KEHIDUPAN BERAGAMA
TUGAS MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen: Dr. Drs. Lamijan, S.H.M.Si
Disusu Oleh:
Siti Neqayatul
Qofisah 202211099
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................1
Daftar isi......................................................................................................................2
A.: PENDAHULUAN................................................................................................4
1. Latar Belakang..................................................................................................4
2. Rumusan Masalah:..........................................................................................6
BAB 3 : PENUTUP.........................................................................................................11
KESIMPULAN
:...............................................................................................................11
1. SARAN...............................................................................................................12
2. DAFTAR PUSTAKA
:............................................................................................12
2
A. LATAR BELAKANG MASALAH
paradigma kehidupan beragama dapat dilihat dari adanya lima sendi utama penyusun
3. Persatuan Indonesia,
dalam permusyawaratan/perwakilan
Sendi utama Pancasila tersebut tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)
pelaksanaan Pancasila. Ini ditetapkan dalam Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang
mengenai Pancasila sebagai paradigma kehidupan beragama dapat dilihat dari butir
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
3
4.membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama
dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak
lain menggunakan istilah dalam bahasa Sangsekerta ataupun bahasa Pali. Kata
ketuhanan yang berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna
sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang
berhubungan dengan tuhan. Kata Maha berasal dari bahasa Sangsekerta atau Pali yang
bisa berarti mulia atau besar (bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti
sangat. Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sangsekerta atau Pali. Kata “esa” bukan
berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih
mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini”.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat di kesimpulan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan
mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi
sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan
yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini
4
B. RUMUSAN MASALAH
5
C. PEMBAHASAN MASALAH
1. Paradigma Pengembangan
Istilah paradigma awalnya dipergunakan dan berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan, terutama dalam filsafat ilmu pengetahuan. Kata paradigma
(paradigma) mengandung arti model, pola atau contoh. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia paradigma diartikan sebagai seperangkat unsur bahasa yang
sebagian bersifat konstan (tetap) dan sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat
juga diartikan sebagai suatu gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir).
Menurut Thomas S. Kuhn dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970:49), paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu
sumber nilai), yang merupakan sumber hukum, metode, tatacara penerapan
dalam ilmu tersebut. Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma
berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber
nilai kerangka berpikir, orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi, maupun dalam pendidikan.
Paradigma sebagai alat bantu para ilmuwan dalam merumuskan apa yang harus
dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan
aturan- aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui
persoalan tersebut. Sedangkan kata Pengembangan (Development) menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu proses, cara, perbuatan
mengembangkan atau menjadi/mengarah bertambah sempurna Kata
Pengembangan menunjukkan adanya pertumbuhan, perluasan yang terikat
dengan keadaan yang harus digali dan harus dibangun agar dicapai kemajuan
dimasa yang akan datang. Atas dasar arti kata pembangunan, dapat dipahami
bahwa dalam pembangunan terdapat proses perubahan yang terus menerus
diupayakan untuk meraih kemajuan dan perbaikan untuk mewujudkan tujuan
yang dicita-citakan. Pembangunan adalah usaha manusia untuk memerangi
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan untuk menuju masyarakat uang
sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan Pengembangan atau
Pembangunan adalah proses perubahan ke arah kondisi yang lebih baik melalui
upaya yang dilakukan secara terencana (Kartasasmita, 1997). Menurut
Sumodiningrat (2001), pembangunan adalah
6
proses natural untuk mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya
masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata. Paradigma Pengembangan
adalah suatu model, pola yang merupakan sistem berpikir sebagai upaya
mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan cita-cita kehidupan
masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. (Induk Inggit Merdekawati, 2008:26). Pancasila sebagai paradigma,
artinya nilai- nilai dasar Pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka
acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa
Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Secara
lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika dirumuskan oleh founding fathers
negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945, ketika
berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag) yang menyatakan,
“Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-
masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut
petunjuk Nabi Muhammad saw., orang Budha menjalankan ibadatnya menurut
kitab kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.
Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat
menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan.
Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya
Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan” (Zoelva, 2012). Dalam hubungan
antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling menunjang
dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh
dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang
dan menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achmad Siddiq menyatakan
bahwa salah satu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan
psikologis, yaitu kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari dua arah (Zada
dan Sjadzili (ed), 2010: 79).
2.. Pancasila penting sebagai paradigma pengembangan kehidupan beragama
Pada saat ini, Indonesia sedang mengalami kemunduran ke arah kehidupan
beragama yang tidak perikemanusiaan. Pancasila memiliki peran untuk
mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling
menghargai dan menghormati, serta saling mencintai sebagai manusia yang
beradab. Pancasila memberikan dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa
7
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di Negara
Indonesia. Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk dan
menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya masing –
masing, yang menunjukkan bahwa dalam Negara Indonesia memberikan
kebebasan untuk berkehidupan agama dan menjamin atas demokrasi di bidang
agama karena setiap agama memiliki hak – hak dan dasar masing – masing.
1. Setiap warga Negara Indonesia patut percaya dan berkeyakinan untuk memeluk suatu
agama.
2. Dengan adanya kepercayaan dalam memeluk agama, setiap warga Negara Indonesia
memiliki arah hidup agar ketika melakukan sesuatu selalu ingat kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang mengakibatkan untuk melakukan kehidupan bernegara sesuai dengan
nilai-nilai agama dan nilai-nilai Pancasila.
6. Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara
dan mediator ketika terjadi konflik agama. Manusia sebagai makhluk yang ada di dunia
ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptaannya. Pencipta itu adalah
Causa Prima yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai
makhluk yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang berdasarkan Pancasila, dengan
sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing. Sehubungan dengan
agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh
manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin
kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila seperti kita alami sekarang ini tidak ada
pemaksaan beragama, atau orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang
8
mandiri. Oleh
9
karena itu dalam masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang
dan tumbuh subur dan konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa dianulir.
Untuk membangun perdamaian adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal
yang mutlak.
1. Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus ditebarkan pada berbagai elemen yang
ada di masyarakat. Karena persoalan Kurangnya kesadaran pluralisme agama bisa
terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika masyarakat umum mudah terprovokasi
isu-isu yang bernuansa primordialisme.
2. Melakukan penguatan kesadaran pluralisme agama tidak hanya dalam bentuk formal
yang dilembagakan seperti atas nama Lembaga Kajian, Forum Dialog dan semacamnya,
karena akan menyebabkan tidak longgar bahkan terbatas dalam ruang-ruang tertutup.
Tapi perlu membumi yang bersifat longgar dan dapat berakses ke mana saja.
3. Membuat tema dan program pluralisme agama yang akrab dengan kehidupan
masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat melangit seperti seminar, diskusi yang
dikonsumsi oleh kalangan terbatas, masyarakat luas tidak ikut mengakses. (Hamdan
Farchan, 2005:1).
10
D. PENUTUPAN (Simpulan& Saran)
SIMPULAN
11
mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan
bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan
hidup di negeri ini.
SARAN
12
E. DAFTAR PUSTAKA
http://www.pengertianahli.com/2014/03/pengertian-paradigma-apa-itu-
paradigma.html#
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
https://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma
http://kbbi.web.id/kembang
www.kompas.com
13