Anda di halaman 1dari 11

MEMBACA TEKS KEILMUAN

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh:

Airlangga Putra Kusumo


Azriel Dolf Panahatan
Jesa Raja
Rio Andava Adlan Putra

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

MALANG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Membaca Kritis............................................................................5
2.2 Jenjang Tingkatan Dalam Membaca....................................................................6
2.2.1 Tingkat Membaca Literal...........................................................................23
2.2.2 Tingkat Membaca Interpretatif..................................................................23
2.2.3 Tingkat Membaca Kritis............................................................................23
2.2.4 Tingkat Membaca Kreatif..........................................................................23
2.3 Definisi-Definisi Membaca Kritis Menurut Para Ahli.........................................7
2.3.1 Menurut Ahuja dan Ahuja (2010)..............................................................23
2.3.2 Menurut Wallace. C (1992)........................................................................23
2.3.3 Menurut Johnson (2007)............................................................................23
2.4 Arti Penting Membaca Kritis...............................................................................8
2.5 Keterampilan Membaca Kritis.............................................................................12
2.6 Prosedur Pembelajaran Membaca Kritis..............................................................14
2.6.1 Sebelum Membaca.....................................................................................23
2.6.2 Saat Membaca............................................................................................23
2.6.3 Setelah Membaca.......................................................................................23
2.7 Konteks Membaca Kritis......................................................................................16
2.8 Jenis-Jenis Konteks Membaca Kritis...................................................................20
2.8.1 Konteks Pengetahuan Bersama..................................................................23
2.8.2 Konteks fisik..............................................................................................23
2.8.3 Konteks sosial............................................................................................23
2.8.4 Konteks Psikologis.....................................................................................23
BAB III PENUTUP...........................................................................................................23
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................23
3.2 Saran.....................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................57
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengingat pentingnya peranan membaca tersebut bagi perkembangan siswa maka guru
perlu memacu siswanya untuk membaca dengan benar dan selektif. Secanggih atau sebaik
apapun suatu metode membaca tidak akan berhasil jika gurunya tidak mampu
melaksanakannya serta hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan. Karena itu peranan guru
sangat mendukung keberhasilan siswanya. Aktivitas berbahasa ada yang bersifat reseptif dan
ada pula yang bersifat produktif. Keduanya saling melengkapi dalam keseluruhan kegiatan
komunikasi.

Membaca membawa seseorang lebih jauh dan mendalam dibandingkan dengan


kemampuan keterampilan berbahasa lainnya. Kemampuan membaca merupakan suatu
kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan pihak lain melalui
tulisan. Kesulitan dalam membaca atau menulis merupakan cacat serius dalam kehidupan
(Rubin, 1983: vii). Kemampuan membaca tidak hanya penting dalam pembelajaran bahasa,
tetapi juga penting dalam mempelajari ilmu dan berbagai macam pengetahuan lain serta
dalam mengembangkan diri pribadi seseorang. Hal ini menunjukkan juga betapa pentingnya
kemampuan membaca bagi seseorang.

Kemampuan membaca mempersoalkan ketepatan pemahaman kata dan maknanya, juga


mempersoalkan diterima tidaknya pemilihan kata itu oleh orang lain. Hal itu karena
masyarakat diikat oleh berbagai warna yang menghendaki agar setiap kata yang dipakai harus
cocok dengan situasi kebahasaan yang dihadapi. Dalam memahami sebuah bacaan,
pengetahuan diksi (pilihan kata) yang kurang tepat sangat berpengaruh karena apabila cara
memahami pilihan kata kurang benar, akan berpengaruh terhadap makna bacaan tersebut.
Untuk menunjang itu semua diperlukan latihan menyusun beberapa kalimat secara berulang-
ulang sehingga dapat lebih terampil dalam memilih kata yang tepat dan dapat memahami
suatu bacaan sesuai dengan konsep yang akan diungkapkan.

Meskipun penguasaan diksi sudah baik dan benar belum dapat menjamin pembaca
memahami informasi, pembaca masih dituntut memiliki pengetahuan yang cukup untuk
mengolah, memahami, dan mempersepsi informasi (tertulis) yang dibacanya. Dalam situasi
demikian dapat dipastikan tanpa penguasaan konsep kompetensi semantik memadai,
seseorang tidak mungkin memahami pesan yang terformulasi pada setiap kalimat yang
dibacanya.

Penguasaan kompetensi semantik yang memadai sebagaimana di atas dapat menentukan


arti secara tepat dalam memahami isi bacaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Dole et.al,
(1971: 196) semantik menelaah serta menggarap makna kata dan makna-makna yang
diperoleh dalam masyarakat, baik itu leksikal, arti gramatikal, makna konotatif yang harus
dilihat dari masyarakat pemakai bahasa. Nilai kata mungkin positif atau negatif. Arti figuratif
yang meliputi peyoratif, amelioratif, antonim, homonim, dan polisemi.

Berdasarkan kenyataan bahwa kemampuan membaca seseorang tidaklah bisa diperoleh


secara alamiah, tetapi melalui proses pembelajaran intensif. Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia sejak SD sampai perguruan tinggi kemampuan membaca pemahaman sangat
diperhatikan pembinaannya. Hal itu merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh
guru terutama guru kelas tingggi. Sampai saat ini keterampilan membaca masih kurang
memuaskan. Banyak kelemahan yang diperlihatkan siswa antara lain mereka sukar membaca
isi buku teks, lebih menonjol lagi rata-rata prstasi akademiknya pas-pasan. Banyak hal yang
mempengaruhi rendahnya kualitas siswa: (1) kondisi bahan pengajaran yang kurang memadai
dan (2) kurangnya kegiatan praktis dalam membina dan meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman, dan sebagainya. Di antara penyebab itu menurut dugaan penulis, faktor
penguasaan diksi dan kompetensi semantik ikut berpengaruh terhadap kemampuan membaca
pemahaman siswa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Membaca Kritis

Keterampilan membaca merupakan aspek penting dalam pengembangan kemampuan berpikir


setiap individu. Melalui aktivitas membaca, pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang
kelak dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas berpikirnya.

2.2 Jenjang Tingkatan Dalam Membaca

Para ahli di bidang membaca membagi aktivitas membaca dalam beberapa jenjang berbeda
berdasarkan intensitas proses berpikir yang dilibatkan. Jenjang membaca dibagi dalam empat
tingkatan, yakni:

2.2.1 Tingkat Membaca Literal

Kegiatan membaca sebatas mengenal dan menangkap arti (meaning) yang tertera
secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang
terletak secara literal (reading the lines) dalam bacaan dan tidak berusaha menangkap
makna yang lebih dalam lagi, yakni makna-makna tersiratnya, baik pada tataran
antagonis (by the lines) apalagi makna yang terletak dibalik barisnya (beyond the lines).

2.2.2 Tingkat Membaca Interpretatif

Membaca interpretatif merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami apa


yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bacaan. Kegiatan ini lebih dalam lagi bila
dibandingkan dengan membaca literal karena dalam membaca literal pembaca hanya
mengenal apa yang tersurat saja, tetapi dalam membaca interpretatif, pembaca ingin juga
mengetahui apa yang disampaikan penulis secara tersirat. Menurut Syafi’ie (1999:36)
pemahaman interpretatif harus didahului pemahaman literal yang aktivitasnya berupa:
menarik kesimpulan, membuat generalisasi, memahami hubungan sebab-akibat,
membuat perbandingan-perbandingan, menemukan hubungan baru antara fakta-fakta
yang disebutkan dalam bacaan.
2.2.3 Tingkat Membaca Kritis

Merupakan tataran membaca paling tinggi. Hal ini dikarenakan ide-ide bacaan yang
telah dipahami secara baik dan detail, dikomentari dan dianalisis kesalahan dan
kekurangannya. Membaca kritis merupakan membaca yang bertujuan untuk memberikan
penilaian terhadap sesuatu teks bacaan dengan jalan melibatkan diri sebaik-baiknya ke
dalam teks bacaan itu. Oleh para ahli membaca kritis ini dipandang sebagai jenis
membaca tersendiri sehingga para ahli membuat definisi yang redaksinya berbeda-
beda. Menurut Burns (1996:278) membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis,
yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang
diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, dan kesesuaian. Pembaca kritis
harus bisa menjadi pembaca yang aktif, bertanya, meneliti fakta-fakta, dan
menggantungkan penilaian/ keputusan sampai ia mempertimbangkan semua materi.

Tingkatan membaca kritis melibatkan kemampuan memperoleh informasi melalui


proses berpikir kritis. Dalam membaca kritis, pembaca dituntut menganalisis,
menyintesis, dan mengevaluasi isi bacaan.

2.2.4 Tingkat Membaca Kreatif

Membaca kreatif merupakan tingkatan membaca pemahaman pada level yang paling
tinggi. Pembaca dalam level ini harus berpikir kritis dan harus menggunakan
imajinasinya. Dalam membaca kreatif, pembaca memanfaatkan hasil membacanya untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan itu akan bisa
memperkaya pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan ketajaman daya
nalarnya sehingga pembaca bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru. Proses membaca
kreatif ini menurut Syafi’ie (1999:36) dimulai dari memahami bacaan secara literal
kemudian menginterpretasikan dan memberikan reaksinya berupa penilaian terhadap apa
yang dikatakan penulis, dilanjutkan dengan mengembangkan pemikiran-pemikiran
sendiri untuk membentuk gagasan, wawasan, pendekatan dan pola-pola pikiran baru.
2.3 Definisi-Definisi Membaca Kritis Menurut Para Ahli

2.3.1 Menurut Ahuja dan Ahuja (2010)

Membaca kritis adalah penerapan proses berpikir kritis terhadap bacaan. Aktivitas
membaca kritis melibatkan proses kognitif tingkat tinggi. Pembaca dituntut menerapkan
proses berpikir analitik, sintetik, dan evaluatif.

2.3.2 Menurut Wallace. C (1992)

Membaca kritis adalah proses membaca yang melibatkan kesadaran bahwa bahasa
tidak hanya membawa pesan proporsional teks, tetapi juga membawa pesan ideologis.

2.3.3 Menurut Johnson (2007)

Membaca kritis sebagai aktualisasi dari berpikir kritis merupakan proses yang terarah
dalam kegiatan mental untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan,
menganalisis, dan mengevaluasi secara sistematis suatu pendapat

2.4 Arti Penting Membaca Kritis

Melalui aktivitas membaca, pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang kelak dapat
digunakan untuk meningkatkan kapasitas berpikirnya. Proses membaca pada dasarnya
merupakan aktivitas bepikir (Burns, Roe, dan Ross, 1996)

2.5 Keterampilan Membaca Kritis

Berdasarkan level kognitif dalam proses berpikir kritis, keterampilan membaca kritis
dapat dibagi menjadi enam tingkatan secara berjenjang:

1. Keterampilan Menginterpretasi
Memahami dan mengungkap makna atau artisecara luas
2. Keterampilan Menganalisis
Mengidentifikasi dan menghubungkan pernyataan, pertanyaan, konsep, atau deskripsi
untuk mengekspresikan keyakinan, penilaian, alasan, atau opini
3. Keterampilan Menginferensi
Keterampilan mengidentifikasi elemen yang diperlukan untuk menarik kesimpulan
yang masuk akal
4. Keterampilan Mengevaluasi
Kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan yang didasarkan persepsi, situasi,
keyakinan, atau pendapat
5. Keterampilan Mengeksplanasi
Menyatakan/memberikan penjelasan tentang informasi/data/gagasan berbasis bukti,
konsep, metode, dan kriteria
6. Keterampilan Meregulasi Diri.
Kemampuan untuk memantau kegiatan kognitif melalui analisis dan evaluasi terhadap
diri sendiri

2.6 Prosedur Pembelajaran Membaca Kritis

Nuttall (1985:152–165 & 2005:154–167) membagi tahapan pembelajaran membaca


menjadi tiga, yakni aktivitas sebelum membaca, aktivitas saat membaca, dan aktivitas setelah
membaca.

2.6.1 Sebelum Membaca

Kegiatan yang dilakukan untuk pembangkitan skemata. Pembangkitan skemata


bertujuan menghubungkan antara pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan topik
yang akan dibaca. aktivitasnya seperti meliputi mengemukakan alasan untuk membaca,
memperkenalkan teks, membagi teks dalam beberapa bagian, memahami istilah baru,
dan mengajukan pertanyaan.

2.6.2 Saat Membaca

Aktivitas ini berkaitan dengan pengelolaan peserta didik/organisasi kelas. Menurut


Nuttall, terdapat 3 model yaitu secara individual dimana cara membaca dikontrol
mandiri, lalu seccara berpusat pengajar dimana aktivitas membaca menggunakan 1 teks
dan diatur penuh oleh pengajar, lalu secara berkelompok dimana cara membaca diatur
oleh semua pembaca di kelompok.

2.6.3 Setelah Membaca

Aktivitas utama yang dilakukan pembaca pada tahapan ini adalah mengevaluasi isi
bacaan dan memberikan respons. Contoh kegiatannya seperti menghubungkan isi bacaan
dengan pengalaman pembaca, membandingkan isi bacaan dengan bacaan lainnya, dan
mencontohkan aplikasi dari teori yang telah dibaca.

2.7 Konteks Membaca Kritis

Dalam mengkritisi sebuah tulisan kita sebaiknya tau tentang konteks. Konteks dibagi
menjadi dua yaitu kontek internal bahasa dan kontekseksternal bahasa, dalam bahasa lebih
sering disebut pragmatik bidang linguistik. Sebelumnya pragmatik sendiri adalah kajian
tentang hubungan antara bahasa dankonteks yang digramatikalisasi atau dikodekan di dalam
struktur bahasa. Pada intinya nosi penting dalam pragmatik adalah pengguna bahasa,
penggunaan bahasa, dan konteks. Dengan kata lain jika dijabarkan adalah pragmatik
mempelajari bagaimana orang menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu. Pragmatik
mengkaji maksud penutur dalam tuturan yang digunakan, bukan mengkaji makna tuturan atau
kalimat (Saifudin, 2005)

Dari hasil paparan tentang konteks, maka dapat dikatakan bahwa konteks adalah kerangka
konseptual tentang segala sesuatu yang dijadikan referensi dalam bertutur ataupun memahami
maksud tuturan. Kerangka yang dimaksud di sini adalah seperangkat peranan dan hubungan
yang menjadi bagian dari pembentuk makna. Dan disini ada beberapa contoh konteks serta
sedikit pembahasannya.

2.8 Jenis-Jenis Konteks Membaca Kritis

2.8.1 Konteks Pengetahuan Bersama

Konteks pengetahuan bersama inilah yang sebenarnya menjadiinti dari konteks dalam
pragmatik. Konteks ini diperoleh melalui pengalaman yang kemudian tersimpan dalam
pikiran (memori) manusia. Melalui pengalaman ini, petutur dapat membuat tuturan yangdapat
dimengerti maksudnya oleh mitra tuturnya. Sebaliknya, mitratutur juga dapat mengerti
maksud penutur karena mempunyai pengalaman atau pengetahuan yang sama.

2.8.2 Konteks fisik

Konteks fisik adalah referensi yang dapat dijelaskan langsung oleh indera manusia karena
berada di sekitar pertuturan. Referensi dapat diketahui oleh peserta tutur dengan cara
mendengar, melihat, merasakan, mencium,meraba atau menyentuhnya, dan lain-lain. Konteks
fisik juga berhubungan dengan aktivitas yang terjadi, objek yang ada disekitar kejadian, serta
komunikasi apa yang sedang digunakan.

2.8.3 Konteks sosial

Konteks sosial berkaitan dengan atribut-atribut sosial pesertatutur dan setting pertuturan
(formalitas). Dua hal yang pertama adalahpertimbangan siapa yang berbicara, siapa yang
diajak berbicara, siapayang hadir, dan siapa pelaku aktifitasnya. Kemudian yang terakhir,
yakni formalitas adalah pertimbangan tempat, peristiwa, dan topik pertuturan. Terdapat
perbedaan antara pertuturan di tempat ibadah dandi pasar; di rapat dan saat mengobrol di
kantin; atau pun perbedaantuturan antara topik serius dan tidak serius.

2.8.4 Konteks Psikologis

Konteks psikologis biasanya digunakan untuk menggambarkan keadaan perasaan peserta


tutur saat menjelaskan tuturan. Bisa dari perasaan senang, sedih, marah, dan sebagainya
seperti kata hati sang penutur. Biasanya jurnalis dituntut untuk sekedar mengetahui atau
bahkan mengerti kondisi penutur agar dapat memahami, mencerna, dan memprediksi apa
yang akan dikatakan atau dijelaskan oleh seorang penutur.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai pembaca harus bisa memiliki sifat kritis dalam menanggapi suatu tulisan yang
tesebar luas di jejaring sosial maupun di media cetak. Kita harus memahami inferensi yang
terdapat dalam berita tersebut. Selain itu kita juga harus mengetahui konteks – konteks yang
terdapat dalam sebuah berita sehingga tidak menyebabkan kesalah pahaman dan penyebaran
hoax bagi pihak-pihak tidak bertanggung jawab

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai