Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TERAPI BERMAIN PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

DENGAN BERMAIN MENYUSUN PUZZLE

DiSusun Oleh :
1. Andika Bagas Dias P C1018005
2. Anisa Nur Maulidiani C1018006
3. Ayundah Indriawati C1018007
4. Bernika Sastya Fianti C1018008

Kelas 3A S1 Ilmu Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) diartikan dengan anak yang memiliki karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang selalu menunjukkan
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik namun mereka tetap harus mendapatkan
pendidikan. ungkapan senada juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pasal 5 ayat (2) bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus. Pada pasal 32 ayat (1) bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak selalu merujuk berupa cacat fisik
saja, namun dapat juga berupa keterlambatan perkembangan, hiperaktivitas atau ADHD,
kurangnya konsentrasi, cara bersosialisasi anak tersebut dalam lingkungannya dan masih
banyak lagi.
Anak ADHD menjadi salah satu dari anak yang memiliki keterbatasan khusus. ADHD
merupakan kependekan dari Attention deficit hyperactivity disorder, (Attenttion = perhatian,
Deficit = berkurang, Hyperacifiy = hiperakif, Disorder = gangguan) atau dalam bahasa
indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperakif. Istilah hiperaktif
dipakai untuk anak dengan kelainan prilaku. Hiperaktif adalah perilaku motorik yang
berlebihan. Anak ADHD mempunyai problem motorik, problem tidak mau diam dan
problem interaksi sosial termasuk didalamnya dalam hal berkomunikasi. Anak dengan
ADHD memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi, dengan orang lain. Karena perilaku
motorik anak hiperaktif berlebihan maka dalam berkomunikasi anak hiperaktif cenderung
tidak bisa tahan lama terutama dengan hal-hal yang membuatnya bosan. Namun anak
hiperaktif perlu banyak diberi kesempatan untuk bicara hal ini berhubungan dengan
keterbatasan komunikasinya. Dengan melatih anak hiperaktif banyak berbicara maka
memungkinkan perilaku motoriknya berkurang dan anak hiperaktif dapat terfokus dengan
interaksi. Memberi pertanyaan, memberinya waktu untuk bercerita di depan kelas, serta
mendengarkan pertanyaannya merupakan teknik mendidik anak yang baik.
B. Tujuan
- Tujuan umum
Setelah mengikuti terapi aktivitas kelompok diharapkan mampu melatih otak
sehingga dapat meningkatkan daya ingat pada anak kebutuhan khusus (autism, tuna
rungu, tuna grahita).
- Tujuan khusus
Setelah mengikuti terapi aktivitas kelompok diharapkan mampu:
a. Melatih daya ingat dengan bermain puzzle,
b. Menciptakan suasana rileks dan menyenangkan,
c. Membina hubungan sosialisasi sesama anak dengan kebutuhan khusus.
BAB II
DESKRIPSI KASUS
A. SASARAN DAN KARAKTERISTIK
Sasaran terapi bermain ini adalah anak usia sekolah di SLBN Kabupaten Tegal. Dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Anak usia sekolah
2. Anak berkebutuhan khusus, seperti Autisme, tuna rungu dan tuna grahita.
3. Laki-laki dan perempuan
B. ANALISA KASUS
SLBN Kabupaten Tegal merupakan sekolah untuk anak-anak dengan berkebutuhan
khusus seperti autisme tuna rungu dan tuna grahita. Jumlah seluruh siswa saat ini yang
bersekolah di sekolah tersebut ada 144 siswa yang terdiri dari 133 siswa SDLB dan 11 siswa
SMPLB. Sebelum pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar dihadiri oleh seluruh siswa
pada setiap harinya. Namun, saat pandemi Covid-19, kegiatan belajar mengajar diubah
menjadi kelas privat yang dihadiri oleh 3-4 siswa setiap kelasnya.
Siswa yang bersekolah di SLB tersebut merupakan anak usia sekolah yang masih dalam
tahap pertumbuhan dan perkembangan. Sehingga diperlukan terapi bermain untuk mengasah
kemampuan mereka.. Terapi bermain yang akan diberikan kali ini adalah bermain menyusun
puzzle.
BAB III
METODELOGI BERMAIN
A. JUDUL PERMAINAN
Bermain menyusun puzzle

B. DESKRIPSI
Puzzle adalah sebuah kegiatan mencocokan atau menyusun bentuk kepingan menjadi
bagian utuh sesuai pada tempat semula. Kegiatan puzzle tersebut mampu tercapai apabila
ada ketangkasan jari, koordinasi mata tangan, konsep kognitif, konsentrasi, gerakan tubuh,
bahasa, berpikir dari segi menyelesaikan tugas, dan melakukan pilihan. Disamping itu
puzzle sangat menarik bagi anak-anak dari beberapa bentuk gambar yang lucu hingga
kepingan-kepingan yang berwarna warni, membuat anak senang dan semakin ingin
mencobanya.
Puzzle merupakan alat bermain yang dapat membantu perkembangan psikososial pada
anak ball (2012), dalam fitriani (2017), puzzle merupakan permainan yang dapat
memfasilitasi permainan asosiatif dimana pada usia pra sekolah anak senang bermain
dengan anak lain sehingga puzzle dapat dijadikan sarana bermain anak sambil bersosialisasi
(Fitriani, Santi, Rahmayanti,2017).

C. TUJUAN
- Meningkatkan ketrampilan kognitif
- Meningkatkan ketrampilan motoric halus
- Meningkatkan ketrampilan social
- Melatih koordinasi mata dan tangan
- Melatih logika

D. KETRAMPILAN YANG DIPERLUKAN


Keterampilan mahasiswa dalam berkomunikasi dengan anak dan keterampilan
mahasiswa dalam bekerjasama menjalankan perannya sebagai leader , observer dan
fasilitator sehingga tujuan terapi bermain tercapai.

E. JENIS PERMAINAN
Bermain menyusun puzzle

F. ALAT YANG DIPERLUKAN


- Puzzle
- Hadiah

G. WAKTU PELAKSANAAN
Tempat : Ruang kelas SLBN Kabupaten Tegal
Hari/Tanggal : Selasa/ 26 Januari 2021
Pukul : 07.00-selesai
H. PROSES BERMAIN
1. Membuka permaina dengan mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
2. Menjelaskan pada anak bahwa akan dilakukan permainan menyusun puzzle
3. Mengevaluasi respon anak

I. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI


Dalam kegiatan bermain kadang tidak dapat dicapai keseimbangan dalam bermain, yaitu
apabila terdapat hal-hal seperti berikut :
a) Tidak ada variasi dari alat permaian
b) Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya
c) tidak mempunyai teman bermain (Soetjiningsih, 2008)

J. ANTISIPASI MEMINIMALKAN HAMBATAN


Pemilihan siswa untuk mengikuti permainan ini mengikuti kriteria anak yang sudah
ditetapkan, yaitu anak berkebutuhan khusus, seperti autisme, tuna rungu, tuna grahita serta
siswa laki-laki dan perempuan. Selain itu kerjasama dengan guru sangat diperlukan dalam
permainan ini, pendampingan guru akan memotivasi anak untuk mengikuti hingga akhir
permainan.

K. PENGORGANISASIAN DAN DENAH BERMAIN

Leader

Observer

Fasilitator

Peserta

Leader :
Bertanggung jawab terhadap terlaksanya terapi aktivitas, yaitu membuka dan menutup
kegiatan ini.
Fasilitator :
Mempersiapkan alat dan tempat permainan serta mendampingi setiap peserta dalam
mengikuti terapi aktivitas.
Observer :
Memfasilitasi pelaksanaan terapi bermain, terapi kreativitas dan mengamati, mencatat
jalannya terapi aktivitas.
Pembagian Kelompok
Leader : Andika Bagas Dias P

Observer : Bernika Sastya Fianti

Fasilitator : 1. Anisa Nur Maulidiani

2. Ayundah Indriawati

L. KRITERIA EVALUASI (Struktur, proses dan hasil)


1) Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang kondusif, sehingga anak dapat berkonsentrasi
terhadap terapi bermain
b. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
c. Leader, fasilitator dan observer berperan sesuai tugasnya.
2) Evaluasi Proses
a. Leader mampu memimpin terapi bermain
b. Fasilitator mampu memotivasi anak selama mengikuti tarapi bermain
c. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan selama terapi bermain
d. Anak mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
3) Evaluasi Hasil
a. Anak mampu mengikuti permainan hingga akhir
b. Kognitif anak berkembang
c. Anak tidak takut lagi dengan perawat dan dokter
BAB IV

PELAKSANAAN BERMAIN

A. TAHAP PERSIAPAN

No Tahap Waktu Respon yang diharapkan

1. Persiapan 10 menit Anak siap mengikuti


kegiatan menyusun puzzle
a. Menyiapkan alat untuk
bermain
b. Anak bersedia dan mau
terlibat langsung dalam
permainan
c. Anak bersedia
mengikuti kegiatan
menyusun puzzle

B. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Proses 20 menit

a. Membuka proses terapi Menjawab salam,


bermain dengan memperkenalkan diri
mengucapkan salam
dan memperkenalkan
diri
b. Menjelaskan pada anak Anak mampu
tentang tujuan dan Memperhatikan penjelasan
manfaat menyusun dari fasilitator
puzzle
c. Fasilitator memberikan
contoh
d. Anak mampu
menyusun puzzle
Bermain bersama dengan
dengan benar
antusias dan
e. Anak dapat active
mengungkapkan
melakukan menyusun
perasaannya
puzzle tersebut dan
dapat mengembangkan
aktivitasnya.
f. Mengevaluasi respon
anak
2. Penutup 10 menit Memperhatikan dan
menjawab salam
a. Mengevaluasi hasil
terapi bermain
b. Menutup terapi
bermain

C. EVALUASI
1) Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang kondusif, sehingga anak dapat berkonsentrasi terhadap
terapi bermain
b. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
c. Leader, fasilitator dan observer berperan sesuai tugasnya.
2) Evaluasi Proses
a. Leader mampu memimpin terapi bermain
b. Fasilitator mampu memotivasi anak selama mengikuti tarapi bermain
c. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan selama terapi bermain
d. Anak mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
3) Evaluasi Hasil
a. Anak mampu mengikuti permainan hingga akhir
b. Kognitif anak berkembang
c. Anak tidak takut lagi dengan perawat dan dokter
D. FAKTOR PENDUKUNG
 Anak
 Mahasiswa
 Guru
 Adanya motivasi yang tinggi dari anak untuk mengikuti terapi bermain
 Tersedianya media yang memadai yaitu puzzle

E. HAMBATAN
Tidak ada hambatan selama pelaksanaan terapi bermain

F. KEBERHASILAN
Dari permainan puzzle yang kita harapkan anak dapat menyusun kotak puzzle dengan
baik dan benar serta selama permainan berjalan dengan lancar

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil terapi bermain yang telah dilakukan di SLBN pada ABK yaitu :

1. Terapi bermain dapat menyalurkan energi fisik, inspirasi serta merangsang motorik
kasar dan halus pada anak
2. Terapi bermain menyusun puzzle sangat sesuai dengan kondisi anak, anak jadi
merasa senang ketika diajak main
3. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan terapi bermain berjalan lancar dan sesuai
dengan preplanning yang telah dibuat

Saran

Untuk kegiatan terapi bermain selanjutnya disarankan untuk melibatkan teman sebaya di sekitar
anak, agar makin tercipta tujuan sosialisasi pada anak

DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanti (2015). Pengaruh Terapi Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Sosial Anak
Retardasi Mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Makassar. Jurnal Keperawatan
April 2015.

Inggrith, K., Amatus, Y.I., Rina, M.K. (2015). Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan Bercerita
Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama Hospitalisasi. eJournal
Keperawatan (e-Kp) vol.3 no.2 Mei 2015.

Hidayat, A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Wahyudin, H.U., & Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini: Panduan
Untuk Guru, Tutor, Fasilitator dan Pengelola Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai