Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN POLA KONSUMSI KOPI DENGAN TINGKAT NYERI HAID


(DISMENOREA) DAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWI
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ANGKATAN
2019
PENELITIAN CROSS-SECTIONAL

Oleh :
Melati Della Riskyani
131911133029

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dismenorea merupakan nyeri yang dirasakan ketika haid, biasanya ditandai
dengan rasa kram yang berpusat pada perut bagian bawah. Keluhan terkait dengan nyeri
haid ini dapat bervariasi dari derajat ringan hingga berat. Tingkat keparahan nyeri haid
berhubungan langsung dengan waktu lamanya haid dan jumlah darah yang keluar ketika
haid. Haid hampir selalu diikuti dengan rasa mulas atau nyeri (Husna, 2018). Kualitas
tidur yang buruk akan menyebabkan berbagai macam dampak buruk. Dampak yang
terjadi jika seseorang mengalami kurang tidur yaitu dapat menyebabkan masalah
kesehatan baik secara fisik, emosi, dan mental. Juga dapat menyebabkan banyak
komplikasi kesehatan seperti resistensi insulin, tekanan darah tinggi, penyakit
kardiovaskular, sistem kekebalan tubuh (metabolisme), gangguan mood (seperti depresi
atau kecemasan) dan penurunan fungsi kognitif untuk memori dan penilaian
(Sathyanarayana et al., 2016). Menurut beberapa penelitian, konsumsi kopi yang
berlebihan dapat mengakibatkan dismenore dan berbagai macam dampak buruk
lainnya.-->
Prevelensi dismenore di Dunia sangat tinggi yaitu lebih dari 50% wanita disetiap
dunia mengalami dismenore. Dysmenorrhea di Indonesia menyatakan remaja perempuan
59,2% terjadi penurunan aktivitas seperti, bolos sekolah atau kerja yaitu sebenyak 5,6%,
sedangkan sebanyak 35,2% tidak terjadi gangguan (Holder, 2014). Dismenore ini masih
menjadi masalah yang paling banyak dirasakan oleh wanita yang sedang atau akan
menstruasi. Meskipun dismenore tidak menyebabkan kematian, namun jika tidak
ditangani dengan baik akan menyebabkan berbagai macam dampak negatif bagi diri
sendiri misalnya nyeri dismenore akan mengganggu aktivitas, menyebabkan rasa tidak
nyaman, produktifitas menurun, hingga mengganggu kualitas tidur yang mengakibatkan
kualitas tidur menjadi buruk.
Salah satu contoh permasalahan yang sebagian besar dihadapi oleh orang Dewasa
Muda atau Remaja adalah Kualitas Tidur yang buruk. Secara global menunjukkkan
prevalensi gangguan kualitas tidur di dunia bervariasi mulai 15,3%-39,2%. Data di
Indonesia menunjukan sebagian besar kualitas tidur pada remaja kurang terpenuhi yaitu
sebanyak 63%. Buruknya kualitas tidur seseorang, dapat mengakibatkan dampak yang
buruk bagi kesehatan.
Menurut data International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi global
mencapai 166,35 juta kantong berukuran 60 kilogram pada periode 2020/2021. Jumlah
itu meningkat 1,3% dibandingkan periode sebelumnya yang sebanyak 164,2 juta kantong
berukuran 60 kilogram. Uni Eropa menjadi wilayah dengan tingkat konsumsi kopi
tertinggi di dunia, yakni 40,25 juta kantong berukuran 60 kg. Posisinya disusul Amerika
Serikat yang mengonsumsi kopi sebanyak 26,3 juta kantong berukuran 60 kg. Negara
dengan tingkat konsumsi kopi tertinggi berikutnya adalah Brasil yang mencapai 22,4 juta
kantong berukuran 60 kg. Kemudian, penduduk Jepang mengonsumsi kopi sebanyak 7,4
juta kantong berukuran 60 kg. Indonesia di urutan kelima dengan konsumsi kopi
sebanyak 5 juta kantong berukuran 60 kg. Adapun konsumsi kopi di Rusia sebanyak 4,7
juta kantong berukuran 60 kg.
Oleh karena itu, kita perlu melakukan penelitian lebih dalam untuk mengetahui
apakah Pola konsumsi kopi memiliki hubungan dengan dismenore dan kualitas tidur dari
Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan Pola Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri Haid
(Dismenore) dan Kualitas Tidur pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga A19 saling berhubungan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis hubungan Pola Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri
(Dismenore) dan Kualitas Tidur pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga A19 ?
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis hubungan antara Pola Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri Haid
(Dismenore)
2. Menganalisis Hubungan antara Pola Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi mengenai wawasan informasi, pengetahuan, dan
keilmuan tentang hubungan Pola Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri Haid
(Dismenore) dan Kualitas Tidur pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Angkatan 2019.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai media informasi
tambahan berkaitan dengan Hubungan Pola Konsumsi Kopi dengan
Tingkat Nyeri haid (Dismenore) dan Kualitas Tidur
2) Bagi Pengembangan Ilmu
Penelitian ini digunakan sebagai informasi dasar maupun penunjang
untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Hubungan Pola
Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri Haid (Dismenore) dan Kualitas
Tidur
3) Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini dapat memberikan informasi serta tambahan evaluasi
yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian pelayanan
kesehatan penurunan tingkat Nyeri Haid dan edukasi kesehatan mengenai
Kualitas Tidur yang baik melalui perubahan Pola Hidup yang Sehat agar
tercapainya kesejahteraan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dismenore
2.1.1 Definisi Dismenore
Dismenorea dapat diartikan sebagai nyeri ketika menstruasi. Kata
dismenorea (dysmenorrhea) berasal dari bahasa yunani kuno (Greek) yang berasal
dari dys yang memiliki artia sulit, nyeri, dan abnormal. Meno yang berarti bulan,
dan rrhea yang artinya mengalir. Sehingga dismenorea dapat diartikan seperti
aliran menstruasi yang sulit atau nyeri yang timbul pada saat haid (Haerani et al.,
2020).
Dismenorea merupakan nyeri yang dirasakan ketika haid, biasanya
ditandai dengan rasa kram yang berpusat pada perut bagian bawah. Keluhan
terkait dengan nyeri haid ini dapat bervariasi dari derajat ringan hingga berat.
Tingkat keparahan nyeri haid berhubungan langsung dengan waktu lamanya haid
dan jumlah darah yang keluar ketika haid. Haid hampir selalu diikuti dengan rasa
mulas atau nyeri (Husna, 2018).
2.1.2 Klasifikasi Dismenore
Terdapat dua macam dismenore yaitu dismenore primer dan dismenore
sekunder (Teknik et al., 2019).
1. Dismenore Primer (Fungsional)
Merupakan nyeri mestruasi yang dialami namun tidak terdapat
kelainan pada organ reproduksi. Pada dismenore primer terjadi pada
beberapa waktu setelah menarche dan merupakan suatu kondisi yang
dikaitkan dengan siklus ovulasi.
2. Dismenore Sekunder (Patologis)
Merupakan rasa sakit menstruasi yang diakibatkan oleh kelainan
yang terjadi pada organ reproduksi atau yang terjadi karena adanya
penyakit tertentu. Pada umumnya terjadi pada perempuan yang berusia
lebih dari 25 tahun.
2.1.3 Etiologi Dismenore
Faktor penyebab terjadinya dismenore merupakan adanya zat kimia dalam
tubuh yang berpengaruh yang disebut dengan prostaglandin, adanya senyawa
kimia tersebut yang bertugas dalam mengelola sistem dalam tubuh antara lain
mengatur kegiatan usus, kontraksi uterus, dan perubahan masa pada pembuluh
darah. Para pakar ahli beranggapan bahwa pada saat keadaan tertentu kadar
prostaglandin yang berlebih akan menambah kontraksi uterus sehingga dapat
menyebabkan nyeri yang bertambah hebat. Prostaglandin yang berlebih dan
menyebar ke seluruh tubuh dapat meningkatkan aktivitas usus besar sehingga
prostaglandin dapat mengakibatkan sakit kepala dengan intensitas sering,
perubahan suhu pada tubuh, perubahan ekspresi wajah dan mual pada saat
menstruasi (Teknik et al., 2019).
2.1.4 Derajat Dismenore
1. Dismenore Ringan
Seseorang akan mengalami nyeri atau masih dapat ditolerir karena
masih berada pada ambang rangsang, berlangsung beberapa saat dan dapat
dilanjutkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dismenore ringan
terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 1-4, untuk sekala wajah
dismenore ringan terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 1-2
(Rakhma, 2012).
2. Dismenore Sedang
Seseorang mulai merespon nyerinya dengan merintih dan
menekan-nekan atau memgangi bagian yang nyeri, diperlukan obat
penghilang rasa nyeri. Dismenore sedang terdapat pada skala nyeri dengan
tingkatan 5-6, untuk skala wajah dismenore sedang terdapat pada skala
nyeri dengan tingkatan 3 (Rakhma, 2012).
3. Dismenore Berat
Seseorang mengeluh karena adanya rasa terbakar dan ada
kemungkinan seorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan biasa dan
perlu istirahat beberapa hari dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan,
diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut. Dismenore berat terdapat pada
skala nyeri dengan tingkatan 7-10, untuk skala wajah dismenore berat
terdapat pada skala nyeri dengan tingkatan 4-5 (Rakhma, 2012)
2.1.5 Faktor Penyebab Dismenore
Menurut (Setyowati, 2019) penyebab dismenorea dapat dibagi menjadi
1. Dismenorea Primer
1) Faktor Endokrin
Dismenorea berhubungan dengan kontraksi uterus yang
tidak bagus. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh
hormonal. Peningkatan produksi prostaglandin akan menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi, sehingga hal
tersebut akan menimbulkan nyeri pada penderita.
2) Faktor Kejiwaan atau Gangguan Psikis
Seperti rasa bersalah yang berlebihan, takut dengan
kehamilan, konflik dengan masalah kewanitaannya dan imaturitas
3) Kelainan organik seperti retrofleksia uterus, hipoplasia uterus,
obstruksi kanalis servikalis dan polip endometrium
2. Dismenorea Sekunder
Rasa sakit akibat dismenorea sekunder berhubungan dengan
hormon prostaglandin. Ketika ada benda asing di dalam rahim seperti alat
kontrasepsi atau tumor, rahim akan memproduksi banyak hormon
prostaglandin. Dismenorea sekunder disebabkan ketidaknyamanan yang
disebabkan adanya kelainan organik seperti kista ovarium, pelvic
congestion syndrome, tumor ovarium, polip endometrium, kelainan letak
uterus seperti retrofleksi, hiperantefleksi, retrofleksi terfiksasi.
2.1.6 Dampak Dismenore
Dampak dismenore dapat menimbulkan banyak masalah seperti rasa yang
tidak nyaman, kesulitan dalam berkonsentrasi, kesulitan dalam belajar,
menimbulkan kualitas tidur yang buruk, dan motivasi belajar juga dapat menurun
karena nyeri yang dirasakan, dismenore juga dapat membatasi wanita untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (Astuti & Lela, 2018)
Menurut (Anizah, 2020) dampak yang terjadi apabila dismenore dibiarkan
atau tidak ditangani dengan baik yaitu dapat menyebabkan terjadinya gangguan
aktifitas sehari-hari, menstruasi yang bergerak mundur (Retograde menstruasi),
kemandulan (Infertilitas), kehamilan tidak terdeteksi ektopic, kista pecah,
perforasi rahim dari IUD serta infeksi.
2.1.7 Cara Mengatasi Dismenore
Menurut (Rosyida, 2019) beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi dismenorea yaitu :
1. Kompres bagian yang terasa kram (pada umunya berada dibagian perut
atau pinggang) dengan botol yang berisi air panas atau hangat
2. Gunakan produk aromaterapi yang dapat memberikan efek tenang, badan
menjadi rileks
3. Mandi menggunakan air hangat
4. Konsumsi minuman hangat dengan kalsium tinggi (kalsium tinggi dapat
mengurangi nyeri haid)
5. Menggosok bagian pinggang atau perut yang terasa sakit atau kram dapat
menggunakan minyak pijat, dsb
6. Ambil posisi membungkuk agar rahim tergantung kebawah, hal ini bisa
membantu agar lebih rileks
7. Tarik nafas dengan dalam untuk memberikan efek relaksasi
8. Konsumsi obat atau minuman penghilang rasa sakit (pereda nyeri) yang
dijual di apotek, dengan dosis yang tidak lebih dari tiga kali sehari dan
obat yang dikonsumsi harus dalam pengawasan dokter.
2.1.8 Komplikasi Dismenore
Komplikasi dismenore menurut (Studi et al., 2017) yaitu dismenore
primer dapat menimbulkan beberapa gejala seperti mual, muntah, diare,
cemas, stres, nyeri kepala, lesu sampai dengan pingan. Mekipun dismenore
primer tidak mengancam nyawa, namun apabila dibiarkan dapat berakibat
buruk bagi penderita seperti depresi, infertilitas, ganguan fungsi seksual dan
terjadi penurunan kualitas hidup.
2.2 Konsep Kualitas Tidur
2.2.1 Definisi Tidur
Tidur adalah keadaan atau kebiasaan yang dilakukan berulang, suatu
perubahan keadaan kesadaran yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Tidur
merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia yang berperan penting
dalam meningkatkan stabilitas daya tahan tubuh. Tidur memiliki fungsi yang
sangat penting untuk kemampuan kognitif remaja. Pada keadaan tidur kita
dianggap mengalami keadaan pasif dan keadaan dorman dari kehidupan, selama
tidur gelombang rendah yang dalam, tubuh melepaskan hormon pertumbuhan
manusia untuk memperbaiki dan perbarui sel epitel dan sel khusus otak. Tidur
juga terkait dengan perubahan dalam aliran darah otak, aktivitas kortikal
meningkat, konsumsi oksigen meningkat, dan epinefrin dilepaskan (Keswara et
al., 2019).
2.2.2 Definisi Kualitas Tidur
Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap rasa tidurnya.
Kualitas tidur meliputi kuantitas dan kualitas tidur. Kualitas tidur yang baik
adalah cara seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari, seperti
tidur dengan tenang, menjaga kemampuan tidur dan relaksasi tertidur tanpa
bantuan faktor medis (Ali et al., 2017).
2.2.3 Siklus Tidur
Sistem saraf pusat berperan untuk mengatur bagaimana setiap orang untuk
tidur. Ada dua jenis tidur, yaitu tidur REM (Rapid Eye Movement) dan NREM
(Non Rapid Eye Movement). Setiap orang disegala usia usianya, perlu melalui dua
tahap tidur ini setiap kali mereka tidur.
Menurut (Sutanto & Yuni, 2017) Siklus tidur mencakup 4 tahap NREM
dan I tahap REM.
 Tahap tidur NREM seperti :
1. Tahap I
Tahap pertama adalah tahap transmisi antara tidur dan bangun. Hal
ini ditandai dengan perasaan yang rileks, masih sadar akan lingkungannya,
merasakan adanya rasa ngantuk, gerakan bola mata ke kiri dan ke kanan,
serta denyut nadi dan pernapasan sedikit menurun. Pada tahap pertama,
seseorang bisa langsung bangun, dan tahap ini berlangsung selama lima
menit
2. Tahap II
Tahap kedua adalah tahap tidur ringan dengan proses tubuh terus
menurun. Ciri-cirinya antara lain mata diam, terjadi penurunan pada detak
jantung dan laju pernafasan, suhu tubuh menurun, terjadi penurunan
metabolisme, tahap ini hanya berlangsung selama 5-10 menit
3. Tahap III
Tahap ketiga adalah tahap tidur. Pada tahap ini ditandai dengan
denyut nadi dan frekuensi napas yang lambat dikarenakan dominasi sistem
saraf parasimpatis dan sulitnya bangun
4. Tahap IV
Tahap keempat adalah tahap tidur, yang ditandai dengan
penurunan detak jantung dan pernapasan, sedikit gerakan dan sulit untuk
dibangunkan, gerakan mata yang cepat, sekresi lambung berkurang, dan
tonus otot menurun
 Tahap NREM
Tidur REM adalah tidur paling dalam dan sangat penting untuk malam
hari. Jika tidur seseorang terganggu, siklus tidur akan dimulai kembali dan
kehilangan tidur paling nyenyak yang diperlukan untuk menjaga
kesehatan. Tidur REM berlangsung 5-20 menit atau rata–rata 90 menit.
Tahap pertama terjadi selama 80-100 menit, tetapi jika kondisi
seseorang sangat lelah, bahkan jenis tidur ini tidak terjadi. Tidur ini
ditandai dengan mimpi aktif yang sulit untuk dibangunkan. Selain itu,
tonut otot tidak teratur saat tidur, detak jantung dan pernapasan memiliki
gerakan otot yang tidak teratur pula. Di bagian otot perifer, denyut nadi
cepat dan tidak teratur, tekanan darah naik dan berfluktuasi, sekresi cairan
lambung meningkat, dan metabolisme meningkat. Selain itu, mata cepat
menutup dan membuka. Jenis tidur ini sangat penting untuk adaptasi,
suasana hati, dan mental seseorang
2.2.4 Dampak jika Kualitas Tidur tidak Terpenuhi
Dampak dari kualitas tidur yang buruk juga dirasakan banyak orang yaitu
seperti penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, tanda vital tidak stabil,
kondisi neuromuscular yang buruk, proses penyembuhan luka lambat, dan
penurunan daya imunitas tubuh (Sathyanarayana et al., 2016).
Dampak yang terjadi jika seseorang mengalami kurang tidur yaitu dapat
menyebabkan masalah kesehatan baik secara fisik, emosi, dan mental. Juga dapat
menyebabkan banyak komplikasi kesehatan seperti resistensi insulin, tekanan
darah tinggi, penyakit kardiovaskular, sistem kekebalan tubuh (metabolism),
gangguan mood (seperti depresi atau kecemasan) dan penurunan fungsi kognitif
untuk memori dan penilaian (Sathyanarayana et al., 2016).
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur
Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain :
1. Faktor Hormonal
2. Sindrom Nyeri
3. Masalah psikologis terutama depresi yang merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas tidur wanita (R. D. Yusuf et al., 2019).
2.3 Konsep Kopi
2.3.1 Definisi Kopi
Kopi adalah minuman hasil seduhan biji kopi yang telah disangrai dan
dihaluskan menjadi bubuk. Kopi merupakan salah satu komoditas di dunia yang
dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua spesies pohon kopi yang dikenal secara
umum yaitu Kopi Robusta dan Kopi Arabika. Kopi merupakan salah satu hasil
komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara
tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara.
Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga
merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa
petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012). Kopi dikenal dengan minuman yang
memiliki kandungan kafein yang berkadar tinggi (Muhibatul, 2014).
2.3.2 Jenis Kopi
Jenis kopi yang terkenal di Indonesia yaitu :
1. Kopi arabika (Coffea arabica)
Kopi arabika memiliki cita rasa yang bervariasi tergantung lokasi
tumbuhnya. Kopi ini juga dikenal memiliki rasa kopi yang ringan karena
kandungan kafein yang lebih rendah sekitar 1,2%
2. Kopi robusta (Coffea canephora)
Jenis kopi ini memiliki proporsi 81% dati total produksi kopi di
Indonesia secara keseluruhan. Cita rasa kopi robusta lebih pahit dan
sedikit asam, serta mengandung kadar kafein yang lebih tinggi.
3. Kopi liberika (Coffea liberica)
Walaupun jumlahnya terbatas di Indonesia, kopi liberika tidak
kalah terkenal dari kopi arabika dan kopi robusta. Ciri khas kopi ini yaitu
aromanya yang lebih menyengat daripada dua jenis kopi lainnya.
2.3.3 Kandungan Kimia Kopi
Tabel 2.1 xxxxxx

Sumber : Farah A. Coffee : Emerging Health Effects and Disease Prevention. 1st ed. Blackweel
Publishing Ltd.; 2012
2.3.4 Efek Samping Konsumsi Kopi
1. Menimbulkan gangguan tidur. Banyak orang yang sengaja minum kopi setiap
hari untuk menghilangkan rasa kantuk.
2. Memicu rasa cemas.
3. Menimbulkan ketergantungan kafein.
4. Menyebabkan berbagai masalah pencernaan.
5. Meningkatkan tekanan darah.
6. Membuat gigi kuning dan rentan berlubang.
7. Sering buang air kecil.
8. Merusak otot.
2.3.5 Konsumsi Kopi
Indonesia di urutan kelima dengan konsumsi kopi sebanyak 5 juta kantong
berukuran 60 kg. Adapun konsumsi kopi di Rusia sebanyak 4,7 juta kantong
berukuran 60 kg. Menurut penelitian HonestDocs (2018) Secara Demografi, 23%
remaja berusia 12-17 mengakui gemar mengonsumsi kopi.
Kafein pada kopi diketahui memiliki manfaat apabila dikonsumsi oleh manusia
dan juga memiliki dampak buruk bagi tubuh jika dikonsumsi pada saat kondisi tubuh
tertentu serta dalam kadar jumlah kafein yang cukup tinggi. Konsumsi kafein berguna
untuk meningkatkan kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan menaikkan mood. Kafein
juga membantu kinerja fisik dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan
kontraksi otot (Ennis, 2014). Konsumsi kafein berlebih dapat menyebabkan warna gigi
berubah, bau mulut, meningkatkan stress dan tekanan darah jika banyak mengonsumsi di
pagi hari, insomnia, serangan jantung, stroke, kemandulan pada pria, gangguan
pencernaan, kecanduan dan bahkan penuaan dini (Farida dkk., 2013).
Sebuah penelitian menunujukkan bahwa sebaiknya dalam
mengkonsumsi kopi tidak lebih dari 200 mg perhari agar tidak mengalami
gangguan tidur dan tidak mengkonsumsi kopi atau kafein setidaknya 4 jam
sebelum tidur.
2.3.6 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Dismenore
Dismenore memiliki berbagai faktor risiko yang sudah banyak
dibahas pada berbagai literatur penelitian, salah satunya yaitu coffe consumption
(konsumsi kopi). Dari penelitian yang dilakukan Unsal, dkk. (2018) dengan
pendekatan cross sectional didapatkan prevalensi kejadian dismenore lebih tinggi
pada orang yang mengonsumsi kopi daripada yang tidak. Faridah (2016) dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa konsumsi kopi merupakan faktor risiko
terjadinya dismenore karena kafein yang terkandung dalam kopi menyebabkan
vasokontriksi sehingga memperparah kondisi iskemik pada uterus dan
meningkatkan rasa nyeri.
Vasokontriksi adalah penyempitan pembuluh darah karena mekanisme
atau rangsangan tertentu pada tubuh. Vasokonstriksi adalah mekanisme normal
dari pembuluh darah. Vasokonstriksi dapat terjadi pada kondisi penurunan
tekanan darah, berkurangnya panas di dalam tubuh pada suhu dingin dan untuk
melindungi tubuh yang kehilangan darah atau cairan.
2.3.7 Hubungan Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur
Kopi merupakan golongan minuman psikostimulan yang dapat
memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi dan dapat menyebabkan
seseorang tetap terjaga karena efek farmakologinya yang mampu menghambat
reseptor adenosin yang mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga dapat
menurunkan kualitas tidur seseorang. Kopi dapat memberikan efek
psikositumalan seperti meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan daya berpikir
dan mengurangi rasa lelah atau kantuk yang dapat membantu orang-orang dalam
beraktivitas.
2.4. .Konsep Nyeri
2.4.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap
kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Karena nilainya
bagi
kelangsungan hidup, nosiseptor (reseptor nyeri) tidak beradaptasi terhadap
stimulasi yang berulang atau berkepanjangan. Simpanan pengalaman yang
menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadian –
kejadian yang berpotensi membahayakan di masa mendatang (Sherwood, 2015).
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Taylor (2011)
a. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap
nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor
budaya (Contoh : tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh
mengeluh nyeri).
c. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
a) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang
terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
b) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada
nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990),
perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan
tehnik untuk mengatasi nyeri.
c) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri
bisa menyebabkan seseorang cemas.
d) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa
lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
e) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive
akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
f) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung
kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan dan perlindungan.
2.4.3 Klasifikasi Tingkat Nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu
singkat (Meinharr dan Mccaffery, 1983: NH, 1986 dalam Smeltzer, 2002).
Nyeri akut dapat berhenti dengan sendirinya (self-limiting) dan akhirnya
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area
yang terjadi kerusakan.
Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki omset
yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma
atau inflamasi. Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini,
seperti pada saat sakit kepala, nyeri dismenore, sakit gigi, terbakar,
tertusuk duri, pasca persalinan, pasca pembedahan, dan lain sebagainya.
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis
yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, dan dilatasi pupil.
Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya
ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsunglama,
intensitasnya bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan
(McCaffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005).
Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignan
dan malignan (Potter & Perry, 2005). Nyeri kronik nonmalignan
merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif
atau yang menyembuh (Scheman, 2009 dalam Potter & Perry, 2005), bisa
timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pinggang bawah, dan
nyeri yang didasari atas kondisi kronik, misalnya osteoarthritis (Tanra,
2005, dalam Potter & Perry, 2005). Sementara nyeri kronik malignan yang
disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat
diidentifikasi, yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini
terjadi bisa karena penekanan pada saraf akibat metastase sel- sel kanker
maupun pengaruh zat kimia.
2.4.4 Pengukuran Skala Nyeri
Untuk menilai skala nyeri terdapat beberapa macam skala nyeri yang dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri seseorang antara lain:
1. Verbal Descriptor Scale (VDS)
Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata pendeskripsi yang telah disusun dengan jarak yang sama
sepanjang garis. Ukuran skala ini diurutkan dari “tidak adanya rasa nyeri”
sampai “nyeri hebat”. Perawat menunjukkan ke klien tentang skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih skala nyeri terbaru yang
dirasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa tidak menyakitkan. Alat VDS
memungkinkan klien untuk memilih dan mendeskripsikan skala nyeri
yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).
2. Visual Analogue Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala
nyeri terus menerus.Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih
tingkat nyeri yang dirasakan.VAS sebagai pengukur keparahan tingkat
nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat menentukan setiap titik dari
rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (Potter &
Perry, 2006).

Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada
skala 1-3 seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih,
mules.Skala nyeri 4-6 digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit
bergerak, terbakar, ditusuk- tusuk.Skala 7-9 merupakan skala sangat nyeri
tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan skala 10 merupakan
skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol.Ujung kiri pada
VAS menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan
menandakan “nyeri yang paling berat”.
3. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3
menunjukkan nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang,
sedangkaan angka 7-10 merupakan kategori nyeri berat. Oleh karena itu,
skala NRS akan digunakan sebagai instrumen penelitian (Potter & Perry,
2006).
Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut :
 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk
menahan, nyeri sedang.
 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan,
meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat.
4. Faces Pain Rating Scale
Skala ini terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah yang sedang tersenyum untuk menandai tidak
adanya rasa nyeri yang dirasakan, kemudian secara bertahap meningkat
menjadi wajah kurang bahagia, wajah sangat sedih, sampai wajah yang
sangat ketakutan yang berati skala nyeri yang dirasakan sangat nyeri
(Potter & Perry, 2005).

Skala nyeri tersebut Banyak digunakan pada pasien pediatrik


dengan kesulitan atau keterbatasan verbal.Dijelaskan kepada pasien
mengenai perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih
sesuai rasa nyeri yang dirasakannya.
2.4.5 Teori Keperawatan Behavior Dorothy E Johnson
Teori Dorothy Johnson berfokus pada bagaimana klien beradaptasi terhadap
kondisi sakitnya dan bagaimana stres aktual atau potensial dapat mempengaruhi
kemampuan beradaptasi. Tujuan keperawatan dalam teori ini adalah menurunkan stres
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya. Kerangka
dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuan kategori perilaku. Tujuan individu adalah
untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan
adaptasi terhadap tekanan tertentu.
2.4.6 Keaslian Penulisan
Tabel 2.2 xxxx
No. Judul Artikel Metode Hasil Penelitian
(Desain, Sampel,
Variabel, Instrumen,
Analisa)
1. Hubungan Tingkat D : Penelitian  Hasil penelitian
Nyeri Dismenore Kuantitatif Desain menunjukkan
dengan Kualitas Cross Sectional bahwa dari 54
Tidur pada S : 54 Mahasiswi mahasiswi yang
Mahasiswa V : Nyeri Dismenore, mengisi kuesioner
Keperawatan Kualitas Tidur, sebagian besar
Semester IV Mahasiswai yaitu 29
Fakultas I : Kuisioner Numerical mahasiswi
Kesehatan Rating Scale (NRS) mengalami nyeri
Universitas dan Pittsburgh Sleep dismenore primer
Harapan Bangsa Quality Index (PSQI) sedang dengan
A : Uji Spearmen Rank presentase 53,7%.
 Hasi penelitian
menunjukkan
bahwa dari 54
mahasiswi
sebagian besar
yaitu 43
mahasiswi
mengalami
kualitas tidur
buruk dengan
prosentase 79,6%.
 Terdapat
hubungan antara
tingkat nyeri
dismenore dengan
kualitas tidur
pada mahasiswi
keperawatan
semester IV
Fakultas
Kesehatan
Universitas
Harapan Bangsa
dengan nilai p-
value (0,000) < α
= 0,05.
2. Hubungan D : Kuantitatif dengan Berdasarkan hasil
Dismenore dengan Desain Cross Sectional penelitian hubungan
Tingkat Kualitas S : 61 Orang dismin- ore dengan
Tidur pada Remaja V : Dismenore, kualitas tingkat kualitas tidur di
MTS Tidur, Remaja MTs Muham- madiyah
Muhammadiyah I : Kuisioner Blimbing, Polokarto,
Blimbing, A : Analisis Univariat Sukoharjo dapat di- tarik
Polokarto, dan Bivariat, Uji Chi kesimpulan sebagai
Sukoharjo Square berikut :
 Berdasarkan hasil
penelitian yang
telah di- lakukan
mayoritas
responden
mengalami
disminore ringan
sebanyak 34
orang (55,7 %),
disminore se-
dang sebanyak 13
orang (21,3 %),
disminore berat
sebanyak 14
orang (23,0 %).
 Dalam penelitian
ini didapatkan
hasil bahwa
mayoritas
responden
mengalami
kualitas tidur baik
sebanyak 36
orang (59,0 %),
kualitas tidur
buruk sebanyak
25 orang (41,0
%).
 Terdapat
hubungan
disminore dengan
kualitas tidur di
MTs
Muhammadiyah
Blimbing,
Polokarto,
Sukoharjo dengan
nilai p = 0.000.
3. Hubungan D : Analitik Sebagian Besar
Kualitas Tidur Observasional desain Mahasiswi Fakultas
dengan Kejadian Cross Sectional Kedokteran (FK)
Dismenore primer S : 106 Sampel Universitas Islam
pada Mahasiswa V :Dismenore Primer, Bandung memiliki
Fakultas Fakultas Kedokteran, kualitas tidur buruk dan
Keperawatan Kualitas Tidur dismenore sedang.
universitas Islam I : Kuisioner Pittburgh Semakin buruk kualitas
Bandung Sleep Quality Index tidur, maka angka
(PSQI) kejadian dismeno
A : Program Epi Info 7 semakin tinggi.
4. Assessment of D : Cross-Sectional Dismenore merupakan
quality of life and S : 517 orang masalah yang menonjol
effect of non- V : Dysmenorrhea di kalangan wanita saat
pharmacological Menstrual pain Non- ini dan merupakan
management in pharmacological masalah ginekologi yang
dysmenorrhea management Primary sangat umum. Perubahan
dysmenorrhea Quality pada pria biasa. pola
of life strual wanita mungkin
I : Online Kuisioner berdampak pada fisik dan
A : Using Statistical kesejahteraan psikologis.
Package for Social Penelitian ini
Sciences (SPSS), The menunjukkan bahwa
Chi-square (χ2 ) test, dismenore memiliki efek
McNemar’s, and negatif pada kualitas
independent t-test were hidup yang berhubungan
used for the analysis. dengan kesehatan.
5. Prevalence and D : Literatur review Menurut hasil kami,
Risk Factors of S : 96 siswa prevalensi keseluruhan
Primary V : meta-analysis, Dismenore Primer di
Dysmenorrhea in prevalence, primary antara siswa sebesar
Students: A Meta- dysmenorrhea, risk 66,1% dan memiliki
Analysis factors kecenderungan
I : Screening and meningkat dalam 10
assessing the quality of tahun terakhir;
studies, data from khususnya, prevalensi
eligible studies were yang lebih tinggi
extracted for meta- diperkirakan pada tahun
analysis via the R 2015 hingga 2021. Selain
language. itu, berbagai faktor risiko
A : Meta-Analysis ditetapkan yang terkait
dengan dismenore primer
didasarkan pada sejumlah
besar populasi, termasuk
kurus, melewatkan
sarapan, kualitas tidur
buruk, begadang, tidur
pendek durasi (<8 jam
per hari), kurangnya
latihan fisik, paparan
dingin saat menstruasi,
makan makanan dingin
atau pedas saat
menstruasi, bias diet,
lebih suka jajan,
memiliki riwayat
keluarga dismenore,
siklus menstruasi tidak
teratur, stres berat saat
ini, emosi negatif saat
menstruasi, dan
kecemasan.
6. Reduced Activity D : Cross Sectional Di era wanita
and Quality of Life S : 422 wanita pemberdayaan, setiap
in Women Soldiers V : Women soldiers, wanita harus berada pada
with Heavy Menorrhagia, Heavy kondisi fisik yang
Menstrual menstrual bleeding, optimal. tingkat iologis
Bleeding and Dysmenorrhea, Quality dan psikologis untuk
Dysmenorrhea of life memulai karirnya,
I : A pictorial bleeding dengan demikian
assessment chart mengatasi beban
(PBAC), visual analog menstruasi,
scale (VAS), verbal meningkatkan kesadaran
multidimensional akan prevalensi, dan
scoring system for memberikan pengobatan
assessment of yang efektif diperlukan
dysmenorrhea, and dalam pengaturan ini
approved Hebrew-
translated age-
appropriate Pediatric
Quality of Life
Inventory (PedsQL).
A : Uji statistik
The Influence of D : Cross Sectional 1. Studi tersebut
Lifestyle Variables S : 660 Wanita menyimpulkan
on Primary V : Dysmenorrhea, bahwa dismenore
Dysmenorrhea: A menstruation, painful, yang parah dapat
Cross-Sectional menstrual, lifestyle, terjadi diobati
Study variables dengan
I : Questionnaire of memperbanyak
Lifestyle konsumsi ikan
A : Uji Chi-Square dan buah-buahan
segar, minum air
putih dan
penggunaan pil
kontrasepsi oral.
Sedangkan
merokok, sering
mengonsumsi
gula, minuman
bersoda, kopi,
teh, dan minuman
berenergi
berhubungan
dengan dismenore
berat.
2. Mengonsumsi
kopi berhubungan
positif dengan
dismenore
primer. Dalam
sebuah penelitian
yang dilakukan di
Kuwait yang
mirip dengan
kami, Al-Matouq
et al menemukan
bahwa terdapat
hubungan yang
signifikan antara
minum kopi dan
dismenore.

Caffeine Intake D : A descriptive cross-


Kopi ditemukan sebagai
among sectional study penyumbang kafein
Undergraduate S : 886 undergraduatesutama, dengan kontribusi
Students: Sex aged 18–25 years from teh yang lebih tinggi
Differences, the University of the pada wanita dan
Sources, Balearic Islands minuman energi pada
Motivations, and V : undergraduate pria. Asupan kafein juga
Associations with college students; ditemukan terkait dengan
Smoking Status caffeine intake; kualitas tidur subyektif
and Self-Reported motivations; smoking; yang buruk. Alasan
Sleep Quality sleep quality utama untuk asupan
I : A survey designed kafein di antara
using the Google mahasiswa terkait dengan
Forms web tool peningkatan suasana hati
A : Uji Chi-Square dan kewaspadaan,
bersama dengan
menikmati rasanya.
Universitas harus
mempertimbangkan
pelaksanaan kampanye
kesehatan dan program
pendidikan untuk
mendidik siswa tentang
risiko konsumsi kafein
yang tinggi dan kualitas
tidur yang buruk
terhadap kesehatan fisik
dan prestasi akademik.
9. Hubungan Antara D : Cross-Sectional Berdasarkan hasil
Kebiasaan Minum S : Mahasiswi Pre- analisis univariat terdapat
Kopi Dengan Klinik Program Studi 117 responden (79.1%)
Kejadian Kedokteran Fakultas mengalami dismenore
Dismenore Primer Kedokteran UIN Syarif primer. Responden yang
Mahasiswi Pre- Hidayatullah Jakarta mengalami dismenore
Klinik Program V : Menstruasi, primer dengan kebiasaan
Studi Kedokteran Dismenore primer, minum kopi berat sebesar
Fakultas Kebiasaan minum kopi, 15 orang (68,2%),
Kedokteran Uin Kafein kebiasaan minum kopi
Syarif I : Kuisioner dalam sedang sebesar 81 orang
Hidayatullah Google Form (80,2%), dan kebiasaan
Jakarta A : Uji Univariat minum kopi ringan
sebesar 21 orang
(84,0%). Hasil analisis
bivariat menunjukkan
bahwa tidak terdapat
hubungan bermakna
antara kebiasaan minum
kopi dengan kejadian
dismenore primer (Chi
Square, p value =
0,195).
10. Hubungan D : Cross-Sectional Hasil penelitian ini tidak
Konsumsi Kopi S : 69 Orang terdapat hubungan antara
Dengan Kualitas V : Konsumsi kopi, konsumsi kopi dengan
Tidur Pada Kualitas tidur, kualitas tidur pada
Mahasiswa PSQI mahasiswa FK UISU.
Fakultas Walaupun tidak terdapat
Kedokteran I: hubungan yang
Universitas Islam Kuesioner untuk menilai signifikan antara
konsumsi kopi serta
Sumatera Utara konsumsi kopi dengan
kuesioner Pittsburgh
kualitas tidur, sebuah
Sleep Quality Index
(PSQI) untuk menilai penelitian menunujukkan
kualitas tidur bahwa sebaiknya dalam
A : Uji Chi-Square mengkonsumsi kopi
tidak lebih dari 200 mg
perhari agar tidak
mengalami gangguan
tidur dan tidak
mengkonsumsi kopi atau
kafein setidaknya 4 jam
sebelum tidur.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Teori Dorothy Johnson berfokus pada bagaimana klien beradaptasi terhadap


kondisi sakitnya dan bagaimana stres aktual atau potensial dapat mempengaruhi
kemampuan beradaptasi. Tujuan keperawatan dalam teori ini adalah menurunkan stres
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya. Kerangka
dari kebutuhan dasar ini berfokus pada tujuan kategori perilaku. Tujuan individu adalah
untuk mencapai keseimbangan perilaku dan kondisi yang stabil melalui penyelarasan dan
adaptasi terhadap tekanan tertentu. Dengan perubahan pola hidup dalam mengonsumsi
kopi dapat mengurangi dampak dari akibat perilaku yang kurang sehat tersebut.
3.2 Hipotesis Penelitian
 H1.1 : Terdapat hubungan antara Pola Konsumsi Kopi dengan Tingkat Nyeri Haid
(Dismenore) pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Angkatan
2019
 H1.2 : Terdapat hubungan antara Pola Konsumsi Kopi dengan Kualitas Tidur pada
Mahasiswi Fakultas Keperawatan Univesitas Airlangga Angkatan 2019

Anda mungkin juga menyukai