Anda di halaman 1dari 12

PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

Metodologi BAB
3

3.1. ISTILAH DAN PENGERTIAN

Dalam pedoman ini yang dimaksud:


 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
 Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor.
 Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan
arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang
mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan
translasi.
 Gerakan tanah adalah proses perpindahan masa tanah atau batuan dengan
arah tegak, mendatar, miring dari kedudukan semula, karena pengaruh
gravitasi, arus air dan beban.

Laporan Akhir - Halaman 3 - 1


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

 Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang


meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi;
 Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana;
 Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna;
 Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang;
 Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana;
 Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat;
 Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana;
 Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau
meninggal dunia akibat bencana;
 Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana

Laporan Akhir - Halaman 3 - 2


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana;
 Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana;
 Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana;
 Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum;
 Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa
keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai
akibat dampak buruk bencana;
 Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disingkat
dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Badan Penanggulangan Bencana Daerah, yang selanjutnya disingkat BPBD,
adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di daerah.
 Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.
 Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buat.
 Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
 Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi

Laporan Akhir - Halaman 3 - 3


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa


pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
 Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
 Kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung atau kawasan budi
daya yang meliputi zona-zona berpotensi longsor.
 Kawasan strategis provinsi/kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh penting dalam lingkup
provinsi/kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
 Klasifikasi tipe zona berpotensi longsor adalah pengelompokan tipe-tipe
zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanannya yang
menghasilkan tipe-tipe zona dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan
rendah.
 Preservasi dan konservasi adalah upaya pelestarian yang dilakukan pada
seluruh kondisi struktur lingkungan dan ruang eksisting di kawasan rawan
bencana baik yang bersifat permanen maupun temporal. Pada lingkup
kawasan rawan bencana, preservasi dapat berupa proteksi terhadap kawasan
yang memiliki potensi rawan bencana guna meningkatkan kualitas lingkungan
alami.
 Penguatan kawasan (Infill Development) adalah pembangunan sisipan,
merupakan pembangunan suatu area dengan menyisipkan satu atau lebih
komponen fisik sebagai fungsi-fungsi penunjang tertentu pada suatu
kawasan/lingkungan rawan bencana dengan mempertimbangkan
kontekstualitasnya fungsi dan kualitas lingkungan eksisting, dengan maksud
memperkuat/memperbaiki kulitas lingkungan dan kawasan yang bersangkutan
sehingga aman bagi aktivitas di dalamnya.

Laporan Akhir - Halaman 3 - 4


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

 Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut


sarana dan prasarana penunjang aktivitas tersebut dari satu tempat ke tempat
lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan
dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan
lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Relokasi dilakukan dengan
tetap mempertimbangkan tautan keseharian dan keberlanjutan yang dipindah
dengan segala kondisi fisik dan non fisik serta penduduk di tempat tujuan
kepindahan.

3.2. PENDEKATAN PERENCANAAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Pengenalan Bahaya (hazard)


Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan Negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam
baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan
komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai,
wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana
yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama,
yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan
(collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat
dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang
menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa
yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya
bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi
bencana banjir, dan lain-lain.

1. Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau
kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum

Laporan Akhir - Halaman 3 - 5


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan


laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder
yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan. Sejarah kejadian
gempa bumi yang pernah terjadi di daerah ini dan lokasi-lokasi
patahan/sesar yang ada.
2. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun
tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat
utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk
yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah laut.. Terdapat empat
faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami, yaitu: 1). pusat
gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa bumi memiliki magnitude besar, 3).
kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4). terjadi deformasi vertikal pada
lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai
600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m.
3. Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan material
letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api, dan bencana
sekunder berupa aliran Iahar. Luas daerah rawan bencana gunung api di
seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang
bermukim dikawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5
juta jiwa. Berdasarkan data frekuensi letusan gunung api, diperkirakan tiap
tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan gunung
api.
4. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia.
Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan

Laporan Akhir - Halaman 3 - 6


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam
terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa
faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah
budidaya dan pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana
banjir dan tanah longsor saat Ini disebabkan keadaan badan sungai rusak,
kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah,
pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang
terpadu, dan disiplin masyarakat yang rendah.
5. Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi
serta kelerengan tebing.
Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan
kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan kesiap siagaan
dalam menghadapi jenis bencana ini.
6. Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar.
Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran
lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan
keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah
sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut
memang berkaitan dengan banyak hal. Dari lading berpindah sampai
penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan
lahan dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya
kebakaran hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung

Laporan Akhir - Halaman 3 - 7


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-
kadang terbakar dengan sendirinya.

7. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap
musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan dalam
menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditenggarai akibat rusaknya
ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari
kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga
dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan
kematian.
8. Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Epidemi baik yang mengancam manusia
maupun hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta
terganggunya roda perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal
kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax
serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh
ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
9. Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim
kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik,
meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk

Laporan Akhir - Halaman 3 - 8


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran


permukiman/gedung.
10. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan
desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam
menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat
berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir,
kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian
jiwa dan harta benda.
B. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul
pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan
sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat
atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya,
karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk
melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang
risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan,

Laporan Akhir - Halaman 3 - 9


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga


mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.
Pertumbuhan kota yang ditandai dengan makin berkembangnya
permukiman dimana pada umumnya lokasi perumahan itu terletak pada
lahan yang berkontur tentunya memerlukan banyak pertimbangan dalam
pembangunannya. Berdasarkan kondisi tersebut, peneliti ingin mengkaji
kesesuaian lahan perumahan di provinsi jambi yang berdasarkan
karakteristik fisik dasar. Kajian-kajian yang akan dilakukan adalah terhadap
tata guna lahan, kondisi fisik wilayah, kondisi iklim serta wilayah rawan
bencana. Untuk mendukung kajian tersebut diperlukan studi pustaka
tentang pertumbuhan perkotaan, tata guna lahan, kesesuaian dan
kemampuan lahan, karakteristik fisik dasar alam serta wilayah bencana
alam. Kemudian dari kajian yang telah dilakukan dapat ditentukan
identifikasi yaitu identifikasi tata guna lahan, fisik wilayah, kondisi iklim
serta wilayah rawan bencana alam dan penyediaan infrastruktur.
Selanjutnya dari identifikasi tata guna lahan dapat diketahui kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Dari kawasan budidaya ini, untuk
mengetahui kesesuaian lahan permukiman dilakukan analisis untuk
mengetahui dukungan maupun hambatan terhadap penggunaan lahan
untuk perumahan. Analisis-analisis yang dilakukan adalah terhadap kondisi
fisik dasar yang terdiri dari kemiringan, karakteristik tanah dan batuan dan
vegetasi. Analisis kesesuaian iklim. Analisis penyediaan fisik infrastruktur
jaringan jalan, drainase, air bersih dan listrik. Serta analisa kerentanan

Laporan Akhir - Halaman 3 - 10


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

terhadap bencana banjir, tanah longsor dan gempa bumi. Dan dari analisis-
analisis tersebut setelah dapat ditentukan kesesuaian lahan untuk
perumahan di provinsi jambi berdasarkan karakteristik fisik dasar lahan,
selanjutnya dapat diberikan masukan dan arahan dalam menentukan
kebijakan khususnya bidang perumahan.

3.3. METODOLOGI

Proses penyusunan Pendataan Rumah Rawan Bencana ini diawali dengan


pemahaman mendasar mengenai :
1. Identifikasi dan Analisa kawasan permukiman dan perumahan yang
termasuk dalam kawasan bencana untuk informasi tingkat bencana
tinggi, sedang atau rendah. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi
Bencana yang sangat penting untuk merancang kondisi tersebut.
2. Identifikasi tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan
fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur)
3. Rekomendasi teknik untuk membangun struktur yang aman terhadap
bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur) sesuai
dengan jenis bencana.
4. Penzoningan lokasi yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun
sesuai dengan data karakter bencana.
5. Penyusunan skala prioritas tindakan penanggulangan bencana
berdasarkan tingkat kepentingan; dan
6. Tipologi kawasan permukiman dan perumahan untuk mendapatkan
gambaran struktur atau konstruksi yang tanggap bencana.
7. Desain Prototipe rumah dan lingkungan yang relevan dengan kondisi
alam yang tanggap bencana dengan memperhatikan aspek-aspek terkait
kawasan rawan bencana berdasarkan tipologi yang telah ditentukan
sebelumnya

Laporan Akhir - Halaman 3 - 11


PENDATAAN RUMAH RAWAN BENCANA

3.3.1. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan bersumber baik dari pengukuran (data primer) dan
data instansional (data sekunder) yang dilakukan dengan cara survey
lapangan dan survey instansional.
1. Survey lapangan, meliputi survey fisik dan nonfisik.
Survey fisik, sesuai dengan sasaran studi adalah penyusunan rencana
fisik, menuntut banyak pengamatan lapangan atas objek bangunan dan
tata bangunannya, untuk memahami kondisi dan permasalahan yang
ada. Selain pengamatan, juga dilakukan dokumentasi secara visual
maupun viktorial (foto dan gambar) terhadap objek-objek tersebut. Arah
dari pengumpulan data jenis ini adalah pada sistem operasionalisasi
perencanaan data teknis fisik bangunan.
2. Survey non fisik, meliputi aspek manusia penghuni kawasan dan
disekitarnya yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung
dengan wilayah yang rentan terhadap bahaya bencana alam serta faktor
sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Survey ini juga melihat
sejauhmana kesesuaian terhadap perencanaan kewilayahan yang
mendorong fungsi mitigasi bencana berdasarkan klasifikasi bencana di
Provinsi Jambi.

3.3.2. Tahap Penulisan Laporan


Pada tahapan ini merupakan tahap akhir dari kegiatan yang dilakukan.
Data-data dan hasil studi dituangkan dalam bentuk laporan yang tersaji
secara deskriptif, peta maupun tabel.

Laporan Akhir - Halaman 3 - 12

Anda mungkin juga menyukai