PROSES ADAPTASI
E
K
U
ASIMILASI: I
AKOMODASI:
Struktur kognitif L
Struktur kognitif I
yang sudah ada
+ B
+
Situasi baru R
Informasi baru
A
S
I
Lev Semenovich Vygotsky lahir pada tanggal 5 November 1896 di Rusia dan
meninggal pada tahun 1934. Walaupun dikenal sebagai seorang ahli dalam bidang
psikologi, sebenarnya Vygotsky tidak pernah menerima pelatihan formal dalam bidang
psikologi. Vygotsky mengemukakan pandangan yang mampu mengakomodasi Socio-
cultural Revolution dalam teori belajar dan pembelajaran. Ia mengatakan bahwa jalan
pikiran seseorang bukan dengan cara menelusur apa yang ada di balik otakya dan
kedalaman jiwanya, melainkan dari asul-usul tindakan sadarnya dan interaksi sosial
yang dilatarbelakangi oleh sejarah hidupnya.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seseorang seturut teori sosiogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer,
sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat
sekunder. Pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber
sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersifat pasif dalam
perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan peran aktif seseorang
dalam mengonstruksi pengetahuannya. Maka, teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat
disebut dengan pendekatan konstruktivisme. Perkembangan kognitif seseorang, di
samping ditentukan oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori Sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan
kognitif yang sesuai dengan Revolusi Sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran
adalah hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development), zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development), dan mediasi.
a. Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)
Munurut Vygotski, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan
berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang
membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau
intermental) dan tataran psikologis di dalam diri yang bersangkutan (intrapsikologis
atau intramental). Pandangan teori ini menempatkan intermental (lingkungan sosial)
sebagai faktor primer dan konstitutif (berkewenangan) terhadap pembentukan
pengetahuan dan pengetahuan kognitif seseorang. Menurutnya, fungsi-fungsi mental
yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari lingkungan
sosialnya. Sementara itu, fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau turunan
yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-
proses sosial tersebut.
Contoh, pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu
tanpa memahami maknanya. Pemaknaan dan konstruksi pengetahuan baru muncul
atau terjadi melalui proses internalisasi. Namun internalisasi yang dimaksud
Vygotsky bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan perubahan dan
perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan. Maka, belajar
dan berkembang merupakan satu kesatuan dan saling menentukan.
Tingkat Tingkat
Perkembangan Perkembangan
Aktual ZPD Potensial
(intramental) (intermental)
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau
kemampuan-kemampuan yang belum matang, yang masih berada pada proses
pematangan. Ibaratnya, sebagai embrio, kuncup, atau bunga yang belum menjadi
buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya
dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.
Konsep zona perkembangan proksimal ini ditafsirkan dengan menggunakan
scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai
perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf
perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari
perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan
mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu
dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling
terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak
dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar
adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Dengan berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, sebelum terjadi
internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan intramental terbentuk, anak
perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
kompeten perlu membantu dengan berbagai cara, seperti memberikan contoh,
memberikan umpan balik, menarik kesimpulan, dan sebagainya dalam rangka
perkembangan kemampuannya.
c. Mediasi
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan
psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai
mediator. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut merupakan produk
lingkungan sosio-kultural tempat seseorang berada. Semua perbuatan atau proses
psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychological tool atau alat-
alat psikologis seperti bahasa, tanda, dan lambang atau semiotika. Dalam kegiatan
pembelajaran, anak dibimbing oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
kompeten untuk memahami alat-alat semiotik ini. Anak mengalami proses
internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-
proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak. Mekanisme hubungan antara
pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi mental didasari oleh tema mediasi
semiotik. Artinya tanda atau lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya
berfungsi sebagai penghubung antara rasionalitas-sosiokultural (intermental) dengan
individu sebagai tempat berlangsungnya proses mental (intramental) (Wertsch dalam
Sujiono, 2005: 45-46) dan (Sujiono, 2013).
Ada beberapa elemen yang dikemukakan oleh Bakhtin untuk memperluas
pendapat Vygotsky. Elemen-elemen tersebut terdiri dari ucapan bunyi suara, tipe
percakapan sosial, dan dialog (Bakhtin, 1981), (Nesbet & Holquist, 2006). Secara
kontekstual, elemen-elemen tersebut berada dalam batasan sejarah, kelembagaan,
budaya, dan faktor-faktor individu. Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi
metakognitif dan mediasi kognitif (Supratiknya, 2002).
1. Mediasi metakognitif, adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan
untuk melakukan self-regulation atau regulasi diri1, meliputi: self-planning, self-
monitoring, self-checking, dan self-evaluating. Mediasi metakognitif ini
berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Selama menjalani kegiatan
bersama orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten. Bisa
menggunakan alat-alat semiotik tertentu untuk membantu menegur tingkah laku
anak. Selanjutnya, anak menginternalisasikan alat-alat semiotik ini untuk
dijadikan sarana regulasi diri.
2. Mediasi kognitif, adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain
problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya). Konsep ilmiah
yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi sebagai mediator dalam
pemecahan masalah. Konsep-konsep ilmiah dapat berbentuk pengetahuan
deklaratif (declarative knowledge) yang kurang memadai untuk memecahkan
berbagai persoalan. Sedangkan, pengetahuan prosedural (procedural knowledge)
berupa metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Menurut Vygotsky,
untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh
bermakna, dengan cara memadukan antara konsep-konsep dan prosedur melalui
demonstrasi dan praktik.
1
Regulasi diri adalah kemampuan mengatur dan mengendalikan perilaku manusia (Hergenhan, dalam
Triwulandari, 2007). Juga, merupakan kemampuan individu untuk mempertahankan komitmennya terhadap
suatu tujuan selama periode waktu tertentu, khususnya pada saat tidak adanya insentif yang berasal dari luar
diri (Bandura, dalam Singgih, 2006) (https://www.universitaspsikologi.com/2018/09/pengertian-regulasi-
diri-aspek-aspek.html).
e. Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih
merupakan ko-konstruksi, yaitu suatu proses mengonstruksi pengetahuan atau
makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya
(https://www.marxists.org/archive/vygotsky/), (Budiningsih, 2003), (Supratik,
2002), (Sujiono, 2005:46).
2
Pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
berdasarkan persamaan atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam kalimat pemuda adalah tulang
punggung negara (https://kbbi.web.id/metafora).
1) Kurikulum
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum
pendidikan sesuai Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi, dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jelas bahwa pendidikan di
Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada
anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun
masyarakat internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah
ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial,
muatan lokal, kesenian, dan olah raga. Hal ini tercermin dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari masing-masing mata pelajaran yang
telah ditetapkan.
2) Peserta Didik (Siswa)
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung
ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, keterampilan, nilai,
dan sikap bukan sesuatu yang verbal, tetapi anak mengalami pembelajaran
secara langsung. Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk
berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya. Pencapaiannya sesuai
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
3) Guru
Guru bukanlah narasumber sepenuhnya, tetapi dalam pembelajaran guru
lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer
pembelajaran dan tutor. Dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat
diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul
secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remidial pembelajaran (http://www.
piaget.org).
Daftar Pustaka
http://www.piaget.org
https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamika-pendidikan/article/view/6106
https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/27785
https://www.marxists.org/archive/vygotsky/
https://www.universitaspsikologi.com/2018/09/pengertian-regulasi-diri-aspek-aspek.html
Moll, L. C. (2013). L.S. Vygotsky and education. L.S. Vygotsky and Education.
https://doi.org/10.4324/9780203156773
Moll, Luis C. (1993). Vygotsky & Education Instructional Implications and Applications
of Sociohistorical Psychology. Australia: Cambridge University Press.
Nesbet, A., & Holquist, M. (2006). Dialogism. Bakhtin and His World. The Slavic and
East European Journal. https://doi.org/10.2307/308638
Sujiono, Y. N., dkk. (2005). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka
Thobroni. (2015). Belajar & pembelajaran, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Rruzz
Media.