Anda di halaman 1dari 24

Makalah Al-Qur’an

“Al-Qur’an Tentang Angin , Hujan , Dan Petir

Dosen pengampu:
Muhammad chairian afhara ,M.Pd.I

Oleh :
Muhammad razzaaq 0705183097
Ervina putri wulandari 0705183092

Jurusan Fisika
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negri Sumatera Utara
2018
Kata Pengantar

Alhamdulillahi rabbil’alamin, kami bersyukur kepada Allah SWT atas segala


limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah tentang “Al-
Qur’an tentang angin petir dan hujan” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
dan semoga kita semua mendapat syafa’atnya pada hari pembalasan kelak. Amin.
Makalah ini kami susun berdasarkan referensi-referensi yang sesuai dengan materi
tentang “Al-Qur’an tentang angin petir dan hujan ” . Semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua dan bisa melengkapi tugas pada pelajaran Al-Qur’an
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan mudah dipahami.

Medan, September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN MAKALAH
BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian sains dan teknologi dan al-qur’an
2.2 keterkaitan ilmu sains dan teknolog dengan al-qur’an
2.3 hubungan antara angin hujan dan petir dengan sain dan teknologi dan al-qur’an
3 BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantara malaikat Jibril untuk
dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat
manusia (KBBI, 2008:44). Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan
puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian
dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara
Malaikat Jibril. Tujuan utama diturunkan Al-Qur’an adalah untuk menjadikan
pedoman manusia dalam menata kehidupan supaya memperoleh kebahagiaan di
dunia dan akherat. Agar tujuan itu dapat direalisasikan oleh manusia, maka Al-
Qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan keterangan dan konsep-
konsep, baik yang bersifat global maupun yang bersifat terinci, yang tersurat
maupun tersirat dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan (Nurdin, 2006:1).
Al-Qur’an mengandung pelajaran dan petunjuk yang baik untuk dijadikan penuntun
hidup .
Al-Quran mengajarkan sebuah kesadaran bahwa pengetahuan merupakan
sebuah karunia dari Allah, Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan manusia
dan alam semesta.Al Qur’an diwahyukan pada suatu masa ketika pengetahuan
ilmiah modern belum diketahui secara meluas oleh bangsa-bangsa di dunia pada
saat itu. Sebagai kitab yang diturunkan paling akhir, Al-Qur’an memberi petunjuk
kepada umat manusia sampai akhir jaman. Sehingga Al-Qur’an senantiasa mampu
menuntun setiap perkembangan peradaban ummat manusia dalam setiap jaman
yang berbeda . Fungsi petunjuk Al-Quran ini juga berlaku bagi konstruksi ilmu
pengetahuan dengan memberi petunjuk tentang prinsip-prinsip sains, yang selalu
dikaitkan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual. Seperti sebagai contoh dalam
al-quran tedapat bagaimana hujan bisa terjadi , petir dan juga angin dalam makalh
ini akan dijelaskan hubungan antara hujan , angin , dan petir dengan dengan al-
quran dan sains .
Hujan merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT bagi semua makhluk di
alam semesta. Tetesan air yang turun dari langit menjadi sumber kehidupan bagi
semua makhluk hidup. Setiap tahun 3–4 miliar liter air dibawa dari lautan menuju
daratan untuk dapat dinikmati dan dimanfaatkan manusia.Allah berfirman dalam al-
Qur’an Surat Az-Zukhruf ayat 11 yang artinya "Dan (Dialah) yang menurunkan
hujan dari langit menurut kadar tertentu, lalu Kami hidupkan dengan hujan itu
negeri yang kering tandus...". Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa hujan yang
turun ke bumi itu berdasarkan kadar/takaran yang tepat. Takaran yang tepat tersebut
mempunyai dua makna, yaitu Jumlah air hujan yang turun sesuai peruntukannya,
dan kecepatan turunnya hujan.

Bumi merupakan satu-satunya planet dalam tata surya yang memiliki paling
banyak air.  Volume air yang ada di sekitar bumi berkisar antar 1360 sampai 1385
juta kilometer kubik. Dari jumlah tersebut 97,2 % merupakan air asin yang terdapat
di laut dan samudra. Sisanya (2,8 %), merupakan air tawar. Siklus air merupakan
rangkaian peristiwa perpindahan air dari laut ke atmosfer, kemudian dari atmosfer
ke tanah, yang akhirnya dari tanah kembali ke laut lagi. Perpindahan air laut
menuju atmosfer terjadi melalui proses evaporasi (penguapan).  Pada siang hari,
panas matahari menyebabkan air yang ada di samudera, laut, sungai, danau, kolam,
sawah, bahkan yang ada dalam tanah, tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan
menguap menjadi partikel – partikel uap air yang sangat kecil. Partikel – partikel
tersebut naik ke lapisan udara yang memiliki temperatur dan tekanan rendah. Di
sana, partikel – p artikel tersebut terperangkap oleh butiran debu dan menjadi awan
kecil ( awan  cumulus ). Dengan bantuan angin, awan – awan cumulus akan
bergabung membentuk awan yang lebih besar.  Gerakan udara vertikal yang terjadi
pada atmosfer, menyebabkan awan besar tersebut tumbuh membesar secara vertikal
pula. Sehingga gumpalan uap air yang bergerak naik menuju atmosfer yang bersuhu
lebih dingin dan dihembus oleh angin menyebabkan uap kehilangan kalor.  Di sana,
butiran – butiran es mulai berubah wujud menjadi butiran es yang semakin lama
semakin berat sehingga awan tidak mampu lagi ditopang oleh hembusan angin
vertikal. Kejadian ini erat kaitannya dengan gaya berat dalam kajian fisika yang
mengakibatkan butir air bergerak ke bawah sebagai air hujan. Hujan yang
berlebihan dapat menjadikan suatu bencana bagi masyarakat. Seperti yang
diberitakan di media-media elektronik maupun media sosial bahwasannya di
Jakarta merupakan tempat yang menjadi langganan banjir. Masalah timbul taat kala
masyarakat merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah, sehingga muncul konflik
dalam penanggulangan banjir. Jika dikaji secara islam, konflik masalah banjir ini
tidak akan muncul. Harus diyakini bahwasannya hujan itu merupakan anugrah yang
diberikan Allah kepada umatnya. Bagi sebagian orang hujan dapat dijadikan ladang
untuk mencari rezeki seperti menjadi ojek payung di tempat-tempat ramai. Oleh
karena itu peristiwa hujan perlu dikaji lebih dalam baik dalam prespektif agama
ataupun sains.

Angin merupakan sekelompok udara yang bergerak dari daerah yang


bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Angin memiliki ragam jenis
dan macam sesuai dengan perbedaan arah, kecepatan, kekuatan dan tujuan. Angin
terjadi karena adanya perbedaan panas (suhu) di dua wilayah. Panas terjadi karena
pengaruh matahari menyinari bumi. Daerah yang sudah terkena sinaran matahari
biasanya berudara panas dan memiliki tekanan udara yang rendah. Sementara
daerah yang lebih dingin atau yang notabene intensitas paparan cahaya matahari
kurang memiliki udara tekanan yang tinggi. Dalam al-Qur’an ada angin yang
bertiup sebagai rahmat bagi para hamba dan pembawa kabar gembira turunnya
hujan demi kelangsungan hidup di muka bumi dan pertumbuhan kebaikan. Namun
ada juga angin yang dikirim untuk menghancurkan dan meluluhlantakkan kaum
yang melampaui batas. Anginlah yang bertiup menerpa dedaunan, menyejukkan
badan, menggerakkan kincir angin, menggerakkan layar kapal, dan berbagai
manfaat lainnya adalah karunia Allah Swt. Yang wajib disyukuri oleh setiap
manusia. Jika saja Allah tidak menciptakan angin, pastilah kehidupan ini tidak
dapat dibayangkan bagaimana jadinya. Karena angin bagi semua kehidupan
makhluk adalah sesuatu yang sangat penting. Angin digunakan untuk berbagai
fungsi. Angin digunakan sebagai penggerak bagi perahu layar. Ia bertiup atas
kehendak Allah yang menetapkan hukum-hukum yang berkaitan dengan pengisaran
dan hembusannya itu. Angin juga dapat membantu proses terjadinya hujan dan
penyerbukan tumbuh-tumbuhan. Ilmu pengetahuan modern menetapkan peran
angin dalam mengawinkan bermacam-macam awan dengan inti-inti kondensasi dan
peristiwa-peristiwa lecutan listrik (electric disharge) antara awan yang bermuatan
listrik positif dan awan yang bermuatan listrik negatif untuk mempersiapkan
turunnya hujan yang deras. Di samping itu, juga menetapkan peran angin dalam
membawa serbuk sari untuk sampai ke kepala putik dalam proses penyerbukan.
Kesesuaian antara al-Quran dan ilmu pengetahuan bagi mufassir ilmiah modern
merupakan suatu bukti kejujuran Nabi Muhammad saw yang menanyakan dan
karenanya merupakan kebenaran dari semua pernyataan al-Qur’an, termasuk yang
berkaitan dengan Tuhan, hari akhir, hari kebangkitan dan seterusnya.

Umat Islam meyakini, petir dimaknai bukan sekadar peristiwa alam semata.
Petir atau guruh diabadikan menjadi salah satu nama surat dalam Alquran, yaitu
surah ke-13, ar-Ra’du. Setidaknya, ada tiga istilah dalam Alquran yang merujuk
pada makna petir, yaitu ar-Ra’du, ash-Showa’iq, dan al -Barq. Para Ahli tafsir
mendefenisikan ar-Ra’du lebih dekat dengan makna suara petir atau geledek.
Sedangkan, ash-Shawa’iq dan al-Barq maknanya lebih dekat untuk istilah kilatan
petir, yaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir. 
Kronologi petir ini sudah dijabarkan dalam Alquran. Firman Allah SWT,

“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian


mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya
dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari
(gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-
Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.” (QS an-Nur [24]: 43).

Dalam surah tersebut Allah SWT menyebutkan kronologi pembentukan petir,


sehingga menjadi kilatan yang hampir menghilangkan penglihatan atau
membutakan mata. Alquran juga memaparkan bagaimana Allah SWT
menggerakkan awan sebagai pemicu terjadinya petir. Kedahsyatan petir juga
dimaknai umat Islam sebagai bentuk tasbih dari para malaikat penjaga langit.
Sebagaimana disebut dalam Alquran,
“Dan guruh bertasbih memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena
takut kepada-Nya.” (QS ar-Ra’d [13]: 13).

Dalam hadisnya, Rasulullah SAW menyebut petir sebagai suara para


malaikat.

“Ar-Ra’du (petir) adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan
bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan
kehendak Allah.” (HR Tirmizi).

Al-Khoro’ithi dalam Makarimil Akhlaq-nya mengutip pendapat Ali bin Abi


Thalib soal ar-ra’du. Menurut Ali, ar-Ra’du adalah malaikat. Sedangkan, al-Barq
(kilatan petir) adalah pengoyak di tangannya sejenis besi. Menurut Ibnu Taimiyyah,
mengatakan ar-Ra’du adalah mashdar (kata kerja yang dibendakan) berasal dari
kata ra’ada, yar’udu, ra’dan yang berarti gemuruh. Namanya gerakan pasti
menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan dengan cara
menggetarkan awan, kemudian dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Ketika menafsirkan surah al-Baqarah (2) ayat 19, As Suyuthi mengatakan


bahwa ar-Ra’du adalah malaikat yang ditugasi mengatur awan. Dalam tafsir
Jalalain juga disebutkan bahwa ar-Ra’du adalah suara malaikat. Sedangkan, al-Barq
(kilatan petir) adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat untuk menggiring
mendung. Secara umum, umat Islam meyakini ar-Ra’du sebagai malaikat yang
ditugasikan untuk mengatur awan atau suara dari malaikat tersebut yang tengah
bertasbih dan mengatur awan. Sedangkan, al-Barq atau ash-Showa’iq adalah kilatan
cahaya dari cambuk malaikat yang digunakan untuk menggiring mendung.
Ibnu Abbas menambahkan, sesungguhnya petir adalah malaikat yang
meneriaki (membentak) untuk mengatur hujan sebagaimana pengembala ternak
membentak hewannya. (Adabul Mufrod/ 722).
jadi, ketika mendengar petir atau guntur, Nabi SAW mengajarkan doa:

“Subhanalladzi sabbahat lahu (Mahasuci Allah yang petir bertasbih


kepada-Nya)”.
Atau:
“Subhanalladzi yusabbihur ro’du bi hamdihi wal mala-ikatu min
khiifatih (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan
memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).”

Dalam Sains kejadian hujan, angin dan petir terjadi Karena adanya siklus
yang dinamakan hidrologi dimana siklus hidrologi tersebut adalah sebuah siklus
dimana hujan dan angin dapat terjadi

1.2 rumusan masalah


1. pengertian sains dan teknologi dan al-qur’an
2. keterkaitan ilmu sains dan teknolog dengan al-qur’an
3. hubungan antara angin hujan dan petir dengan sain dan teknologi dan al-qur’an

1.3 Tujuan penelitian


1. Mengetahui pengertian sains dan teknologi dan al-qur’an
2. Mengetahui bagaimana tejadinya hujan angin dan petir
3. Menngetahui apa hubungan antara hujan angin dan petir dengan al-qur’an dan
SAINTEK

1.4 manfaat penelitian


1. memberikan pengetahuan mengenai bagaimana hujan angin dan petir bisa terjadi
2. memberikan kontribusi untuk memperkaya khazanah dan pengembangan keilmuan
dalam Islam terutama dalam kajian tafsir
Bab II
Pembahasan

2.1. Pengertian Sains, Teknologi dan Al-Qur’an


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam(Setiawan, 2012), sains dapat
didefinisikan (1) ilmu pengetahuan pada umumnya; (2) pengetahuan sistematis tentang
alam dan dunia fisik, termasuk di dalamnya, botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dan
sebagainya; ilmu pengetahuan alam; (3)pengetahuan sistematis yang diperoleh dari
sesuatu observasi, penelitian, dan uji coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau
prinsip sesuatu yang sedang diselidiki, dipelajari, dan sebagainya.

Menurut (Thohir, tt),sains berasal dari bahasa latin yaitu “Scientia”yang memiliki
arti pengetahuan. Jadi definisi sains adalah suatu cara untuk mempelajari sesuatu dalam
berbagai aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui
metode saintifik yang terbakukan.Ruang lingkup sains sangat terbatas hanya berbagai hal
saja yang bisa dipahami oleh indera seperti penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan
dan pengecapan atau sains juga bisa dibilang sebagai pengetahuan yang didapatkan dari
pembelajaran dan pembuktian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan


teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis”.
Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk memanfaatkan alam
bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia (Febriana, tt).

Al-Qur’an merupakan kumpulan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup umat manusia.

2.2. Keterkaitan Sains, Teknologi dan Al-Qur’an


Dalam Islam tidak dikenal pemisahan esensial antara “ilmu agama” dengan ilmu
“ilmu profan”. Berbagai ilmu dan perspektif inteletual yang dikembangkan dalam Islam
memang mempunyai suatu hirarki. Tetapi herarki ini pada akhirnya bermuara pada
pengetahauan tentang “Yang Maha Tunggal” substansi dari segenap ilmu. Inilah alasan
kenapa para ilmuawan Muslim berusaha mengintergrasikan ilmu-ilmu yang
dikembangkan peradaban-peradaban lain ke dalam skema hirarki ilmu pengetahuan
menurut Islam. Dan ini pulalah alasan kenapa para “ulama”, pemikir, filosof dan ilmuwan
Muslim sejak dari al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina sampai al-Ghazali, Nashir al-Din al-
Thusi dan Mulla Shadra sangat peduli dengan klasifikasi ilmu-ilmu (Nasr 1976 dalam
(Abduh, tt).

Berbeda dengan dua klasifikasi yang dikemukakan di atas, yakni ilmu-ilmu agama
dan ilmu-ilmu umum, para pemikir keilmuan dan ilmuwan Muslim di masa-masa awal
membagi ilmu-ilmu pada intinya kepada dua bagian yang diibaratkan dengan dua sisi dari
satu mata koin; jadi pada esesnsinya tidak bisa dipisahkan. Yang pertama, adalah al-
„ulûm al-naqliyyah, yakni ilmu-ilmu yang disampaikan Tuhan melalui wahyu, tetapi
melibatkan penggunaan akal. Yang kedua adalah al-„ulûm al-„aqliyyah, yakni ilmu-ilmu
intelek, yang diperoleh hampir sepenuhnya melalui penggunaan akal dan pengalaman
empiris. Kedua bentuk ilmu ini secara bersama-sama disebut al-„ulûm alhushuli, yaitu
ilmu-ilmu perolehan. Isitilah terakhir ini digunakan untuk membedakan dengan “ilmu-
ilmu” (ma‟rifat) yang diperoleh melalui ilham (kasyf).

Walau terdapat integralisme keilmuan seperti ini, setidaknya pada tingkat


konseptual, tetapi pada tingkat lebih praktis, tak jarang terjadi disharmoni antara
keduanya, atau lebih tegas lagi antara wahyu dan akal, atau antara “ilmu-ilmu agama”
dengan sains. Untuk mengatasi disharmoni ini berbagai pemikir dan ilmuwan Muslim
memunculkan klassifikasi ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.Sebagaimana
dikemukakan Nasr (1987, hal. 60), al-Kindi agaknya adalahpemikir Muslim pertama
yang berusaha memecahkan persoalan ini dalam bukunyaFi Aqasâm al-„ulûm (Jenis-
Jenis Ilmu). Al-Kindi disusul al-Farabi, yang melalui KitâbIhshâ al-„ulûm (Buku Urutan
Ilmu-Ilmu) memainkan pengaruh lebih luas dalam hal ini.

Tokoh-tokoh lain, seperti Ibn Sina, al-Ghazali dan Ibn Rusyd juga membuat
klasifikasiilmu-ilmu yang pada esensinya mengadopsi kerangka Ibn Farabi dengan
sedikitpenyesuaian. Al-Farabi membagi ilmu menjadi cabang besar: ilmu-ilmu bahasa,
ilmulogika, ilmu-ilmu dasar (seperti aritmetika, geometri), ilmu-ilmu alam dan
metafisika,dan ilmu-ilmu tentang masyarakat (seperti hukum dan theologi).

1.3 hubungan antara angin hujan dan petir dengan sain dan teknologi dan
al-qur’an

Angin yaitu udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga
karena adanya perbedaan tekanan udara(tekanan tinggi ke tekanan rendah) di sekitarnya.
Angin merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari
suhu udara yang rendah kesuhu udara yang tinggi.

Angin adalah udara yang bergerak, karena bergerak itulah biasanya angin akan
terasa lebih dingin daripada permukaan udara disekitarnya. Segar berarti kita merasakan
udara yang lebih dingin pada permukaan kulit. Itulah merupakan peran angin. Jika kita
merasakan segarnya angin, maka otak kita merasa fresh dan bisa berfikir jernih, itulah
andil dari oksigen. Oksigen pasti ada di setiap udara yang kita hirup dan rasakan. Karena
tanpa oksigen kita tidak akan bisa bernafas. Rasa segar yang ditimbulkan oleh oksigen
terhadap otak kita tergantung dari konsentrasi oksigen yag masuk ke dalam otak kita.
Contohnya udara pagi atau udara pegunungan akan lebih menyegarkan otak kita dari
pada udara siang hari atau udara di daerah perkotaan. Hal ini terjadi karena otak kita
mendapat supply oksigen yang cukup, sehingga dapat bekerja dengan baik. Jika otak kita
dapat bekerja maksimal, maka otak dapat merespon dan mengirimkan respon yang baik
pula terhadap jaringan tubuh yang lain. Sebab itulah jika oksigen yang kita hirup
mencukupii untuk supply oksigen ke otak kita, tubuh kita akan merasa lebih segar. Dan
sebaliknya, jika supply oksigen kurang, tubuh kita akan cepat lelah, dan kita akan merasa
penat.
Faktor-faktor yang mepengaruhi terjadinya angin. Antara lain: gradient
barometris (Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari 2 isobar yang
jaraknya 111 km. Makin besar gradient barometrisnya angin semakin cepat), letak tempat
(kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih cepat dari lainnya), waktu (di siang hari
angin bergerak lebih cepat daripada di malam hari), dan tinggi tempat (semakin tinggi
tempat, semakin kencang pula angin yang bertiup).

Angin adalah salah satu penyebab dari hujan karena anginlah yang membawa awan
kemudian awan-awan tersebut berkumpul dan terjadilah hujan.
Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan. Tetesan-tetesan air yang jatuh memiliki
diameter bervariasi dari 0,5-0,4 mm.
Dalam beberapa ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan
terbentuknya hujan karenanya, yaitu :
ْ ‫َأ‬7َ‫ ف‬7‫ ًء‬7‫ ا‬7‫ َم‬7‫ ِء‬7‫ ا‬7‫ َم‬7‫س‬
7‫ ا‬7‫ َم‬7‫و‬7َ 7ُ‫ه‬7‫ و‬7‫ ُم‬7‫ ُك‬7‫ ا‬7َ‫ ن‬7‫ ْي‬7َ‫ ق‬7‫س‬ َّ 7‫ل‬7‫ ا‬7‫ن‬7َ 7‫ ِم‬7‫ ا‬7َ‫ ن‬7‫ ْل‬7‫ز‬7َ 7‫َأ ْن‬7َ‫ ف‬7‫ح‬7َ 7ِ‫ق‬7‫ ا‬7‫ َو‬7َ‫ ل‬7‫ح‬7َ 7‫ا‬7َ‫ ي‬7‫ ِّر‬7‫ل‬7‫ ا‬7‫ ا‬7َ‫ ن‬7‫ ْل‬7‫س‬
َ 7‫ر‬7ْ ‫ َأ‬7‫َو‬
7‫ َن‬7‫ ي‬7ِ‫ ن‬7‫ ِز‬7‫ ا‬7‫خ‬7َ 7ِ‫ ب‬7ُ‫ه‬7َ‫ ل‬7‫ ْم‬7ُ‫ ت‬7‫َأ ْن‬
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya”(Al-Hijr:22).

Dalam ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah
angin. Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang
diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan.

Al-A’raaf 7 : 57

‫اًل‬7‫ ا‬777َ‫ ق‬7ِ‫ ث‬7‫ ا‬7ً‫ب‬7‫ ا‬7‫ح‬7َ 77‫س‬ 7َ 7‫ت‬ 7ْ 7َّ‫ ل‬7َ‫ َأ ق‬7‫ ا‬7‫ ِإ َذ‬7‫ى‬7ٰ 7َّ7‫ ت‬7‫ح‬7َ 7ۖ 7‫ ِه‬777ِ‫ ت‬7‫ َم‬7‫ح‬7ْ 7‫ر‬7َ 7‫ي‬
7ْ 7‫ َد‬777َ‫ ي‬7‫ن‬7َ 7‫ ْي‬7َ‫ ب‬7‫ ا‬7‫ ًر‬77‫ش‬7
7ْ 7ُ‫ ب‬7‫ح‬ 7ِ 7‫ر‬7ْ 7ُ‫ ي‬7‫ ي‬7‫ ِذ‬7َّ‫ل‬7‫ ا‬7‫و‬7َ 77ُ7‫ ه‬7‫و‬7َ
7َ 7‫ ا‬777َ‫ ي‬7‫ ِّر‬7‫ل‬7‫ ا‬7‫ ُل‬77‫س‬
ٰ
7‫ج‬ُ 7‫ ِر‬7‫ ْخ‬7ُ‫ ن‬7‫ك‬7َ 7ِ‫ ل‬7‫ َذ‬7 77‫ َك‬7ۚ 7‫ت‬ ِ 7‫ ا‬7‫ َر‬77‫ َم‬7َّ‫ث‬7‫ل‬7‫ ا‬7‫ ِّل‬77‫ ُك‬7‫ن‬7ْ 7‫ ِم‬7‫ ِه‬77ِ‫ ب‬7‫ ا‬77َ‫ ن‬7‫ج‬7ْ 7‫ َر‬7‫خ‬7ْ ‫ َأ‬7َ‫ ف‬7‫ َء‬7‫ ا‬77‫ َم‬7‫ ْل‬7‫ ا‬7‫ ِه‬77ِ‫ ب‬7‫ ا‬77َ‫ ن‬7‫ ْل‬7‫ َز‬7‫ َأ ْن‬7َ‫ ف‬7‫ت‬
ٍ 7ِّ‫ ي‬7‫ َم‬7‫ ٍد‬77َ‫ ل‬7َ‫ ب‬7ِ‫ ل‬7ُ‫ه‬7‫ ا‬7َ‫ ن‬7‫ ْق‬7 7‫س‬
ُ
َّ َ ُ َّ َ
7‫ َن‬7‫ و‬7‫ ُر‬7‫ ك‬7‫ ذ‬7َ‫ ت‬7‫ ْم‬7‫ ك‬7‫ ل‬7‫ َع‬7‫ ل‬7‫ى‬7ٰ 7َ‫ ت‬7‫و‬7ْ 7‫ َم‬7‫ل‬7‫ا‬ ْ

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah
itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti
Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran”.

Menurut Ilmu Geografi, proses terbentuknya hujan melalui 3 tahap. Pertama, bahan baku
hujan naik ke udara (evaporasi), lalu awan terbentuk (kondensasi), akhirnya curahan
hujan terlihat (presipitasi).

Awalnya air hujan berasal dari air dari bumi.seperti air laut, air sungai, air danau,
air waduk, air rumpon, air sawah, air comberan, air susu, air jamban, air kolam, air ludah,
dan lain sebagainya. Selain air yang berbentuk fisik, air yang menguap ke udara juga bisa
berasal dari tubuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang
mengandung air. Air-air tersebut umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi
akibat adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap / menjadi uap melayang ke
udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap-uap air yang
lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan atau kondensasi
sehingga membentuk awan.
Dengan bantuan angin awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari baik vertikal,
horizontal dan diagonal. Akibat angin atau udara yang bergerak pula awan-awan saling
bertemu dan membesar menuju langit / atmosfir bumi yang suhunya rendah atau dingin
dan akhirnya membentuk butiran es dan air. Karena berat dan tidak mampu ditopang
angin akhirnya butiran-butiran air atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi (proses
presipitasi). Karena semakin rendah suhu udara semakin tinggi maka es atau salju yang
terbentuk mencair menjadi air, namun jika suhunya sangat rendah maka akan turun tetap
sebagai salju. Hujan tidak hanya turun berbentuk air dan es saja, namun juga bisa
berbentuk embun dan kabut. Hujan yang jatuh ke permukaan bumi jika bertemu dengan
udara yang kering, sebagian ujan dapat menguap kembali ke udara. Bentuk air hujan
kecil adalah hampir bulat, sedangkan yang besar lebih ceper seperti burger, dan yang
lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan besar memiliki kecepatan jatuhnya air
yang tinggi sehingga terkadang terasa sakit jika mengenai anggota badan kita.

Dalam Al-quran Surat az-Zumar ayat 21, Allah berfirman :

ِ ‫سلَ َكهُ يَنَابِي َع فِي اَأْل ْر‬


‫ض ثُ َّم يُ ْخ ِر ُج بِ ِه ز َْرعًا ُم ْختَلِفًا‬ َ َ‫س َما ِء َما ًء ف‬ َّ ‫َألَ ْم تَ َر َأنَّ هَّللا َ َأ ْن َز َل ِمنَ ال‬
ٰ
ِ ‫صفَ ًّرا ثُ َّم يَ ْج َعلُهُ ُحطَا ًما ۚ ِإنَّ ِفي َذلِكَ لَ ِذ ْك َر ٰى ُأِلولِي اَأْل ْلبَا‬
‫ب‬ ْ ‫يج فَت ََراه ُم‬ُ ‫َأ ْل َوانُهُ ثُ َّم يَ ِه‬

“ Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari
langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya
dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering
lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-
derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. “

Allah SWT menurunkan hujan sebagai rahmat ke bumi bagi makhluk-Nya. Hujan
tersebut diturunkan sesuai kadar tertentu yang diperlukan. Sesuai dengan Firman Allah
sebagai berikut :

َ ‫س َما ِء َما ًء بِقَ َد ٍر فََأ ْنش َْرنَا بِ ِه بَ ْل َدةً َم ْيتًا ۚ َك ٰ َذلِكَ تُ ْخ َر ُج‬
‫ون‬ َّ ‫َوالَّ ِذي نَ َّز َل ِم َن ال‬
“ Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami
hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari
dalam kubur). “ (Az Zukhruf:11). 
Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa hujan diturunkan dari langit
sesuai dengan kebutuhan manusia, tidak kurang sehingga menyebabkan tanah tandus dan
tidak berlebihan sehingga menyebabkan kemudharatan seperti yang diturunkan kepada
umat Nabi Nuh AS.
Secara ontologi, hujan merupakan air  yang di turunkan  dari langit  sebagai 
anugerah  dari  Allah SWT untuk makhluk-Nya. Sebab dari hujan tersebut Allah
menjadikan tanah subur, serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan di atasnya.
Namun hujan yang berlebihan pada suatu lokasi dapat menimbulkan bencana alam,
misalnya banjir, longsor, dan sebagainya.
Seperti yang telah diketahui, bahwa atmosfer memiliki beberapa lapisan. Pada setiap
lapisan memiliki masing-masing fungsi tersendiri. Salah satunya adalah lapisan troposfer
yang berada pada ketinggian 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi dan merupakan
tempat berkumpulnya uap air.
Hujan yang turun ke bumi, tidak hanya dalam bentuk air atau es saja. Namun bisa
juga dalam bentuk embun dan kabut. Hujan yang ketika jatuh ke permukaan bumi
bertemu dengan udara yang kering, maka sebagian hujan dapat menguap kembali ke
udara. Bentuk serta ukuran hujan bermacam – macam. Bentuk air hujan yang kecil
adalah hampir bulat. Sedangakan yang lebih besar berbentuk lebih ceper seperti burger.
Dan yang lebih besar lagi berbentuk payung terjun. Hujan yang besar memiliki kecepatan
yang lebih tinggi, sehingga akan terasa sakit jika mengenai anggota badan. 
Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam
waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap
pembentukan hujan. Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan
baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat. Tahap-
tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang
memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan. Dalam Al-Qur’an surat
Ar-Rum ayat 48 telah dijelaskan mengenai proses tejadinya hujan sebagai berikut:
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila
hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka
menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)

Gambar 1. butiran-butiran air yang lepas ke udara adalah tahap pertama dalam proses
pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk
akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai
hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.

Berikut ini penjelasan ayat diatas:

1.  "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."


Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan
pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air
tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut
oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut
aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang
naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut
"perangkap air".

2. “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit


menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam
atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil
(dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara
dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
3. "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu
itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat
daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana
fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan
penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan
fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu
pengetahuan.
Dalam ayat lain, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan pula
pada surat An-Nur ayat 43: 

"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran)
es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka
ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-
hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)

Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang


mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan
hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula.
Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
1.       Pergerakan awan oleh angin:
Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
2. Pembentukan awan yang lebih besar:
Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling
bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
3. Pembentukan awan yang bertumpang tindih:
Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang
lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat.
Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian
tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar
secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih.
Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan
tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana
butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar.
Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu
ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh
ke bawah sebagai hujan air, hujan es dan sebagainnya.

                                   Gambar 2. Awan cumulonimbus. Setelah ditumpuk ke atas, 


                                air hujan turun darinya.(Weather and Climate, Bodin, hal. 123.)

Dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang mengundang perhatian kita pada fungsi
istimewa hujan, yakni “air hujan dapat dikonsumsi dan ada khasiatnya”seperti dalam Al-
Qur’an surah al-Furqaan ayat 48-50 yaitu:
(48)“Dialah yang meniupkan  angin (sebagai) pembawa  kabardekat  sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan), dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih”.
(49) “Agar Kami menghidupakndari air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar kami
member minum dengan air itu sebagianbesar dari makhluk Kami, binatang-
binatang ternak danm anusia yang banyak”
.(50) “Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia
supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu
tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)”

Selain menghidupkan tanah yang mati, hujan juga dapat menyuburkantanah. Air yang


bermuatan “penyubur ini” terangkat ke langit oleh angin dan setelah beberapa saat
kemudian jatuh ke tanah di dalam air hujan. Benih dan tanaman di bumi mendapati
banyak garam metalik dan unsur-unsur yang esensial bagi pertumbuhan mereka di sini di
air hujan ini.
 Disiplin ilmu yang memberikan informasi pada disiplin ilmu yang lain disebut model
integrasi-interkoneksi informatif. Al-Quran telah memberikan berbagai informasi
mengenai segala hal yang ada di dunia ini termasuk peristiwa yang terjadi di dalamnya.
Salah satu peristiwa alam yang telah dijelaskan yaitu fenomena hujan. Hujan merupakan
rahmat yang diberikan oleh Allah SWT yang sangat bermanfaat bagi makhluk hidup.
Hujan–yang memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia
disebutkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an mengenai informasi penting tentang
hujan, kadar dan pengaruh-pengaruhnya. Secara umum, jumlah hujan yang turun ke bumi
selalu sama. Diperkirakan sebanyak 16 ton air di bumi menguap setiap detiknya. Jumlah
ini sama dengan jumlah air yang turun ke bumi setiap detiknya. Hal ini menunjukkan
bahwa hujan secara terus-menerus bersirkulasi dalam sebuah siklus seimbang menurut
“ukuran” tertentu.
          Integrasi-interkoneksi fenomena hujan dalam perspektif Islam dan fisika memiliki
tiga ranah yaitu ranah ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ranah ontologi dalam
perspektif Islam ini maksudnya air yang diturunkan dari langit yang menjadi sumber-
sumber air di bumi. Sedangkan dalam perspektif fisika, hujan merupakan zat diartikan
sebagai sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa. Menurut wujudnya, zat
digolongkan menjadi tiga, yaitu zat padat, cair dan gas. Zat dapat berubah wujud dari
satu fase ke fase lainnya. Perubahan termodinamika fase tersebut terjadi karena adanya
peristiwa pelepasan atau penyerapan energi. Perubahan wujud tersebut akan terjadi ketika
zat mencapai suatu titik tertentu yang biasanya dikuantitaskan pada suhu tertentu.
Misalnya untuk berubah fase menjadi padat, air akan melepas kalor dan mengalami
proses pembekuan pada suhu 0˚C. Sedangkan untuk berubah fase menjadi gas, air
menerima kalor sehingga mengalami proses penguapan.
          Ranah epistimologi dalam perspektif Islam lebih pada pembentukan hujan yang
berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan
terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat. Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas
dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat
mengenai pembentukan hujan. Dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 48 yang telah
dijelaskan mengenai proses tejadinya hujan. Sedangkan dalam perspektif fisika, ranah
epistimolgi merupakan siklus air hujan yang merupakan rangkaian peristiwa perpindahan
air dari laut ke atmosfer, kemudian dari atmosfer ke tanah, yang akhirnya dari tanah
kembali ke laut lagi. Perpindahan air laut menuju atmosfer terjadi melalui proses
evaporasi (penguapan).  Pada siang hari, panas matahari menyebabkan air yang ada di
samudera, laut, sungai, danau, kolam, sawah, bahkan yang ada dalam tanah, tubuh
manusia, hewan, dan tumbuhan menguap menjadi partikel – partikel uap air yang sangat
kecil. Partikel – partikel tersebut naik ke lapisan udara yang memiliki temperatur dan
tekanan rendah. Di sana, partikel – p artikel tersebut terperangkap oleh butiran debu dan
menjadi awan kecil ( awan  cumulus ). Dengan bantuan angi, awan – awan cumulus akan
bergabung membentuk awan yang lebih besar.
Ranah aksiologi dalam perspektif Islam fungsi istimewa hujan, yakni “air hujan dapat
dikonsumsi dan ada khasiatnya”seperti dalam Al-Qur’an surah al-Furqaan ayat 48-50
yang kandungan ayatnya adalah hujan dapatmenghidupakan negeri (tanah) yang mati,
dan untuk dimanfaatkan bagi makhlukNya. Selain menghidupkan tanah yang mati, hujan
juga  dapat menyuburkan tanah.

Al-Qur'an juga menjelaskan mengenai proses pembentukan hujan es dan


petir/kilat, hal-hal yang sama sekali tidak diketahui dan bahkan tidak disadari oleh
orang-orang 15 abad yang lalu. Dijelaskan di dalam Quran mengenai proses
terbentuknya hujan dan petir sebagai berikut :
 Awan-awan yang mengandung uap-uap air akan saling berkumpul sehingga bertindih-
tindih, dan inilah yang menjadi awan hujan apabila telah " dikawinkan", sebagaimana
yang telah di jelaskan di atas.
 Apabila awan tersebut terus bertindih-tindih maka awan-awan tersebut akan membentuk
seperti sebuah gunung. Awan hujan mampu bertumpuk hingga mencapai 9000 s/d 12000
mdpl. Dengan ketebalan seperti ini, tidak memungkinkan cahaya matahari untuk
menembusnya sehingga gumpalan awan tersebut akan terlihat gelap.  
 Awan yang menggunung ini di bagian atasnya akan mengandung butiran-butiran es
karena bersuhu di bawah titik beku, yang apabila butiran-butiran es ( hailstone) tersebut
jatuh ke bagian yang lebih rendah dan bertabrakan dengangraupel( campuran es-air
lunak) maka akan terjadi pemisahan muatan.
 butiran-butiran es ( hailstone) akan menjadi bermuatan positif (+), dan graupel akan
menjadi bermuatan negarif (-). Karena groupel lebih ringan, sehingga akan terdorong ke
atas oleh aliran udara dan butiran-butiran es akan jatuh ke bagian bawah awan, sehingga
bagian bawah dari awan menjadi bermuatan negatif (-) dan bagian atasnya bermuatan
positif (+).
 Hasil dari pemindahan muatan ini menyebabkan awan akan memiliki beda potensial yang
cukup untuk menimbulkan lompatan listrik yang dikenal sebagai petir. Hal ini
menyebabkan petir hanya terjadi di awan yang berat atau awan yang mengandung
butiran-butiran es.

Fakta bahwa hanya awan yang menggunung yang mengandung butiran-butiran es


(hailstone) yang mampu menghasilkan petir, yang mana baru diketahui awal abad 18,
telah disebutkan 15 abad yang lalu di dalam Al-Qur'an. Semua proses ini di ceritakan
dengan bahasa yang sangat indah, yang tidak menimbulkan kebingungan bagi
masyarakat 15 abad yang lalu, dan mampu dibuktikan kebenarannya oleh ilmu
pengetahuan saat ini, di dalam An-Nuur [24] ayat 43 sebagai berikut :

7‫ ى‬7‫ َر‬77َ7‫ت‬7َ‫ ف‬7‫ ا‬777‫ ًم‬7‫ ا‬7‫ َك‬7‫ ُر‬7ُ‫ه‬777ُ‫ ل‬7‫ َع‬7‫ج‬7ْ 7َ‫ ي‬7‫ َّم‬7ُ‫ ث‬7ُ‫ ه‬777َ‫ ن‬7‫ ْي‬7َ‫ ب‬7‫ف‬
7ُ 7ِّ‫َؤ ل‬77ُ‫ ي‬7‫ َّم‬7ُ‫ ث‬7‫ ا‬7ً‫ب‬7‫ ا‬7‫ح‬7َ 77‫س‬7َ 7‫ ي‬7‫ج‬7ِ 7‫ز‬7ْ 777ُ‫ ي‬7َ ‫ هَّللا‬7‫ َأ َّن‬7‫ َر‬77َ7‫ ت‬7‫ ْم‬7َ‫َأ ل‬
7‫ ٍد‬7‫ َر‬7777َ‫ ب‬7‫ن‬7ْ 7‫ ِم‬7‫ ا‬7777‫ َه‬7‫ ي‬7ِ‫ ف‬7‫ ٍل‬7‫ ا‬7777َ‫ ب‬7‫ ِج‬7‫ن‬7ْ 7‫ ِم‬7‫ ِء‬7‫ ا‬7‫ َم‬777‫س‬7 7َّ ‫ل‬7‫ ا‬7‫ن‬7َ 7‫ ِم‬7‫ ُل‬7‫ ِّز‬7777َ‫ن‬7ُ‫ ي‬7‫و‬7َ 7‫ ِه‬7777ِ‫ اَل ل‬7‫ ِخ‬7‫ن‬7ْ 7‫ ِم‬7‫ج‬ 7ُ 7‫ ُر‬7777‫ ْخ‬7َ‫ ي‬7‫ق‬َ 7‫ ْد‬7‫ َو‬7777‫ ْل‬7‫ا‬
7‫ب‬ ُ 7‫ َه‬7‫ ْذ‬777َ‫ ي‬7‫ ِه‬777ِ‫ ق‬7‫ر‬7ْ 7َ‫ ب‬7‫ ا‬7َ‫ ن‬77‫س‬ 7َ 7َ‫ ي‬7‫ن‬7ْ 7‫ َم‬7‫ن‬7ْ 7‫ َع‬7ُ‫ه‬7ُ‫ ف‬7‫ ِر‬77‫ص‬7
7َ 7‫ ُد‬7‫ ا‬777‫ َك‬7َ‫ ي‬7ۖ 7‫ ُء‬7‫ ا‬77‫ش‬7 7ْ 7َ‫ ي‬7‫و‬7َ 7‫ ُء‬7‫ ا‬77‫ش‬7
7َ 7َ‫ ي‬7‫ن‬7ْ 7‫ َم‬7‫ ِه‬777ِ‫ ب‬7‫ب‬ 7ُ 7‫ ي‬77‫ص‬77ِ 7ُ‫ ي‬7َ‫ف‬
7ِ‫ر‬7‫ ا‬7‫ص‬ 7َ 7‫َأْل ْب‬7‫ ا‬7ِ‫ب‬

43. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-
gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-
Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu
hampir-hampir menghilangkan penglihatan.

Kemudian di surah Ar-Rad (13) ayat 12, Allah menjelaskan bahkan awan pun
memiliki massa atau berat, meskipun dari permukaan bumi, awan terlihat seperti
gumpalan-gumpalan kapas yang halus. Faktanya, gumpalan awan seperti awan
komulonimbus dapat mengandung air sampai dengan 300000 ton. Itulah sebabnya di
surah An-Nuur ayat 43 Allah menggunakan istilah "gunung" yang mengacu kepada
awan, karena selain karena tingginya yang berkilo-kilometer, juga memiliki massa yang
berat.

Ar-Rad [13] ayat 12


[Dia-lah Rabb yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan
harapan, dan Dia mengadakan awan mendung/Berat. (QS. 13:12)]
Dan dengan "angin yang mengawinkan” itulah sehingga air yang dikandung oleh awan
turun sedikit demi sedikit sebagai hujan, tidak sekaligus tumpah seluruhnya ke Bumi.
 
Bayangkan jika 300000 ton Air (H2O) langsung jatuh bersamaan dari langit ke
permukaan Bumi, maka bisa jadi akan menghancurkan semua yang ada di permukaan
bumi.
Bab
kesimpulan

Sains adalah suatu cara untuk mempelajari sesuatu dalam berbagai aspek-aspek
tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui metode saintifik yang
terbakukan. Ruang lingkup sains sangat terbatas hanya berbagai hal saja yang bisa
dipahami oleh indera seperti penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan dan pengecapan
atau sains juga bisa dibilang sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran dan
pembuktian. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Al-Qur’an merupakan
kumpulan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril sebagai pedoman hidup umat manusia.

Sains dan teknologi merupakan salah satu bagian dari isi kandungan Al-Qur’an
yang penting bagi kehidupan umat manusia. Maka dari itu, bahwasannya Ilmu Allah
begitu luas sehingga ibarat ditulis diatas air laut maka air itu akan habis terlebih dahulu
sebelum ilmu Allah tertulis diatasnya. Al-Qur’an telah mencakup semua yang ada di alam
semesta dan Allah telah menuliskan dalam firmanNya seluk beluk yang akan terjadi dan
ilmu-ilmu termasuk sains dan teknologi.
Daftar pustaka

http://eprints.walisongo.ac.id/6990/2/BAB%20I.pdf

http://al-quran-serta-bahasa-kaumnya.blogspot.com/2015/08/terjadinya-hujan-dan-petir.html

http://yulilives.blogspot.com/2012/04/udara-angin-dalam-al-quran.html

https://azizmuzhoffar.wordpress.com/2016/01/29/proses-hujan-menurut-al-quran/

https://tafsirq.com/24-an-nur?page=5

http://1dayroom.blogspot.com/2010/11/ayat-alquran-mengenai-petir-hujan-untuk.html

https://www.scribd.com/document_downloads/direct/312952052?extension=docx&

Anda mungkin juga menyukai