian pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah, penyusunan peraturan
perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
7. koordinasi, pemberian bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan, baik di dalam
maupun dengan instansi terkait atas pelaksanaan tugas dan fungsinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

2.4 Peran kejaksaan dalam penegakkan hukum di indonesia


Penegak hukum yang lain adalah jaksa. Dalam penegakan hukum, jaksa disebut juga penuntut
umum. Sebagai penuntut umum, jaksa mempunyai beberapa tugas yang perlu kita ketahui, antara
lain
1. menerima dan memeriksa berkas perkara yang disampaikan oleh polisi;
2. melakukan penahanan:
3. melakukan penuntutan:
4. melaksanakan putusan hakim.
Dalam melaksanakan tugas penahanan, penuntut umum harus menunjukkan surat perintah
penahanan kepada orang yang akan ditahan. Apabila orang yang didakwa sebelumnya telah
ditahan oleh polisi selama 20 han dengan kemungkinan perpanjangan 30 han maka penuntut
umum dapat mengajukan orang yang didakwa ke depan sidang pengadilan negeri. Penuntut
umum juga dapat menuntut supaya orang tersebut diadili oleh hakim. Setelah hakim menjatuhkan
putusannya, penuntut umum melaksanakan putusan tersebut.

9
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difungsikan


pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942,
yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi
kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan
agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada
masa itu, secara resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran Menuntut Perkara Menjalankan


putusan pengadilan dalam perkara kriminal. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan
menurut hukum. Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari
setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik
Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

Adapun tugas dan wewenang Kejaksaan dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan R.I. sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :

1. Di bidang pidana
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara,
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum,

Fungsi daripada Kejaksaan , antara lain.

1. Perumusan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijaksanaan teknis pemberian bimbingan dan


pembinaan serta pemberian perijinan sesuai dengan bidang tugasnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung;

2. Penyelengaraan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pembinaan


manajemen, administrasi, organisasi dan tatalaksanaan serta pengelolaan atas milik negara
menjadi tanggung jawabnya;

3. Pelaksanaan  penegakan  hukum baik  preventif  maupun yang berintikan keadilan di


bidang pidana.

Dalam penegakan hukum, jaksa disebut juga penuntut umum. Sebagai penuntut umum, jaksa
mempunyai beberapa tugas yang perlu kita ketahui, antara lain

1. menerima dan memeriksa berkas perkara yang disampaikan oleh polisi;


2. melakukan penahanan:
3. melakukan penuntutan:
4. melaksanakan putusan hakim.

10
3.2 Saran

1. Komisi Kejaksaan meminta kepada Jaksa Agung dan instansi pengawas internal agar
dalam memberikan laporan tentang hasil pengawasan instasi internal sebelum ada putusan
dan untuk perkara-perkara yang dipantau oleh publik maka Komisi Kejaksaan melakukan
pemantauan atau pengawasan langsung tanpa menunggu laporan baik dari masyarakat
atau instansi lain.
2. Laporan dari instasi pengawas internal yang ditujukan ke Komisi Kejaksaan harus
lengkap dan jelas dan tepat waktu

3. Membuat MoU antara Jaksa Agung dengan Komisi Kejaksaan guna sebagai jalan keluar
bila tidak ada kesepakatan dalam menggambil keputusan.

4. Komisi Kejaksaan menjalin kerja sama dengan Komisi Yudisial dan instasi instasi lain di
daerah.

5. Komisi Kejaksaan diharapkan melakukan pengawasan secara langsung ke lembaga


kejaksaan secara periodik dan tersistematis.

6. Komisi Kejaksaan menambah jumlah anggota adminitrasi di Lembaga Komisi Kejaksaan


Republik Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=6

https://id.wikipedia.org/wiki/Kejaksaan_Republik_Indonesia#Sebelum_reformasi

Kejaksaan Republik Indonesia : Fungsi, Peranan, Tugas & Dasar Hukum (gurupendidikan.co.id)

12

Anda mungkin juga menyukai