0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1 tayangan11 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia sejak zaman kolonial hingga masa kemerdekaan dan pembentukan sistem puskesmas.
2) Juga membahas perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia sejak kasus pertama hingga vaksinasi massal.
3) Mencakup istilah-istilah terkait status pasien Covid-19 di Indonesia.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Zulfa Nurani A (D1A210055) Tugas 2_Konversi Sore 2021
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia sejak zaman kolonial hingga masa kemerdekaan dan pembentukan sistem puskesmas.
2) Juga membahas perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia sejak kasus pertama hingga vaksinasi massal.
3) Mencakup istilah-istilah terkait status pasien Covid-19 di Indonesia.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia sejak zaman kolonial hingga masa kemerdekaan dan pembentukan sistem puskesmas.
2) Juga membahas perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia sejak kasus pertama hingga vaksinasi massal.
3) Mencakup istilah-istilah terkait status pasien Covid-19 di Indonesia.
NIM : D1A210055 Kelas : Konversi Sore 2021 (A17C) Mata Kuliah : Kesehatan Masyarakat Tugas ke-2
1. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Jawab : Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Saat itu masih dilakukan oleh pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke 16 peristiwa upaya pemberantasan dianggap sebagai sejarah mula perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia. Kejadian lain selanjutnya tentang wabah kolera pada awal abad ke-20 masuk di Indonesia tepatnya tahun 1927 dan tahun 1937 yaitu wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sejak dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Selanjutnya bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi. Dokter Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia, pada tahun 1851 mendirikan sekolah dokter Jawa. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School). Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga medis yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia. Pada sisi lain pengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi. Tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi. Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda pada tahun 1925, melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan. Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk. Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, saat itu Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia. Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah- Leimena. Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas. Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini. Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten. 2. Perkembangan Corona 19 di Indonesia Pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit koronavirus 2019 (Covid-19) yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Kasus positif Covid-19 di Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke 34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai provinsi paling terpapar SARS-CoV-2 di Indonesia. Sampai tanggal 21 Oktober 2022, Indonesia telah melaporkan 6.467.189 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di Asia dengan 158.398 kematian. Namun, angka kematian diperkirakan jauh lebih tinggi dari data yang dilaporkan lantaran tidak dihitungnya kasus kematian dengan gejala Covid-19 akut yang belum dikonfirmasi atau dites. Sementara itu, diumumkan 6.289.633 orang telah sembuh, menyisakan 19.158 kasus yang sedang dirawat. Pemerintah Indonesia telah menguji 71.348.955 orang dari total 269 juta penduduk, yang berarti hanya sekitar 264.056 orang per satu juta penduduk. Sebagai tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah telah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada tahun 2020. Kebijakan ini diganti dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada tahun 2021. Pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menerima vaksin Covid-19 di Istana Negara, sekaligus menandai mulainya program vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Kasus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membagi orang-orang terduga Covid-19 ke dalam beberapa tingkatan status. Istilah Kriteria Pasien dalam Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), yaitu pengawasan demam (≥38 °C) atau riwayat demam; disertai salah satu (PDP) gejala/tanda penyakit pernapasan: batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, atau pneumonia ringan hingga berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah tertular Covid-19. Orang dengan demam (≥38 °C) atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat kontak dengan penderita Covid-19. Orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. Orang dalam Orang yang mengalami demam (≥38 °C) atau riwayat demam; pemantauan atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit (ODP) tenggorokan, atau batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang tertular Covid-19. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, atau batuk dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat penderita Covid-19. Orang tanpa Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular penderita gejala (OTG) Covid-19. Orang tanpa gejala (OTG) memiliki kontak erat dengan penderita Covid-19. Kasus Penderita Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan positif melalui konfirmasi pemeriksaan PCR atau melalui pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM). Sejak 13 Juli 2020, pemerintah tak lagi menggunakan ODP, PDP, dan OTG untuk mengelompokkan pasien yang berpotensi atau terjangkit Covid-19. Sejumlah istilah baru, yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat, diperkenalkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Istilah Pengganti ODP-PDP-OTG Covid-19 Istilah Kriteria Kasus suspek Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini diperkenalkan kembali dengan istilah kasus suspek. Sedangkan kasus suspek ialah seseorang yang memiliki salah satu dari tiga kriteria, yaitu: Pertama, orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal. Kedua, orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-19. Ketiga, orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. ISPA sendiri merupakan mengalami kondisi demam (≥38 derajat celsius) atau riwayat demam, disertai salah satu gejala atau tanda penyakit pernapasan seperti batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, atau pneumonia baik yang ringan hingga berat. Kasus Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran probable klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang konfirmasi dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi dibagi menjadi dua, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik). Kontak erat Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19. Riwayat kontak yang dimaksud dibagi menjadi empat kriteria, yaitu: Pertama, kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih. Kedua, sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi, seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain- lain. Ketiga, orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. Keempat, situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat. Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Sedangkan pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan sampel kasus konfirmasi. Zona Pada 27 Mei 2020, Kementerian Dalam Negeri menetapkan empat parameter epidemiologi di suatu daerah berdasarkan tingkat persebaran infeksi Covid-19 di daerah tersebut, yaitu : 1. Jumlah kasus positif selama setidaknya 14 hari. 2. Jumlah ODP/PDP selama setidaknya 14 hari. 3. Jumlah kematian yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 selama setidaknya 14 hari. 4. Penularan langsung pada petugas kesehatan. Keempat parameter tersebut dinilai dan dijumlahkan hingga suatu daerah dikelompokkan menjadi zona hijau (aman), zona kuning (penularan sedang), dan zona merah (penularan tinggi). Saat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro dijalankan pada bulan Februari 2021, Kementerian Dalam Negeri menetapkan kriteria zonasi wilayah hingga tingkat rukun tetangga (RT). Ada empat kategori zona beserta skenario pengendaliannya masing-masing. Zona Kriteria Skenario pengendalian Hijau Tidak ada kasus Covid-19 Surveilans aktif, seluruh suspek dites; di satu RT pemantauan kasus tetap dilakukan rutin dan berkala Kuning Ada 1–5 rumah dengan Menemukan kasus suspek dan pelacakan kasus konfirmasi positif kontak erat; isolasi mandiri untuk pasien positif dalam satu RT selama 7 dan kontak erat dengan pengawasan ketat hari terakhir Orange Ada 6–10 rumah dengan Menemukan kasus suspek dan pelacakan kasus konfirmasi positif kontak erat; isolasi mandiri untuk pasien positif dalam satu RT selama 7 dan kontak erat dengan pengawasan ketat; hari terakhir menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial Merah Ada >10 rumah dengan Pemberlakuan PPKM tingkat RT: menemukan kasus konfirmasi positif kasus suspek dan pelacakan kontak erat; isolasi dalam satu RT selama 7 mandiri atau terpusat dengan pengawasan ketat; hari terakhir menutup rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya kecuali sektor esensial; melarang kerumunan lebih dari tiga orang; membatasi keluar-masuk wilayah RT maksimum hingga pukul 20.00; dan meniadakan kegiatan sosial masyarakat di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan Kasus Dugaan kasus Beberapa wisatawan yang pernah mengunjungi atau transit di Bali kemudian dinyatakan positif mengidap SARS-CoV-2 tak lama setelah mereka kembali ke Tiongkok, Jepang, Selandia Baru dan Singapura. Sebanyak 50-70 orang ditempatkan di bawah pengawasan setelah melakukan kontak dengan dua pasien Covid-19 pertama yang dikonfirmasi. Jumlah ini termasuk mereka yang pernah mengunjungi Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, rumah sakit yang sebelumnya merawat dua pasien sebelum dipindahkan ke Jakarta Utara. Seorang lelaki berusia 37 tahun yang meninggal di sebuah rumah sakit di Semarang yang dicurigai menderita Covid-19 dilaporkan negatif, dan sebaliknya menderita flu babi, yang mungkin didapatnya dari perjalanan ke Spanyol baru-baru ini. Pada 13 Maret, seorang wanita dirawat sebagai suspek Covid-19 meninggal di rumah sakit Padang. Ia diduga menderita Covid-19 setelah kembali dari umrah. Tanggapan Internasional Organisasi Kesehatan Dunia Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 10 Maret 2020, meminta agar negara-negara berpopulasi besar, seperti Indonesia, lebih fokus meningkatkan kapasitas laboratorium untuk mendeteksi kasus koronavirus. Deteksi dini menjadi faktor penting dalam mengatasi penyebaran koronavirus sehingga otoritas dapat mengidentifikasi klaster- klaster secara lebih cepat. Beberapa saran disampaikan kepada WHO, yakni meningkatkan mekanisme respons darurat, termasuk meminta Indonesia segera mendeklarasikan situasi darurat nasional, mendidik masyarakat dan berkomunikasi secara aktif dengan menerapkan komunikasi risiko yang tepat, serta lebih meningkatkan komunitas, lebih intensif melakukan pelacakan terhadap kasus-kasus positif Covid-19, melakukan desentralisasi laboratorium agar tim tanggap penanggulangan bisa dipetakan klaster dan penyebaran, serta dapat membagi data detail tentang pendekatan yang dilakukan Indonesia dan langkah pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan, termasuk data identifikasi kontak para pasien dan rangkuman data penelusuran kontak pasien Covid-19. Bantuan internasional Pada 21 Maret 2020, Bank Pembangunan Asia melalui Asia-Pacific Disaster Response Fund, memberikan hibah sebesar US$ 3 juta kepada pemerintah Indonesia untuk membasmi koronavirus. Dana hibah tersebut merupakan bagian dari paket awal yang disiapkan Bank Pembangunan Asia senilai US$ 6,5 miliar pada 18 Maret 2020, untuk membantu negara- negara berkembang mengatasi pandemi koronavirus.[607] Hingga 24 April 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerima US$ 77,49 juta dari 9 negara, 9 organisasi internasional, dan 70 organisasi nonpemerintah. Pemerintah pusat Pandemi Covid-19 membuat acara pernikahan harus mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker, membatasi jumlah undangan yang hadir, serta menjaga jarak saat resepsi. Kartu vaksin menjadi bukti bahwa seseorang telah divaksinasi. Indonesia melarang semua penerbangan dari dan ke Daratan Tiongkok sejak 5 Februari. Pemerintah juga berhenti memberikan visa dan visa kedatangan bagi warga negara Tiongkok. Orang-orang yang tinggal atau telah tinggal di Daratan Tiongkok selama 14 hari terakhir dilarang memasuki atau transit di Indonesia. Penduduk Indonesia tidak dianjurkan bepergian ke Tiongkok. Pada 6 Maret, pemerintah menerbitkan lima protokol utama yang berkaitan dengan Covid-19, yaitu protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol pengawasan perbatasan, protokol area institusi pendidikan, serta protokol area publik dan transportasi. Mulai 8 Maret, pembatasan perjalanan diperluas hingga Korea Selatan, Italia, dan Iran; pendatang dari ketiga negara tersebut harus memiliki sertifikat kesehatan yang valid. Meskipun wisatawan dari Korea Selatan dibatasi, Indonesia masih mengizinkan penerbangan dari negara tersebut. Alat pemindai suhu tubuh disiapkan di setidaknya 135 gerbang di bandara dan pelabuhan, serta lebih dari 100 rumah sakit disiapkan dengan ruang isolasi. Mulai tanggal 4 Maret, MRT Jakarta juga memindai suhu penumpang yang memasuki stasiun dan tidak memberikan akses pada orang-orang yang memiliki demam tinggi. Setelah korban pertama meninggal, pemerintah Indonesia mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mendeteksi kasus impor di bandara, melakukan penelusuran kontak, dan juga riwayat lokasi untuk setiap kasus. Pemerintah Indonesia berencana untuk mengubah situs di Pulau Galang, yang sebelumnya digunakan sebagai kamp pengungsi bagi para pencari suaka Vietnam menjadi fasilitas medis dengan 1.000 tempat tidur yang dikhususkan untuk menangani pandemi koronavirus dan penyakit menular lainnya. Pada 13 Maret, Pemerintah Indonesia menunjuk 132 rumah sakit rujukan Covid-19 di seluruh Indonesia. Pada hari yang sama, Presiden Jokowi menetapkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai ketua gugus tersebut. Pada 14 Maret, Pemerintah Indonesia menyatakan pandemi koronavirus sebagai bencana nasional. Pada 15 Maret, Joko Widodo meminta semua orang Indonesia untuk mempraktikkan menjaga jarak sosial demi memperlambat penyebaran Covid-19 di Indonesia. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia juga menginstruksikan pegawainya yang berusia 50 tahun ke atas untuk bekerja di rumah. Pada 16 Maret, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo memperbolehkan aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja dari rumah sesuai dengan kebutuhan. Dalam sidang kabinet terbatas pada 19 Maret 2020, Presiden Joko Widodo memutuskan pemerintah akan mengimpor alat uji cepat koronavirus. Kenormalan baru Pada 21 Mei pemerintah menyebutkan Indonesia sudah memasuki tahap kenormalan baru. Pemerintah menegaskan kenormalan baru tidak berarti melonggarkan PSBB. Sebelumnya, Joko Widodo meminta warga negara untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Pada Juli 2020, pemerintah menganggap bahwa frasa "kenormalan baru" dianggap sebagai "diksi yang salah" untuk menggambarkan perubahan perilaku manusia pascapandemi. Sebagai penggantinya, pemerintah memutuskan untuk menggunakan frasa "adaptasi kebiasaan baru". Yurianto beranggapan bahwa masyarakat akan berfokus pada kata "normal", yang dapat dimaknai sebagai "berkegiatan secara normal tanpa memperhatikan protokol kesehatan". Vaksin Kegiatan vaksinasi Covid-19 di Jakarta Selatan. Saat ini perusahaan-perusahaan bioteknologi dan farmasi sedang berlomba untuk memproduksi sebuah vaksin yang dibuat khusus untuk Covid-19. Di Indonesia, vaksin dipasok oleh perusahaan multinasional yaitu Sinovac dan Sinopharm (Tiongkok), Pfizer/BioNTech (kerja sama Amerika Serikat-Jerman), AstraZeneca (Inggris), dan Moderna (Amerika Serikat). Vaksin yang telah menjalani uji klinis di Indonesia adalah vaksin Sinovac, diperdagangkan dengan merek CoronaVac, dibuat dari virus SARS-CoV-2 yang dilemahkan.