Anda di halaman 1dari 4

4.

Kain Sasirangan 
Kain terbentuk dari hasil kerajinan tangan masyarakat Banjarmasin dan merupakan kain
yang digunakan untuk pakaian adat ketika upacara adat. 

Awalnya kain ini digunakan bagi orang-orang yang menginginkan adanya kesembuhan
akibat penyakit yang ditimpanya. Seperti sakit perut, sakit kepala, bisul, demam,
penyakit jiwa. 

Kain ini dibuat dengan cara tradisional mulai dari menggambar, mencelup dan
mengeringkan. Motif yang digunakan ialah motif alam. 

Dengan adanya kearifan lokal ini mampu mendorong terbentuknya UMKM dan UKM
untuk memajukan pertumbuhan ekonomi daerahnya.  

5. Soto Banjar
Soto merupakan makanan yang selalu ada dimana pun. Berbeda hal nya dengan soto
banjar, soto ini memiliki kuah bening dan dimakan menggunakan ketupat. 

Ayam yang digunakan ialah ayam kampong bukan ayam potong sehingga kaldu
ayamnya lebih terasa.

Kenapa disebut dengan soto banjar, sebab di provinsi Kalimantan selatan suku terbesar
ialah suku banjar. 

Makanan merupakan kearifan lokal sebab diwariskan secara turun temurun dan setiap
daerah pasti memiliki ciri khas makanan yang berbeda.

(https://www.sosiologi.info/2022/09/5-contoh-kearifan-lokal-kalimantan-selatan.html?m=1)

Soto Banjar berisi aneka bahan-bahan seperti bihun, telur rebus, ayam kampung, serta taburan bawang
goreng yang menjadikan Soto Banjar begitu menggugah selera untuk dinikmati.

Belum lagi tambahan perkedel di dalam soto, menjadikan soto ini menjadi sajian lengkap untuk
dinikmati. Satu yang menjadikan Soto Banjar ini terasa begitu khas yakni pada citarasa kuahnya yang
bening. Aroma rempah-rempah khas kuliner Kalimantan Timur pada kuah soto begitu terasa. Belum lagi
tambahan jeruk nipis yang membuat kuah Soto Banjar terasa begitu segar.
Soto Banjar sangat pas dinikmati dengan lontong. Campuran kuah beningnya dan legitnya lontong serta
taburan bawang goreng menjadi paduan yang pas untuk dinikmati.

Nama Soto Banjar sendiri diambil dari nama suku mayoritas yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan
yakni suku Banjar. Namun ada juga versi lain yang menyebutkan konon Soto Banjar dibawa oleh tentara
Demak ketika memberikan bantuan kepada Kerajaan Banjar.

(https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/nikmatnya-sajian-soto-banjar-khas-kalimantan-selatan/
#:~:text=Nama%20Soto%20Banjar%20sendiri%20diambil,memberikan%20bantuan%20kepada
%20Kerajaan%20Banjar.)

Kuliner soto datang ke Indonesia dibawa oleh orang China. Ada berbagai macam versi penyebutan
nama soto. Ada yang menyebut sebagai jao to, shao du, dan zhu du. Ketiga nama ini mengarah
kepada satu konsep yang sama, yaitu menggunakan jeroan sebagai bahan dasar makanan. "Kuliner
yang berakhiran "do" atau "to" itu memiliki konsep  jeroan," kata Mursalin. Shau du atau jao to
merupakan tipikal masakan kanton. Kanton yaitu masakan dari daerah di China bagian selatan yang
memiliki karakter berkuah kaldu jeroan, menggunakan rempah dan bahan yang berasal dari tepung,
serta ditaburi bawang putih goreng. Mursalin menjelaskan, perkembangan soto di Indonesia
sebagian besar berangkar dari jalur perdagangan laut, java Sea Zone.  Kawasan ini meliputi jalur
Pantai Utara Jawa, Pesisir Selatan Kalimantan, dan Sulawesi. Banjar adalah salah satu daerah yang
juga banyak didatangi oleh para pedagang yang masuk ke Indonesia melalui jalur laut. Hadirnya
orang China di di Tanah Banjar, membuat kuliner ini mulai dikenal oleh masyarakat Banjar. Soto yang
dibawa oleh orang China kemudian ditiru, dicocokan, dan dimodifikasi agar sesuai dengan lidah
orang Indonesia.
Persentuhan budaya China dan budaya lokal ini terjadi dari jalur perkawinan antara orang China
pendatang asli dengan masyarakat lokal. Bisa juga dari orang lokal yang bekerja di rumah orang
China.  Selain orang China, ada juga bangsa asing lain yang datang dan menetap di tanah Banjar.
Mereka adalah orang Belanda, Arab, dan India. Perkumpulan bangsa asing ini kebanyakan menetap
di daerah bernama Tatas. Dari sanalah pertemuan berbagai budaya mulai mempengaruhi aspek-
aspek yang ada di Tanah Banjar, salah satunya kuliner soto. Pertemuan berbagai budaya ini
mendukung terjadinya evolusi bumbu. Kuliner sup khas Belanda yang berasal dari bangsa Belanda
membawa pengaruh berupa kuah kaldu soto yang bening, menggunakan daun seledri, potongan
wortel, kentang, dan tambahan perkedel. Budaya India, membawa pengaruh dari makanan berbumbu
kental seperti kare. Dalam hal ini direpresntasikan soto banjar kuah  kental yang menggunakan susu
ekaforasi. Bangsa Arab membawa pengaruh berupa penambahan rempah, cengkeh, adas, dan kayu
manis.  Kehadiran ragam budaya tersebut kemudian bertemu dengan budaya Banjar yang
menambahkan cita rasa lemak dari kaldu dan susu, serta cita rasa agak manis yang berasal dari
kayu manis. Dari sana tercipta sajian soto banjar yang kerap kita jumpai ketika berkunjung ke daerah
Banjar, Kalimantan Selatan.

(https://www.kompas.com/food/read/2021/12/21/140800775/sejarah-soto-banjar-makanan-yang-
lahir-dari-pertemuan-5-budaya-?page=all)
Kain Sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang diwariskan
secara turun temurun sejak abad XII, saat Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara Dipa.
Cerita yang berkembang di masyarakat Kalimantan Selatan adalah bahwa kain Sasirangan
pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat setelah bertapa 40 hari 40 malam di
atas rakit Balarut Banyu.

Konon menjelang akhir tapanya, rakitnya tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Di tempat
ini, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih. Perempuan itu adalah
Putri Junjung Buih, yang kelak menjadi Raja di daerah ini. Sang Putri hanya akan
menampakkan wujudnya jika permintaannya dikabulkan, yaitu sebuah istana Batung dan
selembar kain yang ditenun dan dicalap (diwarnai) oleh 40 putri dengan motif
wadi/padiwaringin. Kedua permintaan itu harus selesai dalam waktu satu hari. Kain yang
dicalap itu kemudian dikenal sebagai kain sasirangan yang pertama kali dibuat.
Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan
(batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan
makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan,
kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).

Di awal-awal kemunculannya, kain sasirangan mempunyai bentuk dan fungsi yang cukup
sederhana, seperti ikat kepala (laung), sabuk dan tapih bumin (kain sarung) untuk lelaki,
selendang, kerudung, udat (kemben), dan kekamban (kerudung) untuk perempuan.
Seturut perkembangannya, kain ini juga digunakan sebagai pakaian adat yang dipakai oleh
kalangan rakyat biasa ataupun keturunan bangsawan saat mengikuti upacara-upacara
adat. Namun perkembangan zaman juga yang mengubah fungsi kain sasirangan dalam
masyarakat Kalimantan Selatan. Nilai-nilai sakral yang terkandung di dalamnya seolah-olah
ikut memudar tergerus arus globalisasi mode. Globalisasi menjadikan kain ini tidak hanya
mengalami proses desakralisasi sehingga kemudian berubah menjadi pakaian sehari-hari,
tetapi juga  semakin dilupakan.

Padahal bisa dikatakan kalau kain sasirangan merupakan salah satu bentuk perwujudan
dari pengetahuan lokal masyarakat Kalimantan Selatan. Dengan mengenal sejarah kain
sasirangan, kita bisa mengetahui beraneka macam nilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat setempat. Seperti nilai tentang keyakinan, budaya, dan ekonomi.
Seperti kain pada umumnya, kain sasirangan memiliki banyak motif, diantaranya:
sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun
pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga
balimbur (ular naga), daun jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang
bertaburan di langit), kulat karikit (jamur kecil), gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang
(garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), jajumputan (jumputan), kambang
tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri
manangis (putri menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan
sedang diterpa angin), benawati (warna pelangi), bintang bahambur (bintang bertaburan di
langit), turun dayang (garis-garis), dan sisik tanggiling.
Kain sasirangan banyak tersedia di berbagai toko oleh-oleh yang ada di Kalimantan
Selatan. Harganya ditentukan berdasar jenis kain dan motifnya. Semakin rumit motifnya
maka semakin mahal juga harganya. 

(https://syamsudinnoor-airport.co.id/id/promo-rekomendasi/index/pancarkan-pesona-
budaya-kalsel-dalam-balutan-kain-sasirangan#:~:text=Kain%20Sasirangan%20merupakan
%20kain%20adat,Mangkurat%20menjadi%20Patih%20Negara%20Dipa.)

Anda mungkin juga menyukai