Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal 1 menjelaskan bahwa
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. Salah satu kewajiban yang diatur dalam undang-
undang yaitu membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien (Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009).
Mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan
efektif sesuai dengan standar profesi yang dilaksanakan secara menyeluruh terhadap
kebutuhn pasien sesuai dengan standar pelayanan minimum (Nursalam, 2016).
Standar pelayanan minimum (SPM) disusun bertujuan agar tersedianya panduan bagi
Rumah Sakit untuk melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pengawasan, dan pertanggungjawaban atas pelayanan yang diberikan (Supriyantoro
et al., 2012). Besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM tertentu
berupa masukan, proses, hasil dan manfaat pelayanan dapat digambarkan dari
indikator SPM yang dijadikan sebagai tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan
kualitatif. Pelayanan jasa merupakan muara dari pelayanan rumah sakit, sehingga
rumah sakit perlu menyusun suatu program untuk memperbaiki proses pelayanan
terhadap pasien supaya kejadian tidak diinginkan dapat dicegah (Vermasari et al.,
2019).
1.2. Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengawasan mutu pangan dan SDM di
Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari mengetahui pengawasan mutu pangan dan SDM yaitu :
a. Memahami pengertian pengawasan mutu
b. Memahami manajemen sumberdaya manusia
c. Memahami manajemen sarana dan peralatan
d. Memahami pengadaan bahan makanan (pemesanan dan pembelian), penerimaan
dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pemasakan bahan
makanan (makanan utama dan snack) serta produksi susu dan makanan cair,
distribusi dan penyajian makanan
1.3. Manfaat
Manfaat yang diharapkan setelah mengetahui pengawasan mutu pangan dan SDM
yaitu (1) mampu mengelola penyelenggaraan makanan massal pada institusi dengan
menerapkan konsep-konsep manajemen; (2) mampu melakukan pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan produksi makanan massal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengawasan Mutu
Mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien dan efektif
sesuai dengan standar profesi yang dilaksanakan secara menyeluruh terhadap
kebutuhn pasien sesuai dengan standar pelayanan minimum (Nursalam, 2016).
Standar pelayanan minimum (SPM) disusun bertujuan agar tersedianya panduan bagi
Rumah Sakit untuk melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pengawasan, dan pertanggungjawaban atas pelayanan yang diberikan (Supriyantoro
et al., 2012).
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan agar
pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, dan kebijakan yang
ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Pengawasan memberikan
dampak positif berupa :
a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, hambatan, dan ketidaktertiban
b. Mencegah terulang kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborsan, hambatan dan ketidaktertiban
c. Mencari cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk mencapai
tujuan dan melaksanakan tugas organisasi
2.1.1. APD
Menurut Kosha atau Ocupational Safet and Hold Administration, Alat Pelindung
Diri atau APD didefisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja
dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan adanya
bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik,
elektrik, mekanik, dan lainnya. Macam-macam alat pelindung diri atau APD
meliputi: celemek, masker, penutup rambut (hair net), alas kaki, dan sarung
tangan. APD yang sangat efektif terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetis
yang dapat menahan air, darah, dan cairan lain untuk menembusnya.
a. Celemek
Celemek wajib digunakan oleh penjamah makanan untuk menghindari
pakaian terhindar dari kotoran, celemek yang digunakan harus bersih dan
tidak boleh digunakan sebagai lap tangan, celemek tidak dianjurkan
digunakan pada saat penjamah makanan meninggalkan ruang produksi,
celemek harus dicuci secara periodik untuk menjaga kebersihan.
b. Masker
Alat pelindung pernapasan yang harus tersedia di instalasi adalah masker.
Masker dipakai untuk manahan cipratan yang keluar dari sewaktu penjamah
makanan bicara, batuk, bersin, dan juga mencegah cipratan darah atau cairan
tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas
kesehatan.

c. Penutup Rambut (Hair Net)


Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya adalah untuk
menegah kotoran dan rambut jatuh ke makanan yang merupakan sumber
kontaminan (Aritonang, 2017). Penutup kepala ini wajib dipakai oleh tenaga
kerja di instalasi gizi pada saat pengolahan supaya dapat mencegah dan
melindungi jatuhnya rambut dan kotoran dari kepala dari dalam makanan
padaa pengolahan makanan berlangsung. Sehingga makanan tidak
terkontaminasi oleh bakteri yang jatuh dengan rambut dan kotoran yang ada
di rambut.
d. Alas kaki
Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau
dari cairan yang jatuh atau menetes ke kaki. Alas kaki yang digunakan di
instalasi gizi disarankan untuk tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya,
terbuat dari bahan karet dan tidak licin.
e. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan jenis alat pelindung tangan untuk melindungi
tangan dan bagian lainnya dari benda tajam atau goresan, selain itu juga
digunakan selain itu juga digunakan pada saat tangan kontak pada makanan
supaya makanan dari bakteri-bakteri yang ada di tangan yang akan
menyebabkan makanan terkontaminasi (Aritonang, 2017). Jeni-jenis alat
pelindung tangan yang ada di instalasi gizi adalah sarung tangan rumah
tangga (gloves). Jenis-jenis sarung tangan yang digunakan yaitu :
1) Sarung tangan yang terbuat dari bahan katun wol untuk melindungi tangan
dari api, panas, dan dingin.
2) Sarung tangan dari plastik yang digunakan untuk mengambil makanan
atau pada saat tangan kontak langsung dengan makanan. Sarung tangan
ini bersifat sekali pakai, sehingga setelah dipakai, sarung tangan ini
langsung dibuang.

2.2. Manajemen Sumber Daya Manusia


Manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah ilmu dan seni yang mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
institusi. Menurut Permenkes No 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
disebutkan bahwa jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi
terdiri atas nutrionis dan dietisien. Tenaga gizi yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan diwajibkan untuk memiliki STR dan ijin praktik di fasilitas pelayanan
kesehatan. Selain tenaga gizi, tenaga seperti pemasak, pramusaji, logistik, pranata
komputer dan tenaga administrasi dipilih sesuai kualifikasi yang diinginkan oleh RS
tersebut, sebagai contoh pemasak dan pramusaji berlatar belakang SMK Boga,
sedangkan logistik memiliki kualifikasi SMA.

2.3. Metode Ketenagaan Kerja


Salah satu metode menganalis beban kerja menggunakan metode US Departemen Of
Health And Human Staff.
a. Berdasarkan jumlah konsumen
( A × B ×C)
Kebutuhan tenaga =
D
Keterangan :
A = Menetapkan jumlah konsumen (600)
B = Rasio tenaga (1 : 25)  ahli gizi
C = jumlah hari pelayanan (365 hari)
D = hari kerja tersedia (5 hari kerja = 260 hari/tahun)
Contoh :
(600 × 0,04 ×365)
Kebutuhan tenaga = = 33,7 ≈ 34
260
b. Berdasarkan Menit Kerja Per Porsi Hidangan
( A × B ×C)
∑ Tenaga yang dibutuhkan =
D×E
Keterangan :
A = jumlah konsumen (600)
B = waktu per porsi 14 menit (0,23)
C = jumlah hari pelayanan (365 hari)
D = hari kerja 1 tahun (260 hari )
E = jam efektif 5 – 6 jam/hari
Contoh :
(600 × 0,23× 365)
∑ Tenaga yang dibutuhkan = = 38,75 ≈ 39
260 ×5

BAB III
HASIL & PEMBAHASAN
3.1. Pengawasan Mutu
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan suatu kegiatan dalam mengawasi
dan mengendalikan mutu untuk menjamin hasil yang diharapkan sesuai dengan
standar. Strategi pengawasan dan pengendalian berupa pemantauan dan pengendalian
melalui prosesproses atau teknik-teknik statistic untuk memelihara mutu produk yang
telah ditetapkan sebelumnya.
a. Pengawasan Mutu Terhadap Sisa Makanan
Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak termakan oleh pasien. Makanan
disajikan berdasarkan kelas perawatan, jenis makan, dan waktu makan. Sisa
makanan dikatakan banyak jika >20% dan dikatakan sedikit jika <20%. Sisa
makanan pasien rawat inap di RSUD Arjawinangun masih tergolong cukup tinggi
sebesar >30%. Penyumbang terbanyak sisa makanan berasal dari ruang pasien
anak, karena disesuaikan dengan plato untuk porsi makan orang dewasa. Selain
itu penyumbang terbanyak kedua adalah pasien dari ruang bedah (Ruang Imam
Bonjol kelas III), disebabkan oleh penurunan nafsu makan pasien pasca bedah
dan diberi diet standar. Evaluasi faktor penyebab tingginya sisa makanan pada
pasien rawat inap dapat dilakukan untuk menurunkan persen sisa makanan dan
efesiensi foodcost.
b. Pengawasan Mutu Terhadap Ketepatan Distribusi
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013), salah satu indikator mutu pelayanan
rumah sakit adalah ketepatan pemberian makanan pasien (100%) karena sangat
berkaitan dengan siklus biologis manusia dan metabolism tubuh. Selain itu
sebagai pendukung dalam terapi farmasi, dimana efektivitas obat dipengaruhi
ketersediaan nutrisi dalam tubuh. Selain itu sebagai pendukung dalam terapi
farmasi, dimana efektivitas obat dipengaruhi ketersediaan ketersediaan nutrisi
dalam tubuh. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit ditetapkan bahwa
indikator standar pelayanan minimal gizi meliputi ketepatan waktu pemberian
makanan kepada pasien (100%) dengan capaian minimal ≥ 90 %. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2017) menyatakan bahwa masih ada
ketidaktepatan waktu distribusi pada makan sore sebesar 10,17% berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan di RSUD Wates. Menurut narasumber
ketepatan distribusi pada RSUD Arjawinangun jarang terjadi ketidaktepatan
dalam pendistribusian ke pasien.
c. Pengawasan Mutu Terhadap Ketepatan Diet
Capaian ketepatan pemberian diet dilihat dari bagaimana diet tersebut tepat
sampai ke pasien sesuai dengan pesanan atau orderan pasien. Terjadinya
ketidaktepatan diet biasanya terjadi karena Human Error. Misalnya salah
pemberian makanan yang seharusnya pasien A diberikan bubur akan tetapi
karena human error jadi pasien A menerimanya makanannya itu nasi.
Ketidaktepatan diet di RSUD Arjawinangun juga terjadi pada diet ETPT, karena
sering terjadinya kekosongan telur sehingga pada diet ETPT itu seharusnya
diberikan selingan telur rebus akan teapi karena tidak tersedianya stok telur jadi
pemberian makanan selingan telur rebus tersebut tidak sampai kepada pasien.
d. Pengawasan Mutu Terhadap Hygine dan Sanitasi
Salah satu sumber penuluran penyakit dan penyebab terjadinya keracunan
makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene.
Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh higiene alat
masak dan alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan di
dalam menularkan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan mengandung
mikroorganisme dapat menularkan penyakit lewat makanan, sehingga proses
pencucian alat makan sangat bearti dalam membuang sisa makanan dari peralatan
yang menyokong pertumbuhan mikroorganisme dan melepaskan mikroorganisme
yang hidup (Cahyaningsih,dkk 2009).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan menjaga makanan yang efektif.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan
(Mubarak, 2009). Higiene dan sanitasi makanan di instalasi gizi RSUD
Arjawinangun sudah baik dalam mengupayakan higiene dan sanitasi makanan,
contohnya dalam proses penerimaan sampai pendistribusian makanan,
penggunaan APD pramusaji dan pramumasak, serta peralatan yang digunakan
steril dan bersih, tersedianya tempat cuci tangan, dan pengolahan makanan jauh
dari tempat sampah.
3.2. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Manajemen sumber daya manusia sangat berkaitan erat
dengan pengelolaan individu-individu yang terlibat dalam organisasi, sehingga
setiap individu ini dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sumber daya manusia rumah sakit pada prinsipnya sudah diatur melalui penentuan
jumlah dan spesifikasi tenaga kesehatan juga fasilitas penunjang pelayanan
kesehatan yang harus ada di dalam sebuah rumah sakit yang terdapat di dalam
akreditasi sebuah rumah sakit.
Perhitungan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan perhitungan US Departemen Of
Health And Human Staff, kebutuhan tenaga kerja di instalasi RSUD Arjawinangun
sebanyak 34 dan 39 orang. Hasil tersebut diperoleh dari 2 metode yang berbeda.
Perhitungan metode tersebut sebagai berikut:
a. Berdasarkan jumlah konsumen
( A × B ×C)
Kebutuhan tenaga =
D
Keterangan :
A = Menetapkan jumlah konsumen (600)
B = Rasio tenaga (1 : 25)  ahli gizi
C = jumlah hari pelayanan (365 hari)
D = hari kerja tersedia (5 hari kerja = 260 hari/tahun)
Contoh :
(600 × 0,04 ×365)
Kebutuhan tenaga = = 33,7 ≈ 34 orang
260
b. Berdasarkan Menit Kerja Per Porsi Hidangan
( A × B ×C)
∑ Tenaga yang dibutuhkan =
D×E
Keterangan :
A = jumlah konsumen (600)
B = waktu per porsi 14 menit (0,23)
C = jumlah hari pelayanan (365 hari)
D = hari kerja 1 tahun (260 hari )
E = jam efektif 5 – 6 jam/hari
Contoh :
(600 × 0,23× 365)
∑ Tenaga yang dibutuhkan = = 38,75 ≈ 39 orang
260 ×5
Di instalasi gizi RSUD Arjawinangun hanya sebanyak 28 orang pegawai yang terdiri
dari 1 (satu) dietisien, 7 (tujuh) nutrisionis, 8 (delapan) pramumasak, dan 12 (dua
belas) pramusaji. Hal ini tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan
perhitungan di atas. Selain itu kualitas sumber daya manusia pun tidak sesuai dengan
kualifikasi yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Selain itu terdapat
ketidaksesuaian tugas tenaga ahli gizi. Tugas dietisien berfokus membuat
perencanaan pola makan dan memberikan rekomendasi nutrisi bagi pasien.
Nutrisionis bertugas memberikan edukasi terkait nutrisi dan jenis makanan, pola
makan yang seimbang dan porsi makan. Hal ini tidak sesuai dengan yang terjadi di
instalasi gizi RSUD Arjawinangun. Di rumah sakit tersebut, nutrisionis juga
bertugas membuat perencanaan pola makan dan memberikan rekomendasi nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai