Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN


PASCA OPERASI

LITERATUR REVIEW

LILIAN OKTAVIN INDYASARI


P17220181004

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2020
KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN


PASCA OPERASI

LITERATUR REVIEW

LILIAN OKTAVIN INDYASARI


P17220181004

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2020
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN
PASCA OPERASI

LITERATUR REVIEW

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Program
Pendidikan D-III Keperawatan di Program Studi D-III Keperawatan Lawang Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang

LILIAN OKTAVIN INDYASARI


P17220181004

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2020
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN
PASCA OPERASI

LITERATUR REVIEW

Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep)


dalam Program Studi D-III Keperawatan Lawang
Poltekkes Kemenkes Malang

LILIAN OKTAVIN INDYASARI


P17220181004

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Lilian Oktavin Indyasari


NIM : P17220181004
Tanda Tangan :

Tanggal :
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Literatur Review oleh Lilian Oktavin Indyasari NIM. P17220181004 dengan
judul “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Pasca Operasi
ini telah disetujui pada tanggal 2020

Oleh:
Pembimbing Utama

Sumirah Budi Pertami S.Kp, M.Kep


NIP. 197610242001122001

Ketua Penguji

Kasiati,S.Kep.Ns,M Kep
NIP. 196611151986032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III
Keperawatan Lawang

Budiono, S.Kp, M.Kes


NIP. 196907122001121001
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah literatur review ini diajukan oleh


Nama : Lilian Oktavin Indyasari
NIM : P17220181004
Program Studi : D-III Keperawatan
Judul : Pengaruh Pemberian Terapi Musik Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Pasca
Operasi

Karya Tulis Ilmiah literatur review ini telah diuji dan dinilai:
Oleh panitia penguji pada
Program Studi D-III Keperawatan Lawang
Poltekkes Kemenkes Malang
Pada tanggal…………………….

Oleh:
Pembimbing Utama

Sumirah Budi Pertami S.Kp, M.Kep


NIP. 197610242001122001

Ketua Penguji

Kasiati,S.Kep.Ns,M Kep
NIP. 196611151986032001

Mengetahui,
Ketua Program Studi D-III
Keperawatan Lawang

Budiono, S.Kp, M.Kes


NIP. 196907122001121001
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas kasih-Nya lah penulis

dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik. Proposal ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memenuhi Mata Ajar Karya Tulis Ilmiah dan sebagai salah satu persyaratan dalam

menempuh Ujian Akhir di Program Studi D-III Keperawatan Lawang Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.

Atas terselesainya proposal ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Budi Susatia, S.Kp., M.Kes., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.

2. Imam Subekti, S.Kep, M.Kep, Sp.Kom selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Malang.

3. Bapak Budiono, S.Kep, M.Kes., selaku Ketua Program Studi D-III Keperawatan dan

Sarjana Terapan Keperawatan Lawang.

4. Sumirah Budi Pertami S.Kp, M.Kep., selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dalam menyusun skripsi

ini dan telah memberikan bimbingan dengan sabar, tekun, bijaksana, dan sangat cermat

memberikan masukan serta motivasi kepada penulis.

5. Kasiati,S.Kep.Ns,M.Kep selaku Ketua Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk

saya dan memberikan kritik dan saran maupun penjelasannya kepada saya.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Kampus II Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

Program Studi D-III Keperawatan Lawang yang telah membantu peneliti dalam

menyelesaikan penelitian.
7. Ayah, Ibu, Adek, Fira , Dini , Beliana , Karin , Nina , Ella , Ajeng , Cila , Zen , Indri ,

Mila dan Keluarga saya yang selalu mendoakan dan memberikan semangat dan

dukungan kepada penulis secara terus menerus. Tidak lelah mengingatkan untuk

semangat belajar dan segera menyelesaikan tugas akhir. Mendengarkan setiap keluhan

dan tangisan penulis. Membangun semangat serta menjadikan acuan bagi penulis untuk

dapat menyelesaikan tugas akhir tepat waktu.

8. Krisna Yosabat yang tidak pernah lelah mengarahkan, memberi masukan dan

memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir.

9. Rekan-rekan seperjuangan D-III Keperawatan Lawang Angkatan 2018 dan semua pihak

yang telah memberikan dukungan selama penyusunan proposal ini

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis

berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis. Semoga

amal ibadah dan budi baik bapak ibu, orang tua serta rekan-rekan mendapat rahmat yang

berlimpah dari Allah SWT. Penulis berharap karya tulis ilmuah ini dapat menambah

pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

Lawang,28 September 2020

Penulis
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN
PASCA OPERASI

Lilian Oktavin Indyasari

Sumirah Budi Pertami S.Kp, M.Kep

Abstrak
Latar Belakang:
Metode : Studi ini menggunakan keywords (((Therapy music[MesH Terms])) AND (Pain[MeSH
Ter - PubMed Mengambil dari PubMed 1 jurnal dengan judul “Music as an aid for postoperative
recovery in adults:a systematic review and meta-analysis”.

Hasil :
Kesimpulan :

Kata Kunci : Terapi Musik , Nyeri


PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT NYERI PASIEN
PASCA OPERASI

Lilian Oktavin Indyasari

Sumirah Budi Pertami S.Kp, M.Kep

Abstract
Introduction :
Methods :
Result :
Conclution :

Keywords:
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN....................................................................................................i

SAMPUL DALAM..................................................................................................ii

HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii

LEMBAR PERSETUJUAN v

LEMBAR PENGESAHAN vi

KATA PENGANTAR vii

ABSTRAK x

ABSTRACT xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Pembahasan

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1Secara Praktis
1.4.2 Secara Teoritis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pasca Operasi

2.1.1 Pengertian Pasca Operasi


2.1.2 Jenis - jenis Operasi
2.1.3 Intervensi Pasca Operasi
2.2 Konsep Nyeri
2.2.1 Pengertian Nyeri
2.2.2 Faktor Pengaruh Nyeri Pasca Operasi
2.2.3 Klasifikasi Nyeri
2.3 Konsep Terapi Musik
2.3.1 Pengertian Terapi Musik
2.3.2 Sejarah Terapi Musik
2.3.3 Manfaat Terapi Musik
2.3.4 Mekanisme Kerja Terapi Musik
2.4 Hasil Penelitian
BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik

Tabel 2.2 Hasil Penelitian

Tabel 3.1 Kata Kunci

Tabel 3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Tabel 3.4 Prisma Flow


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara

invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani.

Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah

bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri

dengan penutupan dan penjahitan luka. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan

insisi yang merupakan trauma bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan

gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Bangun & Nur’aeni,

2013)

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Luka & Operasi, 2006). Operasi atau

pembedahan merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif

dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan dilakukan tindakan

pembedahan dengan membuat sayatan (Merdekawati, 2016)

Selain itu terapi musik juga merupakan salah satu tindakan mandiri perawat

dalam manajemen nyeri, berbagai penelitian menunjukkan bahwa jenis musik yang

efektif dalam manajemen nyeri adalah musik klasik. Hal ini dikarenkan musik klasik

memiliki tempo yang berkisar antara 60-80 beats per menit selaras dengan detak jantung

manusia. Penelitian menunjukkan bahwa musik bermanfaat untuk membuat seseorang

menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan
sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan

menurunkan tingkat stress. stress (Merdekawati, 2016)

B. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh pemberian terapi musik untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien

pasca operasi

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Menjelaskan pengaruh pemberian musik terhadap tingkat nyeri pasien pasca operasi.

2. Tujuan Khusus

Menjelaskan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi sebelum dan sesudah diberikan

terapi musik

D. MANFAAT

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan tentang apakah pemberian terapi musik dapat menurunkan

tingkat nyeri pasien pasca operasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Petugas Kesehatan


Digunakan sebagai acuan untuk memberikan asuhan keperawatan secara

alternatif atau keperawatan komplementer

b. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan informasi pada masyarkat tentang menurunkan

tingkat nyeri pasca operasi dengan pemberian terapi musik.

c. Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan teori dan menjadi pengalaman berharga untuk

meneliti dan dapat menerapkan pengetahuan ilmiah yang diperoleh untuk

penelitian yang akan datang mengenai gambaran pengaruh pemberian musik

terhadap tingka nyeri pasien pasca operasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pasca Operasi

2.1.1 Definisi Pasca Operasi

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Ii et

al., 2008) Pasca Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang

dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai

evaluasi selanjutnya (Ii et al., 2008).

Pembedahan dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien karena

tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma pada jaringan yang

dapat menimbulkan nyeri. Nyeri bersifat subjektif, tidak ada dua individu yang

mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama

menghasilkan respon atau perasaan yang identik pada individu. Nyeri

merupakan sumber frustasi, baik pasien maupun tenaga kesehatan (Villela,

2013)

Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar

bedah ke unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus

intervensi keperawataan pada tahap pascaoperatif adalah memulihkan fungsi

pasien seoptimal dan secepat mungkin .Tahap post operatif merupakan tahap

lanjutan dari perawatan preoperatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien

diterima di ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada

tatanan klinik atau di rumah (Villela, 2013)


Pembedahan merupakan pengalaman unik perubahan terencana pada

tubuh dan terdiri dari tiga fase yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pasca

operatif. Fase pasca operatif dimulai saat klien masuk ke ruang pasca anastesi

dan berakhir ketika luka telah benar-benar sembuh. Selama fase pasca operatif,

tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain mengkaji respons klien

(fisiologik dan psikologik) terhadap tindakan pembedahan, melakukan

intervensi untuk memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah komplikasi,

memberi penyuluhan dan memberikan dukungan kepada klien dan orang

terdekat, dan merencanakan perawatan di rumah. Tujuannya adalah membantu

klien mencapai status kesehatan yang paling optimal. Peran perawat selama

fase pasca operatif sangat penting terutama untuk pemulihan klien. Anastesi

menghambat kemampuan klien untuk berespons terhadap stimulus lingkungan

dan untuk membantu mereka sendiri, meskipun derajat kesadaran klien

mungkin akan sangat beraneka ragam. Selain itu, pembedahan dapat

menyebabkan trauma pada tubuh dengan mengganggu mekanisme protektif

dan homeostatis (Ikawati, 2019)

2.1.2 Jenis – Jenis Operasi

a. Menurut fungsinya (tujuannya), membagi menjadi:

1. Diagnostic : biopsy, laparotomy eksplorasi.

2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktomi.

3. Reparative : memperbaiki luka multiple.

4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.

5. Paliatif : menghilangkan nyeri.


6. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ

atau struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

(Ii et al., 2008)

b. Menurut luas atau tingkat resiko

1. Mayor

Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai

tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.

2. Minor

Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko

komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor. (Ii et al.,

2008)

2.1.3 Intervensi Pasca Operasi

Tindakan pasca operatif dilakukan dalam dua tahap, yaitu periode

pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif. Untuk

klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnnya terjadi hanya dalam 1

sampai 2 jam. Dan penyembuhan dilakukan dirumah. Untuk klien yang dirawat

dirumah sakit, pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan

berlangsung selama satu hari atau lebih bergantung pada luasnya pembedahan dan

respons klien.Berikut merupakan intervensi keperawatan pasca operatif yang

seharusnya dilakukan oleh perawat yaitu (Villela, 2013) :

a. Penyuluhan pasien/keluarga

Sebagian besar penyuluhan eksehatan pada tahap ini melanjutkan

penyuluhan yang diberikan sebelum pembedahan. Ada kemungkinan informasi


yang telah diberikan perlu dipertegas dengan mengulangnya dan mengklarifikasi

bila perlu. Perawat perlu menerangkan kepada pasien dan keluaganya mengenai

obat yang diteruskan dirumah, perawatan luka bedah, tanda dan gejala

komplikasi, pembatasan kegiatan dan tindak lanjut asuhan.

b. Pemeliharaan fungsi pernapasan

1) Pemeliharaan kepatenan jalan napas

Sekresi yang banyak dalam saluran napas dapat menyebabkan

obstruksi jalan napas parsial atau total. Apabila sekresi mengumpul pada

saluran napas bawah karena imobilitas atau napas dangkal, infeksi

pulmonal bisa timbul. Untuk mencegah penyumbatan dan infeksi saluran

napas bawah, sekresi harus dikeluarkan melalui latihan seperti batuk yang

efektif, bernapas dalam dan mobilisasi. Apabila intervensi tidak berhasil,

sekresi harus dikeluarkan melalui pengisapan.

2) Pemeliharaan pertukaran gas

Pertukaran gas dapat dipertahankan dengan pemberianoksigen,

napas dalam, batuk yang efektif, menguap, posisi tubuh yang membantu,

pemberian obat yang berefek pada anestesia.

c. Pemeliharaan sirkulasi

1) Pemeliharaan aliran balik vena

Tromboflebitis pascaoperasi dapat dicegah dengan intervensi

keperawatan. Misalhnya dengan tidak memberi tekanan pada daerah

popliteal. Apabila perlu menyokong kaki dengan bantal, perhatikan

agar tekanan merata pada seluruh bantal.


2) Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit

Kebanyakan pasien pasca operasi menerima cairan intravena

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Pemantauan yang ketat terhadap asupan dan haluaran sangat penting

untk mencegah kelebihan beban cairan. Cairan per oral bisa dimulai

apabila sudah ada gerakan peristaltis (ada flatus) dan refleks muntah

serta batuk.

2.2 Konsep Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional.

Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas

(tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan

penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus) (Bahrudin, 2018).

Nyeri merupakan sensasi sensori dari pengalaman subyektif yang

dialami setiap individu dan berbeda persepsi antara satu orang dengan yang lain

yang menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak menyenangkan berkaitan

dengan adanya atau potensial kerusakan jaringan (Oliver, 2018)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah

fenomena yang subyektif dimana respon yang dialami setiap individu akan

berbeda untuk menunjukkan adanya masalah atau perasaan yang tidak nyaman

(Oliver, 2018)
International Association for The Study of Pain atau IASP mendefinisikan

nyeri sebagai “suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan”(Luka &

Operasi, 2006)

Nyeri akut pasca operasi merupakan permasalahan yang komplek, dimana

bila tidak memperoleh penanganan yang adekuat dapat menimbulkan konsekuensi

negatif terhadap psikologis, fungsi fisiologis sistem respirasi, kardiovaskuler dan

sistem saraf otonom, gastrointestinal, renal dan hepatik, neuroendokrin, serta

fungsi imunologis pasien. Adanya perubahan ini menyebabkan terjadinya prolong

imobilisasi, terhambatnya penyem- buhan luka, meningkatnya pembiayaan dan

lama tinggal di rumah sakit, serta berpotensi untuk berkembang menjadi nyeri

kronik. (Hasyim et al., 2012)

2.2.2. Faktor Pengaruh Nyeri Pasca Operasi

Nyeri operasi merupakan keadaan yang sudah terduga sebelumnya, akibat

trauma dan proses inflamasi, terutama bersifat nosiseptif, pada waktu istirahat dan

seringkali bertambah pada waktu bergerak. Nyeri operasi dibedakan dari nyeri

tipe lain yang biasanya nyeri operasi ini bersifat sementara, dengan perbaikan

yang cukup progresif dalam jangka waktu pendek. Komponen afektif biasanya

masih berada pada tingkat anxietas, dan dalam hal ini pemberian terapi analgesik

tidak boleh ditunda.(6 2.1.1, n.d.)

Antara sepertiga hingga setengah dari semua pasien pasca operasi


mengalami nyeri pasca operasi yang signifikan. Insidensi dan keparahan dari

nyeri operasi akut tergantung dari letak bagian yang di operasi, usia, jenis

kelamin, ras, premedikasi, dan faktor psikologis. (6 2.1.1, n.d.)

Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya :

a. Budaya

Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal

sebagai faktor faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri

tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari

proses sosialisasi.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan.

Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam faktor

biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai karakter

sifat gender. Karakter jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat

keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri

(contoh: laki-laki tidak pantas mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh

nyeri) Jenis kelamin dengan respon nyeri laki- laki dan perempuan

berbeda. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek,

komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya

dan menangis

c. Usia

Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidupatau


ada sejak dilahirkan. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin

bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu

masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk

mengatasinya. Umur lansia lebih siap melakukan dengan menerima

dampak, efek dan komplikasi nyeri . Perbedaan perkembangan, yang

ditemukan diantara kelompok usia anak-anak yang masih kecil memiliki

kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat.

d. Lingkungan dan dukungan keluarga

Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki

harapan yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan

keluhan mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali

bergantung pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh

dukungan, bantuan, atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau

teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan

(Oliver, 2018)

Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini

menjadi salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah pembedahan.

Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin

meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi (Bangun & Nur’aeni,

2013)

2.2.3 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan


kronis dan dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik.(Ii

& Pustaka, n.d.)

B. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik

Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan

tidak berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun

lesi sudah sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri

kronik. Nyeri akut diasosiasikan dengan respons stres neuroendokrin yang

proporsional pada intensitas nyeri. Jalur nyeri yang memediasi aferennya

sudah dibahas di atas sebelumnya. Sedangkan untuk eferennya dimediasi

oleh saraf simpatis dan saraf endokrin. Aktivasi simpatis meningkatkan

tonus eferen simpatis pada semua visceral dan melepaskan katekolamin

dari medulla adrenal.

Respons hormonal berasal dari peningkatan tonus simpatis dan

refleks yang dimediasi oleh hipothalamus. n tidak ada, sedangkan

kebanyakan operasi abdomen atas atau thoraks akan menimbulkan stres

yang cukup besar. Nyeri yang menyertai operasi abdomen dan thoraks

ataupun trauma mempunyai efek langsung pada fungsi respirasi.

Imobilisasi atau tirah baring menyebabkan nyeri pada sisi perifer yang

juga secara tidak langsung berefek pada fungsi respirasi begitu juga fungsi

hematologi. Nyeri akut yang cukup parah, dimanapun lokasinya, dapat

berefek pada setiap fungsi organ dan bisa berakibat meningkatnya resiko

morbiditas dan mortalitas pasca operasi (6 2.1.1, n.d.)


Nyeri operasi merupakan keadaan yang sudah terduga

sebelumnya,akibat trauma dan proses inflamasi, terutama bersifat

nosiseptif, pada waktu istirahat dan seringkali bertambah pada waktu

bergerak. Nyeri operasi dibedakan dari nyeri tipe lain yang biasanya nyeri

operasi ini bersifat sementara, dengan perbaikan yang cukup progresif

dalam jangka waktu pendek. Komponen afektif biasanya masih berada

pada tingkat anxietas, dan dalam hal ini pemberian terapi analgesik tidak

boleh ditunda. Nyeri kronis adalah nyeri yang persisten, sering dengan

intensitas yang fluktuatif, dan komponen afektif lebih mengacu pada

elemen depresi (6 2.1.1, n.d.)

Tabel 2.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik (Ii & Pustaka, n.d.)

Aspek Nyeri Akut Nyeri Kronik

Lokasi Jelas Difus , menyebar

Deskripsi Mudah Sulit

Durasi Pendek Terus berlangsung

Fisiologis Kondiisi Alert (BH,HR) Muncul Puncak Nyeri

Istirahat Mengurangi Nyeri Memperburuk Nyeri

Pekerjaan Terkendali Dipertanyakan

Keluarga dan relasi Menolong Lelah

Finansial Terkendali Menurun

Mood Takut Depresi , rasa

bersalah , frustasi
Toleransi nyeri Terkendali Kurang terkendali

Respon dokter Positif,memberi Merasa disalahkan

harapan

Pengobatan Mencari menyebab dan Fokus pada fungsi

mencarinya manajemen

Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual

Analogue Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa,

efisien dan lebih mudah dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan

intensitas nyeri yang dinilai dengan Visual Analog Scale (VAS) adalah

angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10 berarti intensitas nyeri paling

berat

Berdasarkan VAS, maka nyeri dibagi atas :

a. Nyeri ringan dengan nilai VAS : < 4 (1-3)

b. Nyeri sedang dengan nilai VAS :(4 -7).

c. Nyeri berat dengan nialai VAS : >7 ( 8-10).

C. Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan

nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan

oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi

maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab


terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon

terhadap analgesik opioid atau non opioid.

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat

kerusakan neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang

meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan

dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri

neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik

opioid.

D. Price dan Wilson mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau

sumbernya (Luka & Operasi, 2006) , antara lain :

a. Nyeri somatik superfisial (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan

jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di

kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik.

Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai

menyengat, tajam, meringis, atau seperti tebakar, tetapi apabila

pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi

berdenyut

b. Nyeri somatic dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,

tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-sturktur ini

memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering


tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus daripada nyeri kulit dan

cenderung menyebar ke daerah di sekitarnya. Nyeri dari berbagai

struktur dalam berbeda. Nyeri akibat suatu cedera akut pada sendi

memiliki lokalisasi yang jelas dan biasanya dirasakan sebagai rasa

tertusuk, terbakar, atau berdenyut. Pada peradangan kronik sendi

(artritis), yang dirasakan adalah nyeri pegal-tumpul yang disertai

seperti tertusuk apabila sendi bergerak.

c. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ

tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan

reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ - organ

berongga (lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter,

kandung kemih) dan di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas,

ginjal). Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah

peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia,

dan peradangan.

d. Nyeri Alih

Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari salah satu

daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera

sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh

segmen medula spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut.

Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya

terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal dari


masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut berada pada masa

dewasa.

e. Nyeri Neuropati

Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang

merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP)

yang menimbulkan perasaaan nyeri. Dengan demikian, lesi di sistem

saraf tepi (SST) atau sistem saraf pusat (SSP) dapat menyebabkan

gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering

memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik.

Pasien dengan nyeri neuropatik menderita akibat instabilitas sistem

saraf otonom (SSO). Dengan demikian nyeri sering bertambah parah

oleh stres emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh

relaksasi.

E. Adapun klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi menurut Potter dan Perry

(Luka & Operasi, 2006) adalah:

a. Nyeri Superfisial atau kutaneus Nyeri

Nyeri yang diakibatkan dari stimulasi kulit. Nyeri ini berlangsung

sebentar dan terlokalisai. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang

tajam. Contoh penyebab dari nyeri ini adalah jarum suntik, luka potong

kecil atau laserasi.

b. Nyeri visceral dalam

Nyeri yang diakibatkan oleh stimulasi organ-organ internal. Nyeri

bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Durasi bervariasi


tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superfisial.

Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang

terlibat. Contoh penyebab dari nyeri viseral dalam adalah sensasi pukul

(crushing) misalnya angina pektoris dan sensasi terbakar misalnya

ulkus lambung.

c. Nyeri alih

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena

banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori

dari organ yang terkena ke dalam segman medulla spinalis sebagai

neuron dari tempat asal nyeri dirasakan. Persepsi nyeri pada daerah

yang tidak terkena. Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari

sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Contoh

penyebab dari nyeri alih adalah nyeri akibat infark miokard yang

menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri. Batu

empedu yang mengalihkan rasa nyeri ke selangkangan.

d. Radiasi

Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh

yang lain. Nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau

sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi intermiten atau konstan.

Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebral yang

ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf

skiatik.
2.3 Konsep Terapi Musik

2.3.1 Definisi Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental

dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk

dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat

untuk kesehatan fisik dan mental. Terapi musik adalah terapi yang universal dan

bisa diterima oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang

berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima

organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke

bagian otak yang memproses emosi (sistem limbik). Pengaruh musik sangat besar

bagi pikiran dan tubuh manusia.Contohnya, ketika seseorang mendengarkan suatu

alunan musik (meskipun tanpa lagu), maka seketika orang tersebut bisa merasakan

efek dari musik tersebut. Ada musik yang membuat seseorang gembira, sedih,

terharu, terasa sunyi, semangat, mengingatkan masa lalu dan lain-lain.(Freeman,

2013)

Terapi musik merupakan intervensi alami non invasif yang dapat

diterapkan secara sederhana tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga

terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping . Terapi musik adalah suatu terapi

kesehatan menggunakan music dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau

memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai

kalangan usia.(Ii, Musik, et al., 2014)

Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau

menolong orang lain. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah

fisik atau mental. Kata “musik” dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan

media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Musik adalah terapi

yang bersifat nonverbal. Dengan bantuan musik pikiran klien dibiarkan

mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan

ketakutan- ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-hal yang diimpikan dan

dicita-citakan, dicita-citakan, atau langsung mencoba menguraikan permasalahan

yang dihadapi. Seorang terapis musik akan menggunakan musik dan aktivitas musik

untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya (Ii, Terapi, et al., 2014)

Salah satu figur yang paling berperan dalam terapi musik di awal abad

ke-20 adalah Eva Vescelius yang banyak mempublikasikan terapi musik lewat

tulisan-tulisannya. Ia percaya bahwa objek dari terapi musik adalah melakukan

penyelarasan atau harmonisasi terhadap seseorang melalui vibrasi. Demikian pula

dengan Margaret Anderton, seorang guru piano berkebangsaan Inggris, yang

mengemukakan tentang efek alat music (khusus untuk pasien dengan kendala

psikologis) karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa timbre (warna suara)

musik dapat menimbulkan efek terapeutik (Freeman, 2013)

Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua

orang karena tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk menginterpretasi

alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran dan

kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses

emosi (Geraldina, 2017)


Terapi musik dapat dide-finisikan sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang

menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengem-

bangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. Terapi musik juga dijelaskan sebagai

sebuah proses intervensi sistematis dengan terapis yang membantu klien untuk

meningkatkan kesehatan menggunakan pengalaman musik dan hubungan yang

berkembang diantaranya sebagai kekuatan dinamis perubahan (Geraldina, 2017)

Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi,

kesunyian, ruang, dan waktu.Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat

memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik

dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca

operasi pasien (Djamal et al., 2015)

2.3.2 Sejarah Terapi Musik

Penggunaan musik sebagai bagian terapi sudah dikenal dan digunakan

sejak jaman dahulu kala . Musik dikenal sejak kehadiran manusia homo sapien

sekitar 180.000 hingga 100.000 tahun yang lalu . Arkeolog menemukan bahwa

musik telah digunakan oleh manusia primitif sebagai cara untuk berdoa pada para

dewa. Pada abad ke-6 ahli filosofi Geometri dari Yunani, Phytagoras menemukan

bahwa terapi musik memiliki kontribusi yang besar dan mengikuti ritme tubuh dan

jiwa sejalan dengan harmoni yang dikeluarkannya . (Cabrera Marino, 2017)

Musik sebagai terapi telah dikenal sejak 550 tahun sebelum Masehi, dan

ini dikembangkan oleh Phytagoras dari Yunani. Berdasarkan State University of

New York di Buffal, sejak mereka menggunakan terapi musik kebutuhan akan obat
penenang pun turun drastis hingga 50%. Menurut Greer (2006), terapi musik adalah

penggunaan untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi

mental dan menciptakan rasa sejahtera. Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi

fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung, dan tekanan darah. Musik juga

merangsang pelepasan hormone endofrin, hormone tubuh yang memberikan

perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri sehingga musik dapat

diguanakan untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa nyerinya

berkurang (Mutmainnah & Rundulemo, 2020)

Pada zaman Arab kuno sekitar 5.000 SM, para penyembuh menunjuk

terapi musik sebagai obat jiwa dan nyanyian terapeutik yang menjadi bagian dari

praktek kedokteran. Masyarakat Yunani kuno mengenal musik memiliki kekuatan

khusus yang mampu melampaui pikiran, emosi dan kesehatan fisik. Pada akhir abad

ke-18 dokter-dokter di Eropa mendukung kegunaan musik dalam pengobatan,

namun dengan meningkatnya teknologi medis musik dialihkan ke kasus khusus dan

hanya diaplikasikan untuk pengobatan dengan kerangka holistik (multiterapik)

(Cabrera Marino, 2017)

Pada abad ke-19 musik telah dipraktikan sebagai bagian intervensi

keperawatan oleh Florence Nihgtingale. Nihgtingale menemukan bahwa bunyi-

bunyian bisa membantu sebagai milieu therapy dalam menyembukan karena

meningkatkan relaksasi. Nihgtingale menggunakan bunyi-bunyi natural seperti

suara angin dan air mengalir. Banyak laporan tentang meningkatnya aktivitas terapi

musik diparuh abad ke-20, tapi terapi musik belum diterima sepenuhnya sebagai

profesi oleh komunitas medis. Baru pada era 1940-an, penggunaan musik sebagai
terapi bagi penderita gangguan psikiatrik mulai meluas. Karl Menninger, salah satu

tokoh di bidang psikiatri mendukung pendekatan penyembuhan secara holistic Di

Indonesia terapi musik belum merata beberapa tempat telah menyelenggarakan

program-program terapi dengan media seni tetapi belum ada penjelasan yang

menyakinkan tentang kegiatan tersebut (Cabrera Marino, 2017)

2.3.3. Manfaat Terapi Musik

Musik adalah kesatuan dari kumpulan suara melodi, ritme, dan harmoni

yang dapat membangkitkan emosi. Musik bisa membuat suasana hati menjadi

bahagia atau bahkan menguras air mata. Musik juga bisa mengajak seseorang untuk

turut bernyanyi dan menari atau mengantar pada suasana santai dan rileks. Terapi

musik dapat membantu orang yang memiliki masalah emosional dalam

mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif pada suasana hati, dan

membantu memecahkan masalah (Larasati & Prihatanta, 2019)

Menurut (Cabrera Marino, 2017) musik memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

b. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak

c. Musik mempengaruhi pernapasan

d. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi dan tekanan darah

e. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak serta

koordinasi tubuh

f. Musik juga mempengaruhi suhu badan

g. Musik dapat mengatur hormon‐hormon yang berkaitan dengan stres;


h. Musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran

i. Musik mengubah persepsi tentang waktu

j. Musik dapat meningkatkan produktivitas

k. Musik meningkatkan asmara dan seksualitas

l. Musik merangsang pencernaan

m.Musik meningkatkan daya tahan

n. Musik meningkatkan penerimaan tidak sadar terhadap simbolisme dan

o. Musik dapat menimbulkan rasa aman dan sejahtera.

Manfaat musik menurut Dayat Suryana (2012: 14) adalah meningkatkan

intelegensia, refreshing, menenangkan, menyegarkan, motivasi, sebagai terapi

kanker, stroke, dimensia, penyakit jantung, nyeri, gangguan belajar, dan sebagai

alat komunikasi. Selanjutnya musik selain dapat meningkatkan kesehatan

seseorang juga dapat meringankan dari rasa sakit, perasaan‐perasaan dan pikiran

yang kurang menyenangkan serta membantu untuk mengurangi rasa cemas.

(Cabrera Marino, 2017)

2.3.4 Mekanisme Kerja Terapi Musik

Perubahan tekanan darah baik pada pasien koma maupun pasien sadar

sangat dipengaruhi oleh adanya stimulus. Stimulus tersebut dapat berasal dari

dalam diri sebagai manifestasi perubahan fisiologi tubuh akibat penyakit yang

dideritanya Stimulasi sensoris merupakan tindakan untuk meningkatkan

kesadaran dan potensi rehabilitasi pada pasien koma. Kegiatan stimulasi dapat
berupa rangsangan pada sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa,

perabaan, dan kinestesia. Diantara beberapa stimulus sensoris tersebut, stimulus

terhadap pendengaran dengan memperdengarkan terapi musik adalah yang paling

banyak diteliti oleh para ahli.(Rihiantoro et al., 2008)

Seseorang yang mendengarkan musik yang sesuai maka denyut nadi dan

tekanan darahnya dapat menurun dan stabil, gelombang otak melambat,

pernapasan melambat, dan otot- otot menjadi rileks. Kemper dan Danhauer (2005)

menyatakan musik juga dapat memberikan efek bagi peningkatan kesehatan,

mengurangi stres, dan mengurangi nyeri. Musik efektif untuk menurunkan

kecemasan dan meningkatkan perasaan positif pada pasien- pasien medikal dan

bedah. Musik berpengaruh terhadap mekanisme kerja sistem syaraf otonom dan

hormonal, sehingga secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kecemasan

dan nyeri (Rihiantoro et al., 2008)

Terapi musik merupakan metode yang efektif terutama pada responden

yang mengalami . Menurut Robbert (2002), musik mempengaruhi persepsi nyeri

dengan cara distraksi, relaksasi serta menciptakan rasa nyaman. Musik mampu

mengurangi persepsi dan pengalaman nyeri serta meningkatkan toleransi terhadap

nyeri akutdan kronis. Musik mengalihkan pasien dari rasa nyeri, memecah siklus

kecemasan dan ketakutan yang meningkatkan reaksi nyeri, dan mengalihkan

perhatian pada sensasi yang menyenangkan. Hal ini didukung oleh pelepasan

endorfin yang menghasilkan efek paliatif (Liviana et al., 2017)

Mekanisme kerja musik untuk rileksasi rangsangan atau unsur irama dan

nada masuk ke canalis auditorius di hantar sampai ke thalamus sehingga memori


di sistem limbic aktif secara otomatis mempengaruhi saraf otonom yang

disampaikan ke thalamus dan kelenjar hipofisis dan muncul respon terhadap

emosional melalui feedback ke kelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran

hormon stress sehingga seseorang menjadi rileks. Musik bersifat terapeutik

artinya dapat menyembuhkan, salah satu alasanya karena musik menghasilkan

rangsangan ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ pendengaran dan

diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya

mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya. Ritme

internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya

berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan

mampu membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem

kekebalan yang lebih baik menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan

penyakit (Cabrera Marino, 2017)

2.4 Hasil Penelitian

Tabel 2.2

No. Peneliti Judul Hasil Penelitian


1. Ani Astuti , Diah Pengaruh Terapi Musik Klasik Hasil penelitian menunjukkan

Merdekawati,2016 Terhadap Penurunan Tingkat bahwa skala nyeri sebelum

Skala Nyeri Pasien Post diberikan terapi musik klasik pada

Operasi pasien post operasi didapat hasil

mayoritas pasien mengalami nyeri

sedang sebanyak 36 (100%)

responden dan skala nyeri setelah

diberikan terapi musik klasik pada


pasien post operasi didapat hasil

mayoritas pasien mengalami nyeri

ringan sebanyak 23 (63,9%)

responden (Merdekawati, 2016)

2. Fidia Andri Terapi Musik Sebagai Metode Dari sejumlah 7 artikel hasil

Mahmudi, Zulfikar Untuk Menurunkan Intensitas penelitian yang tercantum pada

Muhammad,Frastiqa Nyeri Pasien Post Operasi tabel diatas, semua mendapati hasil

fahrany ,2013 bahwa terapi musik mempunyai

efek dalam penurunan tingkat

nyeri pada pasien post operasi.

Satu artikel internasional

melaporkan tidak hanya dapat

menurunkan nyeri namun juga

membantu perilaku pasien lebih

kooperatif dan layak dalam

pengendalian nyeri selama

dirumah sakit (Schneider, melissa

a, 2018). Dari 7 artikel penelitian

tersebut, menggunakan desain

experimen (Nurdiansyah, tubagus

erwin,2014),Tarigan, herri novita,

dkk. 2020), (Mutmainnah.

Hs.,maslin rundulemo,2018),
(Mappagerang ,rostini .2017),

(Indrawati, rina.2010)

(Mondanaro, john f, dkk. 2017),

(Schneider, melissa a.2018)

(Villela, 2013)

3. Mutmainnah. HS., Efektivitas Terapi Musik Hasil penelitian menunjukkan

Maslin Rundulemo, Terhadap Penurunan Nyeri bahwa sebelum terapi musik,

2020 Pada Pasien Post Operasi sebagian besar responden memiliki

skala nyeri berat terkontrol yaitu

sebanyak 70,0% dan sebagian kecil

responden memiliki skala nyeri

sedang yaitu sebanyak 30,0%.

Menurut peneliti bahwa responden

yang memiliki skala nyeri berat.

Nyeri Pasien Post Operasi Sesudah

diberikan Terapi Musik di Ruangan

Perawatan Bedah Rumah Sakit

Umum Anutapura PaluHasil

penelitian menunjukkan bahwa

sesudah terapi musik, sebagian

besar responden memiliki skala

nyeri ringan sebanyak 60,0% dan

sebagian kecil responden memiliki


skala nyeri sedang yaitu sebanyak

40,0%. Menurut peneliti bahwa

responden yang memiliki skala

nyeri ringan lebih banyak

dibanding skala nyeri sedang

sesudah terapi musik disebabkan

mendengarkan musik akan

mengalihkan perhatian terhadap

nyeri dan memberi rasa nyaman

dan rileks, sehingga dapat

menurunkan rasa nyeri yang

dialami oleh responden.

(Mutmainnah & Rundulemo, 2020)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Pencarian Literatur


3.1.1 Database Pencarian

Pencarian literature dikerjakan pada bulan September 2020 dengan menggunakan

database Google Scholar. Dan menggunakan builder And dan OR.

3.1.2 Kata Kunci

Terapi Musik Nyeri Pasca Operasi

OR OR OR

Therapy music PAIN Post Operative

Tabel 3.1 Kata Kunci

Keyword dalam penelitian ini adalah : (((Therapy music[MeSH Terms])) AND

(Pain[MeSH Terms])) AND (post operative[MeSH Terms])

3.1.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICO , yang terdiri

dari:

1. Patient/Population/Problem yaitu populasi atau masalah yang akan dianalisis

sesuai dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.

2. Intervention yaitu suatu tindakan penatalaksanan terhadap kasus perorangan atau

masyarakat atau paparan tentang penatalaksanaan studi sesuai dengan tema yang

sudah ditentukan dalam literature review.

3. Comparison yaitu perbandingan atau intervensi yang ingin dibandingkan dengan

intervensi atau paparan pada karya ilmiah yang akan ditulis (jika ada atau

dibutuhkan).
4. Outcome yaitu luaran atau hasil yang ingin diperolah pada studi terdahulu sesuai

dengan tema yang sudah ditentukan dalam literature review.

Tabel 3.2 Strategi Mencari Jurnal

P (Population) Klien pasca operasi

I (Intervention) Pemberian Terapi Musik

C (Comparison) Tidak ada pembanding atau intervensi lainnya

O (Outcome) Menurunkan Nyeri

Tabel 3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi Ekslusi

Population Klien pasca operasi Klien yang tidak operasi

Intervention Pemberian terapi musik Tidak diberikan terapi

musik

Comparison Tidak ada pembanding

Outcome Keberhasilan terapi musik Tidak dijelaskannya

terhadap peningkatan nyeri keberhasilan terapi musik

klien pasca operasi terhadap peningkatan nyeri

klien pasca operasi

3.2 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas


3.2.1 Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literatur di satu database dan menggunakan kata kunci

yang disesuaikan dengan MeSH, peneliti mendapatkan 225 artikel yang sesuai dengan kata

kunci. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian diperiksa duplikasi, tidak

ditemukan artikel yang sama. Peneliti kemudian melakukan skrining terhadap artikel yang

hanya memuat judul dan abstrak saja, ditemukan 75 artikel dan tersisa 150 artikel fulltext.

Dari 150 artikel fulltext kemudian peneliti juga memeriksa fulltext yang tidak lengkap dan

tidak sesuai dengan PICO serta tidak sesuai kriteria inklusi, ditemukan 47 yang kemudian

dikeluarkan. Tersisa 20 artikel (n=20) included study dan 3 artikel yang akan dilakukan

analisis. Hasil seleksi studi dapat digambarkan pada PRISMA flowchart berikut ini
PRISMA 2009 Flow Diagram

Records identified through


database (n=225)
Identification
Google Scholar (n = 225 )

Records after duplicates removed Duplicates exclude


(n =0 ) (n = 0)

Screening

Records screened by tittle Records excluded by tittle


and abstract and abstract
(n = 75 ) (n = 150 )

Full-text articles assessed Full-text articles excluded,


for eligibility with reasons
(n =21 )
Eligibility
(n = 50)
Studies included in
qualitative synthesis (SR)
Included (n = 3)

Gambar 3.4 Diagram Flow Literature Review Berdasarkan Prisma 2009

3.2.3 Penilaian Kualitas

Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n=5) dengan checklist critical

appraisal (terlampir) daftar penilaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai

kualitas dari studi. Penilaian kriteria diberi checklist “YA” atau “TIDAK” atau

“TIDAK JELAS” atau “TIDAK TERSEDIA”. Hasil skrining akhir didapatkan 5

artikel yang mencapai skor 50% yang siap dilakukan analisis data untuk kemudian

dilakukan review.

DAFTAR PUSTAKA

(6 2.1.1, n.d.; Bahrudin, 2018; Freeman, 2013; Hasyim et al., 2012; Ii et al., 2008;
Ii, Musik, et al., 2014; Ii, Terapi, et al., 2014; Ii & Pustaka, n.d.; Luka &

Operasi, 2006; Merdekawati, 2016; Oliver, 2018; Pratama, 2010; Raharjo,

2007; Villela, 2013)6 2.1.1. (n.d.). 6–71.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.

https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Bangun, A., & Nur’aeni, S. (2013). Effect of lavender aromatherapy on pain

intensity in postoperative patients at Dustira Cimahi Hospital. Jurnal

Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 8(2), 120–126.

Cabrera Marino, K. M. (2017). Инновационные подходы к обеспечению

качества в здравоохраненииNo Title. Вестник Росздравнадзора, 6, 5–9.

Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Irina a Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2), 113549.

Freeman. (2013). Terapi Musik Terhadap Kecemasan. Journal of Chemical

Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Geraldina, A. M. (2017). Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya?

Buletin Psikologi, 25(1), 45–53.

https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.27193

Hasyim, D., Samodro, R., Sasongko, H., & Leksana, E. (2012). Jurnal

Anestesiologi Indonesia. Jurnal Anestesi, 5(2), 22–33.


http://janesti.com/uploads/default/files/1.2-full_.pdf

Ii, B. A. B., Musik, A. T., Terapi, D., & Klasik, M. (2014). Perbedaan Efektifitas

Terapi..., Lintiya Devi Yulinda, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015. 16–44.

Ii, B. A. B., Operasi, A. P., & Operasi, D. P. (2008). Penerapan Teknik

Relaksasi..., FIA OKTANINGSIH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018. 5–25.

Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (n.d.). Internastional Assosiation for the Study of Pain).

Ii, B. A. B., Terapi, P., & Klasik, M. (2014). No Title. 2012, 6–28.

Ikawati, D. (2019). Pengaruh Terapi Musik Instrumental Terhadap Intensitas Nyeri

Pada pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang Bedah RSUD Dr. H. Abdul

Moloek Provinsi Lampung 2019. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699.

Larasati, D. M., & Prihatanta, H. (2019). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat

Kecemasan Sebelum Bertanding Pada Atlet Futsal Putri. Medikora, 16(1), 17–

29. https://doi.org/10.21831/medikora.v16i1.23476

Liviana, Handayani, T. N., Mubin, M. F., Istibsyaroh, I., & Ruhimat, A. (2017).

Efektifitas terapi musik pada nyeri persalinan kala i fase laten. Jurnal Ners

Widya Husada, 4(2), 47–52.

Luka, A. N., & Operasi, P. (2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri Luka

Post Operasi 1. 7–30.

Merdekawati, D. (2016). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan


Tingkat Skala Nyeri Pasien Post Operasi. Jurnal Iptek Terapan, 10(3).

https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i3.526

Mutmainnah, H. S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Mutmainnah, H.

S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan

Nyeri Pada Pasien Post Operasi. Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, 1(1),

40–44. http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30 Musik Terha.

Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, 1(1), 40–44.

http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30

Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699.

Pratama, A. Y. (2010). Jenis Sistem Operasi. 1–11.

Raharjo, E. (2007). Musik Sebagai Media Terapi. Harmonia Journal of Arts

Research and Education, 8(3). https://doi.org/10.15294/harmonia.v8i3.772

Rihiantoro, T., Nurachmah, E., & Hariyati, R. T. S. (2008). Pengaruh terapi Musik

Terhadap Status Hemodinamika Pada Pasien Koma di Ruang ICU Sebuah

Rumah Sakit di Lampung. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(2), 115–120.

https://doi.org/10.7454/jki.v12i2.209

Terapi, E., Musik, T., Kecemasan, T., Pra, P., & Faradisi, F. (2012). Terapi Musik

untuk menghilangkan cemas pada klien pre operasi. V(2).

Villela, lucia maria aversa. (2013). 済無No Title No Title. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

6 2.1.1. (n.d.). 6–71.

Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.

https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449

Bangun, A., & Nur’aeni, S. (2013). Effect of lavender aromatherapy on pain

intensity in postoperative patients at Dustira Cimahi Hospital. Jurnal

Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 8(2), 120–126.

Cabrera Marino, K. M. (2017). Инновационные подходы к обеспечению

качества в здравоохраненииNo Title. Вестник Росздравнадзора, 6, 5–9.

Djamal, R., Rompas, S., & Bawotong, J. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap

Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Irina a Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 3(2), 113549.

Freeman. (2013). Terapi Musik Terhadap Kecemasan. Journal of Chemical

Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Geraldina, A. M. (2017). Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya?

Buletin Psikologi, 25(1), 45–53.

https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.27193

Hasyim, D., Samodro, R., Sasongko, H., & Leksana, E. (2012). Jurnal

Anestesiologi Indonesia. Jurnal Anestesi, 5(2), 22–33.

http://janesti.com/uploads/default/files/1.2-full_.pdf
Ii, B. A. B., Musik, A. T., Terapi, D., & Klasik, M. (2014). Perbedaan Efektifitas

Terapi..., Lintiya Devi Yulinda, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015. 16–44.

Ii, B. A. B., Operasi, A. P., & Operasi, D. P. (2008). Penerapan Teknik

Relaksasi..., FIA OKTANINGSIH, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018. 5–25.

Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (n.d.). Internastional Assosiation for the Study of Pain).

Ii, B. A. B., Terapi, P., & Klasik, M. (2014). No Title. 2012, 6–28.

Ikawati, D. (2019). Pengaruh Terapi Musik Instrumental Terhadap Intensitas Nyeri

Pada pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang Bedah RSUD Dr. H. Abdul

Moloek Provinsi Lampung 2019. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699.

Larasati, D. M., & Prihatanta, H. (2019). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat

Kecemasan Sebelum Bertanding Pada Atlet Futsal Putri. Medikora, 16(1), 17–

29. https://doi.org/10.21831/medikora.v16i1.23476

Liviana, Handayani, T. N., Mubin, M. F., Istibsyaroh, I., & Ruhimat, A. (2017).

Efektifitas terapi musik pada nyeri persalinan kala i fase laten. Jurnal Ners

Widya Husada, 4(2), 47–52.

Luka, A. N., & Operasi, P. (2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri Luka

Post Operasi 1. 7–30.

Merdekawati, D. (2016). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan

Tingkat Skala Nyeri Pasien Post Operasi. Jurnal Iptek Terapan, 10(3).
https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i3.526

Mutmainnah, H. S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Mutmainnah, H.

S., & Rundulemo, M. (2020). Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan

Nyeri Pada Pasien Post Operasi. Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, 1(1),

40–44. http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30 Musik Terha.

Pustaka Katulistiwa: Karya Tulis …, 1(1), 40–44.

http://journal.stik-ij.ac.id/Keperawatan/article/view/30

Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699.

Pratama, A. Y. (2010). Jenis Sistem Operasi. 1–11.

Raharjo, E. (2007). Musik Sebagai Media Terapi. Harmonia Journal of Arts

Research and Education, 8(3). https://doi.org/10.15294/harmonia.v8i3.772

Rihiantoro, T., Nurachmah, E., & Hariyati, R. T. S. (2008). Pengaruh terapi Musik

Terhadap Status Hemodinamika Pada Pasien Koma di Ruang ICU Sebuah

Rumah Sakit di Lampung. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(2), 115–120.

https://doi.org/10.7454/jki.v12i2.209

Terapi, E., Musik, T., Kecemasan, T., Pra, P., & Faradisi, F. (2012). Terapi Musik

untuk menghilangkan cemas pada klien pre operasi. V(2).

Villela, lucia maria aversa. (2013). 済無No Title No Title. Journal of Chemical

Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.


(Djamal et al., 2015; Mutmainnah & Rundulemo, 2020; Terapi et al., 2012; Villela,
2013)

Lampiran 1 JBI Tools

JBI Critical Appraisal Checklist for Analytical Cross Sectional Studies

Reviewer : Lilian Oktavin Indyasari Date Tueday, 20-09-2020


Author : Ani Astuti , Diah Merdekawati

Year 2016 Record Number 1

Yes No Unclear Not

applicable

1. Were the criteria for inclusion in the sample clearly  □ □ □

defined?

2. Were the study subjects and the setting described in  □ □ □

detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable way?  □ □ □

4. Were objective, standard criteria used for measurement  □ □ □

of the condition?

 □ □ □

5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors stated?  □ □ □

7. Were the outcomes measured in a valid and reliable  □ □ □

way?

 □ □ □

8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include  Exclude □ Seek further info □

Comments (Including reason for exclusion)


Lampiran 2 JBI Tools

JBI Critical Appraisal Checklist for Analytical Cross Sectional Studies

Reviewer : Lilian Oktavin Indyasari Date Tueday, 20-09-2020

Author : Fidia Andri Mahmudi , Zulfikar Muhammad, Frastiqa Fahrani Year

2013 Record Number 2

Yes No Unclear Not

applicable

1. Were the criteria for inclusion in the sample clearly  □ □ □

defined?

2. Were the study subjects and the setting described in  □ □ □

detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable way?  □ □ □

4. Were objective, standard criteria used for measurement  □ □ □

of the condition?

 □ □ □

5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors stated?  □ □ □


7. Were the outcomes measured in a valid and reliable  □ □ □

way?

 □ □ □

8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include  Exclude □ Seek further info □

Comments (Including reason for exclusion)

Lampiran 3 JBI Tools

JBI Critical Appraisal Checklist for Analytical Cross Sectional Studies

Reviewer : Lilian Oktavin Indyasari Date Tueday, 20-09-2020

Author : Mutmainnah HS , Maslin Rundulemo Year 2020 Record Number 3

Yes No Unclear Not

applicable

1. Were the criteria for inclusion in the sample clearly  □ □ □

defined?
2. Were the study subjects and the setting described in  □ □ □

detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable way?  □ □ □

4. Were objective, standard criteria used for measurement  □ □ □

of the condition?

 □ □ □

5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors stated?  □ □ □

7. Were the outcomes measured in a valid and reliable  □ □ □

way?

 □ □ □

8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include  Exclude □ Seek further info □

Comments (Including reason for exclusion)

Anda mungkin juga menyukai