Logo
4. Proses Pengawasan Perpindahan Tenaga Kerja Dari Vendor Lama Ke Vendor Baru
(Impassing)
z www.pln.co.id
| 2
LATAR BELAKANG
Sebagai salah satu perusahaan yang memiliki jumlah tenaga alih daya sebanyak lebih dari 100.000
tenaga alih daya (TAD) yang tersebar ke seluruh Indonesia, dan sebagai perusahaan yang tunduk
dan comply terhadap peraturan perundang-undangan terutama pada aspek ketenagakerjaan dimana
PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan pemberi pekerjaan harus memastikan bahwa seluruh hak
normatif TAD sudah terbayarkan secara pass through (secara langsung dan tidak dipotong oleh
perusahaan alih daya) maka salah satu strategi perusahaan adalah dengan mengeluarkan peraturan
direksi yang mengatur tata cara serta hak dan kewajiban yang jelas antara pemberi pekerjaan dan
penerima pekerjaan.
Salah satu permasalahan yang sering mencuat dalam proses bisnis alih daya ini adalah efektifitas
perusahaan pemberi pekerjaan dalam melakukan pengawasan pemberian hak-hak normatif TAD
kepada perusahaan alih daya sebagai penerima pekerjaan kepada TADnya. Hal tersebutlah yang
menjadi titik berat dari disusunnya Materi Pembelajaran ini, dimana peserta harus memahami
bagaimana melakukan pengawasan ketenagakerjaan yang efektif sebagai salah satu amanat dari
perundang-undangan yang telah diejawantahkan dalam peraturan direksi.
Tentunya sebelum para peserta dapat melakukan pengawasan ketenagakerjaan yang efektif, peserta
harus terlebih dahulu memahami teori dasar serta dasar-dasar aturan yang berlaku dalam proses
bisnis alih daya ini.
3
BAB I
OVERVIEW PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN
1.1 Pengertian Alih Daya
Menurut Maurice F. Greaver II “Outsourcing is the act of transferring some of a company’s
recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract.” Alih
Daya adalah tindakan pengalihan sebagian pekerjaan internal perusahaan, yang bersifat berulang
dan termasuk hak pengambilan keputusan oleh perusahaan alih daya berdasarkan ketentuan dalam
Perjanjian. Alih Daya di Indonesia dilakukan dengan mengalihkan sebagian pekerjaan dari
satu perusahaan ke perusahaan alih daya, yang bertujuan untuk sharing kompetensi dan risiko serta
optimalisasi biaya.
Ketentuan Alih Daya pada UU 13 Tahun 2003 dibagi menjadi 2 pola yaitu :
4
Sesuai SKDIR 500/2013 menyatakan bahwa Alih Daya di PLN mengunakan pola PP
Surat DIRHCM Nomor 22284 tanggal 24 September 2020 terkait izin penambahan tenaga alih daya
harus melalui DIR HCM.
1. Acuan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan Alih Daya.
2. Dasar pengendalian dan pengawasan dalam pelaksanaan penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan Alih Daya.
3. Pedoman untuk mendapatkan perusahaan alih daya yang berkualitas dan mampu
melaksanakan pekerjaan sesuai SLA serta menjamin kesejahteraan pekerjannya.
4. Meminimalisir (menghilangkan) potensi masalah ketenagakerjaan yang timbul dari
implementasi Alih Daya
5
1.4 Packaging dan Grouping
Pemaketan (Packaging) adalah penggabungan beberapa kegiatan penunjang menjadi satu paket.
Gambar 1. 3 Packaging
Gambar diatas adalah karakteristik dari Packaging. Contoh sederhana dari Packaging :
Pengelompokan (Grouping) adalah penggabungan beberapa paket dari beberapa unit/sub unit
menjadi satu paket :
6
Contoh Grouping :
FLOATING WORKFORCE
Diprioritaskan perusahaan alih daya yang sedang melakukan pekerjaan sejenis di luar PLN, sehingga
dapat melakukan rotasi pekerjanya secara lintas perusahaan (tidak hanya di lingkungan PLN).
Contoh pola ideal OS di PLN (to be), dimana perusahaan alih daya dapat merotasi pekerjanya,
contoh :
CS di PLN dapat di rotasi menjadi CS di PT. KAI setelahnya di rotasi kembali ke PT. Angkasa Pura
dst.
Hal ini bertujuan untuk memutus mindset mereka bahwa mereka bekerja bukan di PLN.
7
1.1 Appelin Dan Alur Kegiatan
Dalam ketentuan Permenakertrans RI Nomor 19 Tahun 2012 mengatur beberapa hal terkait alur
kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan, yaitu :
1. Alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh Asosiasi Sektor Usaha yang dibentuk
sesuai perundang-undangan yang berlaku àPasal 3 ayat (2) huruf c.
2. Asosiasi Sektor Usaha membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
sektor usaha masing-masing à Pasal 4 ayat (1);
3. Alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan harus menggambarkan proses pelaksanaan
pekerjaan dari awal sampai akhir serta memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan
memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) à Pasal 4 ayat (2);
4. Alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh Asosiasi Sektor Usaha
dijadikan dasar bagi Perusahaan pemberi pekerjaan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan melalui Pemborongan Pekerjaan à Pasal 4 ayat (3);
5. Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan
dan perubahannya harus dilaporkan secara tertulis oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada
instansi ketenagakerjaan di tingkat Kabupaten / Kota tempat pemborongan pekerjaan
dilaksanakan à Pasal 5 dan Pasal 8;
6. Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan. Apabila perusahaan
pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima
pemborongan sebelum bukti pelaporan maka hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan
penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi kerja à Pasal 7;
7. Pelaporan alur kegiatan tidak dikenakan biaya à Pasal 16
Adapun point penting terkait alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan di PLN adalah sebagai
berikut :
a) Sebagai anggota Asosiasi Perusahaan Penyedia Listrik Nasional (APPELIN), alur kegiatan
proses pelaksanaan pekerjaan di PLN ditetapkan oleh APPELIN.
b) Pekerjaan yang merupakan kegiatan utama dilakukan oleh Pegawai PLN, sedangkan
kegiatan penunjang dapat dilakukan oleh Pegawai PLN atau Pekerja Alih Daya.
c) Secara umum kegiatan utama meliputi kegiatan perencanaan dan pengendalian.
d) Judul pada perjanjian pemborongan pekerjaan harus mengacu pada nama pekerjaan
penunjang dalam Penetapan Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan yang ditetapkan
APPELIN.
e) Penyediaan Tenaga Listrik yang merupakan Public Service Obligation adalah bukan kegiatan
utama.
f) Penyediaan Tenaga Listrik yang merupakan Public Service Obligation, memenuhi minimal
salah satu kriteria berikut :
Merupakan pelaksanaan kewajiban pelayanan sosial kepada masyarakat;
Berada pada sistem kelistrikan terpisah (isolated system) dan atau berskala kecil yang
ditetapkan lebih lanjut oleh General Manager.
8
Berdasarkan Keputusan Pengurus APPELIN Nomor 01/X/KEP/APPELIN/2013 tanggal 16 Oktober
2013 tentang Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan menentukan :
9
Alur bidang distribusi tenaga listrik
10
2. Pengelompokkan kegiatan utama dan kegiatan penunjang
Pengelompokkan kegiatan utama dan kegiatan penunjang pada usaha penyediaan tenaga listrik
a. Bidang Pembangkitan
Catatan :
11
b. Bidang Transmisi
c. Bidang Distribusi
12
d. Bidang Penjualan
e. Pengelompokkan kegiatan utama dan kegiatan penunjang pada usaha pendukung penyediaan
tenaga listrik
13
f. Pengelompokkan kegiatan utama dan kegiatan penunjang pada fungsi pendukung penyediaan
tenaga listrik
14
1.5.1 Kewajiban Alur Pelaporan Kegiatan Penunjang
A. Tahapan Pelaporan Sesuai Permen 19/2012 dan SKD 500/2013 :
1. Usulan alur kegiatan kegiatan pelaksanaan pekerjaan oleh Perusahaan kepada Asosiasi
2. Penyusunan & penetapan alur kegiatan pelaksanaan pekerjaan oleh Asosiasi
3. Pelaporan jenis kegiatan penunjang yang akan dialihkan melalui PP oleh Perusahaan
Pemberi Kerja kepada Disnaker
4. Disnaker mengeluarkan tanda bukti pelaporan kegiatan penunjang
Catatan :
Judul kontrak PP /lingkup pekerjaan harus mengacu pada Alur Kegiatan APPELIN
Pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan penerima
pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan.
Apabila dilanggar, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan
penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan (Pasal 7 Permen
19/2012)
1. Perubahan Kebijakan Alih Daya : Standardisasi perjanjian per-fungsi seperti SLA, syarat bayar,
sanksi/denda, jangka waktu (60 bln dan 72 bln utk transportasi), waktu pemberian seragam,
template RAB.
2. Restrukturisasi Biaya Hak Normative : Restrukturisasi biaya : Koef (%) → BPK; TMK (% x UMK)
→ TMK (% rata-rata inflasi 4,61 x UMK); Penyesuaian tarif premi JKK (risiko kelompok jenis
usaha → risiko lingkungan kerja); Referensi tarif semula take home pay → upah pokok.
3. Pemanfaatan Teknologi melalui aplikasi https://alihdaya.pln.co.id.
4. Izin penambahan alih daya : Penambahan ruang lingkup yang mengakibatkan penambahan alih
daya, harus mendapat izin Kantor Pusat.
15
Berikut perbandingan kebijakan Alih Daya sebelum dan sesudah PERDIR 0219
16
Dari gambar tersebut bisa kita bedakan perbedaan dari sebelum PERDIR 0219 dan setelah PERDIR
0219.
2. Kenaikan TMK setiap tahunnya sebesar 4,61% (Rata2 inflasi dlm 10 thn terakhir).
17
BAB II
STANDARDISASI PERJANJIAN DAN SLA
2.1 Perubahan Kebijakan
Bersamaan dengan terbitnya Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 0219.P/DIR/2019 tentang
Perubahan Kedua Atas Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 500.K/DIR/2013 tentang
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain di Lingkungan PT PLN
(Persero) pada tanggal 20 Desember 2019, maka terdapat poin-poin perubahan yang secara garis
besar memuat hal-hal yang antara lain adalah sebagai berikut:
Service Level Agreement (SLA) merupakan kesepakatan antara PARA PIHAK mengenai tingkat
mutu layanan pelaksanaan Pekerjaan. Adapun tujuan ditetapkannya standarisasi perjanjian antara
lain:
1. Mengatur keberagaman
2. Adanya kepastian hukum
3. Peraturan dan atau ketentuan yang adil
4. Perusahaan Alih Daya Berkualitas
5. Mempermudah MONEV`
18
Tabel 2. 1 Before dan After Perdir 0219
19
NO. ASPEK SEBELUM PERDIR 0219 SESUDAH PERDIR 0219
Belum diatur SLA hak normatif:
Membayar upah setiap tanggal 1;
Membayar seluruh hak normatif;
Mengupdate data pekerja pada
aplikasi;
Memastikan jumlah data pekerja
sama; dan
Memiliki modal 3 bulan.
20
NO. ASPEK SEBELUM PERDIR 0219 SESUDAH PERDIR 0219
Besaran biaya tambahan Besaran biaya tambahan pekerjaan di
pekerjaan di luar lokasi luar lokasi pekerjaan (SPPD)
pekerjaan (SPPD) belum disesuaikan dengan tarif yang
standar. ditetapkan Unit dengan acuan
komponen dalam Perdir.
21
NO. ASPEK SEBELUM PERDIR 0219 SESUDAH PERDIR 0219
Tidak ada batas waktu PLN Pembayaran wajib dilaksanakan
untuk melakukan pembayaran paling lambat 14 hari kerja sejak
kepada vendor dan tidak ada berkas lengkap, apabila tidak
sanksi apabila PLN telat dilaksanakan maka PLN akan
melakukan pembayaran dikenakan denda 9% dari tagihan
bulanan
22
NO. ASPEK SEBELUM PERDIR 0219 SESUDAH PERDIR 0219
Seluruh perizinan Seluruh perizinan dilaksanakan dan
dilaksakanakan dan pembiayaan ditanggung oleh
pembiayaan ditanggung oleh penyedia.
11 PERIJINAN
penyedia.
23
NO. ASPEK SEBELUM PERDIR 0219 SESUDAH PERDIR 0219
Wanprestasi yang dapat diperbaiki:
Surat Peringatan dengan jangka
waktu 10 hari kalender.
Setelah SP3, PLN dapat mencairkan
Jampel dan tetap menagihkan denda
Surat Peringatan (jangka waktu serta mengakhiri Perjanjian.
7 hari kalender), Surat
Pemutusan Perjanjian,
Pencairan Jaminan
Pelaksanaan. Wanprestasi yang tidak dapat
AKIBAT diperbaiki :
14
WANPRESTASI PLN mengakhiri perjanjian dan akan
mencairkan Jampel.
15 DENDA
Tidak ada Penyedia dikenakan denda 9% dari
tagihan bulanan apabila tidak
melakukan penagihan dalam waktu
yang ditentukan.
24
BAB III
KOMPONEN PEMBAYARAN HAK NORMATIVE
1.
2.
3.
3.1 UMK
Penentuan UMK ditetapkan sesuai dengan Dasar Hukum PP No. 78 tahun 2015 tentang
Pengupahan dan ketetapan Gubernur setempat, serta diberlakukan hanya bagi pekerja dengan masa
kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
25
3.2 BANTUAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI
Terbitnya Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 0219.P/DIR/2019 membawa
perubahan berupa Restrukturisasi Biaya Ketenagakerjaan, dalam hal ini mengenai Bantuan
Pengembangan Kompetensi (BPK) adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Konversi nilai yang dulunya Koefisien menjadi BPK yang nilainya flat.
b) Standardisasi nilai BPK per fungsi.
c) Nilai BPK tidak mengikuti UMK.
d) Potensi saving minimal sebesar Rp.119.830.977.434,-/ tahun
e) Potensi saving untuk 1 periode kontrak sebesar Rp.1.311.098.165.401,-
26
3.3 IURAN BPJS JKK
Tabel 3. 2 Penetapan Besaran (%) JKK Berdasarkan Tingkat Risiko Lingkungan Kerja
27
3.4 THR
Perhitungan Pengganggaran Tunjangan Hari Raya (THR) adalah sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Dihitung berdasarkan Permenaker No.PER-06/MEN/2016 tentang THR Keagamaan
Bagi Pekerja di Perusahaan
b) Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus
menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah
c) Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus
tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja
dengan perhitungan masa kerja / 12 X 1 (satu) bulan upah.
BPJS Ketenagakerjaan
Penentuan besaran BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan:
- Surat Kemenakertrans No. B.234/BINWASK3-PNKJ/IV/2019 tanggal 5 April 2019
- Surat BPJS Naker No. B/13996/042019 tanggal 24 April 2019
- Surat EVP OD No. 0027/SDM.01.01/DIVOD/2019 tanggal 4 Januari 2019 perihal
Iuran JKK BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Kesehatan
Penentuan besaran BPJS Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan Perpres No.111 tahun
2013, yakni Pemberi Kerja sebesar 4% dan Peserta/Pekerja sebesar 1%. Adapun iuran
bagi Peserta/Pekerja meliputi pegawai swasta, WNA, dan penerima upah lainnya.
28
3.7 PENGANGGARAN SERAGAM
Penganggaran seragam bagi tenaga kerja alih daya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Besaran nilai dan spesifikasi seragam ditetapkan oleh masing-masing unit PLN
2) Harus menunjukkan identitas perusahaan alih daya serta tidak menggunakan attribut yang
sama dengan seragam / simbol / logo yang digunakan pegawai PLN
3) Minimal 2 set per tahun
3. 8 RAB NAKER
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor: 0219.P/DIR/2019
Pasal 8, bahwa “Perusahaan alih daya wajib bekerjasama dengan bank tertentu untuk
melakukan pembayaran upah dengan sistem pendebitan otomatis (autodebit) pada tanggal 1
setiap bulannya” maka demikian untuk perhitungan RAB tidak ada lagi komponen penghasilan
non take home pay selain yang telah ditentukan melalui ketentuan yang berlaku.
29
Tabel 3. 6 Standarisasi RAB Naker (Fasilitas Kesejahteraan)
a. TAMBAH PEKERJAAN
Tambah Pekerjaan dalam bentuk Lembur Kerja maupun SPPD harus dengan memperhatikan 3
(tiga) hal berikut:
1) Lokasi Kerja
Wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek, Wilayah Kota Bandung dan radius 50 km
2) Waktu Kerja
a. pukul 08.00 – 17.00
b. pukul 06.00 – 14.00
c. pukul 10.00 – 18.00
3) Kondisi Normal
Kondisi kerja normal tanpa ada kejadian luar biasa
Maksimal jam kerja lembur adalah 4 (empat) jam per hari dan 18 (delapan belas) jam
per minggu; Dengan pemberlakuan ketentuan sesuai Pasal 78 UU 11 tahun 2020.
30
2. Perhitungan Lembur untuk 6 (enam) hari kerja
1) Pada hari kerja/ hari normal bekerja
a. 7 jam pertama sebesar 2 x upah sejam;
b. Jam ke-8 sebesar 3 x upah sejam;
c. Jam ke-9 & ke-10 sebesar 4 x upah sejam
2) Pada hari istirahat mingguan/ hari libur resmi
a. 5 jam pertama sebesar 2 x upah sejam;
b. Jam ke-6 sebesar 3 x upah sejam;
c. Jam ke-7 & ke-8 sebesar 4 x upah sejam
31
BAB IV
PROSES PENGAWASAN PERPINDAHAN TENAGA KERJA (IMPASSING)
4.1 Hubungankerja
Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha daengan pekerja/buruh (karyawan)
berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah merupakan sesuatu
yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkrit, nyata. Dengan adanya
perjanjian kerja, maka akan lahir perikatan
Syarat sahnya perjanjian kerja, mengacu pada syarat sahnya perjanjian (perdata) pada umumnya,
yakni :
Dalam pelaksanaannya, Perjanjian Kerja wajib dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan
menggunakan huruf latin, serta sekurang-kurangnya memuat:
32
A = Perjanjian (hubungan perdata) antara PLN dengan perusahaan alih daya
B = Perjanjian kerja (hubungan industrial) antara perusahaan alih daya dengan OS dengan bentuk
PKWTT/PKWT/harian.
Dari gambar diatas dijelaskan bahwa Tidak ada hubungan hukum yang terjadi antara PLN dengan
Tenaga Alih Daya.
Jenis Hubungan kerja antara perusahaan Alih Daya (perusahaan Alih Daya) dengan tenaga kerja
(Alih Daya). Ada 3 terdiri dari :
Perbedaan antara Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT) sebagai berikut
b. Perjanjian Perusahaan alih daya dengan tenaga kerja berbentuk PKWTT / PKWT
dengan TUPE (Transfer Undertaking of Protection of Employment) (Mk No. 27 thn.
2011)
c. Kebijakan PLN :
Perjanjian antara perusahaan alih daya dengan PLN berbentuk PP dengan jangka
waktu 5 tahun dan 6 tahun (kegiatan pengelolaan transportasi) dan dapat di repeat
order 1 kali
33
Perjanjian perusahaan alih daya dengan tenaga kerja berbentuk PKWTT
a. Perjanjian dengan perusahaan alih daya dengan tenaga kerja berbentuk PKWT
b. Kebijakan PLN :
Perjanjian antara perusahaan alih daya dengan PLN sesuai umur proyek
Perjanjian perusahaan alih daya dengan tenaga kerja mengikuti ketentuan
perundangan-undangan
1. Perjanjian dengan perusahaan alih daya (perusahaan alih daya) dapat berbentuk :
PP -> merupakan kegiatan penunjang sesuai alur kegiatan.
PJP -> hanya untuk pekerjaan usaha pelayanan kebersihan, usaha penyediaan
makanan bagi pekerja/buruh, usaha tenaga pengaman, usaha jasa penunjang di
pertambangan dan perminyakan; dan usaha penyediaan angkutan bagi
pekerja/buruh.
2. Perjanjian antara perusahaan alih daya dengan tenaga kerja dapat berbentuk :
PKWTT.
PKWT dengan TUPE (Transfer Undertaking of Protection of Employment) -Mk
No. 27 thn. 2011.
Kebijakan PLN:
1. Perjanjian antara perusahaan alih daya dengan PLN berbentuk PP dengan jangka
waktu 5 tahun dan 6 tahun (kegiatan pengelolaan transportasi) dan dapat di repeat
order 1 kali.
2. Perjanjian perusahaan alih daya dengan tenaga kerja berbentuk PKWTT.
34
BAB V
AUDIT KETENAGAKERJAAN
Bahwa dalam melaksanakan audit ketenagakerjaan terdapat 3 fase pelaksanaan audit, fase itu
adalah sebagai berikut :
1. Memastikan perusahaan alih daya sudah paham terhadap temuan-temuan yang didapatkan
saat Audit Ketenagakerjaan;
2. Memastikan Pengawas Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Pengawas Pekerjaan (user)
terkait hasil Audit Ketenagakerjaan;
3. Memastikan perusahaan alih daya menindaklanjuti seluruh temuan-temuan.
4. Memberikan usulan/rekomendasi apakah perusahaan alih daya perlu diberikan teguran / surat
peringatan;
5. Memberikan laporan kepada Direksi Pekerjaan hasil dari Audit Ketenagakerjaan
35
REFERENSI
36