OLEH:
NAYLA
S1B121101
KELAS C
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industrialisasi dan globalisasi merupakan dua hal yang saling berkaitan yang
memiliki pengaruh satu sama lain. Karena pada dasarnya kedua hal tersebut merupakan
bagian dari proses modernisasi yang dipengaruhi oleh semakin maju dan canggihnya
teknologi. Salah satu efek dari globalisasi dan industrialisasi adalah keadaan masyarakat
yang semakin berkembang sehingga menyebabkan perubahan yang mempengaruhi
kondisi social masyarakat. Berkembangnya kondisi social masyarakat otomatis
menyebabkan permasalahan sosial yang ada berkembang pula. Isu-isu social yang ada
menjadi semakin kompleks, oleh sebab itu dibutuhkan penyelesaian yang memiliki efek
berkelanjutan atau setidaknya dapat meminimalisir efek dari permasalahan social
tersebut dengan meningkatkan keberfungsian social masyarakat. Disinilah peluang
Pekerja Sosial untuk turut memiliki andil dalam menangani masalah sosial yang ada
diantaranya dalam bidang yang terkait dengan hasil globalisasi dan industrialisasi, yakni
dunia industri sebagai Pekerja Sosial industri (industrial social worker) atau Pekerja
Sosial di perusahaan (occupational social work).
Sebagai negara berkembang yang tidak luput dari arus globalisasi dan
industrialisasi, kebutuhan akan Pekerja Sosial di Indonesia pun semakin terasa. Hanya
saja kesadaran dunia industri di Indonesia akan kebutuhan dari peran Pekerja Sosial
industri masih minim. Padahal jika dilihat dari sejarahnya, Pekerja Sosial yang khusus
menangani bidang industry ini hadir sejak tahun 1920an di Eropa. Berarti sudah hanpir
satu abad salah satu bidang garapan Pekerja Sosial ini ada.
Di Indonesia, seperti yang dilansir dari situs resmi Dinas Sosial Provinsi Jawa
Barat, saat ini kebutuhan tenaga profesional di bidang pekerjaan sosial masih sangat
besar mengingat estimasi jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
tahun 2013 sekitar 15,5 juta rumah tangga, sedangkan jumlah Pekerja Sosial yang baru
sekitar 15.522 orang. Jika ratio ideal misalnya Pekerja Sosial menangani 100 rumah
tangga, maka masih dibutuhkan kurang lebih 139.000 orang Pekerja Sosial. Begitu pula
dibutuhkan pekerja sosial medis di rumah sakit, Pekerja Sosial industri, Pekerja Sosial
forensik di Lapas/Bapas, Pekerja Sosial Klinis di lembaga-lembaga rehabilitasi sosial,
1
korban penyalahgunaan Napza, Pekerja Sosial spesialis perlindungan anak, Pekerja
Sosial spesialis manajemen bencana dan sebagainya. Sayangnya di Indonesia belum ada
data pasti mengenai jumlah Peksos Industri yang ada.
Seperti halnya Pekerja Sosial medik (medical social worker) yang bekerja di
rumah sakit, para Pekerja Sosial industri (industrial social worker) ini bekerja di
perusahaan-perusahaan, baik negeri maupun swasta, untuk menangani kesejahteraan,
kesehatan dan keselamatan kerja, relasi buruh dan majikan, atau perekrutan dan
pengembangan pegawai.
Hubungan sosial merupakan interaksi sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, individu
dengan kelompok individu, atau antara kelompok individu dengan kelompok individu
lain. Setiap individu pasti pernah dan selalu melakukan interaksi dengan orang lain,
karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial (Soekanto,
2007).
Kemajuan masyarakat industri di Indonesia, tidak mungkin lepas dari daya
kreativitas dan inovasi pelaku industri masyarakat pengguna produk industri. Karena
itu, daya kreativitas dan inovasi yang menjadi sumber mata air kemajuan dan
perkembangan masyarakat industri di Indonesia. Dalam masyarakat industri biasanya
terdapat spesialisasi pekerjaan. Terbentuknya spesialisasi pekerjaan tersebut disebabkan
oleh semakin kompleks dan rumitnya bidang-bidang pekerjaan dalam masyarakat
industri. Proses perubahan yang terjadi dalam diferensiasi pekerjaan ini mengakibatkan
terjadinya hierarki prestise dan penghasilan yang kemudian menimbulkan adanya
stratifikasi dalam masyarakat yang biasanya berbentuk piramida. Stratifikasi sosial
inilah yang menentukan strata anggota masyarakat yang ditentukan berdasarkan sikap
dan karakteristik masing- masing anggota kelompok. Di wilayah Industri sudah banyak
tedapat industri. Ini menyebabkan mata pencaharian masyarakat setempat sebagai
karyawan atau buruh pabrik. Hal ini disebabkan lahan pertanian sekitar desa industri
telah menjadi lahan industri, menjadikan kebanyakan warga menjadikan mata
pencaharian utama adalah sebagai karyawan pabrik atau sebagai buruh. Selain itu akibat
wilayah mereka menjadi industri, menyebabkan dari masyarakat menjadi pedagang,
baik kecil maupun menengah.
2
Dalam masyarakat Industri, mata pencaharian masyarakatnya secara umum
dapat diklasifikasikan sebagai pengolah dan pembuat barang-barang industri. Bercocok
tanam tidak lagi menjadi pekerjaan tetap mereka,karena lahan- lahan pertanian telah
berubah fungsi menjadi home industri dan pabrik pabrik. Perlu digarisbawahi bahwa
perubahan mata pencaharian tadi, juga sangat berpengaruh pada kemajuan perdagangan.
Sehingga berdagang juga merupakan salah satu ciri mata pencaharian masyarakat
industri.
Dalam artikel mengenai pola hubungan petani dalam masyarakat, Prassojo
(2011), dikatakan bahwa relasi sosial atau hubungan sosial tersebut menciptakan suatu
kelompok atau komunitas. Relasi yang terus menerus dalam komunitas tersebut lama
kelamaan akan menciptakan suatu pola. Pola hubungan inilah yang membuat setiap
manusia mendapat bagiannya sendiri-sendiri dalam komunitas yang bergantung pada
potensinya masing-masing.
Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal
dasar pembangunan nasional, namun selama ini masih dirasakan bahwa potensi sumber
daya manusia tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat sebagian
besar dari angkatan kerja, tingkat keterampilan dan pendidikannya masih rendah.
Keadaan tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap sikap mental tenaga kerja di
lingkungan kerjanya yang berakibat rendahnya hasil kerja. Hal ini berakibat pada
rendahnya tingkat pendapatan dan kesejahteraannya. Manusia ditakdirkan sebagai
makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia berusaha
mencukupi semua kebutuhannya untuk kelangsungan hidupnya. Sebagai makhluk sosial
dalam rangka menjalin kehidupannya, manusia selalu melakukan relasi yang melibatkan
dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Hubungan sosial merupakan interaksi
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,
ataupun antara individu dengan kelompok. Misalnya pada masyarakat perusahaan,
terjalin relasi antara perusahaan dengan para masyarakat sekitar.
Sikap publik terhadap suatu organisasi di masa depan juga amat bergantung
bagaimana informasi yang diperoleh mengenai organisasi, ataupun bagaimana publik
menyampaikan apa yang dirasakan mengenai organisasi. Perkembangan media massa
yang semakin pesat membuat organisasi semakin mudah memilih media yang sesuai
dengan target khalayaknya.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan relasi sosial?
2. Bagaimana bentuk-bentuk relasi sosial?
3. Bagaimana tahapan revolusi industri?
4. Bagaimana relasi sosial antara berbagai jenis pekerja dengan industri?
5. Bagaimana peran pekerja sosial industri?
C. Tujuan Masalah
1. untuk mengetahui maksud dari relasi sosial.
2. untuk mengetahui bentuk-bentuk relasi sosial.
3. untuk mengetahui tahapan revolusi industri.
4. untuk mengetahui relasi sosial antara berbagai jenis pekerja dengan industri.
5. untuk mengetahui peran pekerja sosial industri.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Relasi Sosial
Relasi sosial adalah segala hubungan baik yang bersifat formal maupun informal
yang dijalankan oleh atasan terhadap bahawan, oleh atasan terhadap atasan dalam usaha
memupukkan suatu kerjasama yang intim dan selaras guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Musanef,1996).
Yudarwati (2010:146) bahwa, Public Relations membantu menyampaikan dan
mensosialisasikan kebijakan organisasi kepada publik sehingga penyesuaian diri terjadi
pada kedua belah pihak, baik organisasi maupun publik sebagai hasil kesepakatan
bersama. Antara organisasi dengan komunitas terdapat hubungan saling ketergantungan
sehingga memotivasi organisasi untuk mendesain program-program community
relations. Community relations sebagai bagian dari Public Relations merupakan
tanggung jawab sosial organisasi. Menurut Buchholz (Yudarwati, 2010:148), public
responsibility berkaitan dengan niat baik organisasi untuk secara aktif terlibat dalam
berbagai isu publik meskipun tidak berkatian langsung dengan kepentingan organisasi.
Keterlibatan ini dapat diawali dengan melakukan identifikasi dan riset isu publik, itikad
baik untuk mendiskusikannya di arena publik dan kemampuan untuk bekerja sama
dengan pihak lain dalam memecahkan masalah yang ada.
Dalam istilah sosiologi hubungan antar sesama disebut relasi atau relation.
Michener & Delamater menyatakan bahwa Relasi sosial yang juga disebut hubungan
sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematik antara
dua orang atau lebih. Hubungan dalam relasi sosial merupakan hubungan yang sifatnya
timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain dan saling
mempengaruhi. Beberapa tahapan terjadinya relasi sosial yaitu (a) Zero contact yaitu
kondisi dimana tidak terjadi hubungan antara dua orang; (b) Awarness yaitu seseorang
sudah mulai menyadari kehadiran orang lain; (c) Surface contact yaitu orang pertama
menyadari adanya aktivitas yang sama oleh seseorang di sekitarnya; dan (d) Mutuality
yaitu sudah mulai terjalin relasi sosial antara 2 orang yang tadinya saling asing”
(Hidayati, 2014).
5
Menurut Spradley dan McCurdy, relasi sosial atau hubungan sosial yang terjalin
antara individu yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama akan membentuk suatu
pola, pola hubungan ini disebut sebagai pola relasi sosial yang terdiri dari dua macam
yaitu (a) relasi sosial assosiatif yaitu proses yang terbentuk kerja sama, akomodasi,
asimilasi dan akulturasi yang terjalin cenderung menyatu; (b) relasi sosial dissosiatif
yaitu proses yang terbentuk oposisi misalnya persaingan, pertentangan, perselisihan
(dalam Astuti, 2012)
Menurut Gillin, proses sosial yang timbul dari akibat interaksi sosial ada dua
macam yaitu proses sosial asosiatif (process of association) dan proses sosial disosiatif
(process of dissociation).
6
akomodasi menunjuk pada usaha- usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.
c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha- usaha untuk
mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan tujuan bersama. Secara singkat,
proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau
kadangkala bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling
sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan tindakan.
d. Akulturasi
Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam
kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara
lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya
sendiri tidak hilang.
7
Persaingan adalah proses sosial individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu
masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka
yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada
antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social pada individu atau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman
atau kekerasan.
C. Revolusi Industri
Ada empat tahap dalam proses yang sedang berlangsung yang disebut Revolusi
Industri. Revolusi pertama terjadi menjelang akhir abad ke-18 (1760–1840) yang
merupakan produksi mekanis atas dasar air dan uap Revolusi Industri 1.0 dan ditandai
dengan adanya penemuan mesin uap pada tahun 1776 oleh James Watt di negara Inggris
sehingga membawa perubahan besar di berbagai sektor. Mesin uap yang berbahan bakar
batu bara ini ditenagai oleh mesin dan kebanyakan diperuntukkan untuk produksi tekstil
di Inggris. Seiring berjalannya waktu, mesin uap berkembang pula di berbagai industri
lain. Mulai dari pertanian, pertambangan, transportasi, sampai ke manufaktur pun mulai
menggantikan tenaga manual. Pada era ini jugalah pertama kali kegiatan produksi
massal terjadi demi memenuhi kebutuhan yang semakin bertambah jumlahnya.
Revolusi Industri kedua di awal abad ke-20 terjadi selama pengenalan ban
berjalan dan produksi massal, yang terkait dengan nama-nama ikon seperti Henry Ford
dan Frederick Taylor. Revolusi Industri 2.0 adalah era revolusi yang terjadi sekitar awal
abad ke-19 (1870-an) dan berfokus kepada efisiensi mesin di setiap lini (Assembly
Line) dalam proses produksi karena ditemukannya tenaga listrik. Pada saat itu adanya
produksi mobil secara massal mengharuskan kendaraan tersebut dirakit dari awal hingga
akhir yang menyebabkan proses tersebut tentu tidak cepat dan tidak mudah. Dengan
adanya lini produksi pada tahun 1913, menyebabkan proses produksi yang ada berubah
8
total secara keseluruhan. Proses produksi mobil tidak lagi memerlukan banyak tenaga
untuk merakit dari awal hingga akhir. Diselesaikan dengan konsep Lini Produksi
(Assembly Line) dengan memanfaatkan Conveyor Belt. Akibatnya, proses perakitan
mobil bisa dilakukan lebih efisien oleh orang lain di tempat yang berbeda. Prinsip ini
lalu berkembang menjadi spesialisasi, dimana 1 orang hanya menangani 1 proses
perakitan. Dampak Revolusi Industri 2.0 lain yang paling terlihat adalah di saat Perang
Dunia II, dimana kala itu produksi kendaraan perang seperti tank, pesawat, dan senjata
tempur lainnya diproduksi secara besar-besaran.
Revolusi ketiga terjadi dalam otomasi digital produksi melalui sistem elektronik
dan teknologi informasi (TI). Revolusi Industri 3.0 adalah era yang terjadi sekitar awal
abad ke-20 (1970-an) dan dipicu oleh perkembangan mesin-mesin pintar (Komputer &
Software) berbasis teknologi otomasi yang perlahan menggantikan peran-peran manusia
di lapangan. Pada era inilah dimulainya digitalisasi khususnya di dunia industri.
Penggunaan komputer mulai menggantikan hal-hal yang dulunya dilakukan oleh
manusia. Seperti mengirim dokumen, menghitung formula yang rumit, sampai membuat
pencatatan keuangan. Dalam dunia manufaktur, Revolusi Industri 3.0 bisa dibilang
merupakan revolusi yang sangat penting. Mengingat manufaktur menuntut ketepatan
dan ketelitian yang sangat tinggi, dimana dua hal tersebut sangatlah sulit dilakukan oleh
manusia. Penggunaan teknologi pun menjadi sebuah solusi yang tepat, sehingga
produksi dalam jumlah yang besar dapat dilakukan secara otomatis, cepat, dan juga
berkualitas. Dengan adanya revolusi industri 3.0, terjadinya perubahan pada pola relasi
serta komunikasi yang terjadi pada masyarakat kontemporer. Berbagai bisnis yang ada
pun harus beradaptasi dan merubah cara kerjanya agar dapat menyesuaikan dengan
keadaan yang ada dan tidak hilang tertelan karena adanya kemajuan pada zaman ini.
Selain itu, kemajuan teknologi komputer yang terjadi saat itu yang berkembang dengan
sangat pesat setelah Perang Dunia II selesai. Berbagai penemuan seperti semi
konduktor, transistor, hingga kemunculan IC (Integrated Chip) yang membuat sebuah
komputer dapat berukuran lebih kecil, menggunakan daya listrik yang sedikit pula, dan
kemampuan menghitung dan menerima perintah yang semakin canggih.
Saat ini, lanskap industri kembali diubah ke tahap keempat dengan munculnya
robot otonom, otomasi kontemporer, sistem siberfisik, internet untuk berbagai hal,
layanan internet, dan sebagainya. Revolusi Industri 4.0 adalah era yang saat ini kita
9
jalani di mana pengembangan teknologi lebih lanjut seperti internet, komputerisasi,
microchip, IoT, kecerdasan buatan (AI), machine learning, deep learning, cloud
analytics, bahkan kendaraan otonom merevolusi setiap proses mulai dari produksi
hingga distribusi dan berfokus kepada keberlanjutan (Sustainability). Teknologi baru
yang belum pernah ada sebelumnya seperti ojek online, tarik tunai lewat ponsel, sampai
warung digital pun bermunculan di era revolusi industri terbaru ini. Dalam skala
industri, Revolusi Industri 4.0 meningkatkan kemampuan software dan internet untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan. Salah satu contohnya adalah pengumpulan data
historis mesin oleh software yang digunakan untuk menjadwalkan maintenance bulanan
secara otomatis. Data-data tersebut nantinya akan diproses oleh algoritma, sehingga
menghasilkan keputusan logis layaknya manusia. Sejak diperkenalkannya teknologi ini,
perusahaan dapat mengotomatiskan seluruh proses produksi tanpa bantuan manusia.
Contoh yang diketahui dari hal ini adalah robot, yang melakukan urutan terprogram
tanpa campur tangan manusia.
10
keluarga dilakukan melalui media social class membership (keanggotaan dalam kelas
sosial), hal itu berarti bahwa seseorang yang mendapatkan suatu pekerjaan akan
mendapatkan tingkat sosial tertentu (prestise) yang akan menunjukkan pola-pola sikap
serta tingkah laku tertentu.
Kenyataannya bahwa kebanyakan studi empiris yang menyelidiki interaksi
antara pekerjaan dengan kehidupan keluarga sering berpijak pada data "kelas sosial"
semua keluarga yang menjadi obyek penelitian, sehingga dalam membahas pengaruh
industri terhadap berbagai aspek kehidupan keluarga, kita harus memperhatikan "kelas
sosial" sebagai suatu faktor utama.
11
dalam kelompok masyarakat lain, di mana istri juga ikut mencari nafkah, pendapatan
tambahan yang didapatkan sering digunakan untuk membeli peralatan dan perlengkapan
rumahtangga yang lebih baik, bahkan cenderung bersifat mewah. Di dalam keluarga
seperti ini peranan istri mirip dengan peranan suami dalam keluarga kelas menengah.
Pengaruh lainnya dari faktor-faktor pekerjaan terhadap peranan suami-istri ialah
terhadap keakraban antara suami dan istri. Suami harus dapat mencari jalan untuk
menyesuaikan tuntutan pekerjaan dengan tuntutan,keluarganya. Edgell (1970) telah
mencoba melakukan penelitian terhadap sejumlah keluarga kelas menengah berkaitan
dengan pengaruh pekerjaan terhadap hubungan suami istri.
Berbagai pola hubungan antar keluarga selalu dipengaruhi oleh pekerjaan yang
dimiliki oleh keluarga-keluarga tersebut, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Bott (1977) telah melakukan suatu studi yang intensif terhadap seJumlah kecil keluarga
perkotaan di Inggris. Dia menyatakan bahwa ada suatu keterikatan di antara keluarga
yang mungkin akan menjadi lebih kuat apabila ada suatu kerjasama dalam suatu
pekerjaan di antara mereka. Berkaitan dengan istilah kelas dalam masyarakat, keluarga
dengan pola pergaulan terbuka mungkin bersedia bergaul dengan kelas buruh tetapi
tidak semua keluarga kelas pekerja memiliki pola pergaulan terbuka.
Kekuatan suatu keluarga dalam hubungannya dengan tetangga tergantung
secara, langsung kepada jabatan suaminya di tempat pekerjaannya, yang akan
memberikan suatu status kepada keluarganya secara keseluruhan. Jika seseorang
bertetangga dengan salah seorang koleganya, hubungan yang terjadi di antara keluarga
mereka akan semakin erat, tetapi jika koleganya itu tidak bertetangga dengannya, pola
pergaulannya hanya akan terjadi di antara kedua suami saja.
12
anak- anak dari keluarga golongan menengah, dimana pihak orang tua memiliki banyak
waktu luang untuk memperhatikan perkembangan dan pendidikan anaknya.
Proses sosialisasi dalam keluarga golongan menengah ditujukan untuk mendidik
agar anak mampu bersifat "mandiri", dan hal itu akan lebih banyak tergantung kepada
kemampuan si anak untuk bersaing dengan rekannya dalam mencapai prestasi di
sekolah dan selanjutnya dalam pekerjaan. Akan tetapi seorang yang berasal dari
keluarga kelas pekerja, jarang mampu meningkatkan posisi sosial, justru mereka
dipaksa untuk bersikap patuh dan tidak banyak membuat kesulitan bagi masyarakat
sekelilingnya.
Banyak bukti yang memajukan bahwa dalam hubungan antara industri dan
keluarga, pihak industri memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap keluarga
dibanding sebaliknya. Tetapi ini tidak berarti bahwa kita harus mengabaikan pengaruh
keluarga terhadap industri. Sebagai suatu contoh yang menunjukkan betapa pentingnya
peranan keluarga terhadap industri maupun dalarn suatu perubahan sosial yang
tersembunyi, Goode (1964) telah mencoba membandingkan usaha yang dilakukan oleh
Jepang dan Cina untuk melakukan industrialisasi pada akhir abad 19 dan awal abad 20).
dimulai dengan kondisi sosial dan ekonomi yang relatif sarna dan homogen, Jepang
telah melangkah jauh lebih maju dibandingkan dengan Cina.
Perbedaan pola dan sistem kekeluargaan diantara kedua negara tersebut telah
menimbulkan perbedaan dalam kecepatan proses industrialisasi. Sistem pewarisan di
Jepang memudahkan pelaksanaan akumulasi kekayaan, dan nepotisme hanya sedikit
memberikan hambatan dibandingkan dengan yang terjadi di Cina. Terdapat berbagai
tipe hubungan antara keluarga dan pekerjaan.
Sebagai permulaan kita mengambil suatu postulat dari Raports (1965) yaitu:
pekerjaan dan peran keluarga cenderung bersifat isomorfik (saling-pengaruh-
mempengaruhi satu sarna lain dengan satu cara tertentu untuk membentuk suatu pola
struktur yang sarna), atau heteromorfik (membentuk suatu struktur yang masing-masing
berbeda).
Dari berbagai studi dan observasi yang telah disebutkan, (yaitu studi mengenai
keluarga dimana istri ikut bekerjasama dengan suaminya di dalam pekerjaannya, studi
tentang keluarga dilnana rumah terdapat tinggal digunakan oleh ayah sebagai kantor
atau toko, studi mengenai keluarga petani dan sedikit pembahasan mengenai keluarga
13
Jepang modern), ternyata semua studi tersebut menunjukkan adanya isomorfisme antara
pekerjaan dengan kehidupan keluarga. Jika isomorfisme menggambarkan suatu
hubungan yang bersifat positif antara pekerjaan dan keluarga, ada juga suatu hubungan
lain yang disebut minimal relationship dan negative relationship antara keluarga dengan
pekerjaan yang membentuk suatu pola heteromorfisme. Minimal relationship atau
neutral relationship di antara keluarga dan pekerjaan terjadi jika di dalam keluarga
peranan ayah dalam pekerjaannya tidak berhubungan dengan usaha keluarganya untuk
membentuk gaya hidup tertentu.
Pekerjaan dengan waktu jam kerja yang teratur; tanpa adanya suatu efek tertentu
baik secara fisik maupun psikologis terhadap sipekerja,dan tidak menyita waktu
luangnya adalah suatu kasus yang termasuk ke dalam neutral relationship. Gambaran
mengenai ketiga pola hubungan antara pekerjaan dengan lingkungan keluarga, yaitu
ekstensi, netralitas, dan oposisi.
14
mendobrak nilai-nilai tradisional yang mencela kehadiran wanita dalam dunia
industri dan membatasi gerak-gerik wanita sebatas rumahnya. Tetapi tradisi ini masih
berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan kasar, misalnya pekerjaan di sektor
pertambangan.
d. Hilangnya diskriminasi
Pada tahun 1975 diberlakukan undang-undang yang melarang pihak perusahaan
melakukan diskriminasi terhadap pekerja wanita termasuk wanita yang sudah
menikah.
e. Perubahan datam industri. Untuk lebih menarik kaum
wanita yang sudah menikah, beberapa perusahaan telah membentuk suatu spesial
shifts (regu kerja khusus). Misalnya, jam kerja wanita yang sudah menikah
ditentukan sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka mengerjakan pekerjaan
rumahtangga mereka. Selain itu diperkenalkan juga mesin-mesin baru yang lebih
ringan dan lebih mudah ditangani.
15
a. Over-load (beban berlebih-lebihan).
Kedua suami istri dibebani terlalu banyak tanggung jawab. Pembantu rumahtangga
bukanlah merupakan suatu jawaban, sebab kehadirannya malahan sering
menimbulkan suatu ketegangan baru dalam kehidupan keluarga.
b. Tidak adanya sanksi lingkungan.
Mungkin seorang istri masuk ke dalam suatu pekerjaan dimana istrinya tidak
diterima secara keseluruhan, atau menjadi subyek kritik, karena mengabaikan anak-
anaknya.
c. Identitas pribadi dan harga diri.
Baik suami maupun istri harus mampu mengatasi kritik-kritik yang didasarkan pada
tradisi pemisahan peranan berdasarkan jenis kelamin.
d. Dilema hubungan sosial.
Hubungan antara keluarga dengan tetangga menjadi renggang, karena baik suami
maupun istri masing-masing sibuk dengan pekerjaan di luar rumahnya.
e. Konflik peran ganda.
Terdapat konflik baik bagi suami maupun istri diantara kepentingan perusahaan.
16
rujukan, pemberian konseling bagi pecandu alcohol dan obat-obatan terlarangm
pelayanan dan perawatan sosial bagi anak-anak pekerja dalam perusahaan atau
organisasi serikat kerja, dan pemberian konseling bagi pensiunan atau pekerja
yang menjelang pension.
3. Praktik yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung dan perumusan
kebijakan sosial bagi perusahaan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Relasi sosial adalah hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian
tingkah laku) yang sistematik antara dua orang atau lebih. Hubungan dalam relasi sosial
merupakan hubungan yang sifatnya timbal balik antar individu yang satu dengan
individu yang lain dan saling mempengaruhi. Relasi sosial terbagi menjadi dua bentuk
yaitu relasi sosial asosiatif danelasi sosial disasosiatif.
Ada empat tahap dalam proses yang sedang berlangsung yang disebut revolusi
industri. Revolusi pertama terjadi menjelang akhir abad ke-18 (1760–1840) yang
merupakan produksi mekanis atas dasar air dan uap revolusi industri 1.0 dan ditandai
dengan adanya penemuan mesin uap pada tahun 1776 oleh james watt di negara inggris
sehingga membawa perubahan besar di berbagai sektor. Revolusi industri kedua di awal
abad ke-20 terjadi selama pengenalan ban berjalan dan produksi massal, yang terkait
dengan nama-nama ikon seperti henry ford dan frederick taylor. Revolusi industri 2.0
adalah era revolusi yang terjadi sekitar awal abad ke-19 (1870-an) dan berfokus kepada
efisiensi mesin di setiap lini (assembly line) dalam proses produksi karena
ditemukannya tenaga listrik. Revolusi ketiga terjadi dalam otomasi digital produksi
melalui sistem elektronik dan teknologi informasi (ti). Revolusi industri 3.0 adalah era
yang terjadi sekitar awal abad ke-20 (1970-an) dan dipicu oleh perkembangan mesin-
mesin pintar (komputer & software) berbasis teknologi otomasi yang perlahan
menggantikan peran-peran manusia di lapangan. Saat ini, lanskap industri kembali
diubah ke tahap keempat(revolusi industri 4.0) dengan munculnya robot otonom,
otomasi kontemporer, sistem siberfisik, internet untuk berbagai hal, layanan internet,
dan sebagainya.Relasi sosial antara berbagai jenis pekerja dengan industri meliputi,
industri dan keluarga, industri dan suami-istri, industri dan sosialisasi, industri dan ibu
rumah tangga yang bekerja, problema karir ganda dalam keluarga. Bidang tugas pekerja
sosial yang bekerja dalam dunia industry meliputi, kebijakan, perencanaan dan
administrasi, praktik langsung dengan individu, keluarga dan populasi khusus, praktik
yang mengkombinasikan pelayanan sosial langsung dan perumusan kebijakan sosial
bagi perusahaan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anggita, Kharisma., Dkk. (2019). “Relasi Sosial Pekerja Perempuan Di Pabrik Kecap
Teratai Kota Palembang”. Jurnal Media Sosiologi Bidang Ilmu Sosial. 22 (1),
55-58.
Fauzi Othman, Mohd., Dkk. (2016). “Industry 4.0: A Review On Industrial Automation
And Robotic”. Jurnal Teknologi. 78: 6-13, 137-138.
Hikmat. 2019. Pokok-Pokok Kajian Sosiologi Industri. Bandung: Unpas Press Dan
Yayasan Hikmat Insan Cendekia.
Johnson, Wayne. 1984. The Social Services: An Introduction. Illinois: F.E. Peacock
Publisher.
19