Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI BAHAN ALAM

SABUN CAIR ANTISEPTIK

Dosen Pembimbing :
apt. Muh Taufiqurrahman, M. Farm

Disusun Oleh :
Fidya Mulya Asanah (16190000007)
Nurul Fithri Fauziyah (16190000009)
Lucy Laila Rahma (16190000010)
Nur Fitri (16190000017)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2022
SABUN CAIR ANTISEPTIK

A. TUJUAN
1. Memformulasi sediaan sabun cair
2. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap daya busa sabun
cair
B. Tinjauan Pustaka
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari
asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat
juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah.
Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol
dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol
digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan
kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang
dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu.
Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk
membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif)
seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun
padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon
panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik
dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik
dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul
sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air. Namun
sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles),
yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya
mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph
J. Fessenden, 1992).
Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan
bahan tambahan yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan
sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi,
garam, bahan pewarna dan bahan pewangi. Bahan pembentuk badan sabun
(builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun, dapat diberikan
berupa natrium karbonat, natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi
(fillers) digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas
sabun, dan menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan
biasanya adalah kaolin, talk, magnesium karbonat dan juga soda abu serta
natrium silikat yang dapat berfungsi pula sebagai antioksidan.
Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun yaitu berfungsi
sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan
biasanya adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka akan terbentuk
inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang
digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Jika akan
dibuat sabun cair, tidak diperlukan penambahan garam ini.
Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang
dapat menstabilkan sabun sehingga tidak menjadi rancid. Natrium silikat,
natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan
sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang
sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching
agent. Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa digunakan
adalah patchouli alcohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun cuci
juga digunakan pelarut organic seperti petroleum naphta dan
sikloheksanol.
Ekstrak daun salam sebagai antiseptic alami terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus bisa digunakan efektif dengan jumlah
konsentrasi yang tinggi. Ekstrak daun salam memiliki senyawa antibakteri
aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Seperti
halnya flavonoid, Saponin, minyak atsiri bahkan yang bersifat alkaloid dan
senyawa essensial lainnya yang terkandung dalam esktrak daun salam.
Zona hambat yang dihasilkan bervariasi tergantung pada konsentrasi yang
digunakan, semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin baik
zona hambatnya. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa ekstrak daun
salam efektif digunakan sebagai bahan antiseptik alami untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebagai salah satu bakteri
patogen yang merugikan manusia, hewan dan tumbuhan.
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan
dan rangsangan luar. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman
mikroorganisme patogen dari lingkungan ialah kulit. Dengan kehilangan
atau kerusakan kulit yang memiliki fungsi barier ini akan terjadi invasi
bakterial dan mempermudah timbulnya infeksi. Kulit merupakan
pertahanan utama terhadap bakteri dan apabila kulit tidak lagi utuh, maka
menjadi sangat rentan terhadap infeksi. Bila kulit terluka sedikit saja maka
hal ini sudah cukup untuk menjadi pintu bagi masukan
mikrooragnisme/kuman-kuman ke dalam saluran darah manusia.

Bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan pada permukaan


kulit sebagai flora normal, terutama disekitar hidung, mulut, alat kelamin
dan sekitar anus. Bakteri ini menyebabkan infeksi pada luka biasanya
berupa abses yaitu kumpulan nanah atau cairan dalam jaringan. Jenis-jenis
abses yang spesifik diantaranya bengkak (boil), radang akar rambut
(folliculitis)(Dowshen, et al, 2002).
Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau
NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk
menghasilkan sabun cair. Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan
merata maka pengadukan harus lebih baik. Sabun cair yang diperoleh
kemudian diasamkan untuk melepaskan asam lemaknya (Levenspiel,
1972).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:
1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH Konsentrasi basa yang digunakan
dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya, dimana penambahan
basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan
menyebabkan terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya
tidak homogen., sedangkan jika basa yang digunakan terlalu encer,
maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T) Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu
akan menurunkan hasil, hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t
Hoff :
RTHdTKdΔ=ln ( 1 ) Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi
eksotermis (ΔH negatif), maka dengan kenaikan suhu akan dapat
memperkecil harga K (konstanta keseimbangan), tetapi jika
ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan
reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini
(Smith 1987)
: k = ARTEe− ( 2 ) Dalam hubungan ini, k adalah konstanta
kecepatan reaksi, A adalah faktor tumbukan, E adalah energi
aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah tetapan gas
ideal (cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya
kenaikan suhu berarti harga k (konstanta kecepatan reaksi)
bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu
akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi
suhu optimumnya maka akan menyebabkan pengurangan hasil
karena harga konstanta keseimbangan reaksi K akan turun yang
berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata lain
hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan
reaksi oleh naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan
yang bersifat eksotermis (Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan Pengadukan dilakukan untuk memperbesar
probabilitas tumbukan molekulmolekul reaktan yang bereaksi. Jika
tumbukan antar molekul reaktan semakin besar, maka
kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini sesuai
dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k
akan semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan
yang disimbolkan dengan konstanta A (Levenspiel, 1987).
4. Waktu Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak
pula minyak yang dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat
juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi telah mencapai kondisi
Setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlah minyak yang tersabunkan.
C. Monografi Bahan
1. Stearic Acid (DIRJEN POM, 1979 ; Arthur H.K, 2000 ; Spitz,
2009 ; Perry, 2008)
Nama Resmi Acidum Stearicum
Nama Lain Asam Stearat
Pemerian Zat padat keras mengkilat, putih atau kuning
pucat, mirip lemak lilin.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20
bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
Khasiat Zat tambahan
Incomp Asam stearat incomp dengan banyak hidroksi
metal dan mungkin juga incomp dengan agen
oksidasi.
Sifat Kimia a. Stearic Acid direaksikan dengan basa alkali
membentuk sodium stearat dengan produk
samping air.
b. Sedikit larut dalam air dan sangat larut
dalam eter.

2. Kalium Hidroksida (Ditjen POM, 1979)


Nama Resmi Kalii hidroksidum
Nama Lain Kalium hidroksida; calci hidroksida
Struktur K-O-H
Pemerian Berupa krystal padat berwarna putih atau hampir
putih, hidroskopik.
Kelarutan Larut dalam 1 bagian air dalam 3 bagian etanol
(95%), sangat mudah larut dalam etanol mutlak
P mendidih
Penyimpanan -
Khasiat Dasar
Incomp Tidak sesuai dengan am kuat, maleat anhidrida, f
osfor. Nitroethane, nitroparaffins, dan
nitropropane. Kalsium hidroksida dapat bersifat
korosif terhadap beberapa garam.
Sifat Kimia -

3. Cmc Na ( Handbook of pharmaceutical Exipent edisi VI halaman


120;
Nama Resmi Natrium karboksimetil selulosa
Nama Lain Na- CmC
Pemerian Serbuk atau granul, putih sampai krem,
higroskopis.
Kelarutan Mudah terdispersi dalam udara membentuk
larutan koloida, tidak larut dalam etanol, eter,
perlarut organik lain.
Penyimpanan -
Kegunaan Suspending agent, bahan penolong tablet,
peningkat kekentalan.
Incomp Na-Cmc incomp dengan larutan asam kuat dan
dengan larutan garam besi dan beberapa logam
seperti aluminium, merkuri, dan zink juga
dengan etanol 95% ; membentuk kompleks
dengan gelatin pectin.
Sifat Kimia -
4. SLS ( Sodium Lauryl Sulfate)
Nama Resmi Sodium Lauryl Sulfate
Nama Lain Dodecylalkoholhidrogensulfat,sodiumgaram;dodesilsodium
sulfat; garam natrium dodesilsulfat; Elfan 240; lauril
natrium sulfat;lauril sulfat, garam natrium; natrium
monododesilsulfat; natrii laurilsulfas; sodiumdodesil sulfat;
natrium n-dodesil sulfat; natrium laurilsulfat; sodium
Pemerian Serbuk atau hablur, putih atau kuning pucat, bau lemah dan
khas.
Kelarutan Sangat larut dalam udara, larutan berkabut, larut sebagian
dalametanol (95%)
Penyimpanan -
Khasiat Surfaktan
Incomp Sodium lauryl sulfate bereaksi dengan surfaktan kationik,
menyebabkan aktivitas bahkan dalam konsentrasi terlalu
rendah untukmenyebabkan pencatatan. Tidak seperti sabun,
itu kompatibel dengan asamencer dan ion kalsium dan
magnesium.Sodium lauryl sulfate tidak sesuai dengan
garam-garam dari logam polivalen,seperti asluminium,
timbal, tinorzinc, dan iklim dengan garam kalium.
larutannatrium lauril sulfat (pH 9,5-10,0) sedikit korosif
terhadap baja ringan, tembaga,kuningan, perunggu, dan
alumi
Sifat Kimia -

5. BHA (Butylated Hydroxytoluene)


Nama Resmi Butylated Hydroxytoluene
Nama Lain BHA
Pemerian kristal padat/ bubuk putih kekuningan/ kuning pucat
Kelarutan praktis tidak larut dalam air glicerin, propilen glikol,
larutanalkali hidroksida, sangat mudah larut dalam aseton,
benzen, etanol 95 %, danmineral oil
Penyimpanan -
Khasiat Antioksidan
Incomp Butylated hydroxytoluene bersifat fenolik dan
mengalamireaksi karakteristik fenol. Ini tidak sesuai
dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan
permanganat. Kontak dengan oksidator dapat menyebabkan
pembakaran spontan. Garam-garam besi menyebabkan
perubahan warna denganhilangnya aktivitas. Pemanasan
dengan jumlah katalitik dapat menyebabkan perpecahan
bersama-sama dengan isobutena gas yang mudah terbakar
Sifat Kimia -

6. Ekstrak Daun Salam


a. Klarifikasi tanaman salam
Kedudukan tanaman daun Syzygium polyanthum dalam
sistematika (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom Plantae
Super Sivisi Spermatophyta
Kelas Dicotiledoneae
Ordo Myrtales
Famili Myrtaceae
Genus Syzygium
Species Syzygium polyanthum (Wight.)
b. Morfologi Tanaman Salam
Pohon Syzygium polyanthum memiliki tinggi sekitar 25 meter,
memiliki akar lurus besar, batang bundar dan permukaan halus.
Memiliki bunga-bunga kecil, putih dan harum. Sedangkan daunnya
memiliki panjang 2,5-8 cm dengan tepi yang rata, ujungnya tumpul
dan bagian bawahnya melebar dengan panjang dan rapat (Sumono,
et al., 2008).
c. Kandungan Kimia Tanaman Salam
Dalam beberapa studi, daun Syzygium polyanthum memiliki
banyak kandungan kimia yang terdiri dari tanin, flavonoid dan
minyak atsiri (0,05%), termasuk asam sitrat dan eugenol (Sumono,
et al., 2008).
d. Manfaat Tanaman Salam
Daun Syzygium polyanthum dapat digunakan tidak hanya sebagai
bumbu untuk keperluan memasak, tetapi juga dapat dijadikan obat.
Baik ekstrak akar dan buahnya memiliki kemampuan untuk
menetralisir akibat terlalu banyak konsumsi alkohol. Selain itu,
ekstrak daun Syzygium polyanthum biasanya digunakan untuk
menghentikan diare, gastritis, diabetes mellitus, gatal, astringen,
dan kudis. Berdasarkan penelitian Pinatih et al., (2011) daun
Syzygium polyanthum menunjukkan adanya kehadiran senyawa
flavonoid, terpenoid dan fenolik. Penelitian sebelumnya
menyatakan ekstrak daun Syzygium polyanthum yang diujikan
pada mencit mampu menurukan kadar glukosa darah. Diduga
kemampuan tersebut disebabkan oleh flavonoid yang terkandung
di dalam daun Salam. Flavonoid merupakan senyawa yang mampu
menangkap radikal bebas yang merusak sel beta pankreas
(Widharna, 2010; M. Ikhwan Rizki, et al., 2015). Didapatkan juga
hasil yang serupa saat digunakan 70% ekstrak etanolik daun Salam
dengan dosis 62,5 mg/ kg BB, 125 mg/ kg BB, dan 250 mg/ kg BB,
yang mana dosis 250 mg/ kg BB dapat menurunkan secara
bermakna kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi
dengan aloksan yaitu sebesar 192,3 mg/dL menjadi 119,3 mg/dL
dalam waktu 14 hari (Sutrisna, et al., 2016)

7. Minyak Zaitun
Nama Resmi Minyak zaitun
Nama Lain Oleumoliva minyak gomenoleo; olivae oleum rafinatum;
murniminyak zaitun; minyak olea europaea; oleum olive.
Pemerian cairan , kuning pucat atau kuning kehijauan; bau lemah,
tidaktengik; rasa khas. Pada suhu rendah sebagian atau
seluruhnya
Kelarutan sukar larut dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform
P,dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P
Penyimpanan -
Khasiat Dasar
Incomp -

D. Formula Utama
Bahan Formulasi sabun cair antiseptik
F0 F1 F2 F3
Ekstrak daun 0
salam
Minyak 30 30 30 30
zaitun(ml)
KOH (ml) 8 16 16 16
Na-CMC (g) 1 1 1 1
SLS (g) 1 1 1 1
Asam Stearate 0,5 0,5 0,5 0,5
(g)
BHA (g) 1 1 1 1
Pangaroma 1 1 1 1
(ml)
Aquades ad 100 100 100 100
(ml)

E. Prosedur Kerja
1) Persiapan Sampel
Sampel daun Salam diambil pada pagi hari. Cara pengambilan
daun yaitu dengan memilih daun yang sudah dewasa dan yang
masih segar. Sampel yang diperoleh segera dicuci bersih untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada daun kemudian
diangin-anginkan selama 2 hari dan pada hari ke-3 dikeringkan
dengan oven pada suhu 400C. Setelah kering, sampel diblender
menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 65.
2) Ektraksi sampel
Daun Salam diambil sebanyak 10 kg dicuci hingga bersih dan
dikeringkan. Setelah kering daun Salam diblender sampai halus,
sehingga menjadi serbuk kemudian dimaserasi dengan
menggunakan pelarut etanol 96% selama3 x 24 jam dalam suhu
kamar. Setiap 1 x 24 jam simplisia yang telah dimaserasi dengan
larutan etanol disaring hingga di peroleh filtrat. Filtrat pelarut
tersebut kemudian diuapkan dengan menggunakan alat evaporator
sehingga dihasilkan ekstrak kental daun Salam.
3) Pembuatan Sabun Cair Ekstrak Daun Salam
1. Semua bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih
dahulu sesuai dengan takaran yang dianjurkan.
2. Dimasukkan minyak zaitun sebanyak 15 ml ke dalam gelas
kimia, kemudian ditambahkan dengan kalium hidroksida
40% sebanyak 8 ml sedikit demi sedikit sambil terus
dipanaskan pada suhu 500C hingga mendapatkan sabun
pasta.
3. Sabun pasta ditambahkan dengan kurang lebih 15 ml
aquades, lalu dimasukkan natrium karboksil metal selulosa
yang telah dikembangkan dalam aquades panas, diaduk
hingga homogen.
4. Kemudian ditambahkan asam stearat, diaduk hingga
homogen. Ditambahkan sodium laurel sulfat, diiaduk
hingga homogen.
5. Ditambahkan butyl hidroksi anisol, lalu diaduk hingga
homogen. Dimasukkan ekstrak daun Salam, diaduk hingga
homogen. Sabun cair ditambahkan dengan aquades hingga
volumenya 50 ml, dimasukkan ke dalam wadah bersih yang
telah disiapkan.
6. Pembuatan sabun cair ekstrak daun Salam disesuaikan
dengan masing-masing konsentrasi.

F. Alat dan Bahan


1. Alat : Timbangan elektrik, Batang pengaduk, Beaker glass, Kertas
perkamen, Sendok tanduk, Pipet tetes,Gelas arloji, Mortir, Stamper,
Wadah shower gel
2. Bahan : Ekstrak Daun salam, Minyak zaitun, KOH, Na-CmC, SLS, Asam
Stearat, BHA, Pangaroma, Aquadest.

G. Perhitungan
Bahan Formulasi sabun cair antiseptik
F0 F1 F2 F3
Ekstrak daun 0
salam
Minyak zaitun 30/100 x 30/100 x 30/100 x 30/100 x
100ml = 30 100ml = 30 100ml = 30 100ml = 30
KOH 16/100 x 16/100 x 16/100 x 16/100 x
100ml = 16 100ml = 16 100ml = 16 100ml = 16
Na-CMC 1/100 x 1/100 x 1/100 x 100ml 1/100 x 100ml
100ml = 1 100ml = 1 =1 =1
SLS 1/100 x 1/100 x 1/100 x 100ml 1/100 x 100ml
100ml = 1 100ml = 1 =1 =1
Asam Stearate 0,5/100 x 0,5/100 x 0,5/100 x 0,5/100 x
100ml = 0,5 100ml = 0,5 100ml = 0,5 100ml = 0,5
BHA 1/100 x 1/100 x 1/100 x 100ml 1/100 x 100ml
100ml = 1 100ml = 1 =1 =1
Pangaroma 1/100 x 1/100 x 1/100 x 100ml 1/100 x 100ml
100ml = 1 100ml = 1 =1 =1
Aquadest Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml

H. Evaluasi Sediaan Yang Akan Dilakukan


Tipe Uji Stabilitas Uji Iritasi
Replikasi Homogenitas pH
Emulsi Fisik Akut Dermal
1.
2.
3.
4.

Pengujian Kualitas Sabun Cair


a. Uji Organoleptik
Uji Organoleptik dilakukan untuk mengamati bentuk, warna dan
bau sediaan sabun cair ekstrak daun Salam.
b. Uji pH
pH diukur dengan menggunakan pH universal pada semua
formulasi sediaan sabun cair.
c. Uji Tinggi dan Kestabilan Busa
Bahan Formulasi sabun cair antiseptik
F0 F1 F2 F3
Ekstrak daun 0
salam
Minyak 30 30 30 30
zaitun(ml)
KOH (ml) 8 16 16 16
Na-CMC (g) 1 1 1 1
SLS (g) 1 1 1 1
Asam Stearate 0,5 0,5 0,5 0,5
(g)
BHA (g) 1 1 1 1
Pangaroma 1 1 1 1
(ml)
Aquades ad 100 100 100 100
(ml)
dimasukkan ke dalam tabung berskala yang berisi 10 ml aquades
dan kemudian di tutup. Tabung dikocok selama 20 detik dan
dihitung tinggi busa yang terbentuk.
d. Uji Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri.
Ditimbang 1 gram sampel pada cawan petri yang telah diketahui
bobotnya, dipanaskan pada lemari pengering pada suhu 1050C
selama 2 jam sampai bobot tetap.

e. Uji Alkali Bebas


Sampel sabun cair ditimbang sekitar 5 g, kemudian dimasukkan ke
dalam gelas piala 250 ml. Selanjutnya ditambahkan 100 ml alkohol
96%, batu didih serta beberapa tetes larutan indikator fenolftalein.
Lalu dipanaskan di atas penangas selama 30 menit sampai
mendidih. Bila larutan berwarna ungu kemudian dititrasi dengan
larutan HCl 0,1 N dalam alkohol sampai warna ungu tepat hilang.

f. Uji Bobot
Jenis Piknometer dikeringkan dan ditimbang. Air dimasukkan ke
dalam piknometer dan didiamkan pada suhu 250C selama 10
menit. Piknometer diangkat dan ditimbang. Pekerjaan diulangi
dengan memakai sampel sabun cair sebagai pengganti air.

g. Pengujian Antibakteri
Antibakteri Sterilisasi Alat Pensterilan menggunakan autoklaf.
Media serta alat- alat disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210C
selama 15 menit, selanjutnya untuk jarum ose dan pinset dibakar
diatas api langsung.
h. Pembuatan Larutan Uji
i. Pembuatan Standart
Kekeruhan Diambil larutan H2SO4 0,36 N sebanyak 99,5 ml
dicampurkan dengan larutan BaCl2.2H2O 1,175% sebanyak 0,5 ml
dalam erlenmeyer. Kemudian dikocok sampai terbentuk larutan
yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar kekeruhan
suspensi bakteri uji.
j. Pembuatan Suspensi Bakteri
Uji Bakteri dari hasil peremajaan agar miring diambil dengan
kawat ose steril lalu di inokulasi ke dalam tabung yang berisi 10 ml
larutan NaCl 0,9% hingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan
standar kekeruhan larutan Mc. Farland. Perlakuan yang sama
dilakukan pada setiap jenis bakteri uji.
k. Pembuatan Media Pengujian
Media uji dibuat dengan metode difusi agar (difusi Kirby dan baeur
yang dimodifikasi) dengan cara sumuran dengan 2 lapisan media
agar (Nainggolan, 2000) yang pengerjaannya sebagai berikut :
 Lapisan dasar dibuat dengan menuangkan masing-masing
10 ml NA ke dalam 9 cawan petri, kemudian dibiarkan
memadat.
 Setelah memadat, permukaan lapisan dasar ditanam 3
pecandang baja yang diatur jaraknya agar daerah
pengamatan tidak bertumpu pda masing-masing cawan.
 Suspensi bakteri dicampurkan ke dalam media pembenihan
NA.
 Selanjutnya dituangkan 15 ml NA pada tiap cawan petri
yang diletakkan pecandang sebagai lapisan kedua.
 Setelah lapisan kedua memadat, pecandang diangkat secara
aseptik menggunakan pinset dari masing-masing cawan
petri, sehingga terbentuk sumursumur.
l. Uji aktivitas antibakteri secara In-vitro
Uji aktivitas antibakteri secara in-vitro dilakukan dengan cara :
a. Larutan uji sabun cair ekstrak daun salamdengan konsentrasi
yang berbeda () diteteskan pada sumur yang berbeda sebanyak 50
µl menggunakan mikropipet.
b. Larutan Basis sabun digunakan sebagai kontrol negatif
diteteskan pada sumur sebanyak 50 µl menggunakan mikropipet
c. Larutan detol digunakan sebagai kontrol positif diteteskan pada
sumur dan diteteskan sebanyak 50 µl menggunakan mikropipet.
d. Cawan petri diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama
24 jam.
m. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 1x24 jam masa inkubasi. Daerah
bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik
atau bahan antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji
yang dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat (Vandepitte et
al., 2005).
I. Kemasan Serta Etiket (Primer Dan Sekunder)
a) Kemasan

b) Etiket

c) Wadah
J. Lembar Pengamatan (Evaluasi Sediaan)
K. Daftar Pustaka
_____. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
_____. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. 6th . Ed.
Pharmaceutical Press. Chicago. London
Anonim, . 1996. Mutu dan Cara Uji Sabun Mandi. Jakarta , Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai