Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MEMPERBAIKI


MISKONSEPSI SISWA TENTANG MATERI IPA KELAS V SD

Wawan Eka Setiawan1) dan Neri Egi Rusmana2)


STKIP Sebelas April Sumedang
Email: Wankurnia1606@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran PBL terhadap
peningkatan pemahaman konsep, dan perbaikan miskonsepsi siswa kelas V SD dalam
pelajaran IPA, serta untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan miskonsepsi
IPA siswa kelas V SD. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan
Sumedang Utara Kabupaten Sumedang sebagai kelas eksperimen dan salah satu Sekolah
Dasar yang ada di Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang sebagai kelas kontrol. Metode
penelitian yang digunakan adalah pre-eksperimental dengan desain penelitian pretest-posttest
control design. Hasil penelitian ini menunjukan: 1) Mengetahui pengaruh model PBL
terhadap pemahaman konsep berdasarkan uji t adalah 0,05 (0,000<0,05) hal ini menunjukan
model PBL memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemahaman konsep. 2)
Mengetahui pengaruh model PBL terhadap miskonsepsi siswa menunjukan hasil uji t
sebagai berikut 0,05 (sig. 0,000<0,05), model pembelajaran PBL memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perbaikan miskonsepsi siswa. 3) Berdasarkan uji withney postes kelas
kontrol dan kelas eksperimen menunjukan (sig. 0,000<0,05), berdasarkan penghitungan gain
kelas kontrol rata-ratanya 0,58 sedangkan nilai rata-rata gain kelas eksperimen sebesar 0,71
dalam kategori tinggi. 4) Peningkatan miskonsepsi siswa kelas eksperimen dilihat hasil
pengujian pretest-postest kelas eksperimen yang menunjukan (sig. 0,000<0,05).
Penghitungan gain kelas eksperimen menunjukan angka 0,71 kategori tinggi, sedangkan
hasil pengujian gain kelas kontrol menunjukan angka 0,44 kategori sedang.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Pemahaman Konsep, Miskonsepsi, dan Gaya

Abstract
This research was conducted to determine the effect of PBL learning models on improving
understanding of concepts, and improvement of misconceptions of grade V elementary school
students in science lessons, and to find out the increase in understanding of the concepts and
misconceptions of V grade elementary school students. The research was conducted in elementary
schools in the District of North Sumedang Sumedang as an experimental class and one of the
elementary schools in Cibugel District, Sumedang Regency as a control class. The research method
used was pre-experimental research design with pretest-posttest control design. The results of this
study indicate: 1) Knowing the effect of PBL models on understanding concepts based on the t test is
0.05 (0,000 <0.05), this shows that PBL models have a significant influence on concept
understanding. 2) Knowing the effect of PBL models on students 'misconceptions shows the results of
t test as follows 0.05 (sig. 0,000 <0.05), PBL learning models have a significant influence on the
improvement of students' misconceptions. 3) Based on the test withney posttest the control class and
the experimental class showed (sig. 0,000 <0.05), based on the calculation of the control class gain an
average of 0.58 while the average value of the experimental class gain of 0.71 in the high category. 4)
An increase in the misconception of the experimental class students was seen from the results of the
pretest-posttest test of the experimental class which showed (sig. 0,000 <0.05), Calculation of
experimental class gain shows the number 0.71 in the high category, while the control class gain test
results show the number 0.44 in the medium category.

Keywords: Problem Based Learning (PBL), Understanding Concepts, Misconceptions, and Force

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |116


PENDAHULUAN dengan kehidupan sehari-hari siswa,
Pembelajaran disekolah seharusnya sehingga pembelajaran tidak pasif tidak
mampu mengembangkan pemahaman hanya guru saja yang berbicara melainkan
konsep siswa terhadap apa yang dipelajari interaksi terjadi seimbang antara siswa dan
dalam proses pembelajaran di kelas. guru. Terutama dalam proses pembelajaran
Sehingga pemahaman siswa terhadap IPA yang dituntut ada aktivitas atau
materi tidak terpotong-potong atau tidak sesuatu yang di kerjakan oleh siswa dalam
terpisah pisah. Proses pembelajaran yang proses pembelajaran.
kurang tepat yang dialaksanakan dikelas Namun pada kenyataan
akan muncul kekurang tepatan dilapangan, pembelajaran IPA ini masih
pemahaman konsep siswa tentang materi bersifat penyampaian materi dari buku
pelajaran yang telah guru sampaikan. paket kepada siswa, selain itu
Apabila hal ini terjadi maka akan terjadi pembelajaran IPA di kelas tidak
miskonsepsi dalam diri siswa dalam mengembangkan keterampilan ilmiah yang
memahami materi-materi yang mereka seharusnya di tanamkan kepada setiap
pelajari. Dengan demikian proses individu siswa. Banyak konsep IPA siswa
pembelajaran di kelas harus mampu yang mengalami miskonsepsi dengan
memberikan kegiatan pembelajaran yang konsep-konsep IPA yang telah ditetapkan
mampu memberikan pengalaman langsung oleh parah ahli sebelumnya. Dalam proses
kepada siswa, dan melakukan proses pembelajaran guru sering menganggap
pembelajaran yang memberikan kegiatan siswa tidak mengetahui apa-apa dan
pembiasaan terhadap siswa. Salah satu dijejali dengan konsep yang bersipat
pembiasaan yang harus ditekankan dalam informasi. Apabila kita melihat daftar nilai
proses pembelajaran yaitu kegiatan siswa terutama pada mata pelajaran IPA
memcahkan masalah baik yang siswa memperoleh nilai yang cukup bagus
berhubungan dengan materi atau masalah tapi ketika disuruh menyelsesikan masalah
yang berhubungan dengan kehidupan yang berkaitan dengan IPA rata-rata siswa
sehari-hari siswa. belum mampu menyelesaikan masalah.
Keterampilan memecahkan masalah Dalam proses pembelajaran peran guru
yang berkaitan dengan materi sekolah sangat mendominasi proses pembelajaran
merupakan kegiatan yang harus dibiasakan siswa tidak diberi kesempatan untuk
dalam diri siswa disekolah, dalam hal ini terlibat dalam aktivitas pembelajaran.
dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu upaya untuk mengatasi
Kegiatan pemecahan masalah juga akan permasalahan di atas yaitu dengan cara
mampu meningkatkan pemahan siswa melaksanakan proses pembelajaran yang
terhadap materi yang dipelajari, sehingga melibatkan siswa secara aktif, dan
akan meminimalisir kesalah pahaman atau memberikan pengalaman secara langsung,
kekurang pahaman siswa terhadap materi serta kegiatan pembelajaran yang mampu
yang dipelajari di kelas. Karena akan melatih siswa dalam menyelesaikan
memunculkan kegiatan pembelajaran yang masalah yang berkaitan dengan konsep
aktif, kegiatan pembelajaran yang IPA, selain itu diperlukan model
memberikan pengalaman secara langsung pembelajaran yang dapat memperbaiki
kepada siswa dalam menyelesaikan miskonsepsi materi IPA dalam
masalah yang berkaitan antara materi pembelajaran dan mampu

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |117


mengembangkan aspek kognitif siswa, “PBL pertama di implementasikan pada
dalam hal ini aspek kognitif yang akan tahun 1950 di Medical School of Case W.
dikembangkan yaitu kognitif aspek University of America” (Rustaman,
pemahaman konsep. Model pembelajaran 2011:99). Secara sederhana model PBL ini
PBL merupakan salah satu model dapat diartikan bahwa proses
pembelajaran yang menekankan inkuiri. pembelajaran yang di dalammya terdapat
Menurut Gallagher (Rustaman, 2011:99) kegiatan menyelesaikan permasalahan.
“PBL adalah situasi di mana peserta didik Sedangkan menurut Gallager (Rustaman,
dihadapkan pada situasi masalah, 2011:99) “PBL adalah situasi dimana
informasi yang tidak lengkap, dan peserta didik dihadapkan pada situasi
pertanyaan yang belum ada jawabannya”. masalah, informasi yang tidak lengkap,
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dan pertanyaan yang belum ada
dikatakan bahwa dalam proses jawabannya”.
pembelajaran yang dilaksanakan model PBL mempunyai latar belakang dari
pembelajaran PBL memberikan pemikiran Dewey bahwa “learning by doing
permasalahan terbuka kepada siswa untuk and experiencing”. Berdasarkan pandangan
dicarikan pemecahan masalah melalui tersebut dapat diartikan secara sederhana
aktivitas pembelajaran yang melibatkan bahwa tempat belajar atau sekolah harus
siswa secara aktif. menjadi laboratorium pemecahan masalah
Agar penelitian ini lebih terfokus bagi kehidupan sehari-hari siswa. Secara
kepada masalah-masalah yang ingin mendasar terdapat ciri utama dalam model
dipecahkan, maka disusun pertanyaan pembelajaran PBL ini yaitu; 1) PBL
penelitian sebagai berikut: merupakan rangkaian aktivitas dalam
1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran, artinya dalam
pembelajaran PBL terhadap implementasinya ada tahapan-tahapan
peningkatan pemahaman konsep IPA proses pembelajaran yang harus
siswa kelas V SD? dilaksanakan tahap demitahap. 2) proses
2. Bagaimana pengaruh model pembelajaran diarahkan untuk
pembelajaran PBL dalam mencegah menyelesaikan masalah yang berkaitan
miskonsepsi konsep IPA siswa kelas V dengan materi atau berkaitan dengan
SD? kehidupan sehari-hari siswa. 3) dalam
3. Bagaimana peningkatan pemahaman proses pemecahan masalah harus
konsep IPA siswa Kelas V SD dengan menggunakan pendekatan berpikir ilmiah.
menggunakan model pembelajaran
PBL? Tahapan Model Problem Based Learning
4. Bagaimana perbaikan miskonsepsi IPA Dalam setiap model pembelajaran
kelas V SD dengan menggunakan mempunyai tahapan-tahapan yang tidak
model pembelajaran PBL? boleh ditinggalkan dalam
implementasinya. Secara umum modle
Model Pembelajaran Problem Based pembelajaran ini mempunyai tahapan yang
Learning (PBL) sangat penting yaitu menghadirkan
Problem Based Learning (PBL) masalah dalam proses pembelajarannya,
merupakan pembelajaran yang siswa memberikan jawawaban sementara,
menekankan pada pembelajaran inkuiri. mencari penyelesaian masalah berdasarkan

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |118


percobaan, pengamatan, dan lain-lain, dan perbuatan untuk mengerti secara
mengkomunikasikan hasil percobaan baik mendalam arti dari suatu objek yang
secara lisan maupun secara tertulis. Namun dipelajari.
dalam penelitian ini peneliti menggunakan Pemahaman konsep pada dasarnya
tahapan model pembelajaran PBL yang bersumber dari Taksonomi yang
dikembangkan oleh Jhon Dewey (Sanjaya, dikemukakan oleh Bloom, dalam penelitian
2009:217) dimana tahap-tahapnya sebagai ini menggunakan taksonomi Bloom yang
berikut: telah direvisi oleh Anderson dan
1) Merumuskan masalah, yaitu langkah Krathwohl (2001). Dalam taksonomi yang
siswa menentukan masalah yang akan telah direvisi terdapat empat jenis dimensi
di pecahkan, atau guru yang pengetahuan yang dikembangkan
merumuskan masalah yang diantaranya yaitu pengetahuan faktual
disesuaikan dengan perkembangan yang meliputi elemen-elemen dasar yang
usia anak. digunakan oleh para pakar dalam
2) Menganalisa masalah, yaitu langkah menjelaskan, memahamai secara sistematis
siswa menganalisis masalah disajikan menata disiplin ilmu mereka. Kedua
oleh guru dari sudut pengalamann dan adalah kemampuan konseptual yang
pengetahuan yang mereka miliki. mencakup pengetahuan tentang kategori,
3) Merumuskan hipotesis, yaitu kegiatan klasifikasi dan hubungan antara dua atau
merumuskan beberapa kemungkinan lebih kategori yang lebih kompleks dan
dari penyelesaian masalah yang siswa tertata. Pengetahuan yang ketiga adalah
hadapi pengetahuan prosedural, pengetahuan
4) Mengumpulkan data, yaitu yaitu prosedural adalah pengetahuan tentang
langkah siswa mencari informasi atau cara melakukan sesuatu. Menurut
mencari data yang diperlukan untuk Alexander et al (Anderson dan Krathwohl,
memecahkan masalah 2001 :77) “pengetahuan prosedural
5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah meliputi pengetahuan tentang kriteria yang
siswa mengambil atau merumuskan digunakan untuk menentukan kapan harus
kesimpulan sesuai dengan penerimaan menggunakan berbagai prosedur”.
atau penolakan hipotesis Pengetahuan yang keempat adalah
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan pengetahuan metakognitif, pengetahuan
masalah, yaitu langkah siswa metakognitif adalah pengetahuan tentang
menggambarkan rekomendasi yang kognisi secara umum dan kesadaran akan,
dapat dilakukan sesuai hasil pengujian serta pengetahuan tentang, dan kognisi diri
hipotesis dan menyimpulkan kegiatan sendiri. penyusunan taksonomi ini untuk
siswa yang telah mereka laksanakan. menunjukkan penjenjangan, dari proses
kognitif yang sederhana ke proses kognitif
Pemahaman konsep yang lebih kompleks. Namun demikian
Pemahaman berasal dari kata penjenjangan pada taksonomi yang baru
paham yang memiliki arti benar-benar lebihfleksibel sifatnya. Artinya, untuk
mengerti. Pemahaman merupakan dapat melakukan proses kognitif yang
kemampuan untuk menangkap arti dari lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan
apa yang dipelajari. Dengan demikian penguasaan proses kognitif yang lebih
pemahaman merupakan suatu proses atau rendah.

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |119


Dalam penelitian ini dimensi proses Proses kognitif mengklasifikasi terjadi
kognitif yang menjadi fokus pembahasan ketika siswa mengetahui bahwa
yaitu dimensi pengetahuan memahami sesuatu termasuk kedalam kategori
menurut (Anderson dan Krathwohl, tertentu. Mengklasifikasi melibatkan
2001:100) memahami adalah “kegiatan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-
mengkonstruksi makna dari materi pola yang sesuai dengan contoh dan
pembelajaran, termasuk apa yang konsep atau prinsip tersebut. Istilah
diucapkan, ditulis, dan digambarkan oleh lain untuk mengklasifikasikan adalah
guru”. Keterampilan memahami ini mengkategorisasikan (categorising).
dilandasi oleh pengetahuan konseptual. d. Merangkum
Proses kognitif merangkum
Jenis-Jenis Proses Kognitif dalam
merupukan kegiatan membuat suatu
Kategori Mamahami
pernyataan yang mewakili seluruh
Proses-proses kognitif dalam
informasi atau membuat suatu abstrak
kategori memahami meliputi menafsirkan,
dari sebuah tulisan. Merangkum
mencontohkan, mengklasifikasikan,
menuntut siswa untuk memilih inti
merangkum, menyimpulkan,
dari suatu informasi dan
membandingkan dan menjelaskan, dengan
meringkasnya. Istilah lain untuk
penjelasan sebagai berikut:
meringkas adalah membuat
a. Menafsirkan generalisasi (generalising) dan
Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengabstraksi (abstracting).
mengubah informasi dari satu bentuk e. Menarik inferensi atau menyimpulkan
ke bentuk lain. Menafsirkan berupa Proses kognitif menarik inferensi
pengubahan kata-kata jadi kata-kata merupakan kegiatan menemukan
lain misalnya memparafrasakan suatu pola dari sederetan contoh atau
gambar, not balok jadi suara musik, fakta. Untuk dapat melakukan
dan semacamnya. Istilah lain untuk inferensi siswa harus terlebih dapat
menafsirkan adalah mengklarifikasi menarik abstraksi suatu
(clarifying), memparafrase konsep/prinsip berdasarkan sejumlah
(paraphrasing), menerjemahkan contoh yang ada. Istilah lain untuk
(translating), dan menyajikan kembali menarik inferensi adalah
(representing). mengekstrapolasi (extrapolating),
b. Mencontohkan menginterpolasi (interpolating),
Proses kognitif mencontohkan terjadi memprediksi (predicting), dan menarik
ketika siswa memberikan contoh kesimpulan (concluding).
tentang suatu konsep atau prinsip f. Membandingkan
umum. Mencontohkan melibatkan Proses kognitif membandingkan
proses identifikasi ciri-ciri pokok dari melibatkan proses mendeteksi
konsep atau prinsip umum. Istilah lain persamaan dan perbedaan antara dua
untuk memberikan contoh adalah atau lebih objek, peristiwa, ide,
memberikan ilustrasi (illustrating) dan masalah atau situasi. Membandingkan
mencontohkan (instantiating). ini meliputi pencarian korespondensi
c. Mengklasifikasikan satu-satu antara elemen-elemen dan
pola-pola pada suatu objek, peristiwa

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |120


atau ide dan elemen-elemen dan pola- Dimana konsep yang dipahami oleh
pola pada suat objek, peristiwa dan ide siswa biasanya hanya berdasarkan
lain. Istilah lain untuk pengalaman dan pengetahuan yang
membandingkan adalah diperoleh siswa di lingkungan tempat
mengkontraskan (contrasting), hidup siswa atau konsep yang diperoleh
mencocokkan (matching), dan dari proses pembelajaran yang terpotong-
memetakan (mapping) potong tidak secara utuh dipahami oleh
g. Menjelaskan siswa. Penyebab dari miskonsepsi ini
Proses kognitif menjelaskan biasanya terjadi ketika proses pembelajaran
berlangsung ketika siswa dapat yang dilaksanakan di kelas tidak sesuai
membuat dan menggunakan model dengan proses pembelajaran yang ilmiah
sebab-akibat dalam sebuah sistem. atau interaksi pembelajaran siswa hanya
Kegiatan menjelaskan ini dapat satu arah saja yaitu dari guru ke siswa saja.
diturunkan dari teori atau berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Bell
pada hasil penelitian atau pengalaman. (Widodo, 2008:34) “mengenai konsep anak-
Istilah lain untuk menjelaskan adalah anak tentang hewan, terungkap bahwa
mengkonstruksi model (constructing a sebagian besar anak belum bisa
model). mengklasifikasikan apa itu hewan dengan
benar”. Secara garis besar Bell (Widodo
Miskonsepsi 2008:34)
Miskonsepsi IPA merupakan
konsep siswa yang menyimpang hal ini METODE PENELITIAN
diakibatkan oleh pengetahuan siswa Metode penelitian yang digunakan
tentang IPA diperoleh melalui pengalaman dalam penelitian ini ialah metode
dalam kehidupan sehari-hari siswa. Jangan trueeksperimental design.Metode penelitian
pernah menganggap siswa tidak trueeksperimental design digunakan untuk
mempunyai pengetahuan sedikitpun mengetahuipengaruh penggunaan model
tentang IPA, diibaratkan jangan pembelajaran Problem Based Learning
menganggap siswa sebagai botol kosong (PBL)terhadap pemahaman konsep dan
yang siap diisi dengan pengetahuan oleh miskonsepsi IPA siswa. Metode ini
guru di sekolah tapi siswa mempunyai dipandangcocok untuk penelitian
pengetahuan yang mereka peroleh dari pendidikan, mengingat banyak faktor yang
pengalaman. Kohle dan Norland (Berg, diprediksiberpengaruh terhadap hasil
1991) memberikan definisi tentang penelitian yang tidak dapat atau sulit
“miskonsepsi sebagai pertentangan atau untuk dikontrol, serta untuk
ketidakcocokan konsep yang dipahami membandingkan pemahaman konsep dan
seseorang dengan konsep yang dipakai miskonsepsi IPA siswa antara kelas yang
oleh ilmuwan yang bersangkutan”. Dengan diberi perlakuan dengan model PBL dan
demikian dapat di pahamai bahwa siswa yang belajar IPA seperti biasa atau
miskonsepsi merupakan perbedaan konvensional.
pemahaman konsep IPA siswa tentang Desain penelitian yang digunakan
materi dengan konsep-konsep yang dalam penelitian ini yaitu pretest-posttest
sesungguhnya yang telah dikemukan oleh control design untuk membandingkan
para ahli IPA. antara pretest-posttest pemahaman konsep

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |121


IPA siswa kelas eksperimen dan pretest- siswa kelas eksperimen dan pretest-posttest
posttest pemahaman konsep IPA siswa kelas kontrol siswa. Desain penelitian yang
kelas kontrol, serta untuk membandingkan digunakan ditunjukan pada gambar 1.1.
pretest-posttest perubahan miskonsepsi

Tabel Pretest-posttestcontrol design


Kelompok Pretest Treatmen Posttest
R O1 X O2
R O3 O4

R = kelas atau kelompok yang dipilih Kabupaten Sumedang, dan SDN Kurnia
X = penerapan model pembelajaran PBL Desa Cipasan Kecamatan Cibugel
O1 = pretest kelas eksperimen Kabupaten Sumedang
O2 = posttest kelas eksperimen
O3 = pretest kelas kontrol HASIL DAN PEMBAHASAN
O4 = posttest kelas kontrol Untuk mengetahui seberapa besar
Lokasi penelitian ini dilaksanakan pengaruh dari penggunaan model
di dua Sekolah Dasar Negeri yaitu SDN pembelajaran PBL terhadap peningkatan
Gunung Sari Jalan Sindang Taman Desa pemahaman konsep siswa maka peneliti
Jatimulya Kecamatan Sumedang Utara melakukan uji statistik dengan uji t.

Tabel 1.1 Uji Pengaruh Model Pembelajaran PBL Menggunakan Uji T


Terhadap Pemahaman Konsep
Kelompok Kelas t-tabel t-hitung Sig.
Pretest Eksperimen 1,71088 -1,498 0,141
Pretest Kontrol 1,72472
Postest Eksperimen 1,71088 -6,287 0,000
Postest Kontrol 1,72472

Berdasarkan uji t di atas menunjukan dari t-hitung berarti data tersebut tidak
bahwa data pretes kelas kontrol dengan signifikan, data hasil signifikansinya
pretest kelas eksperimen mempunyai data terlihat sig. lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05)
yang tidak jauh berbeda dikarenakan nilai hal ini menunjukan model PBL
signifikansi lebih besar dari 0,05 memberikan pengaruh yang signifikan
(0,141>0,05) atau tidak ada perbedaan dari terhadap pemahaman konsep. Sedangkan
kedua data tersebut.Selanjutnya pengaruh model pembelajaran PBL
membandingkan antara postest kelas terhadap miskonsepsi siswa ditunjukan
kontrol dan kelas eksperimen diperoleh pada tabel berikut.
data hasil uji t adalah t-tabel lebih besar

Tabel 1.2 Uji Pengaruh Model Pembelajaran PBL terehadap Miskonsepsi Siswa
Menggunakan Uji t
Kelompok Kelas t-tabel t-hitung Sig.
Pretest Eksperimen 1,71088 -0,160 0,873
Pretest Kontrol 1,72472

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |122


Postest Eksperimen 1,71088 -9,477 0,000
Postest Kontrol 1,72472

Hasilpreetes kelompok kontrol dan pengaruh yang signifikan terhadap


preetest kelompok eksperimen tidak perbaikan miskonsepsi siswa.
memiliki perbedaan yang signifikan hal ini
ditunjukan dengan perolehan nilai (sig. Peningkatan pemahaman konsep dan
0,873>0,05. Sedangkan hasil pengujian miskonsepsi siswa
statistik uji t postest kontrol dan postest Untuk mengetahui peningkatan
eksperimen menunjukan hasil signifikansi pemahaman konsep kelas kontrol dan kelas
lebih kecil dari 0,05 (sig. 0,000<0,05). eksperimen maka peneliti melakukan uji
Berdasarkan uji tersebut dapat signifikansi rata-rata dengan menggunakan
disimpulkan bahwa perolehan postest uji wilcoxon dan uji man withney serta
kelas kontrol lebih kecil darpenerapan penghitungan gain ternormalisasi. Hasil uji
model pembelajaran PBL memberikan dan penghitungan tersebut ditunjukan
pada tabel berikut.

Tabel 1.3 Data Signifikansi Uji Rata-Rata Menggunakan


Uji Wilcoxon dan Uji Man Withney
Uji perbedaan rata-rata Withney U Sig. Wilcoxon Sig. <g>
Pretest-pretest (kontrol- 241,50 0,177
eksperimen)
Postest-postest (kontrol- 60,50 0,000
eksperimen)
Pretest-postest (kontrol) 276,00 0,000 0,58
Pretest-postest 378,00 0,000 0,71
(eksperimen)

Berdasarkan hasil analisis data tersebut ditunjukan juga dengan hasil


menggunakan uji rata-rata menggunakan penghitungan gain kedua kelompok
uji wilcoxon dan uji man withney tersebut diman pretest-postest kelompok
menunjukan bahwa pemahaman konsep kontrol mempunyai nilai rata-rata gain
siswa sebelum diberikan perlakuan sebesar 0,58 sedangkan nilai rata-rata gain
menunjukan hasil yang tidak berbeda hal kelas eksperimen sebesar 0,71. Berdasarkan
ini ditunjukan oleh hasil uji beda rata-rata kriteria peningkatan gain peningkatan
yang menunjukan tidak adanya perbedaan kelas kontrol termasuk dalam kategori
rata-rata secara signifikan (sig. 0,177 > sedang, sedangkan peningkatan kelas
0,05). Sedangkan apabila melihat uji eksperimen sebesar 0,71 termasuk dalam
withney postes kelas kontrol dan postes kategori tinggi. Sedangkan untuk melihat
kelas eksperimen menunjukan perbedaan peningkatan perbaikan miskonsepsi siswa
yang signifikan (sig. 0,000<0,05). Hal dapat dilihat pada tabel 1.4.

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |123


Tabel 1.4 Data Signifikansi Uji Rata-Rata Menggunakan
Uji Wilcoxon dan Uji Man Withney
Uji perbedaan rata-rata Withney U Sig. Wilcoxon Sig.
Pretest-pretest (kontrol-eksperimen) 290,5 0,693
Postest-postest (kontrol-eksperimen) 14,00 0,000
Pretest-postest (kontrol) -5,796 0,000
Pretest-postest (eksperimen) -6,326 0,000

Berdasarkan uji statistik yang telah (PBL) dalam pembelajaran IPA pada materi
dilakukan terlihat bahwa kondisi awal gaya pada siswa SD, maka diperoleh
kedua kelompok sebelum diberi perlakuan, kesimpulan sebagai berikut:
tidak mengalami perbedaan rata-rata 1) Penerapan model pembelajaran PBL
secara signifikan (sig. 0.693 >0.05). dapat mempengaruhi peningkatan
Sedangkan jika melihat postest kelas pemahaman konsep siswa tentang
eksperimen dan postest kelas kontrol materi secara signifikan, hal ini
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan ditunjukan dengan uji t yang telah
yang signifikan antara kedua kelompok dilakukan dimana menunujakan
tersebut dengan ditunjukan hasil pengujian bahwa signifikansi 0,00 lebih kecil dari
(sig 0.00 <0.05), hal ini menunjukan bahwa 0,05 atau (sig. 0,00<0,05)
ada perbedaan peningkatan yang 2) Penerapan model pembelajaran PBL
signifikan antara postest kelas eksperimen mempengaruhi terhadap perbaikan
dan postest kelas kontrol. Untuk miskonsepsi siswa, hal ini dapat dilihat
mengetahui peningkatan miskonsepsi dari dari rata-rata perolehan postest
siswa kelas eksperimen, maka dilihat dari kelas kontrol 63,86 sedangkan rata-rata
pengujian pretest-postest kelas eksperimen postes 81,37 apabila meliahat dari
yang menunjukan (sig. 0,000<0,05), begitu perbedaan rata-rata saja sudah dapt
pula dengan kelas kontrol yang mengalami diketahui pengaruh model
peningkatan dari pretest ke postest dengan pembelajaran PBL tersebut,
menunjukan angka (sig. 0,000<0,05). berdasarkan uji statistik menggunakan
Penghitungan uji gain akan lebih mudah uji t maka diperoleh perbandingan
memahami mana yang lebih besar signifikansi 0,00 < 0,05.
peningkatan miskonsepsi siswa antara 3) Penerapan model pembelajaran PBL
kelas kontrol dan kelas eksperimen. dapat meningkatkan pemahaman
Berdasarkan penghitungan gain kelas konsep siswa, berdasarkan dilihat dari
eksperimen menunjukan angka 0,71 uji wilcoxon dan uji man withney
dimana menurut kategori gain peningkatan menunjukan bahwa pemahaman
ini dalam kategori tinggi, sedangkan hasil konsep siswa sebelum diberikan
pengujian gain kelas kontrol menunjukan perlakuan menunjukan hasil yang
angka 0,44 dimana menurut kategori gain tidak berbeda hal ini ditunjukan oleh
menunjukan peningkatan yang sedang. hasil uji statistik (sig. 0,177 > 0,05).
Sedangkan apabila melihat uji withney
SIMPULAN postes kelas kontrol dan postes kelas
Berdasarkan hasil penelitian dan eksperimen menunjukan perbedaan
analisis data tentang penerapan model yang signifikan (sig. 0,000<0,05).
pembelajaran Problem Based Learning

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |124


4) Penerapan model PBL dapat menunjukan (sig. 0,000<0,05), begitu
memperbaiki miskonsepsi siswa pula dengan kelas kontrol yang
Untuk mengetahui peningkatan mengalami peningkatan dari pretest ke
miskonsepsi siswa kelas eksperimen, postest dengan menunjukan angka
maka dilihat dari pengujian pretest- (sig. 0,000<0,05).
postest kelas eksperimen yang

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |125


DAFTAR PUSTAKA

Becker,L, A.(2000). Efect Size(ES).http://web.uccs.edu/lbecker/Psy590/es.htm

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains
SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Hake,R.1999.AnalyzingChargeGainScores.Tersediadi http://lists.asu.edu/cgi-
bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&p=R6855

Rustaman, N. (2011). Membangun Literasi SainsPeserta Didik. Bandung:Humaniora.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung:


Kencana Prenada Media Group.

Samatowa,U.(2006).BagaimanaMembelajarkanIPAdiSekolahDasar.Depdiknas: Dirjen PT.


Direktorat Ketenagaan.

Siedel, A. Dkk.(2013). Effect size calculations for the clinician: Methods and
Comparability.London: Routledge.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Widodo, A. (2008). Panduan Pengetahuan Alam SD/MI. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Widodo,A.(2006)RevisiTaksonomiBloomdanPengembanganButirSoal.Buletin Puspendik. 3(2), 18-


29.

Jurnal Tunas Bangsa Vol. 7, No.1, Februari 2020 |126

Anda mungkin juga menyukai