Anda di halaman 1dari 17

STASE KEPERAWATAN JIWA KLINIK

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN HALUSINASI DI RSJ DR. SOEROJO MAGELANG

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

CELIYA WINANGRUM
223203040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIX


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN HALUSINASI DI RSJ DR. SOEROJO MAGELANG

Disusun Oleh :

CELIYA WINANGRUM
223203040

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

(Rizqi Wahyu Hidayati, M.Kep) (Ns. Tri Winarni) (Celiya Winangrum, S.Kep)
HALUSINASI
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang dimana tidak terdapat stimulus (Yosep dkk., 2022). Halusinasi dapat
berupa sederhana maupun kompleks (rumit). Halusinasi sederhana cenderung
singkat dan terpisah-pisah sedangkan halusinasi kompleks terdiri dari
fenomena sensorik yang terperinci (Frei et al., 2020).
B. Tipe Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi 4 tipe yakni :
1. Halusinasi pendengaran (auditory-hearing voice or sounds)
Menurut Frei (2020) halusinasi pendengaran dibagi menjadi halusinasi
sederhana dan kompleks. Halusinasi sederhana seperti suara berisik yang
ditimbulkan oleh suara gemerisik atau suara langkah kaki yang tidak
memiliki arti, sedangkan halusinasi kompleks seperti suara seseorang atau
suara musik. Suara tersebut dapat berasal dari dalam diri individu atau dari
luar dirinya. Suara dapat tunggal atau multiple. Suara dapat dikenali oleh
pasien (familiar) misalnya suara nenek yang sudah meninggal. Isi suara
dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku
pasien sendiri. Pasien merasa yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan,
setan, sahabat, atau musuh (Yosep dkk., 2022; Frei et al., 2020).
2. Halusinasi penglihatan (visual-seeing persons or things)
Halusinasi penglihatan dapat diartikan sebagai pasien melihat sesuatu
yang sebenernya tidak ada. Pasien dapat merasa melihat bayangan
seseorang duduk disofa atau diruang makan, melihat anak kecil atau melihat
seseorang dihalaman rumah (Yosep dkk., 2022; Frei et al., 2020).
3. Halusinasi penciuman (olfactory-smelling odors)
Halusinasi penciuman dapat berupa pasien membaui bau-bauan tertentu
padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa (Yosep dkk., 2022).
4. Halusinasi pengecapan (gustatory-experiencing tastes)
Halusinasi pengecapan dapat diartikan bahwa pasien merasakan
mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun (Yosep dkk., 2022).
C. Tahapan Halusinasi
Stage I : Sleep Disorder Pasien merasa banyak masalah, ingin menghindar
Fase awal seseorang sebelum muncul dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
halusinasi dirinya banyak masalah. Masalah semakin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-
menerus sehingga terbiasa menghayal. Pasien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.

Stage II : Comforting, Moderate Level Pasien mengalami emosi yang berlanjut sperti
of Anxiety adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa,
Halusinasi secara umum pasien terima ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada
sebagai sesuatu yang alami timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia control
bila kecemasannya diatur. Dalam tahap ini ada
kecenderungan pasien merasa nyaman dengan
halusinasinya.

Stage III : Condemning, Severe Level Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang
of Anxiety dan mengalami bias. Pasien mulai merasa tidak
Secara umum halusinasi sering mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
mendatangi pasien menjaga jarak diantara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan. Pasien mulai menarik diri dari orang
lain dengan intensitas waktu yang lama.
Stage IV : Controlling, Severe Level of Pasien mencoba melawan suara-suara atau sensory
Anxiety abnormal yang datang. Pasien dapat merasakan
Fungsi sensori menjadi tidak relevan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dengan kenyataan dimulai fase gangguan psychotic.

Stage V : Conquering, Panic Level of Pengalaman sensorinya terganggu, pasien mulai


Anxiety merasa terancam dengan datangnya halusinasi
Pasien mengalami gangguan dalam terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman
menilai lingkungannya atau perintah. Halusinasi dapat berlangsung selama
minimal 4 jam atau seharian bila pasien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik dan dapat
menimbulkan adanya gangguan psikotik berat.

(Yosep dkk., 2022).


D. Faktor Penyebab Halusinasi
1. Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress (Yosep dkk., 2022).
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase (DMP). Akibat stress
bekepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak
misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine
(Yosep dkk., 2022).
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam memgambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal (Yosep dkk., 2022).
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtuan skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini
(Yosep dkk., 2022).
2. Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respons pasien terhadap halusiansi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock dalam Yosep, dkk (2022) halusinasi berlandaskan hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari 5 dimensi yakni :
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Pasien
tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
melawan impuls yang menekan, namun lama kelamaan halusinasi
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian pasien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
pasien.
4) Dimensi Sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan kenyataman, pasien menganggap hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya
seolah-olah halusinasinya merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi social, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system
kontrol oleh pasien.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadiannya terganggu karena sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
E. Pengkajian pada Pasien Halusinasi
1. Jenis dan isi halusinasi
2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi,
3. Respon halusinasi,
(Keliat, 2019).
F. Diagnosis Keperawatan Utama
1. Harga diri rendah kronis,
2. Isolasi social,
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri,
4. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain.
G. Penatalaksanaan Medis
Penggunaan terapi farmakologi antipsikotik seperti haloperidol,
olanzapine, amisulpride, quetiapine, dan ziprasidone terbukti efektif untuk
pasien dengan halusinasi. Selain itu dapat juga diberikan psikoterapi seperti
cognitive-behavioral therapy (CBT) (Sommer et al, 2022).
DAFTAR PUSTAKA
Frei, K., & Truong, D. D. 2020. Hallucinations and the spectrum of psychosis in
parkinson’s disease.
Keliat, B. A. 2019. Model Praktik Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Sommer, I. E. C., Slotema, C. W., Daskalakis, Z. J., Derks, E. M., Blom, J. D., & Gaag,
M. V. D. 2012. The treatment of hallucinations in schizophrenia spectrum disorders.
Schizophrenia Bulletin, 38 (4).
Yosep, I., & Sutini, T. 2022. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika
Aditama.
H. Fokus Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI


TUJUAN
KEPERAWATAN HASIL PASIEN KELUARGA

Gangguan Setelah dilakukan 1. Pasien mampu SP I SP I


mengidentifikasi 1. Diskusikan
Persepsi Sensori: tindakan keperawatan 1. Identifikasi
jenis halusinasi masalah yang
Halusinasi selama ...x... jam, jenis dirasakan dalam
2. Pasien mampu
diharapkan : halusinasi merawat pasien.
mengidentifikasi 2. Identifikasi isi
2. Jelaskan
 Pasien mampu isi halusinasi halusinasi pengertian, tanda
mengontrol 3. Pasien mampu 3. Identifikasi & gejala, dan
halusinasi mengidentifikasi frekuensi proses terjadinya
 Pasien tidak frekuensi halusinasi halusinasi
mencederai halusinasi 4. Identifikasi (gunakan
waku booklet).
diri, orang lain, 4. Pasien mampu
halusinasi 3. Jelaskan cara
dan mengidentifikasi 5. Identifikasi
merawat
lingkungannya. waktunya terjadi situasi yang halusinasi.
halusinasi memunculkan 4. Latih cara
5. Pasien mampu halusinasi merawat
mengidentifikasi 6. Identifikasi halusinasi:
situasi yang respon pasien hardik.
terhadap 5. Anjurkan
menyebabkan
halusinasi membantu
munculnya 7. Jelaskan cara pasien sesuai
halusinasi mengontrol jadwal dan
6. Pasien mampu halusinasi: memberi pujian.
mengidentifikasi hardik, obat,
renspon terhadap bercakap-
cakap,
halusinasi
melakukan
7. Pasien mampu kegiatan.
menerima 8. Latih cara
penjelasan mengontrol
tentang cara halusinasi
mengontrol dengan
halusinasi : menghardik.
9. Masukan pada
hardik, obat,
jadwal
bercakap-cakap, kegiatan
melakukan untuk latihan
kegiatan. menghardik.

SP II SP II
1. Evaluasi 1. Evaluasi
kegiatan kegiatan
menghardik. keluarga dalam
Beri pujian. merawat/melatih
2. Latih cara pasien
mengontrol menghardik.
halusinasi Beri pujian.
dengan obat 2. Jelaskan 6 benar
(jelaskan 6 cara memberikan
benar: jenis, obat.
guna, dosis, 3. Latih cara
frekuensi, memberikan/
cara, membimbing
kontinuitas minum obat.
minum obat). 4. Anjurkan
3. Masukkan membantu
pada jadwal pasien sesuai
kegiatan jadwal dan
untuk latihan memberi pujian.
menghardik
dan minum
obat.

SP III
SP III
1. Evaluasi
1. Evaluasi kegiatan
kegiatan keluarga dalam
latihan merawat/melatih
menghardik & pasien
obat. Beri menghardik dan
pujian. memberikan
2. Latih cara obat. Beri pujian.
mengontrol 2. Jelaskan cara
halusinasi bercakap-cakap
dengan dan melakukan
bercakap- kegiatan untuk
cakap saat mengontrol
halusinasi.
terjadi 3. Latih dan
halusinasi. sediakan waktu
3. Masukkan bercakap-cakap
pada jadwal dengan pasien
kegiatan terutama saat
untuk latihan halusinasi.
menghardik, 4. Anjurkan
minum obat membantu
dan bercakap- pasien sesuai
cakap. jadwal dan
memberikan
pujian.
SP IV
SP IV
1. Evaluasi
1. Evaluasi
kegiatan
kegiatan
keluarga dalam
latihan
merawat/melatih
menghardik &
pasien
obat &
menghardik,
bercakap-
memberikan
cakap. Beri
obat & bercakap-
pujian.
cakap. Beri
2. Latih cara
pujian.
mengontrol
2. Jelaskan follow
halusinasi
up ke RSJ/PKM,
dengan
tanda kambuh,
melakukan
rujukan.
kegiatan
3. Anjurkan
harian (mulai
membantu
2 kegiatan).
pasien sesuai
3. Masukkan
jadwal dan
pada jadwal
memberikan
kegiatan
pujian.
untuk latihan
menghardik,
minum obat,
bercakap-
cakap dan
kegiatan
harian.
SP V
SP V
1. Evaluasi
1. Evaluasi kegiatan
kegiatan
keluarga dalam
latihan
menghardik, merawat/melatih
obat, pasien
bercakap- menghardik,
cakap dan memberikan
kegiatan obat dan
harian. Beri bercakap-cakap
pujian.
dan melakukan
2. Latih
kegiatan kegiatan harian
harian. dan follow up.
3. Nilai Beri pujian.
kemampuan 2. Nilai
yang telah kemampuan
mandiri. keluarga
4. Nilai apakah
merawat pasien.
halusinasi
terkontrol. 3. Nilai
kemampuan
keluarga
melakukan
kontrol ke PKM
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI
PERTEMUAN PERTAMA
A. Proses Keperawatan
1. Identitas Pasien
Tanggal pengkajian :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Status :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Tanggal masuk :
Penanggung jawab :
2. Kondisi Pasien
a. Data Subjektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu atau monster, Membaui bau-bauan seperti bau
darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan, Mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya, dan mengatakan serangga
dipermukaan kulit.
b. Data Objektif : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menutup telinga, menutup hidung, mengisap-isap seperti sedang membaui
bau-bauan tertentu, dan sering meludah-ludah.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan persepsi sensori:halusinasi.
4. Tujuan
a. Tujuan Umum
Klien mampu mengontrol halusinasi
b. Tujuan Khusus :
1) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
2) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan mengkonsumsi obat.
3) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
4) Klien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
5. Intervensi
SP I
a. Identifikasi jenis halusinasi
b. Identifikasi isi halusinasi
c. Identifikasi frekuensi halusinasi
d. Identifikasi waktu terjadinya halusinasi
e. Identifikasi situasi yang menyebabkan halusinasi
f. Identifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: menghardik, obat, bercakap-cakap,
dan aktivitas latihan
h. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
i. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik.

B. Strategi Pelaksanaan Komunikasi Teraupetik


1. Fase Orientasi
a. Salam teraupetik
“Assalamualaikum, selamat pagi,, Boleh saya kenalan dengan ibu/bapak?
Nama saya Mira Puspita Sari, saya mahasiswi dari Universitas Jenderal
Achmad Yani Yogyakarta. Hari ini saya berjaga dari jam 07.00 sampai
dengan jam 14.00. Kalau boleh saya tahu ibu/bapak namanya siapa ?
senang dipanggil dengan sebutan apa?”Maksud dan tujuan saya kesini
untuk berbincang-bincang dengan ibu/bapak.
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan hari ini atau apa yang dirasakan pagi ibu/bapak?”.
c. Kontrak
1) Topik: “Apakah ibu/bapak tidak keberatan ngobrol dengan saya?
Menurut ibu/bapak sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau
kita ngobrol tentang suara yang selama ini ibu/bapak dengar ?
2) Waktu: “Berapa lama kita akan ngobrol? Ibu/bapak maunya berapa
menit? Bagaimana kalau 15 menit? Bisa?”
3) Tempat: “Dimana kita akan ngobrol? Di halaman? Di kursi panjang
itu atau dimana?.
2. Fase Kerja
“Apakah ibu/bapak mendengar bisikan atau suara-suara?”
“Apa yang diucapkan suara tersebut?”
“Apakah terus-terus mendengar atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering ibu/bapak mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari ibu/bapak mendengarnya?”
“Pada keadaan apa? Apakah pada waktu ibu sendiri?”
“Apa yang ibu/bapak rasakan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah yang ibu/bapak lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara tersebut bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara itu muncul”?
“Ada empat cara untuk mencegah suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan yang ke empat,
minum obat dengan teratur. “
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan cara menghardik.
Caranya sebagai berikut : saat suara-suara itu muncul, langsung ibu/bapak
bilang pergi, saya tidak mau dengar, saya tidak mau melihat kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba ibu/bapak
peragakan! Nah, begitu.. bagus sekali bu/bapak! Coba lagi! Ya, bagus sekali,
ibu/bapak bisa”.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan ibu/bapak setelah peragaan latihan tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba ibu/bapak ulangi lagi apa yang sudah kita pelajari hari ini? Iya bagus
ibu/bapak”
c. Rencana tindak lanjut
” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Terus berlatih
ya bu walaupun saya sedang tidak ada. Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?.
d. Kontrak
1) Topik : Baiklah ibu/bapak bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk
belajar dan melatih cara kedua mengontrol suara-suara tersebut dengan
becakap-cakap dengan orang lain?”
2) Tempat : “ibu/bapak mau dimana tempatnya? Ibu/bapak ingin taman?”
3) Waktu : ”Jam berapa ibu/bapak bisa bertemu dengan saya?. Bagaimana
kalau jam 10 saja? Waktunya kalau 15 menit bagaimana?.”
4) “Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”

Anda mungkin juga menyukai