Anda di halaman 1dari 11

Nama : Zulfa Nurani Alfiyyah

NIM : D1A210055
Kelas : Konversi Sore 2021 (A17C)
Mata Kuliah : Kesehatan Masyarakat
Tugas ke-2

1. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia


Jawab :
Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya
pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Saat itu
masih dilakukan oleh pemerintah penjajahan Belanda pada abad ke 16 peristiwa upaya
pemberantasan dianggap sebagai sejarah mula perkembangan kesehatan masyarakat di
Indonesia. Kejadian lain selanjutnya tentang wabah kolera pada awal abad ke-20 masuk di
Indonesia tepatnya tahun 1927 dan tahun 1937 yaitu wabah kolera eltor di Indonesia
kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai
berkembang di Indonesia. Sejak dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada
waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Selanjutnya bidang kesehatan
masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal
Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan
tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan
kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai
penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman
kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi. Dokter Bosch,
kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia, pada tahun 1851
mendirikan sekolah dokter Jawa. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA
(School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.
Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama
NIAS (Nederland Indische Arsten School). Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi
sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah
menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai
andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga medis yang mengembangkan kesehatan
masyarakat Indonesia. Pada sisi lain pengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia
adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian
pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya
disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan
Yogyakarta. Laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan
untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi. Tahun 1922 pes
masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat,
terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes
ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga
vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan
vaksinasi. Hydrich seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda pada tahun 1925,
melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di
Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini
menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena
jeleknya kondisi sanitasi lingkungan. Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di
sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka
mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi
lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, saat itu Hydrich mengembangkan daerah
percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai
sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada
tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-
Leimena. Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh
dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas. Selanjutnya pada tahun 1956
dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan
kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi
(tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan
tenaga kesehatan. Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara
pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim
dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan
terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera
Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta),
Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan
wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini. Pada bulan
November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan
masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu
dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu
kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya
sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. Dengan menggunakan hasil-hasil
seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan
terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional,
dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang
kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.
2. Perkembangan Corona 19 di Indonesia
Pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit koronavirus 2019
(Covid-19) yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh
koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Kasus positif Covid-19 di
Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi
tertular dari seorang warga negara Jepang. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar
ke 34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai provinsi paling
terpapar SARS-CoV-2 di Indonesia. Sampai tanggal 21 Oktober 2022, Indonesia telah
melaporkan 6.467.189 kasus positif menempati peringkat pertama terbanyak di Asia
Tenggara. Dalam hal angka kematian, Indonesia menempati peringkat ketiga terbanyak di
Asia dengan 158.398 kematian. Namun, angka kematian diperkirakan jauh lebih tinggi dari
data yang dilaporkan lantaran tidak dihitungnya kasus kematian dengan gejala Covid-19
akut yang belum dikonfirmasi atau dites. Sementara itu, diumumkan 6.289.633 orang telah
sembuh, menyisakan 19.158 kasus yang sedang dirawat. Pemerintah Indonesia telah
menguji 71.348.955 orang dari total 269 juta penduduk, yang berarti hanya sekitar 264.056
orang per satu juta penduduk. Sebagai tanggapan terhadap pandemi, beberapa wilayah telah
memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada tahun 2020. Kebijakan ini
diganti dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada tahun 2021.
Pada 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menerima vaksin Covid-19 di Istana Negara,
sekaligus menandai mulainya program vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
 Kasus
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia membagi orang-orang terduga Covid-19 ke
dalam beberapa tingkatan status.
Istilah Kriteria
Pasien dalam  Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), yaitu
pengawasan demam (≥38 °C) atau riwayat demam; disertai salah satu
(PDP) gejala/tanda penyakit pernapasan: batuk, sesak napas, sakit
tenggorokan, pilek, atau pneumonia ringan hingga berat dan tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah tertular Covid-19.
 Orang dengan demam (≥38 °C) atau riwayat demam atau ISPA
dan pada 14 hari sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat
kontak dengan penderita Covid-19.
 Orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab
lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Orang dalam  Orang yang mengalami demam (≥38 °C) atau riwayat demam;
pemantauan atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit
(ODP) tenggorokan, atau batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari sebelum
timbulnya gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang tertular Covid-19.
 Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan
seperti pilek, sakit tenggorokan, atau batuk dan pada 14 hari
sebelum timbulnya gejala memiliki riwayat penderita Covid-19.
Orang tanpa Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular penderita
gejala (OTG) Covid-19. Orang tanpa gejala (OTG) memiliki kontak erat dengan
penderita Covid-19.
Kasus Penderita Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan positif melalui
konfirmasi pemeriksaan PCR atau melalui pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM).
Sejak 13 Juli 2020, pemerintah tak lagi menggunakan ODP, PDP, dan OTG untuk
mengelompokkan pasien yang berpotensi atau terjangkit Covid-19. Sejumlah istilah baru,
yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, dan kontak erat, diperkenalkan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Istilah Pengganti ODP-PDP-OTG Covid-19
Istilah Kriteria
Kasus suspek Istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) saat ini diperkenalkan kembali
dengan istilah kasus suspek. Sedangkan kasus suspek ialah seseorang
yang memiliki salah satu dari tiga kriteria, yaitu: Pertama, orang dengan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal. Kedua,
orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable Covid-19. Ketiga, orang dengan ISPA berat atau
pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan. ISPA
sendiri merupakan mengalami kondisi demam (≥38 derajat celsius) atau
riwayat demam, disertai salah satu gejala atau tanda penyakit pernapasan
seperti batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, atau pneumonia baik
yang ringan hingga berat.
Kasus Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran
probable klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR.
Kasus Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang
konfirmasi dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi dua, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).
Kontak erat Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi Covid-19. Riwayat kontak yang dimaksud dibagi menjadi
empat kriteria, yaitu:
 Pertama, kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable
atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka
waktu 15 menit atau lebih.
 Kedua, sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau
konfirmasi, seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-
lain.
 Ketiga, orang yang memberikan perawatan langsung terhadap
kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang
sesuai standar.
 Keempat, situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak
berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim
penyelidikan epidemiologi setempat.
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala
(simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak
dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala. Sedangkan pada kasus
konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk
menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari
sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan sampel kasus
konfirmasi.
 Zona
Pada 27 Mei 2020, Kementerian Dalam Negeri menetapkan empat parameter epidemiologi
di suatu daerah berdasarkan tingkat persebaran infeksi Covid-19 di daerah tersebut, yaitu :
1. Jumlah kasus positif selama setidaknya 14 hari.
2. Jumlah ODP/PDP selama setidaknya 14 hari.
3. Jumlah kematian yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 selama setidaknya 14
hari.
4. Penularan langsung pada petugas kesehatan.
Keempat parameter tersebut dinilai dan dijumlahkan hingga suatu daerah dikelompokkan
menjadi zona hijau (aman), zona kuning (penularan sedang), dan zona merah (penularan
tinggi). Saat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis
mikro dijalankan pada bulan Februari 2021, Kementerian Dalam Negeri menetapkan kriteria
zonasi wilayah hingga tingkat rukun tetangga (RT). Ada empat kategori zona beserta
skenario pengendaliannya masing-masing.
Zona Kriteria Skenario pengendalian
Hijau Tidak ada kasus Covid-19 Surveilans aktif, seluruh suspek dites;
di satu RT pemantauan kasus tetap dilakukan rutin dan
berkala
Kuning Ada 1–5 rumah dengan Menemukan kasus suspek dan pelacakan
kasus konfirmasi positif kontak erat; isolasi mandiri untuk pasien positif
dalam satu RT selama 7 dan kontak erat dengan pengawasan ketat
hari terakhir
Orange Ada 6–10 rumah dengan Menemukan kasus suspek dan pelacakan
kasus konfirmasi positif kontak erat; isolasi mandiri untuk pasien positif
dalam satu RT selama 7 dan kontak erat dengan pengawasan ketat;
hari terakhir menutup rumah ibadah, tempat bermain anak,
dan tempat umum lainnya kecuali sektor
esensial
Merah Ada >10 rumah dengan Pemberlakuan PPKM tingkat RT: menemukan
kasus konfirmasi positif kasus suspek dan pelacakan kontak erat; isolasi
dalam satu RT selama 7 mandiri atau terpusat dengan pengawasan ketat;
hari terakhir menutup rumah ibadah, tempat bermain anak,
dan tempat umum lainnya kecuali sektor
esensial; melarang kerumunan lebih dari tiga
orang; membatasi keluar-masuk wilayah RT
maksimum hingga pukul 20.00; dan
meniadakan kegiatan sosial masyarakat di
lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan
dan berpotensi menimbulkan penularan
Kasus
 Dugaan kasus
Beberapa wisatawan yang pernah mengunjungi atau transit di Bali kemudian dinyatakan
positif mengidap SARS-CoV-2 tak lama setelah mereka kembali ke Tiongkok, Jepang,
Selandia Baru dan Singapura. Sebanyak 50-70 orang ditempatkan di bawah pengawasan
setelah melakukan kontak dengan dua pasien Covid-19 pertama yang dikonfirmasi. Jumlah
ini termasuk mereka yang pernah mengunjungi Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok, rumah
sakit yang sebelumnya merawat dua pasien sebelum dipindahkan ke Jakarta Utara. Seorang
lelaki berusia 37 tahun yang meninggal di sebuah rumah sakit di Semarang yang dicurigai
menderita Covid-19 dilaporkan negatif, dan sebaliknya menderita flu babi, yang mungkin
didapatnya dari perjalanan ke Spanyol baru-baru ini. Pada 13 Maret, seorang wanita dirawat
sebagai suspek Covid-19 meninggal di rumah sakit Padang. Ia diduga menderita Covid-19
setelah kembali dari umrah.
Tanggapan
 Internasional Organisasi
Kesehatan Dunia Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom
Ghebreyesus mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada 10 Maret 2020, meminta
agar negara-negara berpopulasi besar, seperti Indonesia, lebih fokus meningkatkan kapasitas
laboratorium untuk mendeteksi kasus koronavirus. Deteksi dini menjadi faktor penting
dalam mengatasi penyebaran koronavirus sehingga otoritas dapat mengidentifikasi klaster-
klaster secara lebih cepat. Beberapa saran disampaikan kepada WHO, yakni meningkatkan
mekanisme respons darurat, termasuk meminta Indonesia segera mendeklarasikan situasi
darurat nasional, mendidik masyarakat dan berkomunikasi secara aktif dengan menerapkan
komunikasi risiko yang tepat, serta lebih meningkatkan komunitas, lebih intensif melakukan
pelacakan terhadap kasus-kasus positif Covid-19, melakukan desentralisasi laboratorium
agar tim tanggap penanggulangan bisa dipetakan klaster dan penyebaran, serta dapat
membagi data detail tentang pendekatan yang dilakukan Indonesia dan langkah pemerintah
dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan, termasuk data identifikasi kontak para
pasien dan rangkuman data penelusuran kontak pasien Covid-19.
 Bantuan internasional
Pada 21 Maret 2020, Bank Pembangunan Asia melalui Asia-Pacific Disaster Response
Fund, memberikan hibah sebesar US$ 3 juta kepada pemerintah Indonesia untuk membasmi
koronavirus. Dana hibah tersebut merupakan bagian dari paket awal yang disiapkan Bank
Pembangunan Asia senilai US$ 6,5 miliar pada 18 Maret 2020, untuk membantu negara-
negara berkembang mengatasi pandemi koronavirus.[607] Hingga 24 April 2020, Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerima US$ 77,49 juta dari 9 negara, 9
organisasi internasional, dan 70 organisasi nonpemerintah.
 Pemerintah pusat
Pandemi Covid-19 membuat acara pernikahan harus mengikuti protokol kesehatan, seperti
memakai masker, membatasi jumlah undangan yang hadir, serta menjaga jarak saat resepsi.
Kartu vaksin menjadi bukti bahwa seseorang telah divaksinasi. Indonesia melarang semua
penerbangan dari dan ke Daratan Tiongkok sejak 5 Februari. Pemerintah juga berhenti
memberikan visa dan visa kedatangan bagi warga negara Tiongkok. Orang-orang yang
tinggal atau telah tinggal di Daratan Tiongkok selama 14 hari terakhir dilarang memasuki
atau transit di Indonesia. Penduduk Indonesia tidak dianjurkan bepergian ke Tiongkok. Pada
6 Maret, pemerintah menerbitkan lima protokol utama yang berkaitan dengan Covid-19,
yaitu protokol kesehatan, protokol komunikasi, protokol pengawasan perbatasan, protokol
area institusi pendidikan, serta protokol area publik dan transportasi. Mulai 8 Maret,
pembatasan perjalanan diperluas hingga Korea Selatan, Italia, dan Iran; pendatang dari
ketiga negara tersebut harus memiliki sertifikat kesehatan yang valid. Meskipun wisatawan
dari Korea Selatan dibatasi, Indonesia masih mengizinkan penerbangan dari negara tersebut.
Alat pemindai suhu tubuh disiapkan di setidaknya 135 gerbang di bandara dan pelabuhan,
serta lebih dari 100 rumah sakit disiapkan dengan ruang isolasi. Mulai tanggal 4 Maret,
MRT Jakarta juga memindai suhu penumpang yang memasuki stasiun dan tidak
memberikan akses pada orang-orang yang memiliki demam tinggi. Setelah korban pertama
meninggal, pemerintah Indonesia mengakui bahwa mereka mengalami kesulitan dalam
mendeteksi kasus impor di bandara, melakukan penelusuran kontak, dan juga riwayat lokasi
untuk setiap kasus. Pemerintah Indonesia berencana untuk mengubah situs di Pulau Galang,
yang sebelumnya digunakan sebagai kamp pengungsi bagi para pencari suaka Vietnam
menjadi fasilitas medis dengan 1.000 tempat tidur yang dikhususkan untuk menangani
pandemi koronavirus dan penyakit menular lainnya. Pada 13 Maret, Pemerintah Indonesia
menunjuk 132 rumah sakit rujukan Covid-19 di seluruh Indonesia. Pada hari yang sama,
Presiden Jokowi menetapkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) sebagai ketua gugus tersebut. Pada 14 Maret, Pemerintah Indonesia
menyatakan pandemi koronavirus sebagai bencana nasional. Pada 15 Maret, Joko Widodo
meminta semua orang Indonesia untuk mempraktikkan menjaga jarak sosial demi
memperlambat penyebaran Covid-19 di Indonesia. Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Indonesia juga menginstruksikan pegawainya yang berusia 50 tahun ke atas untuk
bekerja di rumah. Pada 16 Maret, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Tjahjo Kumolo memperbolehkan aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja dari
rumah sesuai dengan kebutuhan. Dalam sidang kabinet terbatas pada 19 Maret 2020,
Presiden Joko Widodo memutuskan pemerintah akan mengimpor alat uji cepat koronavirus.
Kenormalan baru Pada 21 Mei pemerintah menyebutkan Indonesia sudah memasuki tahap
kenormalan baru. Pemerintah menegaskan kenormalan baru tidak berarti melonggarkan
PSBB. Sebelumnya, Joko Widodo meminta warga negara untuk hidup berdampingan
dengan Covid-19. Pada Juli 2020, pemerintah menganggap bahwa frasa "kenormalan baru"
dianggap sebagai "diksi yang salah" untuk menggambarkan perubahan perilaku manusia
pascapandemi. Sebagai penggantinya, pemerintah memutuskan untuk menggunakan frasa
"adaptasi kebiasaan baru". Yurianto beranggapan bahwa masyarakat akan berfokus pada
kata "normal", yang dapat dimaknai sebagai "berkegiatan secara normal tanpa
memperhatikan protokol kesehatan".
 Vaksin
Kegiatan vaksinasi Covid-19 di Jakarta Selatan. Saat ini perusahaan-perusahaan
bioteknologi dan farmasi sedang berlomba untuk memproduksi sebuah vaksin yang dibuat
khusus untuk Covid-19. Di Indonesia, vaksin dipasok oleh perusahaan multinasional yaitu
Sinovac dan Sinopharm (Tiongkok), Pfizer/BioNTech (kerja sama Amerika Serikat-Jerman),
AstraZeneca (Inggris), dan Moderna (Amerika Serikat). Vaksin yang telah menjalani uji
klinis di Indonesia adalah vaksin Sinovac, diperdagangkan dengan merek CoronaVac, dibuat
dari virus SARS-CoV-2 yang dilemahkan.

Anda mungkin juga menyukai