Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL MTD.

PENELITIAN KUANTITATIF

TENTANG

STRATEGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN EVALUASI KINERJA

PROFESI GURU DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI


PROFESIONALITAS GURU

DI MTS AL-IKHLAS SIDODADI RAMUNIA

Dosen Pengampu: Dr. Salim, M.Pd

Disusun Oleh:

Ela Junita Duwiska

NIM: 0307192072

MPI-1/SMT.V

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A: 2020/2021
KATA PENGANTAR

ُ‫علَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه‬


َ ‫سالَ ُم‬
َّ ‫ال‬

Puji syukur atas kehadiratan Allah Swt. atas karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok berupa makalah, dengan semampu dan sebisa kami.
Tugas ini kami susun untuk menambah ilmu serta menumbuhkan rasa tanggung jawab
dalam diri kami dan sekaligus mengisi salah satu tugas yang harus kami penuhi sebagai
seorang peserta didik.

Sholawat dan salam semoga tercurah kepada penyelamat umat manusia, yaitu
Baginda Nabi Muhammad Saw, sebagai insan utama pilihan Allah yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat adanya


kekurangan dan kesalahan, hal itu disebabkan karena keterbatasan kami, baik dalam
pemahamannya, maupun dalam referensi yang dijadikan rujukan dan sumber
penyusunan makalah. Maka dari itu, diharapkan kepada semua pihak agar memberikan
saran dan kritik yang konstruktif terhadap makalah ini, untuk perbaikan makalah di
masa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan penyusunan
makalah ini mendapat ridha Allah SWT,

Aaamiin yaa robbal alaamiin

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Medan, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..............................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Fokus Observasi ................................................................................. 3
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
D. Tujuan Masalah .................................................................................. 3
E. Manfaat Observasi .............................................................................. 3

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengambilan Keputusan ..................................................................... 5


2.1.1 Definisi Pengambilan Keputusan ........................................... 5
2.1.2 Pentingnya Pengambilan Keputusan .................................... 10
2.1.3 Karakteristik Dasar Pengambilan Keputusan ....................... 16
2.1.4 Pendekatan Dalam Pengambilan Keputusan ........................ 21
2.1.5 Hambatan Terhadap Keputusan Organisasi Yang Efektif .... 22
2.1.6 Tantangan Dalam Pengambilan Keputusan .......................... 25
2.2 Evaluasi Kinerja ............................................................................... 28
2.3 Profesi Guru...................................................................................... 33
2.4 Definisi Kompetensi ........................................................................ 36
2.5 Kerangka Teori ................................................................................. 39
2.6 Kerangka Konsep ............................................................................. 39
2.7 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 40

BAB III METODOLOGI DAN HASIL PENELITIAN

3.1 Desain Observasi .............................................................................. 41


3.2 Latar Observasi ................................................................................. 42
3.3 Informan Observasi .......................................................................... 42
3.4 Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data .......................................... 43

ii
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 44
3.6 Teknik Penjamin Keabsahan Data .................................................... 44

DAFTAR PUSTAKAB ............................................................................... 45

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang sering dialami dalam
kehidupan manusia. Pengambilan keputusan menjadi konsekuensi yang logis dalam
kehidupan manusia sebab yang selalu berubah dan mengalami peningkatan.
Pengambilan keputusan dapat dianggao sebagai suatu hasil ataupun keluaran dari proses
kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur atas tindakan di antara beberapa
alternated yang bersedia.
Pengambilan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi
maupun manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukannya banyak
kegiatan untuk mengambil sebuah keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut.
dimana keputusan-keputusan yang dibuat dalam perencanaan tersebut ditujukan kepada
peilihan alternative program dan prioritas dari perencanaan tersebut1. Dalam pembuatan
keputusan tersebut mecakup dari kegiatan identifikasi masalah, perumusan masalah, dan
pemilihan alternative keputusan berdasarkan perhitungan dan berbagai dmpak tang
mungkin timbul didalamnya.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi dari suatu masalah. dimana
keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan marupakan suatu tingkat dalam
keputusan yang lebih banyak dibutuhkan informasi dan dimana dalam informasi
tersebut dikumpulkan serta dianalisis dan dievaluasi untuk dipertimbangkan agar
menghasilkan sebuah keputusan. 2

Dimana dalam hal ini, pendidikan di Indonesia diselenggarakan sebagai satu


satuan yang sistemik dengan sistem yang terbuka serta melibatakan seluruh potensi
yang ada. Pendidikan yang maju tidak lepas dari peran guru sebagai pemegang kunci
keberhasilan. Guru sebagai salah satu sub komponen yang merupakan bagian dari
sistem yang akan menentukan keberhasilan pendidikan. Hal ini berarti sukses tidaknya

1
Usman, H, Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) h. 29
2
Muhammad Rifa’I, Dasar-Dasar Manajemen. (Medan: CV. Widya Puspita,
2019) h. 135

1
pendidikan terletak pada mutu pengajaran, dan mutu pengajaran tergantung pada mutu
guru.3

Tenaga kependidikan adalah satu komponen dalam kegiatan pembelajaran,


memiliki kompetensi sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi
utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi
pembelajaran.

Guru profesional selalu melekatkan dirinya pada sikap dedikatif yang tinggi
terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, selalu
berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai
dengan tuntutan zaman yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas
mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di
masa depan.

Pendidik diharapkan mampu menjadi contoh dan diikuti oleh orang lain,
terutama oleh muridnya. Dalam bahasa Jawa seorang guru itu “digugu dan ditiru” yakni
digugu pembicaraannya dan ditiru perbuatannya, sebab seorang pendidik adalah pada
dasarnya pembawah contoh perubahan kepada peserta didik.

Di samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan pembelajaran juga sangat


menentukan tujuan pendidikan. Tujuan tersebut berujung pada tujuan akhir yaitu
terwujudnya output yang memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual yang
berimbang.4

Dimana keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di lingkungan


pendidikan akan sangat ditentukan oleh kompetensi pendidik dan ketersediaan tenaga
kependidikan. Bahwa inti dari kegiatan pendidikan adalah proses interaksi
pembelajaran. Proses interaksi pembejaran adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Guru dan peserta didik adalah dua unsur yang terlibat dalam proses itu.

3
Dedi Supriadi, 1999, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Cet. I; Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, h. 97
4
Sardiman A.M., 2001, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, Cet. I; Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada, h. 161.

2
Peran guru diperlukan untuk menciptakan interaksi pembelajaran yang kondusif, maka
sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan.5

B. Fokus Observasi

Observasi yang baik adalah observasi yang mengarah pada persoalan


utamanya. Sebagaimana juga obsevasi ini agar lebih terarah dan tersistem dengan baik,
maka penulis akan memfokuskan observasi ini pada strategi pengambilan keputusan
evaluasi kinerja profesi guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalitas guru di
MTS Al-Ikhlas Sidodadi Ramunia.

C. Rumusan Masalah

Dilihat dari latar belakang masalah dan fokus observasi di atas, maka rumusan
masalah pada observasi ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana strategi pengambilan
keputusan evaluasi kinerja profesi guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalitas
guru di MTS Al-Ikhlas Sidodadi Ramunia?.

D. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang diatas, maka yang menjadi tujuan observasi
ini adalah: Untuk mendeskripsikan tentang strategi pengambilan keputusan evaluasi
kinerja profesi guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalitas guru di Mts Al-
Ikhlas Sidodadi Ramunia.

E. Manfaat Observasi

Berdasarkan tujuan observasi, signifikasi observasi ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis
Hasil observasi ini dapat memberikan nilai-nilai keilmuan khususnya
untuk pembelajaran manajemen mutu pendidikan.
b. Secara Praktis

5
Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Pemberdayaan Guru, Tenaga
Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah) dalam Syaiful Sagala Cet.
II; Bandung: Alfabeta, h. 32

3
Bagi masyarakat khususnya mahasiswa dan tenaga pendidik diharapkan
hasil observasi ini dapat memberikan manfaat serta pengetahuan tentang
pentingnya manajemen mutu pendidikan dalam lembaga pendidikan.

Selain itu, manfaat dari observasi ini adalah untuk mengetahui strategi
pengambilan keputusan evaluasi kinerja profesi guru di MTS Al-Ikhlas Sidodadi
Ramunia.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengambilan Keputusan

2.1.1 Definisi Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian


dan menjatuhkan sebuah pilihan.Keputusan ini diambil setelah melalui
beberapaperhitungan dan pertimbangan-pertimbangan daribeberapa alternatif. Sebelum
pilihan dijatuhkan ataupilihan diputuskan, ada beberapa tahap yang mungkinakan dilalui
oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebuttersebut bisa saja meliputi identifikasi
masalah utama,menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai padapengambilan
keputusan yang terbaik.Secara umum, pengertian pengambilan
keputusantelah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah:6

1) G.R Terry : Mengemukakan bahwa pengambilankeputusan sebagai


pemilihan yang didasarkan padakriteria tertentu atas lebih alternatif yang
mungkin.
2) Claude. S. George, Jr : mengatakan proses pengambilankeputusan
dikerjakan oleh kebanyakan manajerberupa suatu kegiatan pemikiran yang
termasukpertimbangan, pemilihan diantara sejumlah alternative.
3) Menurut Eisenfuhr (dalam Lunenburg, 2010) pengambilan keputusan adalah
proses membuat pilihan dari sejumlah alternatif untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Definisi ini memiliki tiga kunci elemen.
 Pertama, pengambilan keputusan melibatkan membuat pilihan dari
sejumlah pilihan.
 Kedua, pengambilan keputusan adalah proses yang melibatkan lebih dari
sekedar pilihan akhir dari antara alternatif.
 Ketiga, "hasil yang diinginkan" yang disebutkan dalam definisi
melibatkan tujuan atau target yang dihasilkan dari aktivitas mental bahwa
pembuat keputusan terlibat dalam mencapai keputusan akhir.

6
Eliana Sari, Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi, (Jakarta: Jayabaya,
2007) h. 1

5
Teori-Teori dalam pengambilan keputusan

1. Teori Utilitarisme

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”.


Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat,berfaedah atau berguna, tapi manfaat itu harusmenyangkut bukan saja
satu dua orang sajamelainkan melainkan masyarakat sebagaikeseluruhan. Teori
utilitarianisme adalahpandangan yang menyatakan bahwa tindakan
dankebijakan perlu dievaluasi berdasarkan manfaat danbiaya yang dibebankan
pada masyarakat. Dalamsituasi apa pun, tindakan atau kebijakan ataupun
keputusan yang “benar” adalah yang memberikan manfaat paling besar atau
biaya paling kecil (bilasemua alternatif hanya membebankan biaya bersih).

Jeremy Bentham (1748-1832) dianggapsebagai pendiri utilitarianisme


tradisional. Benthamberusaha mencari dasar objektif dalam membuatkeputusan
yang mampu memberikan norma yangdapat diterima publik dalam menetapkan
kebijakandan peraturan sosial. Dasar yang objektif adalahdengan melihat pada
berbagai kebijakan(keputusan) yang dapat ditetapkan danmembandingkan
manfaat serta konsekuensinya.Tindakan yang tepat dari sudut pandang etis
adalahdengan memilih kebijakan ataupun keputusan yangmampu memberikan
utilitas yang besar. PrinsipUtilitarisme mengandung tiga kriteria yaitu:

1) Kita harus menentukan tindakan-tindakan ataukebijakan alternatif


apa saja yang dapat kitalakukan dalam situasi. Dalam hal ini, kriteria
yangdapat dijadikan dasar objektif untuk menilai suatuperilaku atau
tindakan adalah manfaat atau utlitas (utility ), yaitu apakah tindakan
atau perilakubenar jika menghasilkan manfaat, sedangkanperilaku
atau tindakan salah mendatangkankerugian.
2) Untuk setiap tindakan alternatif, kita perlumenentukan manfaat dan
biaya langsung dantidak langsung yang akan diperoleh dari
tindakantersebut bagi semua orang yang dipengaruhi olehtindakan
itu di masa yang akan datang. Untukpenilaian kebijakan, tindakan
ataupun keputusanitu sendiri, maka suatu kebiakan, tindakanataupun

6
keputusan benar atau baik secara moralbila kebijakan atau tindakan
tersebutmemberikan lebih banyak manfaat dibandingkandengan
kerugian yang ditimbulkannya.
3) Alternatif yang memberikan jumlah utilitas palingbesar wajib dipilih
sebagai tindakan yang secaraetis tepat. Kriteria ini mengandung
pengertiantentang untuk siapa manfaat terbanayak tersebut.Suatu
tindakan atau kebijakan ataupun keputusanbaik atau benar secara
moral jika memberikanmanfaat terbesar bagi sebanyak mungkin
orang.

Utilitarianisme dalam berbagai hal merupakan sebuah teori yang


menarik, dengan alasan sebagai berikut:

1) Sejalan dengan pandangan-pandangan yangcenderung diusulkan saat


membahas kebijakanpemerintah dan barang-barang
komoditaspublik. Jadi kebijakankebijakan pemerintah yangtepat
adalah kebijakan yang memiliki utilitasterbesar bagi masyarakat atau
seperti dalamslogan terkenal dunia, kebijakan yang mampu
menghasilkan “kebaikan terbesar bagi sebagian besar masyarakat.
2) Sejalan dengan kriteria intuitif yang digunakanoleh orang-orang
dalam membahas perilaku atautindakan moral (moral conduct).
Sebagai contoh,seseorang memiliki kewajiban moral
untukmelakukan tindakan tertentu, mengacu kepadamanfaat atau
kerugian yang diakibatkantindakan tersebut pada umat manusia.
3) Sangat sesuai dengan nilai yang diutamakan olehbanyak orang
adalah efisiensi. Suatu tindakanataupun keputusan yang efisien
adalah tindakan(keputusan) yang mampu memberikan outputsesuai
yang diinginkan dengan input sumberdaya paling rendah. Jika kita
mengganti “manfaat”dengan “output yang diinginkan” dan
“biaya”dengan “input sumber daya”, maka utilitarianisme
mengimplikasikan bahwatindakan yang benar adalah tindakan yang
palingefisien.

Kelemahan dari teori ini adalah:

7
1) Manfaat merupakan konsep yang begitu luassehingga dalam
kenyataan nyataan praktis akanmenimbulkan kesulitan yang tidak
sedikit.
2) Etika utilitarisme tidak pernah menganggapserius nilai suatu
tindakan pada dirinya sendiri.
3) Etika utilitarisme membenarkan hak kelompokminoritas tertentu
tertentu dikorbankan demikepentingan mayoritas.

2. Teori Deontology

Deontology berasal dari bahsa Yunani “deon” berarti 'kewajiban yang


mengikat' dan logos berarti “pengetahuan”. Istilah "deontology" dipakai
pertama kali oleh C.D. Broad dalam bukunya Five Types ofEthical Theory.
Etika deontologis juga sering disebutsebagai etika yang tidak menganggap
akibattindakan sebagai faktor yang relevan untukdiperhatikan dalam menilai
moralitas suatutindakan. Dalam suatu perbuatan pasti adakonsekuensinya,
dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi
pertimbangan.Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnyamelainkan
karena perbuatan tersebut wajibdilakukan.

Deontologi menekankan pada perbuatan tidakdihalalkan karena


tujuannya. Tujuan yang baik tidakmenjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita
tidakboleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatuyang dihasilkan itu
baik, karena dalam TeoriDeontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar
lagikarena ini merupakan suatu keharusan.

Contoh : kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada orang lain melalui
ucapan dan perbuatan.Teori deontology adalah konsep moral yangmenitik
beratkan pada kewajiban. Konsep inimenyiratkan adanya pembedaan di antara
sekiankewajiban yang hadir bersamaan. Satu persoalankadang terlihat baik dari
satu sudut pandang tetapiterlihat buruk dari sudut pandang yang lain.Penilaian
baik dan buruk tidak semata-mata bertolakdari nilai kebaikan dan keburukan
begitu saja (DavidMcNaughton). Baik dan buruk dinilai berdasarkankonteks
terjadinya suatu perbuatan. Bisa sajaperbuatan A benar berdasarkan prinsip-

8
prinsipumum yang diterima oleh masyarakat, tetapi konteksnya menyebabkan
perbuatan itu terlihatburuk dan berdampak negative manakala dilakukan.

Teori deontology ini diperkenalkan olehImmanuel Kant (1724-1804).


Tulisan-tulisan Kanttentang moral dapat ditemukan dalam karya-karyanya,
antara lain Groundwork of the Metaphisicsof Moral (1785), Critique of
Practical Reason (1788),dan The Metaphisycs of moral (1797). Menurut
Kant,yang bisa disebut baik dalam arti yang sesungguhnyahanyalah kehendak
yang baik.

Konsep- Konsep dalam Teori Deontology adalah:

1) Sistem etika ini hanya menenkankan suatuperbuatan di dasarkan


pada wajib tidaknya kitamelakukan perbuatan itu.
2) Yang disebut baik dalam arti sesungguhnyahanyalah kehendak yang
baik, semua hal lain disebut baik secara terbatas ataupun secara
syarat.
3) Deontologi tindakan, seperti eksistensialisme(etika situasi) dan
deontologi peraturan seperti,Prinsip Kewajiban. Deontologi
peraturanmenyatakan bahwa pertimbangan moral diukurbergantung
pada standard yang berlaku dan bukankarena kenikmatan
(kesenangan) ataukesengsaraan. Tindakan yang sesuai
denganperaturan dianggap bermoral. Sementaradeontologi tindakan
berpendapat bahwa bermoralatau tidaknya suatu perilaku itu
bergantung pada cara kita melakukan tanggungjawab kepada orang
lain.

3. Teori Hedonisme

Hedonisme adalah sebuah paham yangmengedepankan kesenangan


duniawi, kenikmatanduniawi,materi dan hal-hal yang berbau duniawiserta
menganggap bahwa hal-hal tersebut merupakan tujuan akhir yang harus
dicapai dengan cara apapun, dimana kata “ duniawi” merujuk pada aspek

9
jasmani, filosofis, dan intelektual.Kata hedonism diambil dari bahasa
Yunanihedonismos dari akar kata hedone yang artinya “kesenangan”. Kees
Bertens (2002:235) mengungkapkan “paham ini berusaha menjelaskanbahwa
baik apa yang memuaskan keinginan manusiadan apa yang meningkatkan
kuantitas kesenangan itu sendiri”. Sementara itu Poespoprdjo(1999:60)
menyatakan “Hedonisme merupakan salah satu teori etika yang paling tua,
paling sederhana, palingkebenda-bendaan, dan dari abad ke abad selalu kita
temukan”.

ciri-ciri hedonisme adalah sebagai berikut:

1) Memiliki pandangan gaya instan, melihat sesuatuproblem harta dari


hasil akhir bukan proses untukmembuat hasil akhir
2) Menjadi pengejar modernitas fisik
3) Memiliki relativitas kenikmatan di atas rata-ratayang tinggi
4) Memenuhi keinginan-keinginan spontal yangmuncul
5) Ketika mendapat masalah yang dianggap beratmuncul anggapan
bahwa dunia begitumembencinya.7

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan


merupakan suatu proses dan hasil dari tindakan dalam menga,bil suatu keputusan dari
berbagai macam alternative untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai, dimana
pengambilan keputusan juga sebagai proses pemutusan dari pada suatu pemikiran
tentang suatu masalah dengan memilih pada satu alternative diantara sekian banyak
alternative berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logika (yang masuk akal) ataupun
sesuai dengan rasio tertentu yang memiliki keuntungan ataupun keutamaan
(manfaatnya) lebih banyak bagi organisasi (visi dan misi). Pengambilan keputusan
perlu adanya demokrasi (musyawarah)

2.1.2 Pentingnya Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan begitu dekat dengan kehidupan manusia. Pengambilan


keputusan terjadi setiap saat sepanjang hidup manusia. Kehidupan manusia adalah

7
Haudi, Teknik Pengambilan Keputusan, (Sumatera Barat: Cv. Insan Cendikia
Mandiri, 2021) h. 2-15

10
kehidupan yang selalu diisi oleh peristiwa pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan merupakan prasyarat penentu tindakan. Pengambilan keputusan yang tidak
tepat akan menimbulkan banyak masalah atau mungkin saja berupa penyesalan yang
tidak kunjung padam. Oleh sebab itu ketika kita menyadari bahwa pengambilan
keputusan adalah salah satu bagian penting dari episode kehidupan yang selanjutnya
maka kita dituntut untuk memperhatikan berbagai faktor atau hal -hal yang akan muncul
ketika suatu keputusan kita ambil.

Lahirnya sebuah keputusan tidak serta merta berlangsung secara sederhana


begitu saja, sebab sebuah keputusan itu selalu lahir berdasarkan dari proses yang
memakan waktu, tenaga dan pikiran hingga akhirnya terjadi suatu pengkristalan dan
lahirlah keputusan tersebut. Selanjutnya yang dianggap penting adalah
pertanggungjawaban dari keputusan itu sendiri kepada pihak yang berkepentingan.
Robbins dan Coulter (dalam Fahmi 2013) mengemukakan dalam proses pengambilan
keputusan terdiri dari beberapa tahap, yakni : mengidentifikasi masalah, memilih suatu
alternatif dan mengevaluasi keputusan.

Pengambilan keputusan yang berkualitas dikaitkan dengan dua hal atau


keadaan/sesuai dengan pandangan dari disiplin perilaku organisasi. Kedua keadaan
tersebut adalah :

(1) kualitas pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi mekanisme


pencapaian tujuan pribadi, seperti kesejahteraan, karier, kepuasan kerja dan
lain-lain,
(2) pengambilan keputusan yang akan memberikan kontribusi besar terhadap
pencapaian tujuan sosial, tujuan organissai atau tujuan bersama.

Pengambilan keputusan dalam organisasi pendidikan memerlukan pertimbangan


seluruh potensi pelaku di dalam organisasi yang disebut dengan Stakeholders. Sebagai
layaknya pengambilan keputusan sebagai proses yang berhubungan dengan pemilihan
alternatif terbaik dari beragam alternatif yang harus dipertimbangkan, maka proses
tersebut memerlukan kecermatan atau kajian dari berbagai sudut keahlian sehingga hasil
yang dicapai mampu menjadi keputusan yang memadai menurut ruang dan waktunya.
Pengambilan keputusan adalah proses interaksi dari berbagai keahlian yang paling

11
krusial. Hal ini yang merupakan persepsi umum bahwa proses memutuskan adalah
sebagai inti dari administrasi atau inti dari kepemimpinan dan seluruh kegiatan
administrasi harus tergantung pada yang satu ini. Persoalan pengambilan keputusan
harus mendapat perhatian pada aspek proses yang akan sangat menentukan pada
kualitas keputusan itu sendiri Jika seseorang harus memutuskan untuk memilih
alternatif tindakan-tindakan.

Pengambilan keputusan yang dilakukan atas nama suatu organisasi harus


memperhatikan juga faktor eksternal atau internal atau keduanya sekaligus, sebab
persoalan suatu organisasi penyebabnya bisa dari luar dan dari dalam organisasi. Bagian
lingkungan dalam dan luar yang berhubungan dengan situasi pengambilan keputusan
yang khusus merupakan lingkungan situasi keputusan. Setiap pengambilan keputusan
harus mengetahui dalam lingkungan yang bagaimana keputusan tersebut diambil.8

Dalam pandangan Islam, pengambilan keputusan telah dijelaskan dalam QS: Al-
ankabut ayat 2-3

َ‫اس أَن يُتْ َر ُك ٓو ۟ا أَن َيقُولُ ٓو ۟ا َءا َمنَّا َو ُه ْم ََل يُ ْفتَنُون‬ َ ‫أ َ َحس‬
ُ َّ‫ِب ٱلن‬

۟ ُ‫صدَق‬
َ‫وا َولَيَ ْعلَ َم َّن ْٱل َك ِذ ِبين‬ َ َ‫ٱَّللُ ٱلَّذِين‬
َّ ‫َولَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ِه ْم ۖ فَلَيَ ْعلَ َم َّن‬

Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)


mengatakan: ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta”.

Melalui ayat ini, Allah menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman pasti akan
diberi ujian ataupun masalah, dan ketika dihadapkan pada sebuah masalah, manusia
akan dihadapkan pada proses pengambilan keputusan terkait dengan pemecahan
masalah tersebut. Sikap seseorang dalam menghadapi sebuah permasalahan tentu saja
berbeda-beda, proses seseorang dalam pengambilan keputusan pun juga bermacam-
macam.

8
Muhdi, dkk. (2017). Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Menentukan
Model Manajemen Pendidikan Menengah. Manajemen Pendidikan, Vol. 4, No.
2

12
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari banyak alternatif dengan cara yang dianggap paling efisien sesuai dengan
situasi. Ada banyak pendekatan yang dapat dilakukan untuk menilai mana alternatif
terbaik. Beberapa orang menggunakan pendekatan qualitatif dalam proses pengambilan
keputusan.

Pendekatan ini bisanya dilakukan dengan focus group discussion, expert


judgement, berdasarkan pengalaman pribadi, atau bahkan hanya dengan berdasarkan
insting pribadi. Jika masalah yang dihadapi tidak terlalu rumit, atau orang yang berada
dalam proses pengambilan keputusan tersebut dirasa sudah cukup ilmu dalam
melakukan pertimbangan pemecahan masalah, maka pendekatan ini bisa dilakukan
karena dirasa lebih cepat dan mudah. Akan tetapi jika masalah yang dihadapi lebih
kompleks, dan orang-orang yang berada pada proses pengambilan keputusan masih
memerlukan banyak informasi, maka pendekatan quantitatif dapat dilakukan.
Pendekatan quantitatf ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang
mendukung proses pengambilan keputusan dan data-data tersebut kemudian dianalisa
dengan cara yang sistematis dengan menggunakan sebuah metode pengambilan
keputusan. Berdasarkan QS. Al-Ankabut: 2-3 yang telah disebutkan diatas, meyakini
bahwa setiap masalah yang ada adalah datang dari Allah, dalam mencari solusi
pemecahannya pun seharusnya kita juga melibatkan Allah. Tidak ada salahnya
menggunakan human judgment dalam pengambilan keputusan, tapi kita tetap harus
yakin bahwa Allah-lah sebaik-baiknya pemberi keputusan.9

Secara umum tujuan dari pengambilan keputusan adalah untuk memperoleh


pilihan terbaik dari alternatif-alternatif yang tersedia agar tujuan yang dacapai dapat
berjalan dengan baik. Tujuan pengmabilan keputusan dapat dibeddakan menjadi 2
antara lain :

1. Tujuan yang Bersifat tunggal Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat


tunggal hanya dapat menyelesaikan satu maslah saja dan keputusan tunggal
ini tidak memiliki kaitan dengan masalah yang lainnya
2. Tujuan yang Bersifat Ganda Tujuan pengambilan keputusan yang bersiafat
ganda terjadi apabilakeputusan yang dihasilkan terdapat lebih dari satu
9
Qs: Al-Ankabut ayat 2-3

13
masalah, yang artiya bahwa keputusan yang diambil tersebut dapat
menyelesaikan permasalahan tersebut secara sekaligus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mengambil keputusan antara lain:

1. Kedudukan Dalam pengambilan keputusan, kedudukan seseorang dapat


mempengaruhi keputusan karena dalam organisasi yang berhak untuk
memutusakan suatu keputusan adalah seorang pimpinan yang
kedudukannya paling tinggi.
2. Masalah Masalah addalah salah satu penghambat dalam tercapainya suatu
tujuan yang akan dicapai.
3. Tujuan Dalam keputusan yang diputusakan harus memiliki tujuan yang akan
dicapai, baik tujuan orgnisasi maupun tujuan yang lainnya.10

Hal senada dikemukakan Siagian (1991) bahwa terdapat aspek-aspektertentu


bersifat internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Adapun aspek internal tersebut antara lain :

1. Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang secara langsungmaupun


tidak langsung akan berpengaruh terhadap pengambilankeputusan. Biasanya
semakin luas pengetahuan seseorang semakinmempermudah pengambilan
keputusan.
2. Aspek kepribadian. Aspek kepribadian ini tidak nampak oleh mata tetapi besar
peranannya bagi pengambilan keputusan.

Sementara aspek eksternal dalam pengambilan keputusan, antara lain :

1. Kultur. Kultur yang dianut oleh individu bagaikan kerangka


bagi perbuatan individu. Hal ini berpengaruh terhadap proses pengambilankeput
usan.
2. orang lain. Orang lain dalam hal ini menunjuk pada bagaimana individumelihat
contoh atau cara orang lain (terutama orang dekat ) dalammelakukan
pengambilan keputusan. Sedikit banyak perilaku orang laindalam mengambil

10
Nurhamni, Faktor-Faktor Yang Pengambilan Keputusan, Junal Academia.
Vol 1. ISSN 1411-3341

14
keputusan pada gilirannya juga berpengaruh pada perilkau individu dalam
mengambil keputusan.Dengan demikian, seseorang yang telah mengambil
keputusan, padadasarnya dia telah melakukan pemilihan terhadap alternatif-
alternatif yangditawarkan kepadanya11

Fungsi pengambilan keputusan yakni terdapat 4 macam:

a. Perencanaan
Perencanaan merupakan titik awal berbagai aktivitas organisasi yang
sangat menentukan keberhasilan organisasi. Perencanaan harus dilakukan
oleh pengambil keputusan untuk memberikan arah, menjadi standar
kerja, memberikan pemersatu, dan membantu untuk memperkirakan
peluang-peluang.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan konsep untuk memikirkan,
memperhitungkan, kemudian menyediakan segala surat mandate, SDM,
sarana dan prasarana serta perabot dan perlengkapan. Dari pengambilan
keputusan di pengorganisasian yakni guna untuk mengetahui tugasnya.
c. Penggerakan
Penggerakan merupakan penggabungan dari fungsi sebelumnya, yakni
perencanaan dan pengorganisasian. Yakni untuk memberikan kinerja
yang tinggi dalam organisasi. Contohnya yakni, satu tahun memberikan
penghargaan bagi guru yang kompeten (bagian dari dorongan).
d. Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa
yang sedang atau sudah terjadi atau sudah dilaksanakan dengan kriteria,
norma-norma, standar, atau rencanarencana yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Contohnya bidang pendidikan, dimana di sekolah adanya
supervise, maka dari itu supervise datang ke sekolah yakni untuk
mengawas guru-guru bagaimana guru mengajar di dalam kelas,
bagaimana dia menilai sikap (dilakukan oleh supervisor), dengan

11
Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2005), 57-58.

15
melakukan pengawasan yakni guna untuk mendorong kinerja guru-guru
disekolah.12
2.1.3 Karakteristik Dasar Pengambilan Keputusan

Pengambil keputusan dalam memilih alternatif-alternatif keputusan yang harus


diimplementasikan, menurut Irving L. Janis dan Leon Mann harus memenuhi 7 kriteria
yang menunjukkan kualitas suatu pengambilan keputusan. Ke tujuh kriteria tersebut
adalah:

1) Memeriksa secara seksama semua alternatif tindakan yang akan dipili


2) Meneliti semua tujuan-tujuan yang akan dicapai dan implikasinya dari suatu
tindakan yang dipilih
3) Secara berhati-hati mempertimbangkan semua konsekuensi biaya dan resiko
negatif dan juga positif sepanjang yang dia ketahui yang dihasilkan dari
setiap alternative penyelesaian masalah yang akan dipilih
4) Mencari informasiinformasi baru secara intensif untuk bahan evaluasi lebih
lanjut dari alternative-alternatif penyelesaian masalah yang akan dipilih.
5) Mengakomodasi dan mempertimbangkan secara tepat semua informasi baru
atau pertimbangan para ahli yang tidak terungkap sebelumnya, bahkan juga
pertimbangan yang tadinya tidak mendukung tindakan yang akan diambil .
6) Menguji kembali semua konsekuensi positif dan negative dari semua
alternative yang diketahui, termasuk alternative yang tadinya dinyatakan
tidak diterima sebelum mengambil keputusan akhir.
7) Membuat persiapan yang rinci untuk mengimplementasikan atau
mengeksekusi tindakan yang telah dipilih, dengan perhatian khusus pada
rencana-rencana kontingensi (contingency plans) yang mungkin diperlukan,
apabila resikoresiko yang telah diduga akan diperhitungkan.13

Jika seorang pengambil keputusan dapat memenuhi semua kriteria tersebut


diatas, orientasi pengambil keputusan dalam menentukan suatu pilihan disebut sebagai
proses informasi yang waspada (vigilant information processing). Jika seseorang harus
12
Mathar, Quraisy, Manajemen dan Organisasi Perpustakaan, (Makassar: Alauddin
University Press, 2012) hlm. 14
13
Syafaruddin, Dkk, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, (Jakarta: PT.
Grasindo, 2004), h. 45

16
memutuskan untuk memilih alternatif tindakan-tindakan. Dalam mengambil keputusan
sebaiknya alternatif-alternatif keputusan yang akan diimplementasikan harus berpatokan
pada kriteria-kriteria yang menunjukkan pada kualitas. Persoalan pengambilan
keputusan harus mendapat perhatian pada aspek proses yang akan sangat menentukan
pada kualitas keputusan itu sendiri. Pengambilan keputusan berkenaan dengan ruang
lingkup situasi yang luas dan melibatkan peserta pengambilan keputusan secara individu
atau kelompok individu yang mewakili organisasi di mana keputusan tersebut dibuat.

Adapun karakteristik khusus yang terkandung dalam Keputusan Strategis yaitu:

1) Rare, keputusan-keputusan strategis yang tidak biasa dan khusus, yang tidak
dapat ditiru oleh organisasi, perusahaan, atau instansi lainnya.
2) Consequential, keputusan-keputusan strategis yang memasukan sumber
daya penting dan menuntut banyak komitmen dari instansi terkait.
3) Directive, keputusan-keputusan strategis yang menetapkan keputusan yang
dapat ditiru untuk keputusan-keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa
yang akan datang untuk organisasi secara keseluruhan.

Karakteristik Proses Pengambilan Keputusan yang Efektif :

1. Fokus pada hal yang penting.


2. Logis dan konsisten.
3. Mengakui pemikiran subyektif dan obyektif dan mengkombinasikan
pemikiran analitisdan intuitif.
4. Membutuhkan sebanyak mungkin informasi dan analisis
untuk menyelesaikan dilemayang terjadi.
5. Mendorong dan mengarahkan pengumpulan informasi yang relevan
dan pendapat yangdiinformasikan.
6. Langsung, bisa diandalkan, mudah digunakan, dan fleksibel14

Dalam pandangan Islam, telah dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 216

14
Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi NonProfit, (Jakarta: PT. Grasindo, 2015) h. 77

17
‫َئًْاا َّوه َُو ََر لَّ ُك ْم ۗ َو ه‬
‫ّٰللاُ يَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْال ِقت َا ُل َوه َُو ُك ْرهٌ لَّ ُك ْم ۚ َو َع ٓسى ا َ ْن ُ َ ْك َره ُْوا‬
َ ‫َئًْاا َّوه َُو َخي ٌْر لَّ ُك ْم ۚ َو َع ٓسى ا َ ْن ُ ُ ِِب ْووا‬ َ ِ‫ُكت‬
َ‫ࣖ َواَ ْنت ُ ْم ََل َُ ْعلَ ُم ْون‬

Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu.
Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh
jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.

Jelas disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 216 tersebut, bahwa Allah-lah sebaik-
baiknya tempat kembali ketika kita dihadapkan pada sebuah masalah dan pada sebuah
proses pengambilan keputusan. Tidak jarang dari kita kemudian melakukan sholat
Istikharah untuk melibatkan Allah dalam setiap pencarian solusi setiap masalah kita.
Nabi Muhammad SAW, bersabda

” Jika Salah seorang diantara kalian berniat dalam suatu urusan maka lakukanlah
Shalat Sunah dua Raka’at yang bukan Shalat Wajib, kemudian bedoalah meminta
kepada Alloh” [HR. AL – Bukhari]

Dengan melakukan sholat istikharah, diharapkan dapat menghindarkan kita dari


sifat subjekti dan mementingkan hawa nafsu. Dengan shalat istikharah juga dapat
menghilangkan keragu-raguan dan memunculkan kemantapan hati dalam memilih
alternatif terbaik.

Jika dalam perspektif ilmiah dikenal istilah focus group discussion sebagai salah
satu cara dalam mengambil keputusan terhadap suatu masalah, istilah ini dalam Islam
disebut sebagai musyawarah. Di dalam musyawah pun tetap harus melibatkan Allah.
Keputusan yang diambil tentu merupakan keputusan bersama bukan karena kepentingan
sepihak dan tentu saja berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran yang tercantum baik
dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul. Islam mengatur bahwa dalam musyawah perlu
memegang prinsip adil, amanah, istiqamah, dan jujur. Adil berarti tidak berat sebelah
atau tidak hanya memperhatikan kepentingan suatu pihak, amanah berarti ketika
keputusan telah diambil maka kita memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan
keputusan tersebut dikemudian hari, istiqamah berarti memiliki keteguhan hati untuk
dapat melaksanakan keputusan tersebut sesuai dengan syariat Islam, sedangkan prinsip

18
yang terakhir berarti kita harus selalu bersikap jujur termasuk dalam proses
pengambilan keputusan maupun melaksanakan hasil keputusan.15

Komponen pengambilan keputusan:


 Adanya yang mengambil keputusan (pemimpin)
 Adanya problem, jika tidak adanya problem bagaimana kita dapat
mengambil sebuah keputusan
 Tujuan
 Adanya alternative, dari alternative yang ada maka dipilihlah satu
alternative tersebut lalu diserahkan kepada pemimpin, lalu pemimpinlah
yang memutuskan.
Langkah pengambilan keputusan:
Thohiron (2013) menjelaskan proses pengambilan keputusan meliputi sebagai
berikut:
1. Perumusan Masala Dalam hal ini pemimpin diharapkan mampu merumuskan
masalah yang ada di dalam suatu organisasi. Suatu masalah hadir karena:
(1) Adanya gap atau kesenjangan antara kenyataan, titik berangkat, dengan
tujuan yang ingin diraih atau standar yang ingin dicapai.
(2) Adanya halangan dan kesulitan untuk menjembatani kesenjangan itu.
(3) Adanya kemungkinan penyelesaian masalah bila perumusannya benar.
Perumusan masalah juga terkait dengan sudut pandang. Karenanya beberapa
proses harus dipastikan hadir.Apakah ciri suatu perumusan masalah yang baik? Sebuah
perumusan yang baik mengidentifikasikan semua elemen-elemen yang relevan, elemen
apa yang absen, dan elemen apa yang perlu ditam- bahkan.
2. Pengumpulan dan Penganalisis Data Pemimpin diharapkan dapat mengumpulkan
dan mengana-lisis data yang dapat membantu memecahkan masalah yang ada.
Adapun proses pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan yaitu:
(1) Fase pengumpulan fakta.
(2) Fase penemuan ide.
(3) Fase penemuan solusi.

15
QS. Al-Baqarah: 216

19
Fase pengumpulan data/fakta meliputi kegiatan mendefinisikan masalah serta
mengumpulkan masalah serta meng-analisis data yang penting. Satu cara untuk
meningkatkan kemampuan pengumpulan data adalah dengan mulai dulu melihat
masalah yang ada secara luas dan kemudian melan-jutkannya dengan menentukan sub
masalah yang ada. Dalam hal ini, diperlukan kemampuan untuk membedakan antara
gejala dari masalah yang sebenarnya. Fase penemuan ide meliputi kegiatan
pengumpulan ide-ide yang mungkin dipakai dan kemudian mencari ide yang terbaik.
Dapat saja berbagai ide yang ada dimodifikasi dan dikom-binasikan. Fase penemuan
solusi ini meliputi kegiatan mengidentifi-kasi dan mengevaluasi pemecahan yang
mungkin dilakukan dan bagaimana cara melakukan. Kegiatan dalam fase ini meliputi
penentuan pendapat, analisis dan penerimaan/pemberian kritik. Setiap ide yang ada
diberi nilai/bobot masing- masing.
3. Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan Setelah masalah dirinci dengan tepat dan
tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara pemecahannya. Cara pemecahan ini
hendaknya selalu diusahakan adanya alternatif-alter- natif beserta konsekuensinya,
baik positif maupun negatif. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus dapat
mengadakan perkiraan sebaik-baiknya. Untuk mengadakan perkiraan dibutuhkan
adanya informasi yang secukupnya dan metode perkiraan yang baik. Perkiraan itu
terdiri dari berbagai macam pengertian:
a) Perkiraan dalam arti proyeksi, perkiraan yang mengarah pada
kecenderungan dari data yang telah terkumpul dan tersusun secara
kronologis.
b) Perkiraan dalam arti prediksi, perkiraan yang dilakukan dengan
menggunakan analisis sebab akibat.
c) Perkiraan dalam arti konjeksi, perkiraan yang didasarkan pada kekuatan
intuisi (perasaan). Intuisi di sini sifatnya subjektif, artinya tergantung dari
kemampuan seseorang untuk mengolah perasaan.
4. Pemilihan salah satu alternatif terbaik Pemilihan satu alternatif yang dianggap paling
tepat untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan atas dasar pertim- bangan yang
matang atau rekomendasi. Dalam pemilihan satu alternatif dibutuhkan waktu yang
lama karena hal ini menentukan alternatif yang dipakai akan berhasil atau
sebaliknya. Pengambilan keputusan oleh pimpinan, kaitannya dengan pemilihan

20
alternatif pemecahan masalah, akan melibatkan semua pihak yang terlibat dalam
lembaga pendidikan. Hal ini karena kekuasaan pimpinan tidak dapat
dioperasionalkan apa- bila tidak didukung dan dibantu oleh seluruh personal yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda.
5. Pelaksanaan keputusan Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang pemimpin
harus mampu menerima dampak yang positif atau negatif. Ketika menerima dampak
yang negatif, pemimpin harus juga mempunyai alternatif yang lain. Pelaksanaan
pengambilan keputusan sering menjadi masalah karena keputusan yang mesti
ditanggapi oleh banyak orang malah ditangani oleh sedikit orang.
6. Pemantauan dan Pengevaluasian Hasil Pelaksanaan Setelah keputusan dijalankan
seharusnya pimpinan dapat mengukur dampak dari keputusan yang telah dibuat.
Penilaian ulang perlu diadakan. Faktor-faktor penentu yang akan dinilai harus
diputuskan sejak awal dan tidak setelah pelaksanaan ber-jalan. Dengan cara ini
memang akan mudah terjadi debat yang hangat, namun akurasi akan lebih terjamin.
Berdasarkan pendapat pada ahli di atas, maka disimpulkan tahapan proses
pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: 1) Perumusan
masalah, 2) Penentuan kriteria pemecahan masalah, 3) Pengidentifikasian alternatif
pemecahan masalah, 4) Penilaian terhadap alternatif peme- cahan masalah, 5)
Pemilihan alternatif yang terbaik, 6) penetapan keputusan atau pengimplementasian
alternatif yang dipilih.

2.1.4 Pendekatan Dalam Pengambilan Keputusan

Menurut Siagian pendekatan dalam pengambilan keputusan yaitu:

1. Pendekatan yang interdisipliner.


Proses pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan
tunggal dan tidak sebagai suatu tindakan yang Seragam yang berlaku untuk
semua keadaan serta dapat digunakan oleh pengambil keputusan yang
berbeda dengan tingkat efektifitas yang sama. Proses pengambilan
keputusan terdiri dari berbagai ragam keterampilan dan pengetahuan yang
diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan berorganisasi.
2. Pendekatan yang sistematis.

21
Suatu proses logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara
berturut atau sekuensial dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil (pendekatan atomik). Pendapat lain mengatakan
proses pengambilan keputusan menyangkut dengan naluri, daya pikir, dan
serangkaian metode intuitif yang keseluruhannya dirangkum yang menjadi
suatu kreatifitas (pendekatan holistik).
3. Pendekatan berdasarkan informasi.
Pengambilan keputusan tanpa informasi berarti menghilangkan kesempatan
belajar secara adaptif. Seorang manajer harus memiliki pengetahuan yang
memadai tentang Informatika untuk pengambilan keputusan yang efektif
serta harus menuntut agar tersedia baginya informasi yang memenuhi
persyaratan kemutakhiran, kelengkapan, dapat dipercaya dan disajikan
dalam bentuk yang tepat.
4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.
Betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap berbagai
alternatif, tetap tidak ada jaminan bebas dari resiko ketidakpastian. Untuk
itu pengambilan keputusan harus dapat Memperhitungkan probabilitas
(kemungkinan) keberhasilan atau kekurang-berhasilan pelaksanaan suatu
keputusan.
5. Diarahkan pada tindakan nyata.
Mengambil suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan
pemecahan berakhir dan proses pengambilan keputusan dimulai. Masalah
dan sasaran sering mempunyai siklus pertumbuhan dan penyusutan,
demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi. Hal tersebut harus
dikenali secara tepat karena akan sangat mempengaruhi keputusan untuk
bertindak atau tidak bertindak.16

2.1.5 Hambatan Terhadap Keputusan Organisasi Yang Efektif


1. Kendala yang bersumber pada diri Kendala yang paling kuat dampaknya
sesungguhnya bersumber pada diri pengambil keputusan yang

16
Tiara Hanifia Afmansyah, Pendekatan dalam Pengambilan Keputusan,
Padang, 2019, h. 3

22
berrsangkutan sendiri. Kedala yang paling sering menampakkan diri adalah
ketidak mampuan seseorang untuk bertindak tegas. Sering seorang manajer
membiarkan dirinya diliputi oleh keraguraguan yang sedemikian menguasai
cara berfikir dan cara bertindaknya. Seorang Manajer yang ragu-ragu dalam
bertindak akan mengakibatkan :
a. Ia menyerahkan pengambilan keputusan kepada para bawahannya, yang
sering dibenarkan dengan dalih pendelegasian wewenang
b. Ia mengangkat pemasalahan ketingkat yang lebih tinggi sehingga
pimpinan pada hirarki yang lebih ataslah yang kemudian mengambil
keputusan
c. Ia mencari alasan sedemikian rupa, sehingga peranan mengambil
keputusan itu bergeser secara horizontal kepada manajer lain yang
setingkat.
2. Kegagalan dimasa lalu Berbagai cara yang dapat dilakukan manajer dalam
mengendalikan trauma kegagalan masa lalu adalah :
a. Pembentukan panitia ad-hoc
b. Penyerahan tugas menyelesaikan masalah kepada sekelompok tenaga
ahli dalam organisasi
c. Pengarahan tenaga konsultan diluar organisasi
3. Pemahaman yang tidak tepat tentang peranan informasi Pemahaman yang
tidak tepat tentang peranan informasi dalam pengambilan keputusan dapat
menjadi kendala yang harus disingkirkan. Informasi yang diberikan harus
lengkap, mutakhir, dapat dipercaya, terolah dengan baik, dan tersimpan
dengan rapi.
4. Konsultasi yang Berlebihan Para ahli telah menemukan tujuh cara untuk
melibatkan orang lain dlam proses pengambilan keputusan :
a. Konsultasi yang bersifat memberitahukan
b. Konsultasi yang bersifat menjual
c. Konsultasi yang memancing reaksi orang lain
5. Faktor ketidak pastian Ketidakpastian akan menjadi kendala karena :
a. Kurangnya keyakinan dalam diri seorang manajer yang bersangkutan
tentang hasil yang akan diperoleh

23
b. Prefensi pribadi manajer yang bersangkutan atas alternatif yang
mungkin ditempuh, yang bisa saja berbeda dari alternatif-alternatif yang
dilakukan dengan pendekatan ilmiah
c. Manajer yang bersangkutan meragukan apakah keputusan baru
diperlukan
6. Keterlibatan kelompok Kelemahan utama yang ditimbulkan oleh
keterlibatan banyak orang dalam proses pengambilan keputusan adalah :
a. Karena keinginan pihak-pihak yang terlibat, dan dengan itikad yang
sesungguhnya baik untuk berperan serta, proses pengambilan keputusan
dapat menjadi sangat lamban
b. Sering timbul polarisasi pandangan dikalangan mereka yang terlibat,
yang pada gilirannya mempersulit tercapainya mufakat tentang :
1) Berbagai langkah dalam pengambilan keputusan
2) Hasil tindakan yang akan diambil
3) Resiko yang mungkin timbul
4) Beban yang harus dipikul oleh organisasi dalam benuk penggunaan
sumberdaya dan dana.
7. Kekurangmampuan mengelola waktu Penelitian dan pengalaman
menunjukkan, bahwa kemampuan seseorang mengambil keputusan yng
efektif dan rasional banyak ditentukan oleh kemmpuan mengatur waktu
yang tersedia baginya dengan baik. Apabila seseorang merasa, bahwa ia
tidak mempunya cukup waktu untuk melakukan semua tugas yang
dipercayan kepadanya, dengan pengambilan keputusan sebagai salah satu
tugas yang terpenting, sering terbukti bhwa kekuranga waktu adalah akibat
kekurang mampuannya untuk mengatur diri sendiri.17

Dalam pandangan Islam telah dijelaskan dalam QS. Asy-Syura ayat 38

ُ ‫صلو ۖة َ َوا َ ْم ُر ُه ْم‬


ۚ َ‫َ ْورى بَ ْينَ ُه ۖ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقن ُه ْم يُ ْن ِفقُ ْون‬ َّ ‫َوالَّ ِذيْنَ ا ْست َ َجاب ُْوا ِل َر ِب ِه ْم َواَقَا ُموا ال‬

Artinya: dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara

17
Ibid, h. 2-3

24
mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka,

Firman Allah yang tercantum di dalam QS. Asy-Syura ayat 38 sebenarnya


memberikan sebuah petunjuk kepada kita. Sebuah persoalan apapun yang terjadi pada
kehidupan manusia, seyogianya harus diselesaikan terlebih dahulu dengan jalan
musyawarah. Ini menjadi penting, sebab segala perbuatan atau kegiatan yang didahului
dengan musyawarah merupakan sebuah keputusan bersama. Keputusan inilah yang akan
membawa kemashlahatan bagi semua masyarakat yang ikut bermusyawarah. Berbeda
jika keputusan yang diambil adalah keputusan perseorangan, hal ini boleh jadi akan
membawa sebuah kemadharatan bagi orang lain yang sebenarnya orang lain tersebut
tidak mengerti apa-apa. Inilah kiranya yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat
kita. Jadi egoisme tingkat tinggi masih meracuni individu. Sudah saatnya musyawah ini
ditradisikan kembali uuntuk kepentingan bersama dan untuk mensejahterakan
kehidupan manusia menuju insan kamil.18

2.1.6 Tantangan Dalam Pengambilan Keputusan Etis

Beberapa keputusan diambil biasanya sesuai dengan munculnya sebuah


permasalahannya ataupun tantangan yang dihadapi, menurut Syafaruddin ada dua jenis
terhadap hal ini, yaitu:

1. Pengambilan keputusan yang telah diprogramkan atau yang sering disebut


dalam bahasa latin dengan programmed decesion, keptusan ini diambil
berdasarkan adanya permasalahan yang diketahui dengan baik atau disebut
dengan well structured problem atau permasalahan tersebut diketahui
dengan begitu jelas. Dalam pengambilan keputusan ini, adanya informasi
yang cukup didapatkan untuk dimanfaatkan untuk mengambil sebuah
keputusan sebagai pertimbangannya. Informasi yang didapatkan oleh
pengambil keputusan, dalam hal ini adalah pimpinan atau manajer bisa
diambil relevansinya sebagai bahan pengambilan sebuah keputusan.
Didapatkannya beberapa informasi berupa beberapa fakta dan beberapa

18
Syeikh Shafiyurrahman Mubarakfury, Al-Misbah Al-Munir..., 981

25
angka mampu dikelola atau diolah untuk memberikan penguatan informasi
yang berarti sehingga program sebuah keputusan mampu dilakukan.
2. Sementara adanya pengambilan sebuah keputusan yang memang tidak
diprogramkan, atau sering disebut Non-programmed decesion, pengambilan
sebuah keputusan ini diambil oleh seorang pimpinan biasanya diambil
berdasarkan permasalahan yang diketahui tidak begitu jelas atau ill-
structured problem atau informasi yang didapatkan kurang sesuai dengan
yang diharapkan.19

Selain itu, tantangan dalam pengambilan keputusan yakni:

 Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis.


 Salah menafsirkan harapan masyarakat.
 Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang
saham.
 Berfokus hanya pada legalitas.
 Batas keberimbangan.
 Batas untuk meneliti hak.
 Konflik kepentingan.

Maka kesimpulanya apabila kita ingin mengambil keputusan hendaknya


mengetahui atau mendekatkan suatu masalah, mengumpulkan data dan
mempertimbangkannya terlebih dahulu apakah tindakan yang kita lakukan itu tepat.
Jangan melakukan sesuatu yang melampaui batas kemampuan yang kita miliki. Apabila
kita melakukan sesuatu tidak di pertimbangkan dengan matang akan berakibat sangat
fatal atau dapat merugikan orang lain.

Dalam hal ini pengambilan keputusan selain sebagai sebuah kemampuan, juga
bisa dimakanai dengan seni yang harus terus dipupuk dan ditumbuh kembangkan. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil sebuah keputusan, menurut Ety
Roharty adalah berikut di bawah ini:

19
Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Ciputat
Press, 2005), 57-58.

26
1. Sebaiknya ketika mengambil keputusan, janganlah hanya secara kebetulan.
2. Keputusan akan lebih baik jika diambil dengan hati-hati, tidak sembrono.
3. Sebelum mengambil keputusan, pahamilah masalahnya. Sehingga seoprang
pemimpin mampu menguasai permasalahan tersebut.
4. Mengambil keputusan jangan hanya didasarkan pada sesuatu yang sedang
viral atau sedang menjadi trend setter di masyarakat saat itu juga, biasanya
ini tanpa pertimbangan yang matang.
5. Sediakan beberapa jawaban alternatif dalam mengambil sebuah keputusan.
Kenyataan yang dihadapi di zaman sekarang ini, keputusan yang diambil dapat
dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah organisasi. Hal ini terjadi di dalam
menentukan keputusan atau disebut dengan mufakat atau berdasarkan keputusan
terbanyak/voting. Memang, secara efektivitas waktu, hal ini akan menghabiskan banyak
waktu, akan tetapi hasilnya akan sangat bagus, keputusan semacam ini bisa tercapai
tatkala:

1) Debat bisa diminimalisir, bahkan bisa dihindari antar anggota yang hadir.
2) Sebuah opini yang berbeda, adanya pemikiran, dan ramalan serta pandangan
biasanya dianggap sebagai hambatan, justru bahkan seharusnya dianggap
sebagai penolong dalam memberikan kontribusi dalam menentukan sebuah
keputusan.
3) Semua anggota mempunya hak yang sama untuk menyampaikan pendapat,
dan kewajibannya pun sama, yaitu mendengarkan pendapat orang lain.
4) Dalam menghindari sebuah perbedaan, tidak terlalu cepat.
5) Semua anggota memilik kewajiban dalam hal memonitor semua proses dan
ikut memberikan sebuah produk.
6) Mengkolaborasikan antara perasan, logika dan informasi.20

Dalam pandangan Islam, telah dijelaskan di dalam Qs. Ali- Imran ayat 159

‫ْف َع ْن ُه ْم َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوََا ِو ْر ُه ْم فِى‬


ُ ‫ب ََل ْنفَض ْووا ِم ْن َح ْولِكَ ۖ فَاع‬ ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬ ًّ َ‫ّٰللاِ ِل ْنتَ لَ ُه ْم ۚ َولَ ْو ُك ْنتَ ف‬
َ ‫ظا َغ ِل ْي‬ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ ه‬
َ‫ّٰللاَ ي ُِِبو ْال ُمت ََو ِك ِليْن‬ ‫ْاَلَ ْم ۚ ِر فَ ِاذَا َعزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل َعلَى ه‬
‫ّٰللاِ ۗ ا َِّن ه‬

20
Ety Rohaety, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Penerbit
Bumi Akasara, 2010), h. 157

27
Artinya: Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah
ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan tentu akan
terjadi banyak perbedaan pendapat, dan kita diperintahkan untuk tetap berlaku lemah
lembut terhadap pihak yang berselisih pendapat dengan kita. Dalam bermusyawarah
pun kita diperintahkan untuk bertekad bulat untuk melaksanakannya sesuai dengan
syariat sebagai bentuk taqwa kepada Allah, dan ketika telah dicapai kesepakatan maka
kita harus harus bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.21

2.2 Evaluasi Kerja


Istilah tes, pengukuran (measurement), penilaian (assesment) dan evaluasi sering
disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi. Secara konsepsional istilah-
istilah tersebut sebenarnya berbeda satu sama lain, meskipun mempunyai keterkaitan
yang sangat erat.
Tes adalah pemberian suatu tugas atau rangkaian tugas dalam bentuk soal atau
perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil pelaksanaan tugas
tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap peserta
didik. Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan kuantitas
daripada sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, starategi pembelajaran, sarana
prasana sekolah dan sebagainya. Untuk melakukan pengukuran tentu dibutuhkan alat
ukur. Dalam bidang pendidikan, psikologi, maupun variabel-variabel sosial lainnya,
kegiatan pengukuran biasanya menggunakan tes sebagai alat ukur.
Sedangkan penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan
hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan

21
Qs. Ali- Imran ayat 159

28
kriteria dan pertimbangan tertentu (Arifin, 2013:4). Jika dilihat dalam konteks yang
lebih luas, keputusan tersebut dapat menyangkut keputusan tentang peserta didik
(seperti nilai yang akan diberikan), keputusan tentang kurikulum dan program atau juga
keputusan tentang kebijakan pendidikan.
Selanjutnya, istilah evaluasi telah diartikan para ahli dengan cara berbeda
meskipun maknanya relatif sama. Guba dan Lincoln (1985:35), misalnya,
mengemukakan definisi evaluasi sebagai “a process for describing an evaluand and
judging its merit and worth”. Sedangkan Gilbert Sax (1980:18) berpendapat bahwa
“evaluation is a process through which a value judgement or decision is made from a
variety of observations and from the background and training of the evaluator”.22
Sedangan menurut Wibowo, Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian
terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim atau individu.
Dua langkah kegiatannya dilalui sebelum mengambil barang untuk kita, itulah
yang disebut mengadakan evaluasi yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat
mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran. Mengukur adalah
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. - Menilai
adalah mengambil suatu keputusan terhadap suatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian
bersifat Kualitatif.
Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi mempunyai
tiga implikasi berikut ini. Pertama, evaluasi merupakan suatu proses terus-menerus,
bukan hanya pada akhir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya
pembelajaran . Kedua, proses evaluasi harus diarahkan ke tujuan tertentu, yaitu untuk
mendapatkan berbagai jawaban tentang bagaimana memperbaiki pembelajaran. Ketiga,
evaluasi mengharuskan penggunaan berbagai alat ukur yang akurat dan bermakna,
untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan. Dengan
demikian, evaluasi adalah proses yang berkaitan dengan pengumpulan informasi yang
memungkinkan pendidik untuk menentukan tingkat kemajuan pembelajaran, dan
menentukan pembelajaran ke depan agar lebih baik.23

Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai“(1) sesuatu


yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuankerja”. Menurut Fattah

22
Asrul, dkk, 2014, Evaluasi Pembelajaran, Citapustaka Media, Medan, h. 2-3
23
Rina Febriana, 2019, Evaluasi Pembelajaran¸ Bumi Aksara, Jakarta, h. 2-3

29
(1999:19) kinerja atau prestasi kerja ( perfor-mance) diartikan sebagai: “ungkapan
kemampuan yang didasari olehpengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam
menghasilkansesuatu”. Sementara menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa:
“Kinerjamerupakan terjemahan dari Performance yang berarti prestasi
kerja,pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja”.24

Para ahli manajemen memberikan berbagai pengertian tentang kinerja ini sesuai
dengan sudut pandang mereka masingmasing, dan bahkan juga berdasarkan pengalaman
kerja yang langsung mereka alami dan rasakan. Diantara beberapa pengertian kinerja
tersebut adalah :

Wibowo menyebutkan kinerja itu berasal dari kata performance yang berarti
hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu pula dipahami bahwa kinerja itu bukan
sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses
pekerjaan itu berlangsung25.
Wirawan kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang
padanannya dalam bahasa Inggeris adalah performance. Kinerja adalah keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi
dalam waktu tertentu26.
Abdullah dilihat dari asal katanya, kinerja itu adalah terjemahan dari
performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan dalam pengertian yang
simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi, yang dikerjakan oleh karyawan
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk (manual), arahan yng diberikan oleh
pimpinan (manajer), kompetensi dan kemampuan karyawan mengembangkan nalarnya
dalam bekerja.27
Pada tahun 1887 di Amerika Serikat telah dilakukan evaluasi kinerja secara
formal oleh Federal Civil Services Commission dalam bentuk merit rating system,
untuk menilai mutu pegawai lembaga pemerintah federal. Pada tahun 1914 Fredreck
Winslow Taylor, pencetus scientific management memperkenalkan evaluasi kinerja,

24
Dedi Rianto Rahadi, 2010, Manajemen Kinerja Sumber Daya Manusia, Tunggal
Mandiri Publishing, Malang, h. 1
25
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1.
26
Wirawan, 2009, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Salemba Empat Jakarta, h.
5.
27
M. Maruf Abdullah, 2013, Manajemen Bisnis Syariah, ASWAJA, Yogyakarta, h.331.

30
yang waktu itu belum begitu berkembang, karena hanya beberapa perusahaan besar dan
organisasi tentara yang melaksanakan. Dan evaluasi kinerja pada waktu itu hanya fokus
pada sifat pribadi dan personalitas karyawan, dan kurang memperhatikan prestasi kerja
karyawan dalam mencapai tujuan atau perilaku kerja karyawan. Pada abad ke 19 di
Inggris sudah dibentuk Royal Commission yang bertugas mengevaluasi layanan publik.
Akan tetapi evaluasi hanya merupakan aktivitas administrasi, belum merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang mandiri.
Evaluasi kinerja (performance appraisal) merupakan sistem formal yang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja pegawai secara priodik yang ditentukan oleh
organisasi. Dalam rumusan yang lain, evaluasi kinerja mengacu pada suatu sistem
formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi
sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat
ketidakhadiran. Dan dalam rumusaan yang lebih singkat, evaluasi kinerja dilakukan
untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh
organisasi, tim dan individu.
Evaluasi kinerja menurut Ivan Cevih (1992) sebagaimana dikutip Surya Dharma
mempunyai tujuan antara lain:
a. Pengembangan Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu di-
training dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu
pelaksanaan conseling antara atasan dan bawahan, sehingga dapat dicapai
usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
b. Pemberian reward Dapat digunakan untuk proses penentuan kenaikan gaji,
insentif, dan promosi. Beberapa organisasi juga menggunakannya untuk
pemberhentian pegawai.
c. Motivasi: Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan
inisiatif, dan rasa percaya diri dalam bekerja.
d. Perencanaan SDM: Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan
keterampilan, serta perencanaan SDM.
e. Kompensasi: Dapat memberikan informasi yang akan digunakan untuk
menentukan apa yang harus diberikan kepda pegawai yang berkinerja tinggi
atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.

31
f. Komunikasi: Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang
berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.

Evaluasi kinerja (penilaian kinerja) dilihat dari perspektif pengembangan


perusahaan atau pengembangan SDM pada umumnya mempunyai kegunaan,
diantaranya:

a) Memperkuat posisi tawar antara perusahaan dengan karyawan.


b) Memperbaiki kinerja karyawan dan kinerja perusahaan.
c) Menyesuaikan pembayaran kompensasi kepada karyawan
d) Sebagai dasar pembuatan keputusan dalam penempatan karyawan
e) Sebagai dasar untuk menetapkan pelatihan dan pengembangan.
f) Sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan pengembangan karier
karyawan.
g) Sebagai dasar untuk melakukan evaluasi proses staffing.
h) Sebagai dasar defisiensi (meninjau ulang) prosedur penempatan karyawan.28
Kata profesi dalam Bahasa Inggris adalah profession dalam bahasa Belanda
proffessie yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin profession yang
bermakna pengakuan atau pernyataan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya)
tertentu. Menurut Tilaar, profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berwujud sebagai
jabatan di dalam suatu hirarki birokrasi yang menuntut keahlian tertebtu serta memiliki
etika khusus untuk jabatan terserbut serta pelayanan baku terhadap masyarakat.
Dari pemaparam di atas dapat dilihat bahwa profesi sebagai termilogi memiliki
bayak makna, hanya saja jika diserdehanakan profesi dimaknai sebagai pekerjaan yang
dilandasi pendidikan jeahlian, berketrampila, kejujuran, dan sebagainya, dimana dalam
hal ini professional berkaitan dengann profesi yang memerlulan kepandainya khusus
untuk menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Flexneer sebagaimana dikutip Prayitno (2009) memamapakarkan ciri-ciri profesi
dalam enam karakteristik profesi sebagai berikut:

28
M. Ma’ruf Abdullah, 2014, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Aswaja
Pressindo, Yogyakarta, h. 20-22

32
1. Keintelektual, kegiatan professional meru[pakan pelayanan yang lebih
berorientasi mental dari pada manusia (kegiatan yang memerlukan
keterampilan fisik), lebih memerlukan proses intelektual atau berpikir
daripada kegiayan rutin.
2. Kompetensi professional yang dipelajari
3. Objek praktek spesifik
4. Komunikasi
5. Motivasi altruistic, diwujudkan melalui peningkatab keintelektualan,
kompetensi dan komunikasi dalam menangani objek praktek spesifik
profesi.
6. Organisasi profesi, guna untuk mengawasi pelaksanaan tugas-tugas
professional.29

2.3 Profesi Guru

Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada orang lain yang
melaksanakan pendidikan dan pembelajaran ditempat-tempat tertentu, tidak mesti
dilembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di rumah dan sebagainya.

Dalam perspektif tradisional pengertian guru dijelaskan Roestiyah yaitu guru


merupakan seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.

Dijelaskan Uno yang dikutip Aditya dan Wulandari (2011) bahwa guru adalah
orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar dan
membimbing peserta didik. Oleh karena itu guru memiliki peran kunci dalam
peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha
reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru sebagai pendidik, yaitu:

1) Guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai teladan bagi siswanya.


Teladan di sini bukan berarti bahwa guru harus menjadi manusia sempurna
yang tidak pernah salah. Guru adalah manusia biasa yang tidak luput dari

29
Rusdy Ananda, 2018, profesi pendidik dan tenaga kependidikan, Medan: LPPPI, h..
40-42

33
kesalahan. Tetapi guru harus berusaha menghindari perbuatan tercela yang
akan menjatuhkan harga dirinya.
2) Guru harus mengenal siswanya. Bukan saja mengenai kebutuhan, cara
belajar dan gaya belajarnya saja. Akan tetapi, guru harus mengetahui sifat,
bakat, dan minat masing-masing-masing siswanya sebagai seorang pribadi
yang berbeda satu sama lainnya.
3) Guru harus mengetahui metode-metode penanaman nilai dan bagaimana
menggunakan metode-metode tersebut sehingga berlangsung dengan efektif
dan efesien.
4) Guru harus memiliki pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan
indonesia pada umumnya, sehingga memberikan arah dalam memberikan
bimbingan kepada siswa.
5) Guru harus memiliki pengetahuan yang luas tentang materi yang akan
diajarkan. Selain itu guru harus selalu belajar untuk menambah
pengetahuannya, baik pengetahuan tentang materi-materi ajar ataupun
peningkatan keterampilan mengajarnya agar lebih professional.30

Maka Untuk bisa menjadi guru teladan, maka ada beberapa karakteristik yang
perlu diperhatikan sebgaiamana diungkap oleh Mahmud Samir al-Munir dalam bukunya
alMu’allimur Rabbany-Guru Teladan, yaitu:

1. Karakteristik Akidah, Akhlak dan Perilaku Guru harus mempunyai akidah


yang bersih dari hal-hal (myusrik/menyekutukan) Tuhan yang bertentangan
dengan agama (Islam). Senantiasa merasa diawasi oleh Tuhan dimanapun
berada (murraqabah), melakukan koreksi diri atas kelalaian dan kesalahan.
Menanamkan sikap rendah hati, jangan sampai timbul persaan iri-dengki
dan sombong-angkuh. Guru harus berakhlak mulia, berklekauan baik, dan
menjauhi hal-hal yang bertentanagn dengan hal itu, baik di dalam maupun
di luar kelas. Mampu mengatur waktu dengan baik, sehingga tidak ada
waktu yang terlewatkan tanpa mendatangkan manfaat.
2. Karakteristik Profesional Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi
seorsng guru dan dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, yakni sebagai

30
Ibid, hal. 40-42

34
berikut: menguasi materi pelajaran dengan matang melebihi siswa-siswanya
dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka secrara baik. Guru
harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani proses mengajar,
seperti pemikiran yang lurus, jernih, tidak melamun, berpandangan jauh
kedepan, cepat tanggap dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-
31
saat kritis.

Dimana dalam menciptakan iklim komunikatif guru hendaknya memperlakukan


siswa sebagai individu yang berbeda-beda, yang memerlukan pelayanan yang berbeda
pula. Karena siswa mempunyai karakteristik yang unik, memiliki kemampuan yang
berbeda, minat yang berbeda, memerlukan kebebasan memilih yang sesuai dengan
dirinya dan merupakan pribadi yang aktif. Untuk itulah kemampuan berkomunikasi
guru dalam kegiatan pembelajaran sangat diperlukan. Kemampuan itu mencakup:

1) Kemampuan guru mengembangkan sikap positif siswa dalam kegiatan


pembelajaran.
2) Kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan
pembelajaran.
3) Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersunguh-sungguh
dalam kegiatan pembelajaran.
4) Kemampuan guru untuk mengelola interaksi siswa dalam kegiatan
pembelajaran

Demikian pula halnya seorang guru profesional harus memiliki keahlian,


keterampilan dan kemampuan sebagaimana disebutkan dalam filosofi Ki Hajar
Dewantara: “Tut wuri handayani, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso”.
Tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi
contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong murid untuk lebih baik dan
maju.

31
Syaiful Bahru Djamarah, 2000, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
Rineka Cipta, Jakarta, hlm 173

35
2.4 Definisi Kompetensi

Pengertian kompetensi berasal dari bahasa Inggris (Competence) yang artinya,


adalah “Kemampuan atau kecakapan”. Kompetensi (Competency)berarti kemampuan
seorang pendidik mengaplikasikan dan memanfaatkan situasi belajar mengajar dengan
menggunakan prinsip-prinsip dan teknik penyajian bahan pelajaran yang telah disiapkan
secara matang, sehingga dapat diserap peserta didik dengan mudah.

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar


yang reflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian, kompetensi
yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang sebenarnya.
Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari
perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Menurut Sadirman, istilah kompetensi digunakan dalam dua konteks, yaitu
sebagai indikator keterampilan atau perbuatan yang dapat diobsevasi, dan sebagai
konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif dan afektif dengan tahapan
pelaksanaannya. Kompetensi merupakan kemampuan-kemampuan guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya.
Surachmad, mengartikan bahwa kompetensi adalah cara mengajar yang
mempergunakan teknik yang beraneka ragam. Penggunaannya disertai dengan
pengertian yang mendalam dari pihak guru, untuk memperbesar niat belajar siswa dan
karenanya akan mempertinggi pula hasil belajar mereka. Sedangkan kompetensi
menurut istilah lain, yaitu segenap kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mendidik yang di dalamnya mencakup ilmu pedagogik (ilmu mendidik, bagaimana cara
mengasuh dan membesarkan seorang anak), didaktik (pengetahuan tentang interaksi,
belajar mengajar secara umum, persiapan pembelajaran dan bernilai hasil
pembelajaran), dan metodik (pengetahuan tentang cara mengajarkan suatu bidang
pengetahuan kepada anak didik).32
Dari definisi diatas kami menyimpulkan bahwa, kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan merupakan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi, baik
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Kemampauan bersifat kualitatif menunjukkan

32
E. Mulyasa, 2012, Standar Kompetensi dan Sertifkasi Guru, Cet. VI; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, h. 78.

36
kualitas (baik atau tidak baik) kemampuan guru mendidik, dan mengajar siswa.
Sedangkan kemampuan kuantitatif kompetensi guru tertentu berkaitan dengan
kemampuan kualitas pembelajarannya terukur berdasarkan uji statistik.
Untuk membuktikan kualitas guru, pemerintah mengeluarkan PP No. 32 tahun
2013 pasal 1 ayat 8 menetapkan standar pendidikan dan tenaga kependidikan adalah
kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan No. 8 UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 Ayat 1, menyatakan
unsur-unsur kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: kompetensi pedagogik
potensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.33

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


kompetensi adalah serangkaian pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku yang yang
harus di miliki oleh seorang pendidik dan dosen dalam melaksanakan tugas atau
profesinya. Kompetensi merupakan kemampuan yang dikuasai individu yang diperoleh
melalui belajar (Janawi, 2012). Guru ialah orang yang memiliki tugas untuk membina
mencerdaskan peserta didik pada semua aspek baik spiritual, emosional, intelektual,
fisikal, finansial, maupun aspek lainnya sehingga peserta didik mampu mengembangkan
kemampuan dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik34.

Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian secara
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. Dalam peningkatan mutu profesional
guru hendaknya mempunyai gagasan, ide, dan pemikiran terbaik mengenai
pembelajaran yang harus dikembangkan oleh guru merujuk pada konsepsi pembelajaran
siswa secara maksimal, dan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pribadi anak.

33
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Pemberdayaan Guru, Tenaga
Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah) dalam Syaiful Sagala (Cet.
II; Bandung: Alfabeta, 2009), Hal. 30.
34
Aswatun Hasanah, Pentingnya Kompetensi Leadership Pada Guru Mi, Indonesian
Journal of Islamic Educational Management, Vol. 3, No. 1, April 2020.

37
Jadi karakteristik guru profesional adalah ciri-ciri orang yang memiliki
pendidikan formal dan menguasai berbagai teknik dalam kegiatan belajar serta
menguasai landasanlandasan kependidikan.35

Allah Swt, berfirman dalam Q.S: Ali-Imran ayat 159, sebagai berikut:

ِ‫ْف َع ْن ُه ْم َوا ْستَ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوََا ِو ْر ُه ْم ف‬


ُ ‫ب ََل ْنفَضووا ِم ْن َح ْولِكَ ۖ فَاع‬ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬ َ ‫ظا َغ ِلي‬ ًّ َ‫ّٰللاِ ِل ْنتَ َل ُه ْم ۖ َو َل ْو ُك ْنتَ ف‬
َّ َ‫فَ ِب َما َرحْ َم ٍة ِمن‬
َ‫ّٰللاَ ي ُِِبو ْال ُمت َ َو ِكلِين‬ َّ ‫ْاْل َ ْم ِر ۖ فَإِذَا َعزَ ْمتَ فَت ََو َّك ْل َعلَى‬
َّ ‫ّٰللاِ ۚ ِإ َّن‬

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Makna yang terkandung dalam ayat tersebut yakni dimana hal pertama yang
dapat diambil dari Surat Ali Imran ayat 159 ini adalah sifat lemah lembut Rasulullah
Shalallahu'alahiwassalam adalah karena rahmat Allah. Hal kedua yang dapat diambil
dari Surat Ali Imran ayat 159 ini menjelaskan akibat bersikap keras lagi kasar. Dimana
Kata-kata kasar dan keras hati adalah sifat yang secara fitrah dibenci oleh manusia. Jika
ada pemimpin yang kata-katanya kasar dan hatinya keras, maka sudah barang tentu
manusia akan menjauhinya. Jika ada yang mendekat, itupun karena takut dan terpaksa.
Ketiga, ialah perintah untuk memaafkan dan memohonkan ampun serta bermusyawarah.
Dan yang keempat yakni menjelaskan tentang perintah untuk bertawakkal, terutama
setelah musyawarah.

35
Ngalim, 1990, Profesionalisme Guru. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada , hlm. 53-55

38
2.5 Kerangka Teori

StrategiPengambilan Keputusan
Evaluasi Kinerja Profesi Guru

Pengambilan
Keputusan
Personal: Lingkungan:
1. Pengetahuan 1. Sekolah
2. Sikap
Basic Causa
3. Perilaku
4. Motivasi
5. Kinerja

Unsafe Condition:
1. Evaluasi Unsafe acts:
2. Kinerja Immediate 1. Profesi Guru
3. Guru Cause

Evaluasi Kinerja

Profesi Guru

Gambar 2.1 Kerangka Teori.

Krangka teori model Brid dan Loftus dengan modifikasi

(Endroyo dan Tugiono,2007,wiratmani,2010,Sugiono dan Yuniarti,2012;Krinci


dan Lubis 20150)

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Adapun
kerangka konsep penelitian ini adalah:

39
Variabel Independen Variabel Dependen

Evaluasi Kinerja

Pengambilan
Keputusan

Profesi Guru

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari
rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Alimul, 2011). Hipotesis dalam penelitian
ini adalah “Evaluasi kinerja guru dalam meningkatkan profesionalitas guru di MTs Al-
Ikhlas Sidodadi Ramunia, tahun 2021”

40
BAB III

METODOLOGI DAN HASIL PENELITIAN

1. Desain Observasi

Metode observasi ini mengunakan metode deskriptif, pendekatan kualitatif, serta


metode ini merupakan salah satu metode pengumpulan data melalui desain wawancara
untuk mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
dengan pihak-pihak kompeten dengan bidang staf pendidikan yang kemudian dicatat
dan hasilnya kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang baku. Dimana wawancara
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi
dengan sumber data yang ada. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: buku, pena, dan android sebagai perekam proses wawancara.

Menurut Moleong, mendefiniskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian


yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah36.

Observasi ini merupakan penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian


yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan
sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial baik individu, kelompok, lembaga,
atau masyarakat. Penelitian lapangan dilakukan dengan menggali data yang bersumber
dari lokasi atau lapangan penelitian yang berkenaan dengan lembaga pendidikan.
Menurut Moleong, mendefiniskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah37.

36
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2006) h. 158
37
Moleong, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja
Rosdakaryah. 158

41
Pendekatan kualitatif ini diambil karena dalam penelitian ini sasaran dalam
penelitian dibatasi agar data-data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta
agar dalam penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran objek penelitian.
Penelitian dilakukan langsung di lapangan, rumusan masalah juga ditemukan di
lapangan, kemudian data berubah-ubah sesuai data yang ada di lapangan, sehingga akan
ditemukan sebuah teori baru di tengah lapangan. Penelitian kualitatif menggunakan
metode kualitatif yaitu pengamatan, dan wawancara. Metode kualitatif ini digunakan
karena beberapa pertimbangan.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian deskriptif kualitatif


menggunakan langkah-langkah penelitian dari pengamatan fenomena yang dapat
dijelaskan secara terperinci dan ilmiah.

Dengan menggunakan metode diatas, penulis menggambarkan mengenai strategi


pengambilan keputusan evaluasi kinerja guru dalam meningkatkan kompetensi
profesionalitas di MTS Al-ikhlas Sidodadi Ramunia.

2. Latar Observasi

Observasi ini dilaksanakan di MTS Al-ikhlas Sidodadi Ramunia yang beralamat


Jl. Mimbar Umum Psr 6 Dusun PW Asri A Sidodadi Ramunia. Observasi ini untuk
memperoleh data ataupun informasi yang lebih lengkap dengan maksud agar hasil
observasi benar-benar mantap. Observasi di MTS Al-ikhlas Sidodadi Ramunia
dilakukan pada hari Senin, 29 November 2021. Alasan penulis mengambil observasi di
MTS Al-ikhlas Sidodadi Ramunia, yaitu karena pihak sekolah tersebut mendukung
kegiatan yang dilakukan penulis untuk mendapatkan informasi mengenai strategi
pengambilan keputusan evaluasi kinerja profesi guru dalam meningkatkan
profesionalitas guru.

3. Informan Observasi

Informan penelitian kualitatif pada observasi ini adalah pihak-pihak yang


menjadi sumber informasi pada observasi ini, antaranya yaitu kepala madrasah dan
guru.

42
Observasi ini menggunakan sampel purposive, sehingga besar pada sampel ditentukan
oleh adanya pertimbangan dari perolehan informasi. Menurut Sugiyono, bahwa: sampel
purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu38. Infoman penelitian yang akan diteliti yakni ditentukan langsung oleh
penelitian sendiri. Adapun subjek dalam penelitian ini yaitu kepala madrasah dan guru.

4. Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data


Data yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan informasi dari
sumbernya langsung. Teguh mengemukakan bahwa data adalah fakta-fakta, serangkaian
bukti-bukti, sesuatu yang secara pasti diketahui oleh serangkaian informasi yang ada di
sekitar kita.
Adapun sumber data dalam observasi ini yakni data primer. Menurut Sugiono,
data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara) atau yang di dapat dari kuisioner.39. Data tersebut
diperoleh dari kepala madrasah dan guru MTS Al-ikhlas Sidodadi Ramunia.
Untuk mendapatkan data secara lengkap, benar dan terperinci, maka observasi
menggunakan metode sebagai berikut:
1. Kuisioner
Menurut Sugiyono, kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Responden adalah orang yang
memberi jawaban atau tanggapan (respon atas pertanyaan maupun
pernyataan yang diajukan.
2. Wawancara

Menurut Nazir dalam Anawi (2009) wawancara merupakan proses memperoleh


keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau respon dan dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Responden
penelitian ini adalah kepala madrasah dan guru MTS Al-Ikhlas Sidodadi Ramunia.

38
Hasan dan AedyMahmudin A.S, Metodologi Penelitian Teori Dan Aplikasi, (
Yogyakarta; Deepublish Publisher, 2017) h. 75
39
Ibid, h. 83

43
5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mencari dan menyusun secara sitematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara dan catatan hasil lapangan dengan cara
menyusun data ke dalam kategori, penjabaran ke dalam unit penelitian, memilih mana
yang digunakan dan yang akan dipelajari dalam penelitian, serta menarik kesimpulan
guna untuk mudah dipahami secara bersama.

Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilaksanakan sebelum peneliti terjun ke


lapangan, selama peneliti mengadakan penelitian di lapangan, sampai dengan pelaporan
hasil penelitian. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yakni teknik analisa
data yang dilaksanakan sejak merencanakan penelitian sampai penelitian selesai.
Dimana data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi, kemudian disusun dalam
catatan lengkap, setelah itu baru peneliti dapat memberikan kesimpulan dan melakukan
verifikasi.

6. Teknik Penjaminan Keabsahan Data


Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan untuk
menyanggah balik yang ditudukan kepada penelitian kualitatif yang mengatakan tidak
ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan
penelitian kualitatif.
Teknik keabsahan data yang dilakukan pada observasi ini yaitu:
 Uji kreatibilitas terhadap data hasil observasi yang disajikan oleh peneliti
agar hasil obsrvasi yang dilakukan tidak meragukan sebagai sebuah
karya ilmiah dilakukan.
 Pengamatan
 Triangulasi sumber
 Triangulasi waktu
 Menggunakan bahan referensi

44
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Ma’ruf, 2014, Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan, Aswaja


Pressindo, Yogyakarta
Abdullah Maruf M, 2013, Manajemen Bisnis Syariah, ASWAJA, Yogyakarta
Afmansyah Hanifia Tiara, 2019. Pendekatan dalam Pengambilan
Keputusan, Padang
A. M Sardiman A.M., 2001, Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar, Cet. I;
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Ananda Ananda, 2018, profesi pendidik dan tenaga kependidikan, Medan:
LPPPI
Asrul, dkk, 2014, Evaluasi Pembelajaran, Citapustaka Media, Medan
Djamarah Bahru Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
Rineka Cipta, Jakarta
Febriana Rina, 2019, Evaluasi Pembelajaran¸ Bumi Aksara, Jakarta
H. Usman, 2014. Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Hasan dan A.S Mahmudin Aedy A.S, 2017. Metodologi Penelitian Teori Dan
Aplikasi, Yogyakarta; Deepublish Publisher
Hasanah Aswatun, Vol. 3, No. 1 April 2020. Pentingnya Kompetensi Leadership
Pada Guru Mi, Indonesian Journal of Islamic Educational Management
Haudi, 2021. Teknik Pengambilan Keputusan, Sumatera Barat: Cv.
Insan Cendikia Mandiri
Mubarakfury Shafiyurrahman Syeikh , Al-Misbah Al-Munir..., 981
Muhdi, dkk. 2017. Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Menentukan
Model Manajemen Pendidikan Menengah. Manajemen Pendidikan, Vol. 4, No.
2
Mulyasa E, 2012 Standar Kompetensi dan Sertifkasi Guru, Cet. VI; Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Moleong, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya
Ngalim, 1990, Profesionalisme Guru. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada
Nurhamni, Faktor-Faktor Yang Pengambilan Keputusan, Junal
Academia. Vol 1. ISSN 1411-3341

45
Rahadi Rianto Dedi, 2010, Manajemen Kinerja Sumber Daya Manusia, Tunggal
Mandiri Publishing, Malang
Rifa’I Muhammad, 2019. Dasar-Dasar Manajemen. Medan: CV.
Widya Puspita
Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang
Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Pemberdayaan Guru,
Tenaga Kependidikan dan Masyarakat dalam Manajemen Sekolah) dalam Syaiful
Sagala Cet. II; Bandung: Alfabeta
Rohaety Ety, 2010. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Jakarta:
Penerbit Bumi Akasara
Salusu, 2015. Pengambilan Keputusan Stratejik Untuk Organisasi
Publik dan Organisasi NonProfit, Jakarta: PT. Grasindo
Supriadi Dedi, 1999, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Cet. I; Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa
Wibowo, 2007, Manajemen Kinerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Wirawan, 2009, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Salemba Empat
Jakarta

46

Anda mungkin juga menyukai