Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PEMBELAJARAN MIKROBIOLOGI

PEWARNAAN BAKTERI KESEHATAN GIGI DAN MULUT

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Bq. Mutmainnah, M.Si.

Di Susun Oleh Kelompok 5

1) Trasna Mutiara Zaeni


2) Trasna Rahayu Arifah
3) Ulaimi Arif
4) Ummu Izzatul Fahira
5) Uswatun Hasanah
6) Wanda Puspitasari
7) Winda Puspitasari
8) Yaptahul Ahksan
9) Zahratul Munawarah
10) Zirra Tsasmyta Aprilia
11) Adetias Suci Rahayu

AKADEMI KESHATAN GIGI KARYA ADI HUSADA MATARAM


2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

MATARAM, DESEMBER 2022

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN

BAB 2 PEMBAHASAN

BAB 3 PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh.
Jenis dan jumlah dari bakteri tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya air, makanan, suhu
dan variasi lingkungan. Penggunaan gigi tiruan pada rongga mulut dapat meningkatkan jumlah bakteri
dan menimbulkan terbentuknya plak yang disebabkan karena terjadinya kontak antara basis gigi tiruan
dengan mukosa rongga mulut. Hal tersebut dapat menyebabkan terhalangnya pembersihan secara alami
oleh lidah dan saliva. Plak terdiri dari beberapa mikroorganisme dimana satu gram plak mengandung
1011 bakteri. Untuk mengurangi bakteri tersebut dapat digunakan pembersih gigi tiruan seperti denture
cleanser. Cara menentukan denture cleanser yang tepat yaitu dengan melakukan identifikasi bakteri untuk
mengetahui jenis bakteri yang terdapat di dalamnya. Identifikasi bakteri dapat dilihat dengan beberapa
cara diantaranya dilihat berdasarkan bentuk dan pewarnaan Gram.

Bakteri adalah salah satu dari mikroorganisme yang memiliki ukuran yang relatif kecil dan merupakan
organisme uniselular (sel tunggal).  Bakteri juga termasuk kelompok organisme prokariotik, karena
materi genetiknya tidak diselubungi oleh membran inti. Bakteri memiliki berbagai macam bentuk,
umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu bentuk basil (seperti batang), bentuk kokus (seperti bola atau oval),
dan bentuk spiral.  Ada juga bakteri yang memiliki bentuk bintang dan kotak.  Individu-individu bakteri
dapat hidup dengan membentuk pasangan, rantai, kluster, dan bentuk lainnya.  Bentuk-bentuk tersebut
dapat menjadi dasar karakter suatu marga pada bakteri (Tortora dkk., 2010).

B. RUMUSAN MASALAH

1) Apa pengertian dari pembersihan gigi dan mulut?


2) Bagaimana perubahan warna pada gigi?
3) Apa saja bakteri yang ada pada gigi dan mulut?

C. TUJUAN

Mengetahui pengertian pembersihan gigi dan mulut dan mengetahui pewarnaan bakteri kesehatan gigi.
BAB 2

PEMBASAHAN

Bakteri adalah salah satu dari mikroorganisme yang memiliki ukuran yang relatif kecil dan merupakan
organisme uniselular (sel tunggal). Bakteri juga termasuk kelompok organisme prokariotik, karena
materi genetiknya tidak diselubungi oleh membran inti. Bakteri memiliki berbagai macam bentuk,
umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu bentuk basil (seperti batang), bentuk kokus (seperti bola atau
oval), dan bentuk spiral. Ada juga bakteri yang memiliki bentuk bintang dan kotak. Individu-individu
bakteri dapat hidup dengan membentuk pasangan, rantai, kluster, dan bentuk lainnya. Bentuk-bentuk
tersebut dapat menjadi dasar karakter suatu marga pada bakteri (Tortora dkk., 2010).

Sel bakteri memiliki struktur dinding sel. Namun, struktur dinding sel pada bakteri berbeda dengan
tumbuhan. Penyusun utama dinding sel pada bakteri adalah peptidoglikan, sedangkan penyusun utama
dinding sel pada tumbuhan adalah selulosa (Tortora, 2010). Peptidoglikan adalah sebuah polisakarida
yang terdiri dari dua macam gula turunan, yaitu N-acetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic acid
(NAM). Selain itu, peptidoglikan juga disusun oleh beberapa asam amino, seperti D-alanine, L-alanine,
D-glutamic acid, lysine atau struktur mirip analog asam amino yang disebut DAP. Semua komponen
tersebut dikoneksikan sehingga membentuk struktur berulang yang disebut glycan tetrapeptide
(Madigan dkk., 2011).

Selain dinding sel, sel bakteri mempunyai struktur lain yang juga khas, seperti kapsul, fimbriae, pili,
flagela dan endospora. Kapsul merupakan lapisan polisakarida atau protein yang terletak di bagian
terluar dari sel. Kapsul secara khas berikatan dengan kuat pada dinding sel atau berikatan secara
kovalen pada peptidoglikan. Kapsul memiliki fungsi seperti media untuk melekatkan diri pada substrat
padat dan mencegah sel dari kekeringan. Fimbriae dan pili adalah struktur filamen yang terbuat dari
protein dan memanjang dari permukaan sel. Fimbriae berfungsi untuk melekatkan pada permukaan
atau membentuk biofilm pada permukaan. Sementara itu, pili merupakan struktur mirip fimbriae,
namun ukurannya lebih panjang dan jumlahnya lebih sedikit dibadingkan fimbriae. Pili berfungsi sebagai
reseptor dari virus, memfasilitasi proses konjugasi, dan media untuk melekatkan sel pada jaringan inang
(Madigan dkk., 2011).

Bakteri telah dikelompokkan oleh para ahli berdasarkan tipe morfologi, fisiologi, dan genetikanya.
Sejumlah taksa yang telah dikenal pada bakteri yaitu Proteobacteria, Actinobacteria, Spirochaetes, dan
Cyanobacteria (Hogg, 2005). Selain pengelompokkan yang telah resmi diterima dalam taksonomi,
terdapat juga jenis pengelompokkan tertentu yang didasarkan pada sifat yang khas dari sejumlah
kelompok bakteri. Salah satu jenis pembagian bakteri tersebut adalah dengan membagi bakteri menjadi
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Hogg, 2005; Tortora dkk., 2010).

Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif

Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dibedakan berdasarkan struktur dinding selnya. Akibat
struktur dinding sel yang berbeda, menimbulkan respon yang berbeda ketika dilakukan pewarnaan
gram. Bakteri gram positif memiliki beberapa lapisan peptidoglikan sehingga lapisan peptidoglikannya
tebal. Umumnya, 90% penyusun dinding sel bakteri gram positif merupakan peptidoglikan. Dinding sel
bakteri gram positif mengandung teichoic acid. Ada dua tipe teichoic acid, yaitu lipoteichoic acid, yang
menjangkau lapisan peptidoglikan dan terhubung ke membran plasma, dan wall teichoic acid, yang
terhubung dengan lapisan peptidoglikan (Tortora dkk., 2010).

Berbeda halnya dengan bakteri gram negatif, yang memiliki lapisan peptidoglikan lebih tipis. Namun,
dinding sel bakteri gram negatif mempunyai membran luar. Membran luar terdiri dari lipopolisakarida
(LPS), lipoprotein, dan fosfolipid. Peptidoglikan terikat dengan lipoprotein di membran luar dan
periplasma, yaitu struktur seperti gel yang berada di antara membran luar dan plasma membran. Selain
itu, Dinding sel bakteri gram negatif tidak mengandung teichoic acid (Tortora dkk., 2010).

Perbedaan selanjutnya antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif adalah respon yang berbeda
diantara keduanya ketika dilakukan pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan tetap terwarnai kristal
violet ketika dilakukan dekolorisasi dengan alkohol dan bakteri akan menampakkan warna biru atau
ungu. Sebaliknya, bakteri gram negatif akan terdekolorisasi dengan alkohol dan terganti dengan
pewarna lawan (counterstain) seperti safranin sehingga bakteri akan berwarna merah atau pink (Tortora
dkk., 2010: 88).

Macam-Macam Pewarna Bakteri

Sel bakteri tidak berwarna sehingga sulit dan sukar diamati secara langsung. Untuk mempermudah
pengamatan morfologi bakteri diperlukan pewarnaan. Proses pewarnaan bakteri lazim disebut
pengecatan (Gandjar dkk., 1992). Zat yang digunakan untuk mewarnai bakteri termasuk biological dye.
Zat pewarna/cat yang digunakan untuk mewarnai bakteri mempunyai dua sifat utama, yaitu mempunyai
kelompok kromofor dan memiliki ikatan dengan sel secara ionik, kovalen, atau hidrofobik. Kromofor
merupakan gugus pemberi warna dari biological dye (Prescott dkk., 2002).

Zat warna dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan sifat muatannya, yaitu pewarna asam
(acidic dyes) dan pewarna basa (basic dyes). Pewarna basa terdiri dari methylen blue, basic fuchsin,
crystal violet, safranin yang memiliki muatan positif. Permukaan sel bakteri umumnya bermuatan
negatif, sehingga pewarna basa sering digunakan dalam pengecatan struktur bakteri. Pewarna asam
yakni eosin, rose bengal, acid fuchsin yang memiliki muatan negatif (Prescott dkk., 2002). Pewarna asam
tidak dapat berikatan dengan kebanyakan bakteri karena muatan negatif pada zat warna akan ditolak
dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri, sehingga pewarna asam mewarnai latar
belakangnya (background) saja (Tortora dkk., 2010).

Ada tiga macam pengecatan yang umum digunakan, yaitu pengecatan negatif, pengecatan sederhana,
dan pengecatan diferensial. Pengecatan negatif dilakukan untuk mewarnai latar belakang preparat dan
bakteri tidak terwarnai. Pengecatan sederhana dilakukan dengan memakai satu macam larutan cat. Sel
bakteri akan berwarna sesuai dengan jenis cat yang dipakai. Sementara itu, pengecatan diferensial
dilakukan dengan memakai beberapa macam larutan zat. Hasil dari pengecatan diferensial
mengelompokkan bakteri ke dalam kelompok-kelompok tertentu (Gandjar dkk., 1992).

Prinsip Pewarnaan Bakteri


Pengecatan negatif memiliki prinsip dasar, yaitu dengan mengkontraskan latar belakang sel (dibuat
menjadi lebih gelap) sehingga sel yang tidak bewarna menjadi lebih terlihat. Pewarna yang digunakan
adalah pewarna asam. Pengecatan negatif cocok digunakan untuk observasi bentuk sel, ukuran sel, dan
kapsul (Tortora dkk., 2010).

Pengecatan sederhana menggunakan satu macam zat warna. Pengecatan sederhana biasanya
digunakan untuk melihat bentuk dan susunan sel bakteri. Pewarna yang digunakan biasanya pewarna
basa. Terkadang pada pengecatan sederhana digunakan zat mordant, yaitu zat yang dapat
meningkatkan afinitas antara cat dengan sel bakteri sehingga sel bakteri lebih terwarnai (Tortora dkk.,
2010).

Pengecatan diferensial menggunakan beberapa zat warna dan hasilnya dapat mengelompokkan bakteri
ke dalam kelompok bakteri tertentu. Salah satu macam pengecatan diferensial adalah pengecatan
gram. Pengecatan gram menggunakan empat macam larutan. Larutan pertama adalah cat utama, yaitu
kristal violet. Larutan kedua adalah mordant, yaitu Gram’s iodine. Mordant berfungsi untuk
meningkatkan afinitas antara cat dengan sel bakteri. Mordant akan berikatan kuat dengan kristal violet.
Setelah diberi mordant, baik bakteri gram positif maupun negatif, akan tampak berwarna ungu atau
biru. Larutan ketiga adalah zat pendekolorisasi, yaitu etanol atau aseton. Fungsi zat pendekolorisasi
adalah untuk meluruhkan warna ungu pada bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif tetap
berwarna ungu. Larutan keempat adalah zat pewarna lawan (counter stain), yaitu safranin. Fungsi zat
pewarna lawan adalah akan memberikan warna pink pada bakteri gram negatif, sedangkan pada bakteri
gram positif tetap berwarna ungu (Benson, 2001; Tortora dkk., 2010).

Pewarnaan Negatif

Pengecatan negatif menggunakan tinta cina atau nigrosin. Tinta cina atau nigrosin merupakan jenis
pewarna asam dan bermuatan negatif. Tinta cina tidak akan bisa berikatan dengan dinding sel dari
bakteri karena sama-sama bermuatan negatif, sehingga tinta cina hanya akan mewarnai permukaan
preparat atau dengan kata lain membuat gelap latar belakang dari bakteri. Prinsip dari pengecatan
negatif adalah membuat kontras latar belakang objek sehingga objek yang transparan dan tidak
terwarnai menjadi lebih jelas terlihat (Benson, 2001; Harley & Prescott, 2002; Tortora dkk., 2010).

Pengecatan negatif tidak memerlukan proses fiksasi terlebih dahulu, karena proses fiksasi dapat
membuat sel menjadi mengkerut. Biasanya, pengecatan negatif berfungsi untuk melihat bentuk, ukuran
dan kapsul sel. Jika pada pengecatan negatif dilakukan juga proses fiksasi, akan membuat perubahan
pada ukuran sel sehingga ukuran sel menjadi tidak akurat. Lagipula, salah satu fungsi dari proses fiksasi
adalah untuk membuat proses pewarnaan bakteri menjadi lebih baik. Sementara itu, pengecatan negatif
hanya mewarnai latar belakang dan tidak akan mewarnai permukaan sel sehingga proses fiksasi tidak
perlu dilakukan (Benson, 2001).

Faktor-faktor yang memengaruhi proses pewarnaan adalah faktor warna, dinding sel bakteri, dan proses
pewarnaan. Cat atau pewarna bisa bersifat asam atau basa, selanjutnya pemakaiannya disesuaikan
dengan pengecatan yang akan dibuat. Jika akan melakukan pengecatan negatif, pewarna yang
digunakan adalah pewarna asam karena pewarna asam tidak akan berikatan dengan dinding sel.
Sementara itu, proses pewarnaan dapat memengaruhi baik tidaknya hasil pengecatan (Benson, 2001;
Harley & Prescott, 2002).

Pewarnaan Sederhana

Contoh pewarnaan sederhana dengan menggunakan crystal violet. Permukaan sel bakteri akan menjadi
berwarna ungu setelah diwarnai dengan pewarna crystal violet. Crystal violet adalah jenis pewarna basa
yang bermuatan positif sehingga dapat berikatan dengan permukaan sel bakteri (Tortora dkk., 2010).

Sebelum melakukan proses pewarnaan sederana, perlu dilakukan proses fiksasi. Proses fiksasi
mempunyai fungsi yang banyak dalam membantu proses pengecatan menjadi lebih baik. Salah satu
fungsi dari fiksasi yaitu dapat menginaktivasi enzim yang dapat merusak morfologi sel atau menguatkan
struktur sel sehingga dapat menyulitkan proses pewarnaan. Selain itu, fiksasi dapat mempertahankan
posisi sel, membunuh sel, dan melekatkan sel dengan preparat sehingga sel bakteri tidak hilang ketika
proses pencucian (Benson, 2001). Fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan gelas objek di atas nyala
api sebanyak 3-4 kali (Gandjar dkk., 1992).

Faktor-faktor yang memengaruhi pewarnaan sederhana adalah faktor cat, permukaan sel bakteri itu
sendiri, dan faktor proses pewarnaan. Cat dan permukaan sel bakteri harus yang mempunyai ion yang
berlawanan sehingga cat dapat berikatan dengan permukaan sel bakteri. Sebagai contoh, crystal violet
yang memiliki ion bermuatan positif akan berikatan dengan permukaan sel bakteri yang umumnya
memiliki ion bermuatan negatif. Proses pewarnaan sederhana yang cukup penting adalah pada saat
proses fiksasi. Pengerjaan proses fiksasi yang tidak benar akan membuat pengecatan menjadi kurang
baik, misalnya sel bakteri masih hidup, sel bakteri hilang ketika proses pencucian, dan sel tidak mampu
diwarnai oleh zat pewarna (Benson, 2001; Prescott dkk., 2002; Tortora dkk., 2010).

Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram menggunakan empat jenis larutan, yaitu larutan gram A, gram B, gram C, dan gram D.
Setiap larutan tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang dijelaskan sebagai berikut:

Larutan gram A adalah cat utama, yaitu kristal violet.

Larutan gram B adalah mordant, yaitu Gram’s iodine. Mordant berfungsi untuk meningkatkan afinitas
antara cat dengan sel bakteri. Mordant akan berikatan kuat dengan kristal violet. Setelah diberi
mordant, baik bakteri gram positif maupun negatif, akan tampak berwarna ungu atau biru.

Larutan gram C adalah zat pendekolorisasi, yaitu etanol atau aseton. Fungsi zat pendekolorisasi adalah
untuk meluruhkan warna ungu pada bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif tetap
berwarna ungu.

Larutan gram D adalah zat pewarna lawan (counter stain), yaitu safranin. Fungsi zat pewarna lawan
adalah akan memberikan warna pink atau merah pada bakteri gram negatif, sedangkan pada bakteri
gram positif tetap berwarna ungu (Benson, 2001; Tortora dkk., 2010

1. Pengertian kebersihan gigi dan mulut


Kebersihan gigi dan mulut adalah suatu keadaan yang menunjukan bahwa di dalam mulut seseorang
bebas dari kotoran seperti debris, plak, dan karang gigi. Plak akan selalu terbentuk pada gigi geligi dan
meluas keseluruh permukaan gigi apabila seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut
( Rusmawati, 2010).

Menurut Putri, Herijulianti, dan Nurjannah (2010), mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, pada
umumnya dengan suatu indeks. Indeks adalah suatu angka yang menunjukkan keadaan klinis yang
didapat pada waktu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengukur luas dari permukaan gigi yang ditutupi
oleh plak maupun calculus, dengan demikian angka yang diperoleh berdasarkan penilaian objektif.

2. Deposit yang melekat pada permukaan gigi

Menurut Putri, Herijulianti, dan Nurjanah (2010), deposit atau lapisan yang menumpuk dan melekat pada
permukaan gigi terdiri dari debris, plak, dan calculus.

a. Debris

Kebanyakan debris makanan akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit
setelah makan, tetepi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada permukaan gigi dan membran
mukosa. Aliran saliva, aksi mekanis dari lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan susunan gigi dan rahang
akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan. Pembersihan ini dipercepat oleh proses
pengunyahan dan vaskositas ludah yang rendah. Walaupun debris makanan mengandung bakteri, tetapi
berbeda dengan plak dan materia alba, 13 debris ini lebih mudah dibersihkan. Debris harus dibedakan
dengan makanan yang tertekan ke ruang interproksimal (food impaction).

b. Plak

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme
yang berkembang biak dalam suatu maktrik interseluler jika seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan
mulutnya. Berbeda halnya dengan lapisan terdahulu, plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan cara
kumur ataupun semprotan air dan hanya dapat dibersihkan dengan cara mekanis. Plak biasanya mulai
terbentuk pada sepertiga permukaan gingival dan pada permukaan gigi yang cacat dan kasar.

c. Calculus

Calculus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi, objek solid lainnya di dalam mulut, misalnya restorasi dan gigi geligi tiruan. Calculus
adalah plak terkalsifikasi.

Menurut British Dental Journal, ada lebih dari 700 spesies bakteri yang berkoloni di mulut dan gigi
manusia. Rata-rata manusia menelan air liur sebanyak 1 liter (1.000 ml) per harinya. Dalam 1 ml
terkandung 100 juta mikroba, berarti akan terdapat 100 miliar mikroba dalam 1.000 ml air liur yang kita
telan.

A. Stain Gigi
1. Defenisi

Stain merupakan pewarnaan gigi yang melekat langsung pada permukaan gigi. Gangguan yang di
akibatkan oleh stain adalah masalah estetik. Endapan stain yang menebal dapat membuat dasar
permukaan gigi yang selanjutnya akan menyebabkan penumpukan plak sehingga mengiritasi gusi di
dekatnya (Putri,dkk 2013).

2. Jenis Stain

a. Stain ekstrinsik

Stain ekstrinsik terjadi pada permukaan luar gigi dan dapat dihilangkan dengan prosedur menggosok gigi,
skaling, dan atau poles.

Macam macam stain ekstrinsik :

1) Yellow stain

Yellow stain secara klinis terlihat sebagai plak yang mengalami pewarnaan ke kuning kuningan. Dapat
terjadi kepada semua usia, dan lebih banyak pada individu yng mengabaikan kebersihan mulutnya.
Penyebab nya biasanya dari pigmen makanan.

Gambar 2.1 Yellow Stain

2. Brown stain

Brown stain merupakan suatu pelikel tipis, translusen, biasanya bebas kuman yang mengalami pigmentas.
Stain terjadi pada individu yang kurang baik menggosok giginya atau menggunakan pasta gigi yang aksi
pembersihannya kurang baik. Sering dijumpai pada permukaan bukal gigi molar rahang atas dan
permukaan lingual insisif rahang bawah.

Gambar 2.2 Brown Stain

3. Tobacco stain
Tobacco stain merupakan pewarnaan dari tembakau yang di sebabkan karena pembakaran dan adanya
penetrasi air tembakau kedalam fisura email dan dentin. Tembakau menyebabkan deposit yang berwarna
coklat tua atau hitam dan melekat erat serta menyebabkan perubahan warna pada gigi

Gambar 2.3 Tobacco Stain

4. Black stain

Black stain biasanya berupa suatu garis hitam yang tipis pada permukaan oral dan vestibular gigi dekat
gingival margin dan berupa bercakan yang difus pada permukaan proksimal. Black stain melekat erat, ada
kecenderungan terbetuk kembali setelah dibersihkan. Lebih sering terjadi pada wanita dan dapat terjadi
pada orang dengan oral hygiene yang buruk. Penyebabnya bakteri kromogenik.

Gambar 2.4 Black Stain

5. Green stain

Green stain dapat terjadi pada semua umur, tapi biasa dijumpai pada anak - anak, biasanya ada pada
permukaan labial gigi anterior rahang atas pada pertengahan gingival.

6) Orange stain Orange stain lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan green stain dan brown stain.
Terbentuk oleh mikroorganisme kromogenik, seperti serratia marcescense dan flavobakterium
lutesconsts.

7) Metalic stain Metalic stain dapat masuk kedalam rongga mulut dalam bentuk debu yang terhisap oleh
buruh industri atau secara sistemik ada pemberian obat yang mengandung metallic.

b. Stain intrinsik

Stain Intrinsik terjadi di dalam substansi gigi dan tidak dapat dihilangkan dengan teknik skaling maupun
poles.

Macam – macam stain intrinsik :


1) Stain instrinsik endogen :

a) Gigi yang pulpa nya non vital

Pewarnaan ini terjadinya karena darah elemen jaringan pulpa dipecah akibat adanya hemoragi di dalam
kamar pulpa, perawatan saluran akar, atau nekrosis dan dekomposisi jaringan pulpa. Selanjutnya pigmen
dari dekomposisi hemoglobin dan jaringan pulpa berfenetrasi kedalam tubuli dentin.

Gambar 2.5 Karies Pulpa Non Vital

b) Pewarnaan tetrasiklin

Antibotik tetrasintik digunakan untuk bermacam macam infeksi, antibotik ini mempunyai afinitas dengan
jaringan tubuh yang termineralisasi dan resorbsi oleh tulang dan gigi. Pewarnaan ini bewarna hijau muda
sehingga kuning tua, abu – abu kecoklatan. Pewarnaan yang terjadi bergantung pada dosis obat, lamanya
waktu mengkonsumsi antibotik, dan jenis tetrasiklin. Pewarnaan ini juga bersifat generalisata
(menyeluruh) atau terbatas pada beberapa gigi yang sedang mengalami perkembangan pada saat
pemberian obat tersebut.

Gambar 2.6 Pewarnaan Tetrasiklin

2) Stain intrisik endogen

Stain ini berasal dari luar, contohnya berasal dari bahan tambal amalgam, obat – obat perawatan pulpa,
dan obat – obat lain.

B. Merokok

1. Definisi
Rokok merupakan produk yang berbahaya dan bersifat adiktif, berisi 4000 bahan kimia, 69 di antaranya
kariogenik. Zat berbahaya dalam rokok antara lain karbon monoksida, sianida, arsem, formalin,
nitrosaminek, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Merokok dapat menimbulkan
kelainan – kelainan rongga mulut, misalnya pada lidah, gusi, mukosa mulut, gigi dan langit – langit yang
berupa stomatitis nikotina dan infeksi jamur. Asap rokok mengandung komponen – komponen dan zat –
zat yang berbahaya bagi tubuh. Banyaknya komponen tergantung pada tipe tembakau, temperatur
pembakaran, panjang rokok, porositas kertas pembungkus, bumbu rokok, serta ada tidaknya filter,
sedangkan zat – zat berbahaya misalnya partikel – partikel dan gas. Asap 12 rokok yang dihisap 90%
mengandung berbagai gas, seperti N2,O2,CO2, sedangkan 10% sisanya mengandung partikel tertentu
seperti tar, nikotin, dan lain – lain (Rachmat dkk, 2016).

2. Kerugian Yang Timbul Akibat Merokok

a. Perubahan warna gigi, gusi dan bibir

b. Karies pada gigi akan semkin cepat terbentuk

c. Kemungkinan terjadi kanker pada jaringan mulut sangat benar

d. Bau nafas jelas beraroma rokok

e. Berubahnya jaringan dalam rongga mulut yang menyebabkan berbagai dampak negatif tehadap
kesehatan mulut itu sendiri seperti pemicu terbentuknya karies (Hermawan, 2010).

3. Komponen Pada Rokok

a. Nikotin

Nikotin adalah salah satu zat yang paling beracun dari semua racun. Rata – rata dosis yang mematikan
untuk dewasa diperkirakan antara 30 – 60 miligram. Nikotin adalah komponen dalam asap tembakau
yang menyebabkan kecanduan di kalangan perokok. Efek adiktif nikotin yang dapat memicu pelepasan
dopamine zat kimia pada otak yang akan menimbulkan perasaan senang.

b. Tar

Tar merupakan partikel yang terhirup ketika perokok menghisap rokoknya. Setiap partikel terdiri dari
berbagai macam bahan kimia organik dan anorganik yang terdiri dari nitrogen, oksigen, hydrogen, karbon
13 dioksida, karbon monoksida. Dalam bentuk kondensat, tar adalah zat lengket yang berwarna cokelat,
yang mengakibatkan terjadinya pewarnaan pada gigi (Marya, 2011).

c. Nitrogen oksida

Asap rokok mengandung oksida nitrogen yang relatif tinggi. Gas ini menyebabkan kerusakan pada paru –
paru. Hal ini telah dibuktikan pada hewan percobaan, yang kondisinya sama pada perokok aktif.
Kerusakan pada paru – paru tersebut akan mengarah ke emphysema (Marya, 2011).
d. Logam

Tiga puluh logam telah terdeteksi dalam asap tembakau, termasuk nikel, arsenic, cadmium, kromium, dan
timah (Marya, 2011)

e. Senyawa Radoaktif

Senyawa radioaktif yang ditemukan dalam konsentrasi tertinggi pada asap rokok adalah polonium 210
dan kalium 40. Senyawa radioaktif lain yang hadir termasuk radium 226, radium 228 dan thorium 228.
Senyawa adioaktif yang tinggi yaitu sebagai karsinogen (Marya, 2010).

C. Kopi

1. Definisi

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Kopi telah menjadi komoditas
rakyat yang sudah cukup lama menjadi sumber nafkah bagi para petani kopi. Tanaman kopi memiliki dua
tipe pertumbuhan cabang, yaitu cabang ortotrop tumbuh ke arah vertikal dan cabang plagiotrop tumbuh
ke arah horizontal. (Rahardjo, 2012).

2. Kandungan Dalam Kopi

Kopi mengandung banyak sekali zat, yang terdiri dari substansi nonvolalite dan volalite. Zat yang dapat
menyebabkan perubahan warna pada gigi terkandung dalam kopi adalah kafein dan tanin. Kafein dan
tanin merupakan zat yang mengandung warna dan dapat larut dalam air sehingga dapat dengan mudah
mempengaruhi perubahan warna pada gigi. Kefein (C8H10N4O2) adalah alkaloid yang secara umum
dikonsumsi sebagai stimulus dan komponen yang paling diketahui pada biji kopi.

Kopi yang mengandung kafein dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi maupun tumpatan. Kandungan
kafein pada kopi berbeda – beda tergantung dari jenis kopi dan kondisi geografis dimana kopi tersebut
ditanam (Chandra, 2019). Pada umumnya menurut Oesterich, 2010 kopi mengandung kafein sebanyak
1,2 – 3,8 %.

Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat ditemui pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya
berbeda – beda tergantung jenis tanaman itu sendiri. Senyawa tannin dapat menyebabkan perubahan
warna (pencoklatan) pada suatu bahan.

3. Pengaruh Kopi Terhadap Pewarnaan Gigi

Proses terjadinya pewarnaan pada gigi karena kromogen makanan/minuman yang berwarna (kopi, teh,
wine) diserap kedalam plak atau acquired pellicle atau deposit krommogen ke permukaan gigi sehingga
dapat menghasilkan suatu warna karena adanya ikatan ganda yang saling berhubungan dengan permukaan
gigi melalui suatu pertukaran ion (Hendary, 2012 cit Nurfikri 2017).
BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan

Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh.
Jenis dan jumlah dari bakteri tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya air, makanan, suhu
dan variasi lingkungan.Penggunaan gigi tiruan pada rongga mulut dapat meningkatkan jumlah bakteri dan
menimbulkan terbentuknya plak yang disebabkan karena terjadinya kontak antara basis gigi tiruan dengan
mukosa rongga mulut. Hal tersebut dapat menyebabkan terhalangnya pembersihan secara alami oleh lidah
dan saliva. Plak terdiri dari beberapa mikroorganisme dimana satu gram plak mengandung 1011 bakteri.
Untuk mengurangi bakteri tersebut dapat digunakan pembersih gigi tiruan seperti denture cleanser. Cara
menentukan denture cleanser yang tepat yaitu dengan melakukan identifikasi bakteri untuk mengetahui
jenis bakteri yang terdapat di dalamnya. Identifikasi bakteri dapat dilihat dengan beberapa cara
diantaranya dilihat berdasarkan bentuk dan pewarnaan Gram.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2002. Laporan survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Dalam SURKESNAS.
Jakarta.

Bresson, W., dan M.T. Borges. 2004. Delivery Methods for Introducing EndophiticBacteria into Maize.
Biocontrol. 49: 315-322.

David, W.W and Stout, T.R. 1971. Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic Assay.
Microbiology.

Holt, J.G., et al. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Williams & Wilkins, USA.

Houwink, B.O.B.D., Cramwinckel, A.B., Crielaers, P.J.A., Dermaut, L.R., eijman,M.A.J., Huis, J.H.J.,
Konig, K.G., Moltzer, G., van Palenstein Helderman,W.H., Pilot, T., Roukema, PA., Schatteet, H.H.T,
Van de Velden-Veldcamp,I., Woltgens, J.H.M. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Alih bahasa:
S.Suryo. Judul Asli: Preventieve Thandeelkunde.1984. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Murray, P. R., Rosenthal, K. S., Kobayashi, G. S., Pfaller, M. A. 1998. Medical Microbiology. Third
Edition. St. Louis: Mosby Inc.
Pratiwi, S. T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga, Jakarta.

Soetantini, N. 2007. PDGI Jatim Edukasi Pos Kesehatan Pesantren.

Anda mungkin juga menyukai