Anda di halaman 1dari 15

RELASI SOSIAL ANTARA PEKERJA DAN PEMILIK PERUSAHAAN

OLEH:
NAMA: NURAENI
NIM : S1B121105

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pengantar sosiologi
industri ini. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “pengantar
sosiologi industri”.
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi sumber informasi untuk pembaca,
seingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selama penyusunan
makalah ini penulis banya menerima bantuan dan dukungan. Oleh karena itu penulis
ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata
penulis ucapkan terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 3
C. Tujuan Masalah............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pekerja Di Indonesia...................................................... 4
B. Bentuk Relasi Sosial.................................................................... 5
C. Hubungan Sosial Antara Pekerja Dan Pemilik Perusahaan........ 7
D. Konflik Dalam Perusahaan.......................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Relasi sosial adalah hubungan antar sesama. Relasi sosial juga disebut hubungan
sosial yang merupakan hasil interaksi antar individu, antar kelompok, maupun antar
individu dan kelompok. Sebagai makhluk sosial manusia selalu melakukan relasi yang
melibatkan dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.
Menurut Spradley dan McCurdy (dalam Astuti, 2012:1), menyatakan bahwa
relasi sosial atau hubungan sosial yang terjalin antara individu yang berlangsung dalam
waktu yang relative lama akan membentuk suatu pola, pola hubungan ini disebut
sebagai pola relasi sosial yang terdiri dari dua macam yaitu (a) relasi sosial assosiatif
yaitu proses yang terbentuk kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi yang
terjalin cenderung menyatu; (b) relasi sosial dissosiatif yaitu proses yang terbentuk
oposisi misalnya persaingan. Menurut Astuti (2012:1), relasi sosial juga disebut
hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematik
antara dua orang atau lebih.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yakni dengan adanya kerja sama (cooperation),
persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian
(conflict) (Soekarno, 1990:76). Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial, oleh karenanya tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama
(Soekarno,1990;67). Dari adanya interaksi sosial tersebut kemudian membangun suatu
relasi sosial.
Setiap perusahaan atau perindustrian memiliki keunikan dan ciri khas masing-
masing, khususnya mengenai hubungan atau interaksi sosial antara pemimpin
perusahaan dengan karyawannya serta budaya organisasi atau budaya kerja yang
diterapkan oleh setiap perindustrian. Budaya organisasi atau budaya kerja merupakan
bagian penting dalam komunikasi, sebagai syarat terjadinya sebuah interaksi.
Suatu perusahaan atau perindustrian memerlukan interaksi sosial antara
pemimpin dengan karyawan, dikarenakan hal tersebut sangat penting bagi sumber daya
manusia untuk mencapai suatu tujuan perusahaan atau perindustrian dan berpengaruh
terhadap relasi kerja yang terjadi sehingga dapat mengetahui perkembangan serta

1
hambatan-hambatan yang muncul. Proses adanya interaksi sosial sendiri didasari
dengan terjadinya komunikasi dan kontak sosial.
Relasi antara atasan dan bawahan merupakan suatu faktor penting dalam
meningkatkan produktivitas kerja. Menurut Hughes dkk (2006), hubungan antara atasan
dan bawahan adalah merupakan hal yang cukup kuat dalam menentukan dihubungan
yang baik dalam organisasi. Hal ini melibatkan sejauh mana hubungan antara atasan
bawahannya terjalin kooperatif dan ramah atau antagonis dan sulit. Seorang atasan yang
memiliki hubungan yang baik dengan bawahannya maka akan merasa mendapat
dukungan dan dapat mengandalkan loyalitas dari para bawahannya untuk dapat
menghasilkan suatu kinerja yang maksimal.
Hubungan kerja yang baik antara pekerja dan pemiilik perusahaan adalah kunci
tercapainya tujuan suatu perusahaan. Dengan hubungan kerja yang baik dapat
meningkatkan produktivitas suatu perusahaan. Karena, pekerja yang senang akan
memberikan upaya terbaik dalam menjalankan tugas yang diberikan. Selain itu
hubungan yang baik dapat mengurangi konflik di tempat kerja. Karena antara pekerja
dan pemilik perusahaan akan timbul rasa saling percaya.
Dengan adanya relasi sosial yang terjadi antara pemilik perusahaan atau industri
dengan karyawannya, maka akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemilik
perusahaan dan karyawan. Pemilik perusahaan memiliki hak untuk menggunakan
tenaga karyawan untuk melakukan produksi barang. Pemilik perusahaan memiliki
kewajiban untuk membayar gaji dan memberi jaminan atas resiko kepada karyawannya.
Begitupun juga pekerja memiliki hak untuk mendapatkan gaji dan jaminan atas resiko,
serta memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh pemilik
perusahaan.
Dalam perusahaan juga sering terjadi konflik antara atasan dan pegawai. Hal ini
terjadi karena berbagai macam alasan, mulai dari pegawai yang tidak memberikan hasil
kerja yang tidak memuaskan, atasan yang tidak memberi feedback dengan baik, atau
terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi
tingkat produktivitas suatu perusahaan karena tidak terjalinnya hubungan yang baik
antara atasan dan pegawai. Meskipun konflik seperti itu adalah hal yang normal dalam
perusahaan. Tetapi, jika dibiarkan berkepanjangan dan tidak diselesaikan dapat
menyebabkan kemunduran bagi perusahaan.

2
Selain konflik antara atasan dan pegawai, konflik antara sesama pegawai juga
sering terjadi. Disinilah peran seorang pemimpin perusahaan diperlukan. Seorang
pemimpin perusahaan harus bijak dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antar
pegawai tersebut. Untuk menyelesaikan konflik tersebut pemimpin perusahaan harus
mendengar dan memahami permasalahan yang terjadi dari dua belah pihak. Seorang
pemimpin harus bersikap netral, penyelesaian konflik harus diselesaikan sesuai dengan
kebijakan suatu perusahaan. Seorang pemimpin harus mampu memberikan solusi dan
jalan keluar dari permasalahan-permasalahan tersebut.
Untuk mengatasi konflik yang sering terjadi dalam perusahaan pegawai dan
pemimpin perusahaan perlu membangun hubungan sosial yang baik. Selalu menjaga
komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dan selalu menerapkan sikap yang
profesional. Jika hubungan yang terjalin antara pekerja dan pemimpin suatu perusahaan
berjalan dengan baik, maka tujuan dari suatu perusahaan juga akan tercapai dan
perusahaan juga akan semakin berkembang.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah pekerja di Indonesia?
2. Bagaimana bentuk relasi sosial?
3. Bagaimana hubungan sosial antara pekerja dan pemilik perusahaan?
4. Bagaimana konflik dalam perusahaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pekerja di Indonesia
2. Untuk mengetahui bentuk relasi sosial
3. Untuk mengetahui hubungan sosial antara pekerja dan pemilik perusahaan
4. Untuk mengetahui konflik dalam perusahaan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah pekerja di Indonesia


Di Indonesia, sejarah tentang hubungan industrial, dimulai dari sistem
perbudakan. Mereka merupakan “buru” pada zamannya. “Upah‟ yang mereka terima
biasa berwujud makanan, pakaian, dan perumahan. Mereka hampir tidak pernah
menerima upah dalam bentuk uang. Orang atau badan hukum merupakan “majikan”
yang berkuasa penuh atau mutlak atas nasib para budaknya, dan bahkan berkuasa atas-
hidup mati mereka.
Masa sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, meliputi masa perbudakan, masa
penjajahan Hindia Belanda, dan masa Pendudukan Jepang.Sejarah perkembangan
perburuhan Indonesia pada masa sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, pada prinsipnya
dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
a. Masa Perbudakan
Pada masa perbudakan, keadaan Indonesia dapat dikatakan lebih baik dari pada
Negara lain kerena telah hidup hukum adat. Pada masa ini, budak adalah milik majikan.
Pengertian milik berarti menyangkut perekonomian, serta hidup matinya seseorang.
Politik hukum yang berlaku pada masa ini, tergantung pada kewibawaan penguasa
(raja). Contohnya pada tahun 1877, ketika ada seorang raja di Sumba meninggal, seratus
orang budak dibunuh, agar di alam baka nanti raja itu mempunyai cukup pengiring dan
pelayan. Selain itu, dikenal lembaga perhambaan (pandelingschap) dan peruluran
(horegheid, perkhorigheid). Lembaga ini terjadi apabila terjadi perjanjian utang piutang.
Orang yang mengutang sampai saat jatuh tempo pelunasan belum bisa membayar
utangnya. Pada saat itu pula orang yang berutang (debitur) menyerahkan dirinya atau
menyerahkan orang lain kepada si kreditir, sebagai jaminan dan dianggap sebatas bunga
dari utang. Selanjutnya orang yang diserahkan diharuskan untuk bekerja kepada orang
yang member utang sampai batas waktu sidebitur dapat melunasi utangnya.

b. Masa Penjajahan Hindia Belanda


Pada masa ini, sebenarnya tidak untuk seluruh wilayah Indonesia karena pada
saat itu masih ada wilayah kekuasaan raja di daerah yang mempunyai kedaulatan penuh

4
atas daerahnya.Pada masa ini meliputi masa pendudukan Inggris, masa kerja rodi dan
masa poenali sanctie.Tahun 1811-1816 saat pendudukan Inggris dibawah Thomas
Stamford Raffles, ia mendirikan The Java BenevolentInstitutioan yang bertujuan
menghapuskan perbudakan. Namun cita- cita itu belum sampai terlaksana karena
kemudian Inggris ditarik mundur. Pekerja rodi atau kerja paksa dilakukan oleh Hindia
Belanda mengingat untuk melancarkan usahanya dalam mengeruk keuntungannya dari
rempah-rempah dan perkebunan. Untuk kepentingan politik imperialismenya,
pembangunan sarana prasana dilakukan dengan rodi. Contohnya Hendrik Willem
Deandels (1870-1811) menerapkan kerja paksa untuk pembangunan jalan dari Anyer ke
Panarukan (Banyuwangi).

c. Masa Pendudukan Jepang


Pada masa pendudukan Jepang mulai tanggal 12 maret 1942, pemerintah militer
Jepang membagi menjadi tiga daerah pendudukan, yaitu Jawa, Madura, dan Sumatra
yang dikontrol dari Singapura dan Indonesia Timur. Politik hukum masa penjajahan
Jepang, diterapkan untuk memusatkan diri bagaimana dapat mempertahankan diri dari
serangan sekutu, serta menguras habis kekayaan Indonesia untuk untuk keperluan
perang Asia Timur Raya. Pada masa ini diterapkan romusya dan kinrohosyi. Romusa
adalah tenaga- tenaga sukarela, kenyataannya adalah kerja paksa yang dikerahkan dari
pulau Jawa dan penduduk setempat, yang didatangkan ke Riau sekitar 100.000 orang.
Romusya local adalah mereka yang dipekerjakan untuk jangka waktu yang pendek
disebut Kinrohosyi.

B. Bentuk relasi sosial


Dalam istilah sosiologi hubungan antar sesama disebut relasi atau relation.
Menurut Gillin dan Gillin, proses sosial yang timbul dari akibat interaksi sosial ada dua
macam yaitu proses sosial asosiatif (process of association) dan proses sosial disosiatif
(process of dissociation). Bentuk relasi sosial menurut Gillin dan Gillin (dalam
Soekanto, 2007) diantaranya adalah:
a. Bentuk relasi sosial asosiatif
Relasi sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan
dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Bentuk relasi sosial antara lain:

5
1) Kerja sama (cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial
yang pokok. Sosiologi lain menganggap bahwa kerja sama merupakan proses utama.
Golongan tersebut memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar
bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk interaksi
tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama dimaksudkan sebagai
suatu usaha usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama.
2) Akomodasi (accomodation)
Istilah akomodasi diergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu
keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang merujuk pada
keadaan berarti adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara individu atau
kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang
berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-
usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk
mencapai kestabilan.
3) Asimilasi (assimilation)
Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara individu atau kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha
untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. Secara singkat proses
asmilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala
bersifat emosiaonal, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit
mencapai integrasi dalam organisasi atau perusahaan, pikiran dan tindakan.
4) Akulturasi
Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing kedalam
kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara
lambat dan disesuaikan denagn kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya
sendiri tidak hilang.

b. Bentuk relasi sosial disosiatif


Disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, persis halnya dengan
dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan

6
arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan pada salah satu bentuk oposisi atau lebih
menghargai kerja sama, hal itu tergantung pada unsur-unsur kebudayaan terutama yang
menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat, dan sistem sosialnya. Faktor yang paling
menentkan adalah sistem nilai masyarakat tersebut. Oposisi dapat diartikan sebagai cara
berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia, untuk mencapai tujuan tertentu.
1) Persaingan (competition)
Persaingan adalah proses sosial individu atau kelompok manusia yang bersaing,
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu
menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik atau dengan
mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau
kekerasan.
2) Kontravensi (contravention)
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada
antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.
3) Pertentangan atau pertikaian (conflict)
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial pada individu atau kelompok
yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan
ancaman atau kekerasan.

C. Hubungan sosial antara pekerja dan pemilik perusahaan


Hubungan antar mansia merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan
pokok. Oleh karena itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan antar manusia dapat terjadi antar individu
maupun antar kelompok dalam masyarakat yang disebut sebagai hubungan sosial.
Dalam sebuah industri hubungan sosial antara pekerja dan pemilik perusahaan adalah
hubungan patron-client. Dimana pemilik perusahaan sebagai atasan (patron) dan
pekerja sebagai bawahan (client). Hubungan yang terjadi antara pemilik perusahaan dan
pekerja terjadi karena adanya kepentingan diantara mereka denagn kata lain hubungan
tersebut mempunyai makna bagi mereka. Makna hubungan bagi pemilik perusahaan
adalah tersedianya tenaga kerja yang akan mengelolah perusahaanya sehingga

7
perusahannya tetap menghasilkan keuntungan. Sedangkan bagi pekerja makna
hubungan sosial adalah terjaminnya hidup yang lebih baik.
a. Hubungan sosial berdasarkan faktor ekonomi
Hubungan yang terjalin antara pemilik perusahaan dan pekerja bersifat timbal
balik dan saling membutuhkan. Pemilik perusahaan membutuhkan tenaga pekerja untuk
kelancaran perusahaannya. Sedangkan pekerja membutuhkan pemilik perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
b. Hubungan sosial berdasarkan faktor kekeluargaan
Perusahaan tidak hanya menerapkan prinsip-prinsip rasionalitas yang
menjungjung tinggi kepentingan ekonomi. Melainkan hubungan kekeluargaan juga
merupakan perwujudan dari tujuan perusahaan, untuk membentuk situasi yang harmonis
dilingkungan kerja. Pekerjaan dan lingkungan pekerjaan yang nyaman adalah bentuk
dari kompensasi non financial (Shia,2015).hal tersebut dapat dlihat dari interaksi yang
terjadi dalam perusahaan. Selain hal-hal yang disediakan oleh perusahaan demi
kenyamanan pekerjanya, situasi yang terbentuk dilingkungan kerja juga mempengaruhi
kenyamanan bekerja. Sebagaimana pendapat Collins, pada ritual yang kuat individu
tertarik pada tuntutan ritual yang mereka dapatkan. Karyawan bekerja mendapatkan
tuntutan pekerjaan, namun yang mereka rasakan adalah dengan bekerja mereka bertemu
dengan orang lain yang mereka anggap seperti keluarga. Karyawan bekerja dengan
antusias melakukan pekerjaan tidak dengan paksaan.

D. Konflik dalam perusahaan


Konflik antara pekerja dan pemilik perusahaan selalu saja terjadi. Selain
masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainnya, pemutusan hubungan kerja
(PHK) merupakan konflik dalam interaksi antara pekerja pemilik perusahaan. Perusahan
yang tidak berhasil dalam mengupayakan adanya kerja sama akan menyebabkan
operasinya tidak lancar dan seringkali timbul konflik. Dalam perusahaan yang semakin
besar dan semakin dan semakin kompleks, konflik merupakan fenomena umum yang
ada dalam setiap perusahaan. Dengan perusahaan yang semakin besar dan semakin
kompleks, jumlah individu dan kelompok akan semakin banyak. Mereka mempunyai
kepentingan dan keingin yang berbeda-beda.
a. Faktor penyebab konflik

8
Faktor penyebab konflik secara garis besar terdapat dua faktor yaitu faktor
individual dan faktor organisasional. Faktor individual biasanya berasal dari perbedaan
karakter individu atau karena adanya interaksi antar individu. Sedangkan faktor
organisasional seperti persaingan untuk untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas,
ketidakjelasan tanggungjawab dan hak hukum.

b. Akibatkan konflik
Konflik selalu diartikan sebagai sesuatu yang negatif dan perilaku yang
merusak. Dalam kenyataannya konflik juga mempunyai sisi yang positif, yang akan
memberikan mamfaat bagi pihak yang berkonflik.
1) Akibat konflik yang negatif
Konflik ini berupa komentar-komentar yang tidak ramah, keluh kesah atau ucapan-
ucapan ketus. Konflik yang terjadi antar kelompok dalam organisasi sering
mendorong pimpinan organisasi untuk mengubah gaya kepemimpinan. Konflik
meningkatkan kecenderungan kedua belah pihak untuk melakukan suatu hubungan
negatif. Konflik juga cenderung mengakibatkan masing-masing kelompok untuk
loyal pada kelompoknya saja.
2) Akibat konflik yang positif
Konflik menyebabkan munculnya masalah yang sebelumnya tidak pernah disadari
dimunculkan, setelah masalah itu dimunculkan maka mereka akan berpikir
bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Konflik yang baik meningkatkan hasil
keputusan terutama pada konflik yang terkait tugas dan produktivitas kelompok
dengan meningkatkan kualitas melalui kritik konstruktif dan individu memainkan
peran advokat karena sebagian besar konflik terkait tugas memungkinkan pertukaran
ide dan membantu kinerja yang lebih baik diantara tenaga kerja. Konflik memotivasi
untuk memahami masalah yang dihadapi dan bagaimana pendapat mereka tentang
isu tersebut. Konflik sering mendorong munculnya pertimbangan untuk ide baru,
pendekatan, dan inovasi baru atau bahkan melakukan perubahan. Konflik juga
menyebabkan pengambilan keputusan yang lebih baik, yaitu dengan memperhatikan
aspek yang selama ini kurang mendapat perhatian.

9
c. Penyelesaian konflik
Thomas menunjukan adanya lima cara untuk menyelesaikan konflik yaitu
dengan pesaing, kolaborator, kompromi, akomodator, dan penghindar konflik
1) Pesaing
Penggunaan pendekatan ini akan mengorbankan kelompok lain. Dalam persaingan
antara kepentinagn pihak satu diadu dengan kepentingan pihak lain. Biasanya pihak
yang menang akan terpenuhi keinginan atau kepentingannya, sedang pihak yang
kalah akan mengikuti kepentinagn atau keinginan pihak yang menang.
2) Kolaborator
Masing-masing pihak berupaya memaksimumkan keinginan dan dan
kepentingannya, sehingga kepuasan masing-masing meningkat. Untuk dapat
melakukan hal ini, masing-masing pihak harus memahami apa keinginan dan
kepentingannya, dan bersedia untuk menerima bahwa pihak lain juga dipuaskan,
bukan hanya dirinya sendiri.
3) Kompromi
Dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat konflik mengadakan kompromi. Dalam
kompromi ini masing-masing pihak berasumsi bahwa mereka bersedia menurunkan
tuntutan dari permasalahan yang dipertentangkan. Masing-masing kepentingan atau
keinginan diperhatikan, sehingga keduanya bersedia menerima pada posisi baru.
4) Akomodator
Sebagai akomodator, orang-orang ini kurang tegas dan cukup kooperatif. Mereka
bersedia mengabaikan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain.
Keselarasan merupakan hal yang harus diwujudkan sedang kemarahan dan
konfrontasi harus dihindarkan.
5) Penghindar konflik
Pada pilihan menghindari konflik masing-masing pihak menekan kepentingan dan
keinginannya sendiri. Kepentingan dan keinginan dari keduanya tidak ada yang
terpenuhi, yang ada adalah masing-masing tidak ingin ada konflik.agar tujuan semua
pihak bisa tercapai maka konflik yang ada dalam perusahaan sebaiknya
diminimumakan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suatu perusahaan atau perindustrian memerlukan interaksi sosial antara
pemimpin dengan karyawan, dikarenakan hal tersebut sangat penting bagi sumber daya
manusia untuk mencapai suatu tujuan perusahaan atau perindustrian dan berpengaruh
terhadap relasi kerja yang terjadi sehingga dapat mengetahui perkembangan serta
hambatan-hambatan yang muncul. Proses adanya interaksi sosial sendiri didasari
dengan terjadinya komunikasi dan kontak sosial. Hubungan kerja yang baik antara
pekerja dan pemiilik perusahaan adalah kunci tercapainya tujuan suatu perusahaan.
Dengan hubungan kerja yang baik dapat meningkatkan produktivitas suatu perusahaan.
Karena, pekerja yang senang akan memberikan upaya terbaik dalam menjalankan tugas
yang diberikan. Selain itu hubungan yang baik dapat mengurangi konflik di tempat
kerja. Karena antara pekerja dan pemilik perusahaan akan timbul rasa saling percaya.
Dalam perusahaan juga sering terjadi konflik antara atasan dan pegawai. Hal ini
terjadi karena berbagai macam alasan, mulai dari pegawai yang tidak memberikan hasil
kerja yang tidak memuaskan, atasan yang tidak memberi feedback dengan baik, atau
terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi
tingkat produktivitas suatu perusahaan karena tidak terjalinnya hubungan yang baik
antara atasan dan pegawai. Meskipun konflik seperti itu adalah hal yang normal dalam
perusahaan. Tetapi, jika dibiarkan berkepanjangan dan tidak diselesaikan dapat
menyebabkan kemunduran bagi perusahaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anggita, Kharisma; Dkk. (2019). “Relasi Sosial Pekerja Perempuan Di Pabrik Kecap
Teratai Kota Palembang”. Jurnal Media Sosiologi Bidang Ilmu Sosial. 22 (1).
56-58.
Kehinde, Obasan. (2011). “Impact Conflict Management On Corporate Produktivity:
An Evaluative Study”. Journal Of Business And Management Research. 1(5).
46.
Megandini, Estiana; Dkk. (2020). “Interaksi Sosial Antara Pemimpin Dengan Karyawan
Perindustrian Rumah Batik Rolla Di Kelurahan Jember Lor Kecamatan
Patrang Kabupaten Jember”. Jurnal Pendidikan Ekonomi. 14 (2). 313.
Sri Wardiningsih, Suprihatmi. (2011) “Strategi Pengelolaan Hubungan Industrial Dalam
Meminimisasi Konflik Industri” Jurnal Ekonomi Dan Kewirausahaan. 11 (1).
82-86.

12

Anda mungkin juga menyukai