A. Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan sasaran mampu memahami mendeteksi dini penyakit
apendiksitis dan pencegahannya secara komplementer.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setalah mengikuti pendidikan selam 45 menit sasaran mampu:
a. Mengetahui defenisi Penyakit Apendisitis
b. Mengetahui faktor resiko Penyakit Apendisitis
c. Mengetahui tanda dan gejala Penyakit Apendisitis
d. Mengetahui cara pencegahan Penyakit Apendisitis
B. Garis Mata Ajar
1. Defenisi Penyakit Apendisitis
2. Faktor resiko Penyakit Apendisitis
3. Tanda dan gejala penyakit Apendisitis
4. Pencegahan Penyakit Apendisitis
C. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Tanya jawab
D. Media Pembelajaran
1. Leaflet
10 Menit Pembukaan:
Apendisitis 3. Mendengarkan
Apendisitis 5. Mendengarkan
4. Menjelaskan Pencegahan
Apendisitis
5 Menit Penutup:
B. Faktor Resiko
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor
pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara
pasti. Di antaranya adalah faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen)
apendiks oleh timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid,
penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Di antara
beberapa faktor diatas, yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab
adalah faktor penyumbatan oleh tinja dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui
bahwa dalam tinja manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri Escherichia
Coli, di mana hal inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu. Selain itu, konsumsi cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta
bijinya yang tak tercerna dalam tinja dapat menyelinap kesaluran apendiks sebagai benda
asin. Begitu pula terjadinya pengerasan tinja (konstipasi) dalam waktu lama, sangat mungkin
ada bagiannya yang terselip masuk kesaluran apendiks yang pada akhirnya menjadi tempat
bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan usus
buntu. Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang beternak
di dalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit
radang usus buntu.
D. Diagnosis
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh tenaga medis profesional untuk
menentukan adanya tidaknya penyakit radang usus buntu, di antaranya:
a) Pemeriksaan fisik
Pada apendisitis akut, pembengkakan (swelling) rongga perut di mana dinding perut
tampak mengencang (distensi). Pada perabaan (palpasi) di daerah perut kanan bawah,
sering kali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa
nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat atau tungkai di angkat tinggi-
tinggi, maka rasa nyeri di perut bisa semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan
usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan
rasa nyeri juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
b) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000–18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan
yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
c) Pemeriksaan radiologi
E. Pencegahan
a) Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap kejadian
apendisitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain :
1. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian melaporkan, hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet
tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa dan pectin
yang membantu mempercepat sisa-sisa makanan untuk diekskresikan keluar
sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding
kolon (kusharto,2006).
2. Defekasi teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feses.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feses dan
makan teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang
sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltic di kolon
(Kusharto,2006)
Frekuensi defekasi yang jarang akan memperngaruhi konsistensi feses
yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan
intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional apendisitis dan meningkatkan
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feses memungkinkan adanya bagian
yang terselip masuk ke saluran apendisitis dan menjadi kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada apendisitis
(Kusharto,2006).
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnose dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah
timbulnya komplikasi (Kusharto,2006).
Selain itu, terdapat cara lain secara alami untuk mengatasi peradangan apendisitis, yaitu
dengan mengonsumsi teh daun mint.
Teh mint merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dengan
berbagai manfaat dan kemampuannya untuk memperbaiki pencernaan, menghilangkan
peradangan, melemaskan tubuh dan pikiran, membantu penurunan berat badan, meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, mengurangi rasa sakit, dan juga menyembuhkan bau mulut.
Sejak 10.000 tahun yang lalu, teh mint ini sudah digunakan sebagai suplemen makanan. Teh
mint ini dianggap sebagai karminatif, yakni membantu memindahkan gas melalui tubuh karena
terakumulasi, yang menyebabkan kram, kembung, dan juga ketidaknyamanan pada perut.
Selain itu, teh juga dapat merangsang aliran empedu agar dapat meningkatkan laju serta efisiensi
pencernaan dan meningkatkan pergerakan usus sehat.
Tidak hanya bersifat sebagai karminatif, tetapi teh mint juga bersifat analgesik. Hal tersebut
membuat teh mint ini dapat mengurangi rasa sakit yang terkait dengan kembung, gangguan
pencernaan, dan juga kram. Kondisi tersebut dapat disebabkan adanya efek menenangkan pada
usus dan otot polos pada saluran pencernaan.
Sembelit, diare, usus buntu, semuanya dapat diperbaiki dengan meminum teh mint ini.
Dikarenakan dapat membawa keseluruhan sistem ke tingkatan aktivitas yang lebih optimal.
Maka dari itu, konsumsi teh mint ini secara rutin dan teratur supaya proses penyembuhan
penyakit dapat lebih cepat.
Kushart o ,C . 2006 . Serai Makanan dan Peranannya Bagi Kesehalan. Jurnal Gizi dan
Pangan,Novemher 200 6 1(2) . Didapatka n dar i :http://foodnutrisys.com.Diakse s
Tangga l 7 Januar i 201 2
WHO . 201 0 . Apendisitis. {http : ww w Gogl e .co m . diakse s 1 2 marel20 ] i )
Brunner . Suddarth . 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. edisi 8 vol.3. Jakarta : EG
C