2. Kesenjangan Pendapatan
Pada akhir-akhir ini sebagian besar penduduk dunia menjadi lebih miskin. Walaupun
upah naik dan daya beli nyatanya menurun, khususnya untuk tenaga kerja yang kurang
terampil. Jika di AS banyak rumah tangga yang meningkat daya belinya, hal ini disebabkan
karena masuknya istri ke dalam angkatan kerja, lebih banyak pekerja yang kehilangan
pekerjaannya karena pabrik memperkecil tenaga kerjanya untuk mengurangi biaya. Pekerja
perusahaan komputer, baja, mobil, tekstil, dan industri lain menyusut hingga tinggal berapa
bagian dari sebelumnya. Pada Januari 1993, pengangguran di AS mencapai 7,1% yang berarti
9 juta angkatan kerja menganggur.
Suatu resesi AS menghambat perekonomian lain. “Bila Amerika bersin, negara-negara
lain batuk”. Eropa Barat terperosok dalam resesi pula. Hal inilah yang menyebabkan impor
dari Timur jauh berkurang dan pada gilirannya memperlambat kegiatan bisnis di Timur.
Semuanya ini menunjukkan rumitnya saling ketergantungan ekonomi global.
Sementara negara-negara Eropa Timur sedang mencoba mengubah sistem ekonominya
menjadi ekonomi pasar dan ternyata hal itu tidak mudah. Keadaan pekerjaan menjadi
semakin memburuk. Negara-negara Barat memberi pinjaman dan melakukan investasi di
blok Timur ini, tetapi sumber daya mereka terlalu terbatas untuk dapat memberi pengaruh
yang berarti.
Adapun negara-negara Dunia Ketiga di Afrika, Amerika Selatan, dan di wilayah lain
memprotes tentang pemberian perhatian yang lebih kepada Eropa Timur, padahal ekonomi
mereka juga sedang mandeg. Kesenjangan antara negara kaya dan miskin semakin lebar.
Negara- negara miskin menekan negara kaya untuk membuka pasarnya bagi barang-barang
negara miskin yang lebih murah, namun negara-negara kaya mempertahankan tarif dan kuota
untuk melindungi industri dan kesempatan kerja.
Kebutuhan penduduk lebih besar dari sebelumnya, tetapi mereka kekurangan
kemampuan untuk membayarnya, sementara pabrik- pabrik di negara industri bekerja dengan
separo kapasitas karena mereka tidak berhasil mendapatkan pembeli bagi barang-barang yang
dihasilkan. Inilah yang disebut tragedi "proverty amids plenty. Pasar seharusnya terdiri dari
orang dengan kebutuhannya dan daya beli tetapi daya beli ini tidak ada.
Dua pemecahan dapat diterapkan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan ini. Pertama
adalah perdagangan imbal-beli (countertrade), yaitu yang miskin membayar barang-barang
yang diperlukan dengan tukaran barang dan jasa lain. Contohnya, Rusia mengambil Pepsi
Cola dan membayarnya dengan Vodka. General Electric membangun pabrik lampu di
Hongaria dan menerima pembayarannya dalam bola lampu.
Walaupun perdagangan imbal-beli kurang efisien dibandingkan dengan perdagangan
transaksi tunai, namun bagaimanapun hal ini memungkinkan. Konsumen, perusahaan dan
negara-negara yang tidak memiliki uang tunai akan mendapat sebagian barang yang
diperlukan.
Cara pemecahan kedua adalah dengan menerapkan apa yang disebut "more for less"
sebagai pengganti "more for more". Pengecer terbesar Amerika, Wal Mart, telah bangkit
sebagai pemimpin pasar atas dasar dua prinsip yang tercantum dalam huruf besar-besar yang
menghiasi setiap tokonya "Satisfaction Guaranteed" dan "We Sell for less". Pelanggan
memasuki toko disambut dengan ramah tamah dan akan menemukan berbagai barang
bermutu yang dijual dengan "everyday low prices".
Hal yang serupa juga diterapkan pada menjamurnya toko-toko penyalur pabrik dan
rantai toko diskon, terutama pelanggan pintar yang membayar barang yang bernilai. Hal ini
juga berlaku pada pembelian mobil, tatkala Toyota meluncurkan mobil Lexusnya melawan
Mercedes dengan "Perhaps The First Time In History That A $72.000 Car For A $36.000 Car
Could Be Considered Trading Up".
4. Isu Lain
Terdapat lebih banyak perusahaan kritis lain dalam pasar konsumen maupun pasar
bisnis, Pasar konsumen sering ditandai dengan semakin menuanya penduduk dunia,
meningkatnya jumlah pekerja wanita, perkawinan yang lambat, lebih banyak perceraian, dan
keluarga yang lebih kecil, munculnya kelompok dan kebutuhan etnik yang mencolok, dan
semakin beragamnya gaya hidup konsumen.
Pasar bisnis juga berubah. Perusahaan-perusahaan menuntut mutu yang lebih tinggi
dari pemasoknya, penyerahan lebih cepat, layanan yang lebih baik, dan harga yang lebih
murah. Perusahaan perlu mempercepat proses produksinya karena makin memendeknya daur
(life cycles) produknya. Mereka perlu mencari cara yang lebih baik dan meningkatkan
produknya dengan harga yang lebih rendah.
3. Strategi Pemasaran
Menurut Evan & Berman (1990), strategi pemasaran merangkum cara-cara dimana
bauran pemasaran disyukuri untuk menarik dan memuaskan pasar sasaran dan sekaligus
mewujudkan tujuan perusahaan. Bagi perusahaan besar-konglomerat yang memiliki banyak
SBU (Strategic Businness Units) perencanaan strategis operasionalnya akan berbeda dari satu
SBU lainnya. Harus diusahakan agar strategi pemasarannya se-eksplisit mungkin.
Pada kesempatan sekarang ini, sesuai dengan Kotler & Armstrong (1997), akan
diketengahkan tiga kelompok strategi, yakni: strategi inti (core strategy), strategi dasar
(basic strategy), dan posisi strategis (strategic position).
a. Strategi Inti
Strategi inti, yaitu strategi paling penting yang harus diterapkan oleh semua bisnis
dengan memanfaatkan bauran pemasaran melalui penerapan STP (segmentation, targeting
and positioning). Seperti diketahui, sejak manusia merasa memerlukan manajemen
pemasaran, para pemasar menghadapi pasar yang sangat besar dan heterogen sehingga
pemasar harus melakukan segmentasi pasar, memilih satu atau beberapa segmen untuk
dilayani dan dalam melayani pasar harus berusaha agar produknya selalu diingat oleh
konsumen. Itulah pokok-pokok penerapan strategi inti.
b. Strategi Dasar
Setelah menerapkan strategi inti, yaitu setelah memposisikan produknya, perusahaan
masih harus menerapkan strategi dasar. Dalam buku itu diketengahkan dua contoh strategi,
yaitu: strategi dasar yang diketengahkan Porter (1985) dan Tracy & Wieserma (1993).
Porter (1985), berdasarkan penelitiannya menyarankan tiga strategi untuk menang,
yaitu: strategi kepemimpinan harga, strategi diferensiasi serta strategi fokus dan satu strategi
untuk kalah, yaitu strategi di tengah-tengah-jalan (on the middle-of-the roader). Sementara
Tracy & Wieserman (1993) mengetengahkan tiga strategi, yaitu: operational excellence,
costumer intimacy, dan product leaderships.
c. Posisi Strategis
Akibat penerapan strategi inti dan strategi dasar, perusahaan akan sampai kepada
posisi persaingan strategis atau posisi strategis tertentu, dan dalam buku ini akan
diketengahkan pengelompokan posisi strategis menurut Kotler & Armstrong (1996) dan
Hermawan Kartajaya (1996).
Kotler & Amstrong (1996) mengelompokkan posisi strategis perusahaan atas dasar
pangsa pasar menjadi tiga kelompok, yaitu pemimpin pasar, penantang pasar, perelung pasar.
Sementara Hermawan Kartajaya (1996) mengelompokkan posisi strategis perusahaan atas
dasar “competitive setting” yang memiliki tiga unsur C (Company, Competitor, and Change
Driver). Atas dasar itu diketengahkan 5 posisi strategis, yakni: stabil (stable), terganggu
(interrupted), rumit (complicated), canggih (sophisticated), dan kacau (chaos).
Tiga subjek studi di atas, komponen utama, bauran pemasaran dan strategi pemasaran
itulah yang akan diuraikan secara rinci dalam bab-bab mendatang.
Soal-soal bab 1 pendahuluan
1. Mengapa cepatnya perubahan dunia begitu pentingnya bagi studi manajemen
pemasaran?
2. Dari uraian mengenai cepatnya perubahan dunia, telah mengubah pasar,
kecenderungan pasar yang bagaimana yang kini dihadapi oleh teoritis maupun praktisi
pemasaran?
3. Menurunnya ekonomi dunia menyebabkan para pemasar harus menerapkan prinsip
“more for less”, jelaskan apa yang dimaksud prinsip ini?
4. Studi manajemen pemasaran mempunyai tiga komponen. Sebutkan ketiga komponen
itu, dan jelaskan peran masing-masing komponen tersebut.
5. Apakah cukup bila seorang pemasar hanya menerapkan strategi inti saja? Jelaskan!
BAB 2
Industri dan Pemasaran
Seperti telah disebutkan dalam Bab 1, kita mengenal adanya produsen- produsen
individual, baik yang merupakan usaha perorangan maupun organisasi usaha. Produsen ini
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan maupun yang mencari keuntungan. Kumpulan
produsen individual inilah yang secara umum disebut industri. Dalam ilmu manajemen
pemasaran yang dimaksud dengan industri adalah kumpulan produsen individual yang
menghasilkan produk yang sama atau serupa, sehingga produk satu produsen dapat
mengganti produk produsen lain.
Selanjutnya telah ditemukan pula bahwa industri inilah yang menjadi pelaku ikhtiar
pemasaran produknya karena itu industri juga disebut industri pemasar. Oleh sebab itu
mereka yang mempelajari manajemen pemasaran, apalagi bagi mereka yang ingin
menggunakan seyogianya mengenai betul apa yang disebutkan industri dan konsep-konsep
pemasaran inti.
Industrinya sendiri atau kegiatan teknik yang menghasilkan produk berupa barang
bukan subjek studi manajemen pemasaran. Hal yang menyangkut apa yang seyogianya
dihasilkan oleh perusahaan dan bagaimana mengiklankan agar apa yang dihasilkan itu dapat
dikenal, sampai, dibeli serta memuaskan konsumen dan perusahaan itulah yang menjadi
subjek manajemen pemasaran.
Bab ini akan mengetengahkan konsep inti pemasaran dan apa yang disebut manajemen
serta apa pula peranannya.
1. Pelanggan (Customer)
Perlu ditegaskan bahwa dalam konsep mutakhir, semua organisasi menjalankan dua
macam fungsi, yakni fungsi produksi dan fungsi pemasaran, baik organisasi itu organisasi
mencari laba maupun oganisasi nirlaba. Sehubungan dengan ini, maka produk atau komoditi
yang dihasilkan bisa berupa barang, jasa, dan gagasan.
Melalui produksi dan pemasaran barang, jasa dan gagasan, suatu organisasi
memenuhi komitmennya kepada masyarakat, konsumen dan pemilik organisasi. Organisasi
itu menciptakan utilitas – daya pemuas kemauan/keinginan dari barang, jasa, dan gagasan.
Terdapat empat macam dasar utilitas, yaitu: bentuk, waktu, tempat dan
kepemimpinan. Utilitas bentuk tercipta manakala suatu perusahaan mengubah bahan mentah
dan komponen lain menjadi barang atau jasa akhir. Kaca, baja, karet dan komponen lain
diubah menjadi mobil. Kapas, benang dan kain diubah menjadi pakaian.
Utilitas waktu dan tempat tercipta bila barang dan jasa tersedia bagi konsumen pada
waktu dan tempat dimana konsumen mau membelinya, sedangkan utilitas kepemilikan terjadi
pada saat barang dan jasa berpindah tangan melalui pembelian.
Untuk dapat bertahan hidup, semua organisasi harus menciptakan utilitas. Reka bentuk
(desain) serta pemasaran barang, jasa dan gagasan adalah fondasi penciptaan utilitas.
Sehubungan dengan pernyataan ini, Boone & Kurtz (1992), menegaskan bahwa apa yang
ditulis oleh Drucker (1954):
“If we want to know what business is, we have to start with purpose. And its purpose
must lie outside the business itself. In fact, it must lie in society since a business enterprise is
an organ of society. There is one valid definition of business purpose: to create a customer.”
Merupakan jawaban atas pertanyaan, apa pemasaran itu. Dan bagaimana menciptakan
“customer” ini, Boone & Kurtz (1992) mengutip apa yang dikemukakan oleh Guitinan &
Paul (1990) berikut:
“Essentially, “creating” a customer means identifying need in the market place,
finding out which needs the organization can profitably serve and developing an offering to
convert potential buyers into customers. Marketing managers are responsible for most of the
activities necessary to create the customers and the organization wants.”
2. Definisi Pemasaran
Menurut Boone & Kurtz (1992), kalau kita menanyakan apa definisi pemasaran itu
kepada lima orang pakar pemasaran, maka akan diperoleh lima definisi, karenanya mereka
memilih mengetengahkan definisi yang digunakan oleh AMA (The American Marketing
Association).
Dengan kutipan-kutipan di atas kita akan bisa mengerti bahwa definisi yang
dirumuskan oleh AMA seperempat abad yang lalu terlalu sempit. Definisi itu berbunyi:
“....the performance of business activities that direct the flow of goods and services from
producer to consumer or user.”
Pada tahun 1985 AMA mengganti definisi kunonya menjadi: “Marketing is the
process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of
ideas, goods, and services to create exchanges that will satisfy individual and organization
objectives.”
Ternyata Kotler (1995) lebih menyukai definisi berikut. “Marketing is a social and
managerial prossess by which individuals and groups obtain what they need and want
through creating, offering, and exchanging products of value with others.”
Dari definisi tersebut Kotler (1995), mengatakan bahwa pemasaran memiliki konsep
inti: keinginan, kebutuhan, permintaan; produk, nilai, biaya dan kepuasan; penukaran,
transaksi, relasi, dan pemasaran serta pemasar.
Berikut akan diuraikan konsep inti pemasaran tersebut.
Uang Informasi
Disalin dan disesuaikan dari Kotler & Amstrong, 1996
Gambar 2. 1 Sistem pasar sederhana
Produsen menjual kepada perantara yang menjualnya kepada konsumen. Konsumen
menjual tenaganya untuk memperoleh pendapatan yang akan digunakan untuk membayar
barang dan jasa yang mereka beli.
Pemerintah merupakan pasar lain yang memainkan berbagai peranan. La membeli
barang dari pasar sumber daya, produsen, dan perantara, membayar dan memajaki pasar-
pasar ini (termasuk pasar konsumen) dan sebagai gantinya memberikan pelayanan umum
yang diperlukan. Jadi ekonomi setiap bangsa dan ekonomi dunia terdiri dari interaksi yang
rumit dari kumpulan pasar yang dirangkai melalui proses pertukaran.
Orang-orang bisnis menggunakan istilah pasar yang meliputi pengelompokan
konsumen. Mereka menyebut pasar kebutuhan (seperti pasar pencari kesehatan; pasar produk
Eropa); pasar demografis (seperti pasar – anak – belasan atau pasar lansia) atau mereka
menggunakan konsep nonkonsumen, seperti pasar finansial, pasar tenaga kerja, dan pasar
donor.
Konsep pasar akhirnya membawa kita kepada lingkaran lengkap konsep pemasaran.
Pemasaran berarti pengelolaan pasar untuk terjadinya pertukaran dengan maksud memuaskan
kebutuhan dan keinginan manusia. Kita dapat kembali pada definisi pemasaran yang telah
disebut di depan.
“Marketing is a social and managerial prossess by which individuals and groups
obtain what they need and want through creating, offering and exchanging products of value
with others.”
Proses pertukaran melibatkan kerja. Penjual harus mencari pembeli, menyidik
kebutuhannya, merancang produk dan jasa yang baik, menentukan harganya,
mempromosikan, menyimpan dan menyerahkan. Kegiatan seperti pengembangan produk,
penelitian, komunikasi, distribusi, penentuan harga dan jasa adalah inti kegiatan pemasaran.
Walaupun kita biasanya berpikir bahwa pemasaran diseleng- garakan oleh penjual,
pembeli juga melakukan kegiatan pemasaran. Konsumen melakukan “pemasaran” ketika
mereka mencari barang yang dibutuhkan pada harga yang terjangkau.
Perusahaan agen melakukan “pemasaran” bila mereka melacak penjual dan menawar
untuk mendapat syarat terbaik.
Gambar 2.2 memperlihatkan unsur utama dalam sistem pemasaran modern. Dalam
keadaan biasa, pemasaran melayani pasar pengguna akhir (end user) dihadapkan kepada
pesaing.
PERUSAHAAN
(PEMASOK)
PASAR
PERANTARA PENGGUNA
PEMASOK PEMASARA AKHIR
N
PESAING
LINGKUNGAN
Disalin dan disesuaikan dari Kotler & Amstrong, 1996
Gambar 2. 2 Unsur-unsur utama dalam pemasaran
Perusahaan dan para pesaing mengirimkan masing-masing produk dan pesan-pesannya
langsung kepada konsumen atau melalui perantara pemasaran kepada pengguna akhirnya.
Semua pelaku dalam sistem dipengaruhi oleh lingkungan.
Masing-masing pihak dalam sistem menambahkan nilai kepada tingkat berikutnya,
karena itu keberhasilan suatu perusahaan tidak hanya tergantung kepada kegiatannya sendiri,
tetapi juga kepada bagaimana kecocokan keseluruhan rangkaian nilai melayani kebutuhan
konsumen akhir, dan Ford, misalnya, tidak dapat menyerahkan kualitas tinggi kepada
pembeli mobil jika dealernya tidak memberi pelayanan yang baik.
B. Manajemen Pemasaran
Paragraf berikut akan mengakhiri bab ini dengan dua kelompok pokok bahasan, yakni
definisi/pengertian manajemen pemasaran dan filosofi manajemen pemasaran.
1. Definisi dan Pengertian
Kotler & Armstrong (1996) mendefinisikan manajemen pemasaran adalah analisis
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian atas program yang dirancang dalam
menciptakan, membangun dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli
sasaran dengan maksud untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Oleh karena itu, manajemen pemasaran menyangkut pengelolaan permintaan
(managing demand) yang pada gilirannya pengelolaan hubungan konsumen.
a. Pengelolaan Permintaan (Demand Management)
Kebanyakan orang berpikir bahwa manajemen pemasaran berarti mencari
konsumen yang cukup untuk keluaran perusahaan yang ada. Namun pengertian ini
terlalu sempit. Perusahaan memiliki tingkat permintaan yang diinginkan untuk
produknya. Pada setiap titik waktu, bisa terjadi; tidak ada permintaan, permintaan
yang cukup, permintaan tak teratur atau terlalu banyak permintaan. Manajemen
pemasaran harus menemukan cara untuk menangani permintaan yang berbeda-beda
ini. Manajemen pemasaran bukan hanya mengenai upaya untuk mendapatkan dan
menaikkan permintaan, tetapi juga mengubah bahkan menurunkannya.
Sebagai contoh, Jembatan Golden Gate kadang-kadang dijejali kendaraan
pada tingkat yang tidak aman lagi dan Taman Nasional Yosemite sering pula sangat
dipadati pengunjung pada musim panas. Perusahaan listrik kadangkala memenuhi
permintaan pada periode puncak. Dalam keadaaan seperti itu tugas pemasaran yang
diperlukan disebut demarketing, yaitu mengurangi permintaan untuk sementara atau
untuk seterusnya. Tujuan demarketing bukan untuk menghancurkan permintaan,
tetapi untuk mengurangi atau memindahkannya. Peran manajemen pemasaran adalah
untuk memengaruhi tingkat, waktu dan perilaku permintaan demikian sehingga
menolong organisasi mencapai tujuannya. Dengan kata sederhana, manajemen
pemasaran adalah pengelolaan permintaan.
b. Hubungan Pelanggan yang Menguntungkan
Pengelolaan permintaan berarti pengelolaan pelanggan. Permintaan perusahaan
datang dari dua kelompok yaitu pelangganbaru dan pelanggan yang telah ada. Secara
tradisional, teori dan praktik pemasaran telah dipusatkan untuk menarik pelanggan
baru agar terjadi penjualan. Kini, tekanannya berpindah. Di samping strategi
perencanaan untuk menarik pelanggan baru dan menciptakan transaksi, perusahaan
sekarang berusaha habis- habisan memelihara hubungan abadi dengan pelanggan itu.
Mengapa bobotnya pindah kepada pelanggan? Pada waktu yang lalu, ketika
perusahaan menghadapi suatu ekspansi ekonomi dan pertumbuhan pasar yang cepat,
dapat menerapkan pendekatan "wadah-bocor" (leaky-bucket approach) dalam
pemasaran. Pasar yang tumbuh cepat berarti berlimpahnya konsumen baru. Boone &
Kurtz (1992) menyebut pasar penjual (seller's market), dimana penawaran barang dan
jasa sangat kurang, sebaliknya konsumen melimpah. Dalam keadaan seperti itu,
perusahaan dapat mengisi wadah pemasarannya dengan konsumen baru, dan
membiarkan konsumen-konsumen lamanya hilang atau bocor lewat lubang di bagian
bawah wadah.
Perubahan demografik, melambatnya perubahan ekonomi di AS, makin
canggihnya pesaing dan banyaknya perusahaan yang kelebihan kapasitas produksi
menyebabkan terjadi pasar pembeli (buyer's market), berkurangnya konsumen baru,
banyak perusahaan kini berjuang untuk mendapat pangsa pasar yang mengempis atau
bahkan pasar yang menghilang. Biaya untuk menarik pelanggan baru sangat
meningkat dan bahkan menurut Joan C. Szabo (1989) biaya untuk menarik pelanggan
baru ini lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk mempertahankan kepuasan
pelanggan lama.
Perusahaan-perusahaan menyadari bahwa kehilangan seorang pelanggan bukan
hanya berarti hilangnya suatu transaksi, melainkan hilangnya seluruh aliran pembelian
dari pembelian yang akan dilakukan pelanggan sepanjang umur kepelangganannya.
Misalnya, nilai kepelangganan pelanggan Taco Bell lebih dari $12,000. Untuk
General Motor atau Ford malah lebih dari $340,000.
b. Konsep Produk
Konsep produk ini menganggap bahwa konsumen menyukai penampilannya
produk yang lebih tinggi mutunya, lebih hebat keragaannya, dan lebih inovatif
penampilannya. Namun perusahaan-perusahaan yang menerapkan konsep ini sering
terkejut.
Boone & Kurtz (1992) memberi contoh Ralph Waldo Emerson, seorang
filosof, seabad yang lalu mengatakan: “... make better mousetrap than his, though he
built his house in the woods, the world will make beaten path to his door.” Tetapi
Woolworth, Presiden Direktur pabrik perangkap tikus terbesar di AS, mengetahui
lebih baik pahitnya pendirian semacam itu, ketika suatu saat merancang perangkap
tikus baru berdasar suatu penelitian yang tuntas. Perangkap ini sangat “menarik” bagi
tikus, model yang modern dari plastik berwarna cokelat, lebih sehat dan tak pernah
gagal. Harganya pun hanya beberapa sen lebih tinggi dari perangkap tikus kayu yang
biasa dipakai penduduk.
Namun ternyata perangkap yang berkualitas lebih baik itu, tidak laku dan
menimbulkan kerugian kepada produsennya. Setelah diteliti, ternyata para ibu rumah
tangga enggan menggunakan perangkap plastik itu, karena setiap kali harus
mengeluarkan bangkai tikus dan membuangnya, lalu mencuci perangkap itu dan tidak
membuang karena merasa sayang. Sedang perangkap dari kayu yang beberapa sen
lebih murah biasanya langsung dibuang bersama tikus yang terperangkap karena
perangkap kayu lebih praktis, tidak memakan waktu, dan karena itu lebih disukai dan
lebih banyak dibeli.
Sebenarnya yang dihadapi konsumen bagaimana mereka bebas dari tikus
tanpa harus repot-repot, karena itu Kotler & Armstrong (1996) mengatakan bahwa inti
masalahnya adalah tikus. Pemecahannya tidak harus dengan perangkap tikus. Bisa
juga dengan semprotan kimia atau jasa pembasmian tikus yang bekerja lebih baik dari
perangkap tikus dan biayanya lebih murah serta penerapannya lebih mudah bagi
konsumen.
Sering pula, konsep produk ini menyebabkan “rabun pemasaran” (marketing
myopia). Pernah manajemen perusahaan kereta api menyangka bahwa konsumen
memerlukan KA, padahal yang diperlukan transportasi, luput menandai mulai
berkembangnya perusahaan pesawat terbang, bus, truk, dan mobil. (Walau tidak
sama, hal serupa pernah dialami dengan perkeretaapian kita. Malah nasib tragis terjadi
atas kereta api listrik di Jakarta dan di Surabaya).
c. Konsep Penjualan
Banyak organisasi mengikuti konsep penjualan yang menggangap konsumen
tidak akan membeli cukup produknya untuk barang-barang yang tidak dicari, seperti
ensiklopedi dan asuransi. Konsep penjualan juga dipraktikkan pada organisasi nirlaba.
Partai politik AS getol memasarkan kandidatnya kepada calon pemilih sebagai pribadi
yang hebat untuk jabatan yang diperebutkan. Para kandidat pemimpin negara bagian
pemilihan mulai subuh sampai matahari tenggelam, bersalaman, mencium bayi,
berbicara dengan donor dan berpidato. Banyak uang dikeluarkan untuk iklan radio
dan TV, poster, baliho, dan sabagainya. Kekurangan para kandidat disembunyikan
dari umum karena tujuannya menjual, tidak mempersoalkan kepuasan konsumen
(pemilih) sesudah itu.
Kebanyakan perusahaan menerapkan konsep penjualan ketika kelebihan
kapasitas. Tujuan mereka menjual apa yang mereka hasilkan dan bukan menghasilkan
apa yang diminta pasar, Pemasaran merupakan upaya getol penjualan dengan penuh
risiko. Dipusatkan kepada terciptanya transaksi penjualan dan bukan hanya
membangun hubungan yang menguntungkan dengan konsumen. Diasumsikan
konsumen yang dibujuk untuk membeli menyukai produknya atau kalau mereka tidak
suka, mereka melupakan kekecewaannya dan nantinya akan membeli lagi.
Tentu saja itu adalah asumsi yang lemah tentang konsumen. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pelanggan tidak puas sehingga bakal membeli lagi. Yang lebih
buruk lagi, kalau seorang pelanggan yang puas bercerita hanya kepada tiga orang,
maka pelanggan yang tidak puas bercerita kepada sepuluh orang mengenai
pengalaman buruknya.
d. Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran (marketing concept) menganggap bahwa dalam mencapai
tujuan harus ditentukan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran agar dapat memberi
kepuasan kepada pasar dengan lebih efektif dan efisien dari yang diperbuat para
pesaing. Konsep ini dimulai dengan cara yang berwarna-warni, seperti: “We make it
happen for you” (Marriott), “To fly, to serve” (British Airways); and “We’re not
satisfied until you are” (GE). Motto JC Penney merangkum konsep pemasaran: “To
do all in our power to pack the customer’s dollar full of value, quality, and
satisfaction”.
Konsep penjualan dan konsep pemasaran sering mem- bingungkan. Gambar
2.3 membandingkan dua konsep itu. Konsep penjualan menggunakan perspektif
dalam keluar (inside-out). Mulai dari pabrik, memusatkan perhatian kepada produk
yang ada dan diikuti pengerahan penjualan dan promosi yang berat untuk memperoleh
hasil penjualan yang menguntungkan. Menggerakkan segala kemampuan untuk
menaklukkan konsumen dalam memperoleh penjualan jangka pendek, kurang peduli
mengenai siapa yang membeli, dan alasan penjualan.
Titik awal Fokus Cara Akhir
KONSEP PENJUALAN
KONSEP PEMASARAN
Konsep
Pemasaran
Kemasyarakatan
Konsumen Perusahaan
(keputusan keinginan) (laba)
Disalin dan disesuaikan dari Kotler & Amstrong, 1996
Gambar 2. 4 Tiga pertimbangan yang melandasi
konsep pemasaran kemasyarakatan
Kini banyak perusahaan mulai mempertimbangkan minat masyarakat apabila
membuat keputusan pemasaran.
Contoh Johnson & Johnson, oleh majalah Fortune, dikategori- kan sebagai
perusahaan yang paling bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
Kepeduliannya ini terangkum dalam dokumen perusahaan yang disebut “Our Credo”
(Pendirian Kami) yang menekankan kejujuran, integritas dan menempatkan orang di
atas laba. J & J bukan hanya berhenti dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan.
Pada suatu kejadian yang tragis delapan orang meninggal karena menelan
kapsul yang mengandung cyanide, Tylenol, buatan J & J. Walau J & J yakin bahwa
kapsul itu diubah hanya pada beberapa toko obat dan bukan di pabrik, namun semua
kapsul itu ditarik dari peredaran. Penarikan Tylenol yang cepat itu memperkuat
kepercayaan dan kesetiaan konsumen. Tylenol tetap menjadi merek obat penghilang
sakit terkenal di AS.
Dalam kasus di atas dan kasus-kasus lain, chief executive J & J mengatakan:
Janganlah pendirian (credo) kami dipandang sebagai program kesejahteraan sosial, ini
adalah bisnis lugas yang baik!”
Masyarakat, pemerintah, dan lain-lain yang mempunyai minat terhadap
perusahaan disebut stakeholder. Mereka itu tidak netral, namun menjadi pendukung
atau penghalang. Jelas bahwa semua perusahaan harus berusaha agar stakeholder ini
tidak menjadi penghalang.
Dalam Marketing Plus Triangle-nya Hermawan Kertajaya (1996), seperti
terlihat dalam Gambar 2.5 di bawah ini, me- nyebutkan adanya tiga stakeholder utama
yang menentukan matihidupnya perusahaan. Segitiga ini juga disebut sebagai visi
yang merupakan unsur dari “ultimate philosophy”.
A
KARYAWAN PELANGGAN
A’
Proses Merek
Jasa
C C’ B B’
PEMILIK SAHAM