Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Kehamilan

Kelompok : 4

Dosen Pembimbing :
Susi Purwanti, S.SiT ,MPH
Disusun Oleh :
1. Hajratul Aswad
2. Nurisma
3. Safira Nurzannah
4. Rhegiyana Rosti
Tingkat I / Semester II

POLTEKKES KEMENKES KALTIM


PRODI KEBIDANAN BALIKPAPAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas  kehadirat Allah SWT yang telah meridhoi
kami selama proses pembuatan makalah ini. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Kami menyusun tugas makalah ini untuk lebih lanjut mengetahui tentang Pemantauan
Kesejahteraan Janin. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Kami memohon maaf  apabila di dalam makalah  saya ini terdapat kata-kata
yang kurang mengenakkan untuk dibaca dan kami mengharapkan kritik dan
saran  yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Balikpapan 9 Maret 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin.......................................3


B. Tata Cara Pemantauan Kesejahteraan Janin..............................................5
C. EFM...........................................................................................................7
D. Penunjang Lainya......................................................................................7
E. Kasus.........................................................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A.  LatarBelakang

Perkembangan janin merupakan keajaiban alam ciptaan Tuhan, dan kini


menjadi perhatian dunia kedokteran. Dengan teknologi pencitraan kita dapat melihat
perkembangan fisik dan fungsi organ janin. Dengan demikian riset mengungkapkan
pengertian peranan janin pada implantasi, pengenalan ibu terhadap kehamilan, aspek
immunologi, fungsi endokrin, nutrisi dan persalinan. Beberapa tahun terakhir ini,
angka kematian dan kesakitan perinatal telah menurun secara signifikan, akan tetapi
kematian janin antenatal masih merupakan masalah. Kematian janin tidak selalu pada
kelompok kehamilan risiko tinggi, akan tetapi beberapa kematian tersebut terjadi
pada kehamilan dengan risiko rendah bahkan normal.
Pemantauan kesejahteraan janin merupakan hal penting dalam pengawasan
janin, terutama pada saat persalinan. Dukungan teknologi sangat berperan dalam
kemajuan pemantauan janin, hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an.
Sayangnya, data epidemiologis menunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi
yang disebabkan oleh gangguan intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan
elektronik tersebut. Angkamorbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indicator
kualitas pelayanan obstetric disuatu tempat atau negara. Angka mortalitas peri natal
Indonesia masih jauh diatas rata-rata Negara maju, yaitu 60– 170 berbanding kurang
dari 10 per 1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang
menonjol adalah masalah hipoksia intrauterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan
peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang
mempunyai resiko mengalami hipoksia dan kematian intrauterine atau mengalami
kerusakan neurologik , sehingga dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki nasib
neonatus.
Asuhan antenatal modern memerlukan tata laksana yang efisien, efektif,
andal, dan komprehensif. Pemantauan kesejahteraan janin sudah merupakan suatu
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga medis dan paramedic yang melakukan
asuhan antenatal dan asuhan persalinan. Standarisasi pemantauan sudah merupakan
suatu pra syarat yang harus dipenuhi agar evaluasi keberhasilan atau kegagalan
pemantauan kesejahteraan janin yang dikaitkan dengan luaran perinatal dapat
dilaksanakan dengan baik. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, diharapkan
angka kematian ibu dan perinatal dapat diturunkan. Standarisasi memerlukan
kegiatan yang terstruktur dan berkesinambungan dengan evaluasi berkala melalui
suatu pelatihan pemantauan kesejahteraan janin.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin?
2. Bagaimana tata cara pemantauan kesejahteraan janin?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin.
2. Untuk mengetahui tata cara pemantauan kesejahteraan janin.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pemantauan Kesejahteraan Janin


Pemantauan kesejahteraan janin merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu cepat berkembang
memberikan banyak harapan akan semakin baiknya kualitas pelayanan kesehatan
bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini tidak mudah untuk diikuti oleh
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, selain mahalnya harga peralatan,
juga terbatasnya sumber daya manusia yang handal dalam pengoperasionalan alat
canggih tersebut.

B. Tata cara Pemantauan Kesejahteraan Janin


Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan kesejahteraan
janin, dari cara sederhana hingga yang canggih. Pembahasan ini memang dibuat
sederhana agar mudah dipahami.
Beberapa hal yang diperiksa selama pemantauan kesejahteraan janin (aktifitas
fisik janin) :
1.      Gerakan Janin
-          Vindla dan James (1995): aktivitas janin pasif tanpa rangsangan sudah dimulai
sejak minggu ke-7 dan menjadi lebih canggih dan terkoordinasi pada akhir
kehamilan.
-          De Vries dkk., (1985): mulai 8 minggu setelah haid terakhir, gerakan janin tidak
pernah berhenti dengan periode waktu lebih dari 13 menit.
-          Soronkin, dkk., (1982) antara minggu ke-20 sampai 30, gerakan tubuh umum
menjadi lebih teratur & janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas.
-          Pada trimester ketiga pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36
minggu, pada saat ini, 80 % janin normal sudah dapat diketahui keadaan perilakunya.
-          Nijhuis dkk. (1982) mempelajari pola frekuensi  denyut jantung janin, gerakan
tubuh umum, dan gerakan mata serta menjelaskan 4 keadaan perilaku janin :
1F : keadaan diam (tidur tenang), dengan variasi frekuensi DJJ yg sempit.
2F : gerakan kasar tubuh janin yg sering, gerakan mata kontinu, dan variasi frekuensi
DJJ yg lebih lebar. Analog dengan REM pada neonatus
3F : gerakan mata kuntinu tanpa gerakan tubuh & tdk ada akselarasi denyut jantung
4F : gerakan kasar tubuh disertai gerakan mata kontinu dan akselarasi DJJ. Setara
dengan terjaga pada neonatus.

USG(Ultrasonography)
USG merupakan alat bantu diagnostic yang semakin penting didalam
pelayanan kesehatan ibu hamil, bahkan mungkin saja suatu saat alat USG ini menjadi
sepertis tetoskop bagi dokter spesialis obstetric dan ginekologi. Salah satu fungsi
penting dari alat ini adalah menentukan usia gestasi dan pemantauan keadaan janin
(deteksidinianomali). Pemeriksaan panjang kepala-bokongjanin(CRL= crown-
rumplength) yang dilakukan pada kehamilan trimester pertama memiliki akurasi
dengan kesalahan kurang dari satu minggu dalam hal penentuan usia gestasi.
Pengukuran CRL ini juga merupakan satu-satunya parameter tunggal untuk
penentuan usia gestasi dengan kesalahan terkecil. Pengukuran diameter biparietal
(DBP)  atau panjang femur memiliki kesalahan lebih dari satu minggu. Manfaat lain
dari pemeriksaan USG adalah penapisan anomaly congenital yang dilakukan rutin
pada kehamilan 10–14 minggu dan 18–22 minggu. Janin-janin dengan kelainan
bawaan, terutama system saraf pusat dan jantung akan memberikan perubahan dalam
pola gerak janin dan hasil kardiotokografi. Jangan sampai kesalahan interpretasi
kardiotokografi terjadi akibat tidak terdeteksinya cacat bawaan pada janin.
2.      Observasi Gerak Janin
Pemantauan gerak janin sudah lama dilakukan dan banyak tata cara yang
diperkenalkan, tetapi tidak ada satu pun yang lebih superior dibanding lainnya. Gerak
janin ini dipantau sejak kehamilan 28 minggu setelah system susunan saraf pusat dan
autonom berfungsi dengan optimal. Pemantauan ini terutama dilakukan pada
kehamilan resiko tinggi terhadap terjadinya kematian janin atau asfiksia. Misalnya
pada kasus pertumbuhan janin terhambat. Ada dua cara pemantauan, yaitu cara :
a.   Cara Cardiff
Pemantauan dilakukan mulai jam 9 pagi, tidur miring kekiri atau duduk, dan
menghitung berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai 10 gerakan janin. Bila
hingga jam 9 malam tidak tercapai 10 gerakan, maka pasien harus segera kedokter/
bidan untuk penanganan lebih lanjut.
b.   Cara Sadovsky
Pasien tidur miring kekiri, kemudian hitung gerakan janin. Harus dapat dicapai 4
gerakan janin dalam satu jam, bila belum tercapai, waktunya ditambah satu jam lagi,
bila ternyata tetap tidak tercapai 4 gerakan, maka pasien harus segera berkonsultasi
dengan dokter/ bidan.

3.      Pernafasan
Gambaran pada respirasi janin adalah gerakan dinding pada paradoks.
Selama inspirasi dinding dada justru kolaps dan abdomen menonjol (Jhonson dkk.,
1988). Ada 2 jenis gerakan pernapasan:
1.    Nafas tersengal-sengal (gasps atau sighs) yg terjdi dgn frekuensi 1-4/mnt
2.    Letupan gerakan nafas irreguler (irreguler bursts of breathing) yg terjadi dgn laju
sampai 240 siklus/mnt (Dawes, 1974)
4.      Produksi Cairan Ketuban
Pemeriksaan cairan amnion à pengkajian antepartum à resiko kematian janin à ↓
perfusi uteroplasenta à - aliran darah ginjal janinà ↓ frekuensi
berkemih à oligohidramion.

5.      Frekuensi Denyut jantung


DJJ dipengaruhi oleh faktor anatomis, biomedis, farmakologis, kemoreseptor dalam
arteri karotik & arkus aortik. Reaktifitas DJJ dipengaruhi oleh usia gestasi janin.
Minggu ke-24 sampai ke-28 kira-kira 50% dari uji nonstres akan nonreaktif, dan pada
minggu ke-32 15% dari uji nonstres tetap nonreaktif (Druzim dan Gabbe, 1996).

C.  EFM (Electronic Fetal Monitoring)


EFM merupakan metode untuk memeriksa kondisi bayi dalam rahim dengan
mencatat setiap perubahan yang tidak biasa dalam denyut jantung nya. Menggunakan
dua elektrode yang dipasang pada fundus (untuk menilai aktifitas uterus) dan pada
lokasi punctum maximum denyut jantung janin pada perut ibu. Dapat menilai
aktifitas jantung janin pada saat his / kontraksi maupun pada saat di luar his /
kontraksi. Menilai juga hubungan antara denyut jantung dan tekanan intrauterin.

Tujuan EFM :
•     Denyut jantung janin mengalami penyesuaian konstan karena menanggapi
lingkungan dan rangsangan lainnya.
•     Monitor janin mencatat detak jantung bayi yang belum lahir dan grafik pada
selembar kertas.
•     Pemantauan janin elektronik biasanya disarankan untuk kehamilan berisiko tinggi,
saat bayi berada dalam bahaya kesusahan.
•     Alasan khusus untuk EFM meliputi: bayi dalam posisi sungsang, persalinan
premature.
Indikasi Pemeriksaan EFM :
•        Oligohidramnion Hipertensi
•        FHR abnormal
•        Malpresentasi dalam persalinan
•        DM, Kehamilan ganda
•        Persalinan bekas SC
•        Trauma abdomen
•        Ketuban pecah lama
•        Air ketuban kehijauan
•        Kehamilan resiko tinggi
•        Induksi persalinan.
•        Persalinan prematur

            Interpretasi EFM
•        Pertimbangan interpretasi dipengaruhi
–    Intrapartum/antepartum
–    Fase persalinan (stage of labor)
–    Usia kehamilan
–    Presentasi janin  à Malpresentasi
•        Terapi induksi persalinan
•        Monitoring langsung atau tidak langsung
•        Janin normal : pada saat kontraksi : jika frekuensi denyut jantung tetap normal atau
meningkat dalam batas normal, berarti cadangan oksigen janin baik (tidak ada
hipoksia).
•        Pada janin hipoksia : tidak ada akselerasi, pada saat kontraksi justru terjadi
deselerasi / perlambatan, setelah kontraksi kemudian mulai menghilang (tanda
insufisiensi plasenta).
Interpretasi Dasar EFM
Baseline djj
·         Rerata djj (FHR) dalam keadaan stabil kecuali akselerasi dan deselerasi (110-160
dpm)
·         Takikardia
·         Bradikardia
Baseline Variability
·         Normal                ³5 bpm antar kontraksi
·         Ragu                     5 bpm selama < 30 menit
·         Abnormal             < 5 bpm selama 90 menit

Kriteria Hasil EFM


a.      Hasil Normal
•      Detak jantung bayi yang belum lahir ini biasanya berkisar 120-160 denyut per menit
(bpm)
•      Seorang bayi yang menerima cukup oksigen melalui plasenta akan bergerak di
sekitarnya.
•      Strip monitor akan menunjukkan detak jantung bayi meningkat sebentar saat ia
bergerak (seperti denyut jantung orang dewasa meningkat ketika iabergerak).
•      Strip monitor bayi dianggap reaktif ketika detak jantung bayi meningkat setidaknya
20 bpm di atas denyut jantung dasar minimal 20 detik.
•      Hal ini harus terjadi setidaknya dua kali dalam periode 20 menit.
•      Pelacak denyut jantung reaktif (juga dikenal sebagai tes non-stres reaktif) dianggap
sebagai tanda baik bayi.
b.      Hasil Tidak Normal
•      Jika denyut jantung bayi turun sangat rendah atau naik sangat tinggi, hal ini
menandakan masalah serius. Dalam kedua kasus ini jelas bahwa bayi dalam
kesusahan dan harus disampaikan segera. Namun, banyak bayi yang mengalami
masalah tidak memberikan tanda-tanda yang jelas seperti itu.
•      Selama kontraksi, aliran oksigen (dari ibu) melalui plasenta (untuk bayi) untuk
sementara dihentikan. Seolah-olah bayi harus menahan napas selama setiap kontraksi.
Baik plasenta dan bayi yang dirancang untuk menahan kondisi ini. Antara kontraksi,
bayi harus menerima lebih dari oksigen yang cukup untuk melakukannya dengan baik
selama kontraksi.
•      Tanda pertama bahwa bayi tidak mendapatkan cukup oksigen antara kontraksi
seringkali penurunan detak jantung bayi setelah kontraksi (deselerasi akhir). Detak
jantung bayi pulih ke tingkat normal antara kontraksi, hanya untuk drop lagi setelah
kontraksi berikutnya. Ini juga merupakan tanda lebih halus dari marabahaya.
•      Bayi-bayi ini akan melakukannya dengan baik jika mereka disampaikan dalam
waktu singkat. Kadang-kadang, tanda-tanda berkembang jauh sebelum pengiriman
diharapkan. Dalam kasus itu, C-section mungkin diperlukan.

EFM Akselerasi
•      Akselerasi – peningkatan sesaat FHR  ³15 dpm selama sekurangnya 15 detik
•      Arti klinis tidak ditemukannya akselerasi pada KTG normal masih belum jelas
•      Ditemukannya akselerasi pada KTG memiliki korelasi dengan outcome janin (bayi)
yang baik

EFM Deselerasi
perlambatan sementara dibawah tingkat basal ³15dpm selama ³ 15 detik.
a.       Deselerasi Dini:
·         Kompresi kepala pada jalan lahir
·         Penurunan DJJ dimulai saat kontraksi dan kembali ke basal setelah kontraksi
berakhir 
·         Perlu diperhatikan terutama bila ditemukan pada awal proses persalinan atau
pemeriksaan antenatal
·         Jika ada deselerasi dini : dalam batas normal, observasi. Kemungkinan akibat
turunnya kepala, atau refleks vasovagal

b.      Deselerasi Lambat
·         Penurunan FHR tetap berlangsung meskipun kontraksi uterus telah kembali ke
basal
·         Adanya deselerasi lambat yang berulang meningkatnya resiko asidosis arteri
umbilikalis dengan nilai Apgar <7 pada menit ke 5 dan meningkatkan  resiko serebral
palsy.
·         Jika ada deselerasi lambat : indikasi untuk terminasi segera.
Penyebab deselerasi lambat :
o   Insufisiensi akut dan kronik pembuluh feto-plasenter
o   Terjadi pada kontrasi uterus yang memanjang
o   Dirangsang oleh hipoksemia
o   Dihubungkan dengan asidosis metabolik dan respiratorik
o   Biasanya ditemukan pada pasien hipertensi/preeklampsiaCommon pada pasien dengan
PIH, DM, IUGR atau lainnya, diabetes mellitus dari kekurangan plasenta.

c.       Deselerasi variabel
•         Konfigurasi FHR tidak ritmik dan konsisten
•         Rule of 60 (decrease of 60 bpm,or rate of 60 bpm and longer than 60 sec)
•         Disebabkan oleh kompresi tali pusat atau plasenta
•         Sering ditemukan pada keadaan oligohidramnion atau ketuban pecah dini
•         Sering menimbulkan RDS/Sindroma distres pernafasan meskipun ringan
•         Potensial menimbulkan asidosis bila muncul berulang kali
•         Jika ada deselerasi variabel (seperti deselerasi dini tetapi ekstrim), hal ini
merupakan tanda keadaan patologis misalnya akibat kompresi pada tali pusat
(oligohidramnion, lilitan tali pusat, dan sebagainya). Juga indikasi untuk terminasi
segera.
•         Batasan waktu untuk menilai deselerasi : tidak ada.
•         Seharusnya penilaian ideal sampai waktu 20 menit, tapi dalam praktek, kalau
menunggu lebih lama pada keadaan hipoksia atau gawat janin akan makin
memperburuk prognosis.
•         Kalau grafik denyut datar terus : keadaan janin non-reaktif.
•         Uji dengan bel ("klakson"…ngooook), normal frekuensi denyut jantung akan
meningkat.

Masalah dan kenyataan penggunaan EFM


·         Pemantauan denyut jantung janin secara elektronik saat ini “harus” dilakukan pada
kehamilan resiko tinggi.
·         Masalah perbedaan interpretasi termasuk “over confidence” ditemukan tidak hanya
antar dokter pemeriksa tetapi pada seorang pemeriksa yang memeriksa hasil KTG
yang sama 2 kali
·         Meningkatkan kejadian seksio sesarea (RR 1.41)
·         Meningkatkan persalinan bedah obstetrik pervaginam (RR 1.20)
·         Tidak mempengaruhi kejadian cerebral palsy
·         Menurunkan rerata kejang neonatorum (RR 0.51)
·         Tidak mempengaruhi nilai APGAR

D. Pemeriksaan Penunjang lainnya :


Antara lain Fetal salp stimulation,dan fetal acoustic stimulation. Pemeriksaan
tersebut merupakan tindakan invasif yang memerlukan peralatan canggih dan tenaga
kesehatan yang terampil karena memiliki resiko pada ibu dan janin. Bukti dari adanya
kegawatan janin adalah ditemukannya kadar pH darah janin yang rendah, dan hal ini
berkaitan juga dengan rendahnya nila APGAR. Pemeriksaan penunjang ini harus
sangat selektif dalam pemilihannya, artinya harus ada indikasi medis yang benar, dan
dilakukan pada tempat yang benar pula.
F. Kasus
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemantauan kesejahteraan janin memegang peranan penting di dalam
pengawasan kehamilan dan persalinan. Pemantauan ini seharusnya sudah dilakukan
sejak kehamilan trimester pertama hingga trimemester ketiga dan saat persalinan.
Metode sederhana seperti pemantauan gerak janin dan mendengarkan DJJ dapat
membantu mendeteksi abnormalitas secara dini asalkan dilakukan dengan benar. Alat
bantu diagnostik canggih bukan merupakan sesuatu yang harus disediakan karena
masih banyak hal penting lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan ibu dan janin serta kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemeriksaan
KTG saja tidak cukup untuk menilai kesejahteraan janin. Penambahan pemeriksaan
volume cairan amnion merupakan prasyarat minimal yang harus ditambahkan pada
pemeriksaan KTG. Pemeriksaan profil biofisik telah terbukti meningkatkan ketepatan
evaluasi kesejahteraan janin. Mengingat dampak jangka panjang dari hipoksia
intrauterin terhadap janin, maka hasil pemeriksaan KTG beserta interpretasinya
disarankan untuk disimpan selama 25 tahun. Pelatihan pemantauan kesejahteraan
janin yang terstandarisasi akan meningkatkan kualitas pelayanan berbasis pendidikan
dan penelitian.

B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita sebagai mahasiswi kebidanan mampu
mempratekkan ilmu yang kita peroleh berdasarkan materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC


Rayburn, William F dkk. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika
Suyono, Y. Joko. 1995. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates
Varney, Helen. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai