Anda di halaman 1dari 60

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP STRES PADA LANSIA PENDERITA

HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA MELATI TEGAL SENGGOTAN TIRTONIRMOLO


KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

Proposal Penelitian untuk Skripsi

Diajukan Oleh :

MIFTAKHUL AZIZ

04.17.4593

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP STRES PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA MELATI TEGAL SENGGOTAN TIRTONIRMOLO
KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Surya Global Yogyakarta

Diajukan Oleh :

MIFTAKHUL AZIZ

04.17.4593

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH TERAPI MUROTTAL TERHADAP STRES PADA LANSIA PENDERITA


HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA MELATI TEGAL SENGGOTAN TIRTONIRMOLO
KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

Diajukan Oleh :

MIFTAKHUL AZIZ

04.17.4593

Yogyakarta, 06 Januari 2021

Telah Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Pembimbing

Ns. Pipin Nurhayati, S.Kep.,Ns.M.Kep


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugrah-Nya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan proposal dengan judul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap
Stres Pada Lansia Penderita Hipertensi di Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo
Kasihan Bantul Yogyakarta”. Proposal penelitian ini disusun guna menempuh salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Surya Global Yogyakarta. Penulisan proposal ini tidak dapat terlaksanakan tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimaksaih tak terhingga khususnya
kepada :
1. Dwi Suharyanta ST.,MM.,M.Kes., selaku Ketua STIKes Surya Global Yogyakarta.
2. Supriyadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Ketua Program Studi Strata 1 Keperawatan STIKes
Surya Global Yogyakarta.
3. Supriyadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Wali Dosen Kelas D/KP/2017
4. Ns. Pipin Nurhayati, S.Kep.,Ns.M.Kep., selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar
dan ikhlas dalam memberikan bimbingan, arahan serta saran.
5. Orangtua tercinta bapak Nurkayat dan Ibu Tukilah atas kasih sayang dan do’a serta
dukungannya yang selalu kalian berikan kepada saya selama ini, serta kakak-kakak saya
tercinta.
6. Kepada sahabat, temen seperjuangan Kelas D/KP/2017, serta semua pihak yang selalu
membantu dan memberikan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan maupun isi
materinya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membantu
demi tercapainya suatu kesempurnaan Proposal Skripsi.

Yogyakarta, Januari 2021

Miftakhul Aziz
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................vii

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................................
A. Latar Belakang Maslah....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................................4
E. Keaslian Penelitian..........................................................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................
A. Landasan Teori................................................................................................................7
B. Kerangka Teori..............................................................................................................32
C. Kerangka Konsep...........................................................................................................33
D. Hipotesis........................................................................................................................33
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................................
A. Jenis Penelitian..............................................................................................................34
B. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................................34
C. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................................36
D. Variabel Penelitian........................................................................................................36
E. Definisi Operasional......................................................................................................37
F. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................................37
G. Instrumen Penelitian......................................................................................................38
H. Validitas dan Reliabilitas...............................................................................................39
I. Pengolahan dan Metode Analisis Data..........................................................................39
J. Jalannya Penelitian........................................................................................................40
K. Etika Penelitian..............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia lanjut (lansia) pada masa tahap akhir rentang kehidupan dalam perkembangan
mengalami berbagai perubahan fisik, psikis maupun sosial, seiring dengan menurunnya fungsi
organ fisik dapat mempengaruhi masalah sosial dan psikologisnya (Damayanti & Sukmono,
2015). Orang dikatakan lansia apabila usianya lebih dari 60 tahun berdasarkan UU No. 13
tahun 1998. Pada tahap lanjut usia akan terjadi perubahan-perubahan terutama pada
perubahan fisiologis karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan
semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit (Suhartini, et al., 2017).
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari 55 tahun ( WHO, 2013). Lansia
dapat juga diartikan sebagai menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(Darmojo, 2015)
WHO tahun 2012, dalam empat dekade mendata proporsi jumlah penduduk yang berumur
60 tahun atau lebih dalam populasi didunia meningkat dari 800 juta penduduk menjadi 2
milyar penduduk lansia atau mengalami lonjakan dari 10% hingga 22% (Fitriana, 2013).
Berdasarkan survey tersebut telah diproyeksi populasi pada tahun 2020 sebesar 9,99%, pada
tahun 2025 meningkat menjadi 11,83% dan terus meningkat hingga 13,82% pada tahun 2030.
Di Indonesia penduduk lansia menurut provinsi, dimana presentase lansia yang tertinggi
adalah Yogyakarta (13,4%) dan terendah adalah papua (2,8%) (Kemenkes, 2015). Provinsi di
Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, diantar keempat kabupaten dan satu kota
tersebut, Kabupaten Sleman menempati urutan ketiga dalam proporsi penduduk lansia di
Yogyakarta ( Profil Kesehatan Sleman, 2012).
Ketika seseorang memasuki usia lansia akan terjadi penurunan fungsi organ-organ tubuh,
sehingga tidak bekerja dengan semestinya. Beberapa penyakit yang sering diderita lansia ada
lima penyakit antara lain, hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, dan gangguan sendi.
Penyakit tersebut dapat membuat lansia menjadi kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri. Salah satu penyakit yang sering diderita oleh lansia adalah hipertensi
karna disebabkan oleh stres. (Riskesdas, 2013). Penyebab kematian nomor satu di Indonesa
adalah penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi (WHO, 2017). Daerah Istimewa Yogyakarta
menepatkan penyakit hipertensi pada urutan ke 2 terbesar di Indonesia, hipertensi terjadi lebih
dari 55% terjadi pada umur 50 keatas (Rekesdas, 2018). Prevalansi hipertensi di DIY sebesar
35,8% atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka Nasional (31,7%) (Profil Kesehatan
DIY, 2018).
Hipertensi merupakan penyakit yang banyak di derita lanjut usia (lansia), hal ini
disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu penurunan fungsi tubuh akibat proses penuaan
(Lisnawati, 2018). Hipertensi merupakan penyakit tidak menular hipertensi menjadi
ancaman bagi masyarakat di Negara berkembang. Penderita hipertensi yang tidak
terdiagnosa, tidak mendapat perawatan sehingga tidak dapat mengontrol tekanan darah
dalam jangka panjang mengakibatkan terjadi komplikasi hipertensi, peningkatan penyakit
kardiovaskuler (Zuhrina et al, 2018 ). Hipertensi merupakan penyakit yang menduduki tingkat
pertaman penyakit tidak menular yang didiagnosa di fasilitas kesehatan, dengan jumlah kasus
mencapai 185.857 jiwa. Angka ini nyaris 4 kali lipat lebih banyak daripada penyakit Diabetes
Melitus tipe 2 yang ada diperingkat kedua (Kemenkes, 2018).
Menurut Arifin (2016), tekanan darah seseorang akan semakin meningkat seiring
bertambahnya usia, tekanan sistolik dapat terus meningkat sampai usia 80 tahun sedangkan
tekanan distolik dapat terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, penyebab hipertensi pada
lansia salah satunya faktor risikonya antar lain stres, faktor keturunan, usia, asupan garam dan
gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi daya bunuhnya sangat tinggi dan bertanggung jawab
menimbulkan komplikasi penyakit berat lainnya seperti penyakit stroke sebanyak 62%
sedangkan 49% lainnya dapat menyebabkan munculnya serangan jantung. (WHO,2014)
menetapkan hipertensi sebagai faktor resiko nomor tiga yang menyebabkan kematian di dunia.
Insiden hipertensi pada lansia cukup tinggi yaitu 40%dengan kematian 50% di atas usia 60
tahun. Salah satu penyebab peningkstan tekana darah dan hipertensi adalah stress (Ramdani,
2017). Terapi hipertensi dapat diberikan melalui dua metode, metode pertama yaitu
menggunakan metode terapi Farmakologi dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi
yang dapat dimulai dengan satu obat atau kombinasi obat (Glenys yulanda et al, 2017).
Metode kedua menggunakan metode terapi Non Farmakologi ini bersifat terapi pengobatan
alamiah diantaranya adalah dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi,
aromaterapi, refleksiologi, murrotal dan hidroterapi (sudoyo, 2006, dalam damayanti 2014).
Menurut Safitri (2012) salah satu teknik mengatasi stress yaitu dengan murottal dimana
dalam ini menggunakan dua metode, metode yang pertama adalah dengan cara membaca Al-
Quran dengan memfokuskan pada kebenaran bacaan dan lagu Al- Quran. Metode kedua
dengan menggunakan rekaman suara murottal (Al-Qur’an) yang dilagukan oleh seorang
qori’/pembaca Al-Qur’an (Siswantinah, 2011). Terapi murottal merupakan salah satu terapi
musik religi yang mempunyai efek terapeutik bagi yang mendengarkannya (siswoyo et al.,
2017). Al-Qur’an merupakan salah satu metode pengobatan yang memiliki semua jenis
program dan data yang diperlukan untuk mengobati berbagai macam gangguan pada sel tubuh.
Mendengarkan murottal dapat memberikan pengaruh terhadap kecerdasan emosional, (EQ)
kecerdasan intelektual (IQ), serta kecerdasan spiritual (SQ) seseorang. Mendengarkan
murottal akan menimbulkan efek tenang dan rileks pada diri seseorang, sehingga akan turut
memberikan kontribusi dalam penurunan tekanan darah (Diki et al., 2018). Kelebihan dari
terapi morottal adalah dapat meningkatkan perasaan rileks, mengurangi perasaan takut, cemas,
dan tegang, serta memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah,
memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak.
Menurut Wahyudi (2012) maanfat terapi murottal adalah terapi murottal Al-Quran dapat
dijadikan sebagai penyembuh sakit, telah dibuktikan dan dilakukan orang yang membaca Al-
Quran atau mendengarkan akan memberikan perubahan arus listrik di otot, perubahan sirkulasi
darah, perubahan detak jantung dan perubahan kadar darah pada kulit. Berdasarkan hasil
paparan diatas dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi murottal Al-Quran terbukti dapat
memberikan efek ketenangan dan rileks karena akan memberikan respon persepsi positif yang
selanjutnya dapat merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin yaitu
hormon yang membuat seseorang merasa bahagia sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Dari Al-Quran Surat Ar-Rahman Ayat 28-29 . Yang artinya "Maka nikmat tuhanmu yang
manakah yang kamu dustakan. Apa yang dilangit dan dibumi selalu memintak kepada-Nya.
Setiap waktu dia dalam kesibukan.".
َ‫ُور َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُمْؤ ِمنِين‬
ِ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُك ْم َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِشفَا ٌء لِ َما فِي الصُّ د‬
artinya “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman” (Qs. Yunus (10):57).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 18 Desember 2020 di
Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta,
didapatkan bahwa lansia yang mengalami Hipertensi di Posyandu sebanyak 60 pasien, dari
hasil wawancara dengan kader Posyandu tindakan di Posyandu dengan senam dan belum
pernah dilakukan terapi murottal, dari hasil wawancara dengan kader dan 5 lansia Melati
Tegal Senggotan Tirtonirmolo belum pernah dilakukan terapi murottal pada penderita
hipertensi, 5 lansia melati tegal senggotan tirtonirmolo mengatakan bahwa tidak mengetahui
terapi murottal mampu mengurangi stres sehingga mempengaruhi tekanan darah pada lansia.
Terapi murottal memiliki banyak manfaat bagi penderita hipertensi sehingga peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh terapi murottal terhadap tingkat stres pada lansia dengan penderita
hipertensi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “
Adakah Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Stres Pada Lansia Dengan Penderita Hipertensi di
Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta ”?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini melipti :
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh terapi murottal terhadap stres pada lansia penderita hipertensi di
Posyandu lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui stres sebelum diberikan terapi murottal pada lansia penderita
hipertensi
b. Untuk mengetahui stres sesudah diberikan terapi murottal pada lansia penderita
hipertensi

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis (keilmuan)
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menguatkan keilmuan keperawatan gerontik
khususnya ilmu pengetahuan untuk pengobatan menurunkan tekanan darah pada lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi responden dapat dijadikan menamhah informasi, sehingga hasil penelitian ini
menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatife yang praktis dan
tepat yaitu terapi murottal sebagai terapi non farmakologi untuk mengontrol tekanan
darah.
b. Bagi Posyandu lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat di
jadikan referensi.
c. Bagi Perawat
Penelitian ini bisa dijadikan wawasan terkait bengobatan menggunakan non
farmakologi bagi tenaga kesehatan.
d. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini di harapkan menambah pengetahuan dan memperdalam pengalaman
peneliti tentang riset keperawatan serta penambah wawasan tentang terapi non
farmakologi untuk menurunkan tekanan darah menggunakan terapi murottal.
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian oleh Sasongko, P, D, O., et al., (2016). Dengan judul “Pengaruh Terapi
Murottal Al Qur’an Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial
Dewanata Cilacap”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh terapi murottal Al
Qur’an terhadap kualitas tidur lansia. Penelitian ini menggunakan desain quasi
experiment with control group. Tekhnik sampling yang digunakan adalah simple random
sampling dengan 40 responden. Jumlah responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Adapun criteria inklusi yaitu : lansia di
Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata Cilacap, usia 60 – 80 tahun dan bersedia menjadi
responden. Kriteria eksklusi yaitu : responden yang mengalami gangguan mental dan
pendengaran, responden yang merokok dan responden yang menggunakan obat
tidur. Kualitas tidur diukur dengan kuisioner PSQI. Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur sebelum dan sesudah
pemberian terapi murottal Al Qur’an (p value 0,000; α = 5%). Sedangkan pada
kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur sebelum
dan sesudah pengamatan (p value 0,083 ; α =
2. Penelitian oleh Rahmat., et al., (2019). Dengan judul “Pengaruh Terapi Murottal Al-
Qur’an Terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat IGD Rumah Sakit Al-Islam Bandung”
tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap
tingkat stres kerja perawat. Desain penelitian ini adalah dengan metode pre
eksperiment one group pretest and posttest design. responden dilakukan pretest untuk
mengukur tingkat stres kerja sebelum diberikan intervensi terapi Murottal Al-Qur’an.
Setelah dilakukan intervensi dengan terapi Murottal Al-Qur’an setiap hari selama 6 hari
berturut turut selama 20 menit dengan frekuensi 50 desibel, tahap selanjutnya adalah
dilakukan posttest pengukuran tingkat stres kerja kedua untuk mengetahui perubahan
tingkat stres kerja setelah terapi murottal Al-Qur’an. Teknik pengambilan sampel
dengan cara total sampling. Data dianalisis dengan uji statistik Sample paired T-Test
diperoleh p=0,000 dengan nilai dari Asymp. Sig (2-tailed) = 0.025 < 0.05. Maka
kesimpulan bahwa terapi murottal Al-Qur’an berpengaruh terhadap tingkat stres kerja
perawat IGD RS Al Islam Bandung. Persamaan dalam penelitian tersebut adalah variabel
terikat yaitu tingkat stres perbedaan penelitian ini adalah variabel bebas, desain
penelitian, tempat penelitian dan waktu penelitian.
3. Penelitian oleh Virgianti N, F., (2015). Dengan judul “Therapy Murottal (The Qur’an) is
Able to Reduce the Level of Anxiety among Laparotomy Pre Operations’ Pateints “
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemberian terapi murottal (Al-
Qur’an) terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi laparatomi di
Ruang Bougenville RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Desain penelitian ini menggunakan
metode Pra Eksperimen dengan desain One Group Pretest-Posttest. Metode sampling
yang digunakan adalah Accidental Sampling dengan mendapatkan responden sebanyak
32 pasien pre operasi. Data penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner dan
observasi. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon signal Rank Test dengan tingkat
kemaknaan p = <0, 05. Hasil penelitian menunjukkan pasien pre operasi laparatomi
sebelum diberikan terapi murottal (Al-Qur’an) mengalami kecemasan sedang sebesar
56,2 % dan kecemasan berat sebesar 43,8%. Setelah diberikan terapi murottal (Al-
Qur’an) didapatkan sebagian besar (65, 6%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Hasil
uji statistic Wilcoxon didapatkan nilai Z= -5.185 dan P = 0,000 artinya ada pengaruh
pemberian terapi murottal (Al-Qur’an) terhadap penurunan tingkat kecemasan. Kesamaan
dalam penelitian tersebut adalah variabel bebas yaitu muhrottal. Perbedaan dalam
penelitian ini adalah variabel terikat, desain penelitian, waktu penelitian dan tempat
penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Murottal
a. Pengertian Murottal
Murottal adalah rekaman suara al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’
pembaca al-Qur’an. Bacaan al-Qur’an secara Murottal mempunyai irama yang
konstan, teratur dan tidak ada perubahan yang mendadak, serta nadanya rendah
sehingga mempunyai efek relaksasi dan dapat menurunkan stress dan kecemasan
(Risnawati., 2017). Murottal al-Qur’an merupakan salah satu musik yang memiliki
pengaruh positif bagi pendengarnya (Choirina., 2019). Al-Qur’an adalah kitab suci
yang mulia didalamnya terdapat petunjuk, nasehat, dan contoh bagi orang-orang yang
berfikir. Setiap muslim hendaknya menjaga kedekatan dengan al-Quran dengan
membacanya, mentadaburinya, memahaminya, serta terus berinteraksi dengannya
(Cholil, 2014).
Murottal (mendengarkan bacaan Al-Qur’an adalah salah satu metode
penyembuhan dengan menggunakan Al-Qur’an, (Diki et al., 2018). Ayat Al-Qur’an
dapat membeikan nutisi pada otak dengan getaran akustik yang besar sehingga
mempengauhi sel-sel otak dan mengembalikan keseimbangannya. Selain itu juga
berkontribusi dalam koordinasi antara suara, sebab getaran al-qur’an memiliki
konsistensi yang menakjubkan. Mendengarkan bacaan al-qur’an juga meningkatkan
sistem kekebalan tubuh terhadap dalam sel-sel. Sebab pengaruh getaran akustik yang
sangat seimbang menjadikan sel bekerja dengan sempurna (Anisa, A., 2019). Dari
berbagai macam pengobatan yang paling baik adalah Al-Qur’an, Al-Qur’an memiliki
semua jenis pengobatan dan data yang diperlukan untuk mengobati beragam sel yang
terganggu, bahkan pada jenis penyakit yang sulit untuk disembuhkan bagi kalangan
medis, salah satu terapi komplementer yang islami adalah Al-Qur’an. Lantunan Al-
Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara manusia merupakan
instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau.
Suara dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon endorphin
alami, meningkatkat perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas
dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah
serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi dan aktifitas gelombang
otak yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. (Lola et al., 2018).
Al-Quran meyebut dirinya “petunjuk bagi manusia”. Kitab ini tentunya bukan
sebuah buku sains ataupun buku kedokteran, namun al-Quran meyebut dirinya sebagai
“peyembuh peyakit” Yang oleh kaum muslimin diartikan bahwa petunjuk yang
dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis dan fisik.
Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari konsep dasar Al-Quran, yang bermakna
jika rasa aman, keselamatan, dan keutuhan bagi kondisi fisik, atau kondisi mental itu
tergagu, seseorang tentu saja tidak utuh, hal ini terbukti jika seorang muslim bertemu
sesama muslim, sapaan yang di sampaikan adalah “ assalamualaikum” (keselamatan
semoga tercurah kepadamu). Keselamatan yang di maksud allah adalah bermakna
keselamatan di dunia dan ahirat yang seluruhnya tercermin dalam Al-Quran. Dengan
demikian, secara garis besar, konsep pendidikan kesehatan dalam Al-Quran menjadi
hal yang menarik untuk di teliti, di sebutkan dalam Al-Quran dalam Quran Surah
yunus (10):57 yang artinya “wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu
pelajaran al-Quran dari tuhan mu peyembuh bagi peyakit yang ada dalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman” dan Quran surat AL-Isra (17):82
“Dan kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman, dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian “ (Aminah 2013).
b. Manfaat Murottal
Manfaat dari murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an) (Dirgarahayu,
2017).
1) Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan
ketenangan jiwa.
2) Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara
manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang
paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres,
mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem
kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju
pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang
lebih baik.
c. Efek Terapi Murottal
Al-Quran memiliki pengaruh yang luarbiasa bukan hanya sekedar maknanya
semata yang hanya bisa diketahui oleh orang yang membaca dan memahaminya.
Pengaruh Al-Quran bahkan pada bunyi lafazh yang hanya didengarkannya sekalipun.
Dr.al-Qadhi, melalui penelitiannya di klinik besar Florida Amerika Serikat, berhasil
membuktikan, bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Quran,
seseorang muslim baik mereka yang berbahasa arab maupun bukan, dapat merasakan
perubahan fisiologis yang sangat besar (Choli, 2014). Pengaruh mendengakan bacaan
Al-Quran diantaranya adalah penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan
jiwa, menangkal bebagai macam penyakit. Dr. Al-Qadhi yang seorang dokter ahli jiwa
melakukan penelitian dengan ditunjang melalui bantuan peralatan alektronik terbaru
untuk mendektesi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit
terhadap aliran listrik. Bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97% dalam
melahirkan ketenangan jiwa dan menyembuhkan penyakit (Choli, 2014).
Menurut Handayani (2014) bacaan murottal Al-Quran sebagai penyembuh
penyakit jasmani dan rohani melalui suara, intonasi, makna ayat-ayat yang dapat
menimbulkan perubahan baik tehadap organ tubuh manusia. Membaca atau
mendengarkan Al-Quran akan memberikan efek relaksasi, sehingga memperlambat
laju pembuluh darah, nadi, dan denyut jantung. Terapi Al-Quran ketika didengarkan
pada manusia akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk
memproduksi zat kimia neuropeptide. Molekul ini akan mempengaruhi reseptor
didalam tubuh, sehingga tubuh merasa nyaman (Al-Kaheel, 2012). Al-Quran mampu
memacu sistem saraf simpatis, sehingga terjadi keseimbangan pada kedua sistem saraf
otonom tersebut. Inilah yang menjadi prinsip dasar timbulnya respon relaksasi, yaitu
terjadinya keseimbangan antara sistem saraf simpatis dan sistem saraf non simpatis
(Handayani, 2014).
d. Prosedur Murottal
Respondennya sebelum dilakukan terapi murottal kita melakukan pengukuran
tekanan darah dan tingkat stresnya setelah dilakuakn kita berikan terapi murottal
selama 15 menit setelah selesai diberikan terapi murottal kita periksa kembali tekana
darah dan tingkat stresnya.

2. Stres
a. Pengertian Stres
Menurut Gandhi (2011), stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik
terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang
mengalaminya, stres emosi memberikan dampak total pada individu yaitu terhadap
fisik, fisiologis, sosial, dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis.
Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri
atau orang lain. Stres intelektual dapat mengganggu persepsi dan kemauan seseorang
dalam menyelesaikan masalah, stres sosial akan menggangu hubungan individu
terhadap kehidupan.
b. Penyebab Stres atau Stressor
Menurut Lukaningsih & Bandiyah (2011) Beberapa penyebab stres adalah
sebagai berikut :
1) Kondisi biologis
Berbagai penyakit infeksi, trauma fisik, dengan kerusakan organ biologis, mal
nutrisi, kelelahan fisik, kekacauan fungsi biologis yang kontinyu.
2) Kondisi psikologis
a) Berbagai kondisi yang mengakibatkan sikap atau perasaan rendah diri (self
devaluation) seperti kegagalan mencapai sesuatu yang sangat diidam-
idamkan.
b) Berbagai keadaan kehilangan seperti posisi, keuangan, kawan, atau pasangan
hidup yang sangat dicintai.
c) Berbagai kondisi perasaan bersalah
3) Perubahan sosial yang cepat apabila tidak diimbangi dengan penyesuaian maka
akan menimbulkan benturan konflik yang memungkinkan munculnya stres.
Faktor yang dapat menyebabkan stres juga berasal dari individu itu sendiri,
khususnya keperibadian yang dimiliki individu tersebut dapat mempengaruhi
penilaian terhadap stres, faktor-faktor tersebut meliputi motivasi, intelektual dan
karakteristik keperibadian ( Rahman, 2013)
c. Sumber Stres
Menurut Rahman (2013) mengungkapkan beberapa sumber stres adalah sumber
didalam individu itu sendiri, dalam keluarga, dalam komunitas dan masyarakat.
1) Sumber didalam individu
Sumber stres ini dikarenakan adanya konflik yang berlawanan antar
keinginan dan kenyataan yang berbeda, sehingga berbagai masalah yang datang
tidak mampu diatasinya.
2) Sumber konfilik didalam keluarga
Perilaku kebutuhan dan kepribadian tiap anggota keluarga yang berbeda
sehingga mempengaruhi interaksi sosial yang dapat menimbulkan stres. Selain itu
karena adanya masalah keuangan, penambahan anggota keluarga dan kematian
anggota keluarga.
3) Sumber didalam komunitas dan masyarakat
Kontak dengan orang diluar keluarga menyediakan banyak sumber stres
seperti dengan masyarakat yang memiliki stigma negatif terhadap perubahan
tertentu sehingga akan menimbulkan tekanan.
d. Gejala Stres
Pratiwi & Pribadi (2013) mengidentifikasi gejala stres kedalam tiga tipe. Gejala-
gejala tersebut antara lain :
1) Gejala kognitif ditunjukkan dengan kesulitan berkonsentrasi, sulit membuat
keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan kehilangan harapan.
2) Gejala psikologis ditunjukkan dengan adanya kecemasan, ketegangan, mudah
marah, gelisa, mudah marah, takut, mudah tersinggung, dan sedih.
3) Gejala perilaku, merokok, minuman alkohol, gelisah, dan gangguan tidur.
4) Gejala emosi ditunjukkan dengan kecemasan, ketakutan, perasaan yang tidak
menentu dan tidak terkontrol (Puspitadewi, 2012).
Menurut Lukaningsih & Bandiyah (2011) stres memiliki dua gejala, yaitu gejala
fisik dan psikis.
1) Gejala stress secara fisik dapat berupa jantung berdebar, nafas cepat dan
terengah-engah, mulut kering, lutut gemetaran suara menjadi serak, perut melilit,
nyeri kepala seperti diikat, merasa geram, panas dan otot tegang.
2) Keadaan stress dapat membuat orang yang mengalaminya merasa gejala-gejala
psikoneurosa, seperti cemas, rasa, gelisah, sedih, depresi, curiga, bingung, salah
paham, jengkel dan marah
e. Jenis-jenis Stres
Radstaak & Zyl (2017) mengatakan bahwa terdapat dua jenis stres, yaitu eustres
dan distres.
1) Eustres, hasil dari respon terhadap stres yang bersifat positif dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu yang
diasosiakan dengan pertumbuhan, kemampuan adaptasi. Ini adalah semua bentuk
stres yang mendorong tubuh untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan
untuk beradaptasi.
2) Distres, keadaan stres yang mengakibatkan reaksi emosional yang tidak
menyenangkan. Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi kamampuan
untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik dan
psikologis. Ketika seseorang mengalami distres, orang tersebut akan cenderung
bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat berforma secara maksimal.
f. Tingkat stres
Menurut Potter & Perry (2015), stres dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1) Stres Ringan
Stres dikatakan ringan apabila stres yang dihadapi seseorang tertentu dan
tidak menyebabkan gangguan pada perubahan hidupnya dan berlangsung
beberapa menit atau jam. Tanda gejalanya mulai sedikit tenang dan was-was.
2) Stres Sedang
Stres dikatakan sedang apabila stres yang muncul berlangsung lebih lama
dari tingkat stres ringan, berlangsung beberapa jam sampai hari. Tanda gejalanya
yaitu mulai kesulitan tidur, sering menyendiri dan tegang.
3) Stres Berat
Tergolong stres berat apabila berlangsung beberapa minggu sampai
beberapa tahun dan bersifat kronis. Pada situasi itu seseorang sudah mulai ada
gangguan fisik dan mental.
g. Tahapan Stres
Menurut Hawari dalam Lestari (2014) tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
1) Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya
disertai dengan perasaan semangat bekerja besar,berlebihan (over acting),
penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, dan merasa mampu
menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpak disadari cadangan
energi semakin menipis.
2) Stres tahap II
Pada tahapan ini individu dapat merasakan letih saat bangun pagi, mudah
lelah terutama sesudah makan siang, mudah lelah menjelang sore hari,sering
mengeluh gangguan sistem pencernaan atau perut tidak anyaman, detak jantung
meningkat leboh dari biasanya, otot-otot daerah punggung dan tengkuk terasa
tegang serta tidak dapat relaks.
3) Stres tahap III
Individu pada tahapan ini akan memperlihatkan keluhan-keluha, seperti
gangguan sistem pencernaan yang makin menguat, peningkatan ketegangan ptot,
perasaan tidak nyaman, suasana perasaan yang semakin mudah berubah-ubah,
gangguan pola tidur seperti sulit tidur, terbanggun tengah malam dan sulit
kembali tidur, atau banggun dini hari dan tidak dapat kambali tidur, gangguan
pengendalian koordinasi tubuh seperti badan terasa sempoyongan seakan ingin
pingsan.
4) Stres tahap IV
Ciri-ciri stres pada tahap IV, antara lain kesulitan bertahan melakukan
aktivitas rutin, aktivitas yang semula menyenangkan dan mudah menjadi
membosankan dan terasa lebih sulit, semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai, ketidakmampuan
melaksanakan kegiyatan sehari-hari, gangguan pada pola tidur semakin
meningkat disertai mimpi-mimpi menegangkan, seringkali menolak ajakan
karena tidak ada semangat dan kegairahan, daya konsentrasi dan daya ingat
menurun.
5) Stres tahap V
Stres tahap V merupakan kelanjutan dari stres tahap IV yang memiliki
gambaran utama, seperti kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam,
ketidak mampuan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana, gangguan sistem pencernaan samakin berat, timbul perasaan ketakutan
dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah binggung dan panik.
6) Stres tahap VI
Tahapan ini disebut dengan tahapan klimaks karena seseorang mengalami
serangan panik dan perasaan takut mati. Ciri-ciri stres tahap VI adalah debaran
jantung teramat keras, sesak nafas, tubuh gemetar, dingin dan keringat
berkucuran, ketiadaan tenaga untuk hal ringan, pingsan dan kolaps.
h. Dampak Stres
Stres dapat berdampak terhadap kondisi emosional sehingga seseorang akan
mudah gelisah, mood atau suasanan hati yang sering berubah-ubah, mudah cepat
marah, mudah tersinggung dan stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan
seseorang menjadi cemas dan depresi (Rahayuni., et.al. 2015).
i. Stres pada lansia
1) Kematian
Kehilangan pasangan karena kematian merupakan faktor tertinggi penyebab
stres pada lansia kematian atau kehilanggan saudara dekat atau teman-teman juga
dapat meningkat stres karena berkurangnya dukungan sosial terhadap mereka
(Hawari, 2011).
2) Pensiun
Pensiun merupakan penyebab terjadinya stres karena adanya perubahan
hidup seperti tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga
menghasilkan situasi yang tidak menyenangkan yang menyebabkan kekacauan
mental dan emosional (Hawari, 2011).
3) Lansia yang mengalami kesepian, tidak berguna, keinginan untuk cepat mati,
membutuhkan perhatian lebih, muncul rasa tersisih, merasa tidak dibutuhkan lagi,
ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjungan
sembuh merupakan beberapa masalah yang tidak enak dan potensial
memunculkan stres (Pratiwi & Pribadi, 2013).
Lalita (2015) mengemukakan terdapat faktor yang mempengaruhi kejadian stres
pada lansia :
1) Kondisi kesehatan fisik
Kondisi kesehatan fisik yang sudah menurun membuat lansia memiliki
ketergantungan hidup dengan orang lain.
2) Kondisi psikologi
Kondisi psikologi yang menurun membuat lansia merasa terhambat dalam
berinteraksi dengan orang lain, sehingga lansia tidak mau berinteraksi dengan
lingkungan sekitar.
3) Lingkungan
Sters juga dapat dipicu oleh hubungan sosial dengan orang lain disekitarnya
atau akibat situasi sosial lainya.
4) Keluarga
Keluarga berperan besar dalam kejadian stres lansia. Jika terdapat masalah
dalam keluarga, dimana dukungan serta motivasi sangat dibutuhkan lansia.

3. Lansia
a. Pengertian Lansia
Menurut Bailon, 1987 Lansia adalah dua atau lebih individu yang bergabung karna
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan
suatu budaya (Muhith & Siyonto,2016). Lansia adalah individu yang berusia di atas
55 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi
biologis, psikologis, sosial, ekonomi (Muhith & Siyonto,2016). Lanjut usia merupakan
istilah tahap ahir dari proses penuaan,peningkatan proposi penduduk usia tua (diatas
60 tahun) atau penuaan populasi (population agin) dari total populasi penduduk sudah
tentu terjadi di seluruh plosok dunia (Mardalena, 2017).
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah berusia di atas 55 tahun, status
kesehatan lansia sangat berpengaruh pada penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada
lansia tergolong sehat dan ada pula yang mengidap peyakit kronis. Kebutuhan gizi
pada lansia mengalami perubahan akibat meningkatnya morbiditas dan peyakit
degeneratife seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, serta peyakit kronis
lainnya (Ariani, 2017).
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia dalam kategori sebagai berikut (Dewi, 2014) :
1) Pralansia (prasenalis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang
yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5) Lansia tidak potensial, lansia tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain.
Sedangkan menurut WHO (Word Health Organization) adalah sebagai berikut (Dewi,
2014) :
a) Elderly : 60-74 tahun
b) Old : 75-89 tahun
c) Very old : > 90 tahun
c. Karakteristik Lansia
Karakteristik diantaranya adalah orang yang berusia 60 tahun, kedua kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, seta dari kondisi akdaktif hingga kondisimaladaktive,
ketiga lingkunagan dan tempat tinggal yang bervariasi (Setyawati & Hartini, 2018).
Menurut Setyawati & Hartini, 2018. Adapun ciri-ciri pada lansia sehingga akan
berdampak terhadap mekanisme kompingdari respon yang dihadapi, seperti:
1) Usia dan pekerjaan
Semakin bertambahnya usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima
cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang meyatakan bahwa hubungan
antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak
dari usia pertengahan menuju usia tua. Usia adalah lamanya kehidupan yang di
hitung berdasarkan tahun kelahiran sampai dengan ulang tahun terahir. Oleh
sebab itu tidak di butuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan, seperti
pensiun dari peran sosial karena menua, keterkaitannya dengan jenis pekerjaan
juga membawa dampak yang berarti.
2) Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis sosial, sehingga akan berdampak pada bentuk
adaptasi yang digunakan meyatakan hasil penelitian mereka yang memaparkan
bahwa keyataan keadaan psikososial lansiadi Indonesia secara umum lebih baik
dibandingkan lansia di Negara maju, antara lain tanda-tanda depresi pria (pria
43% dan wanita 42%) menunjukan kelakuan atau tabiat buruk (pria 7,3% dan
wanita 3,7%) serta cepat marah iritable (pria 17,2% dan wanita 7.1%) jadi dapat
diasumsikan bahwa wanita lebih siap dalam menghadapi masalah dibandingkan
laki-laki, karna wanita lebih mampu menghadapi masalah dari pada laki-laki
yang cenderung lebih emosional.
3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi
masalah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin bayak
pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi
masalah yang terjadi, umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi masih dapat produktif,mereka justru bayak memberikan
konstribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah
maupun biografisnya sendiri.
4) Sosial ekonomi
Kebiasaan sosial budaya masyarakat di sunia timur sampai sekarang masih
menepatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat dan penghargaan
yang tinggi. lansia sering dianggap lamban, baik dalam berfikir maupun
bertindak, tanggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat pada zaman
sekarang, yang justru mengajukan masih ada sosial involvement (keterlibatan
sosial) yang di anggap penting dan meyakinkan. Contohnya dalam pendidikan,
lansia masih tetap butuh melanjutkan pendidikannya, sehingga dapat
meningkatkan inteligensi dan memperluas wawasannya. Hal ini merupakan
suatu dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Pada
dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Pada zaman
sekarang status ekonomi aik status menengah keatas, menengah atau sederhana,
maupun menengah kebawah sangat diperhatikan seseorang dalam menjalin
hubungan baik dengan teman, relasi kerja maupun pasangan hidup sehingga
status ekonomi ada hubungan erat dengan status sosial karena dimana status
ekonomi individu itu tinggi maka dalam menjalin hubungan dengan relasi akan
semakin mudah dan erat misalnya dalam hubungan keluarga terutama dalam
pemenuhan kebutuhan dasar.
d. Tipe lansia
Menurut Ratnawati 2018, tipe lansia mengelompokan tipe lansia dalam beberapa poin,
antara lain :
1) Tipe arif bijak sana
Tipe ini didasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki bayak
pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, ramah, memiliki kerendahan hati, sederhana,
dermawan, dan dapat menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Tipelansia mandiri,yaitu mereka yang dapat menyesuaikan perubahan pada
dirinya. Mereka mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul pada teman.
3) Tipe tidak puas
Tipe lansia tidak puas adalah lansia yang selalu mengalami konflik lahir
batin. Mereka cenderung menentang proses penuaan sehingga menjadi pasrah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Lansia tipe ini memiliki kecenderungan menerima dan menunggu nasib
baik, rajin mengikuti kegiatan agama, dan mau melakukan pekerjaan apa saja
dengan ringan tangan.
5) Tipe bingung
Lansia tipe ini membentuk akibat mereka mengalami syok akan perubahan
status dan peran. Mereka mengalami keterkejutan, yang membuat lansia
mengasingkan diri, mider, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Menurut Ratnawati 2018. Berdasarkan pengalaman hidup, karakter, lingkungan,
kondisi fisik, sosial, dan ekonominya, orang lanjut usia dibagi dalam beberapa tipe
yaitu :
a) Tipe Optimis
Lansia tipe ini mempunyai pembawaan gaya santai dan periang, mereka
cukup baik dalam melakukan penyesuaian. Masa lansia bagi mereka adalah
bentuk bebas dari tanggung jawab dan dipandang sebagai kesempatan untuk
menuruti kebutuhan positifnya. Maka tipe ini sering disebut dengan lansia tipe
kursi goyang (the roking chaiman).
b) Tipe Kontruktif
Tipe ini umumnya mempuai integritas baik mereka dapat menikmati hidup
dengan toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Sifat ini bisa
jadi biasanya terbentuk sejak usia muda. Maka ketika tua mereka bisa
menghadapi proses penuaan, dan masa ahir dengan tenang.
c) Tipe Ketergantungan
Tipe ini biasanya lansia pasif tidak punya inisiatif dan ambisi. Mereka kerap
mengambil tindakan yang tidak praktis. Namun demikian, mereka masih dapat
diterima di tengah masyarakat dan masih tahu diri, biasanya lansia
ketergantungan ini senang pensiun, tidak suka bekerja dan senang berlibur
banyak makan dan minum.
d) Tipe Defensif
Tipe lansia ini biasanya mempuyai riwayat pekerjaan atau jabatan yang
tidak setabil di masa muda. Mereka slalu menolak bantuan, memiliki emosi yang
tidak terkendali, teguh dengan kebiasaan, dan bersifat komplusif aktif. Namun,
anehnya lansia tipe defensif ini takut menghadapi “ masa tua” dan menyenangi
masa pensiun.
e) Tipe Militan dan Serius
Lansia tipe ini umumnya memiliki motivasi besar dalam bertahan hidup,
mereka tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, dan bisa menjadi
panutan.
f) Tipe Pemarah Frustasi
Lansia tipe ini cenderung negatif. Mereka merupakan orang-orang pemarah,
mudah tersinggung dengan hal-hal kecil,tidak sadar, dan memilikivkebiasaan
menyalahkan orang lain. Lansia pemarah frustasi biasanya menunjukan
penyesuaian yang buruk dan sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g) Tipe Bermusuhan
Lansia tipe ini lebih negatif dari poin sebelumnya.mereka selalu mengagap
bahwa orang lainlah yang menyebabkan kegagalan pada dirinya. Maka dari itu
mereka slalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga, karnarasa takut akan
kematian, masa tua bagi mereka bukanlah hal baik. Untuk itu, kerap timbul dalam
hati mereka rasa iri pada yang muda.
h) Tipe putus asa, membenci, menyalahkan diri sendiri
Lansia tipe ini kerap menyalahkan diri sendiri. Meskipun memiliki sifat
kritis, mereka tidak mempunyai ambisi,tidak dapat menyesuaikan diri, dan
mengalami penurunan sosio ekonomi. Maka yang muncul dalam proses ini tidak
haya kemarahan, tetapi juga depresi, dimana mereka memandang lansia sebagai
tahapan hidup manusia yang tidak berguna dan tidak menarik. Hasilnya, mereka
kerap merasa menjadi korban keadaan,membeci diri sendiri, tidak bahagia dalam
perkawinan, dan ingin cepat mati.
e. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Ratnawati 2018, setiap tahap perkembangan manusia memiliki tugas
perkembangannya sendiri-sendiri termasuk lansia yang memiliki tugas perkembangan
sebagai berikut :
1) Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4) Menjalin hubungan dengan orang-orang sekitar
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6) Meyesuaikan diri dengan peran social secara luwes dan humoris

4. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
dan angka kematian atau mortalitas. (WHO), batas tekanan darah masih di anggap
normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tersebut sebagai normal tinggi,
(batasan tersebut di peruntukan bagi individu dewasa di atas 18 tahun) (Triyatno
2014).
Hipertensi adalah kelainan asimtomatis yang di tandai dengan hasil pengukuran
tekanan darah yang tetap tinggi dalam waktu lama. (Debora, 2017). Hipertensi atau
penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang ditunjukan oleh angka sistolik (bagian atas) dan
angka bawah diastolik pada pemeriksaan tensi menggunakan pengukuran tekanan
darah (Haryono & Setianingsih, 2013).
b. Peyebab Hipertensi
Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu
(Triyanto, 2014) :
1) Hipertensi Esensial atau Primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial
sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer
terjadi pada usia 30-50 tahun. Hipertensi primer adalah suatu kondisi hipertensi
dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan (Lewis, 2000). Pada
hipertensi primer tidak ditemukan penyakit renovaskuler, aldosteronism,
pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras
merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk
faktor lain yang diantaranya adalah faktor stres, intake alkohol moderat, merokok,
lingkungan, demografi dan gaya hidup.
Diagnosis hipertensi dibuatnsetelah minimal 2 kali pengukuran tekanan
darah tetap menunjukkan peningkatan. Pengulangan pengukuran tekanan darah
dilakukan setelah 2 menit. Dikenal istilah fenomena “white coat”, yaitu suatu
keadaan peningkatan tekanan darah yang terbaca saat diukur oleh dokter atau atau
kesehatan. Fenomena hipertensi white coat dapat disingkirkan dengan melakukan
pengukuran pada 2 seting tempat yang berbeda, yaitu pengukuran oleh dokter
atau tenaga kesehatan dan pengukuran di rumah atau komunitas. Pengukuran
tekanan darah dapat dilakukan secara cermat dan hati-hati, untuk menentukan
keakuratan diagnosa. Monitoring tekanan darah selama aktifitas atrau pergerakan
juga dapat membantu menegakkan diagnosis.
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyidikan dan pengobatan
lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
3) Faktor Resiko
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di
dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua
maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai
pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran
didalam terjadinya hipertensi. Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang
memicu masalah terjadinya hipertensi, hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka
sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi.
Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak
menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatera Barat
menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang
didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah
perkotaan Jakarta didapatkan 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita.
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Insidenhipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun
akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur. Jenis
kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada
masa muda dan peruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan
pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami
menopause.
Faktor lingkungan seperti stress berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga melalui aktivitas saraf
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,
saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Hal ini dapat di hubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. Peningkatan tekanan darah sering intermiten
pada awal perjalanan penyakit. Bahkan pada kasus yang sudah tegak
diagnosisnya, sangat berfluktuasi sebagai akibat dari respon terhadap stres
emosional dan aktivitas fisik. Selama terjadi rasa takut atau stres tekanan arteri
sering kali meningkat sampai setinggi dua kali normal dalam waktu beberapa
detik.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan
hubungan antara obesitas dengan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderi
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal. Terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada
penderita hipertensi dengan berat badan normal
Menurut Haryono & Setianingsih 2013. Faktor resiko yang mempengaruhi
hipertensi sebagai berikut :
a) Jenis kelamin
Faktor ini tidak bisa anda kendalikan. Hipertensi lebih bayak terjadi
pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih bayak meyerang
wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah
wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
monopouse.
b) Umur
Faktor ini tidak bisa anda kendalikan. Semakin tua umur seseorang
maka semakin tinggi tekanan darahnya. Sejalan dengan bertambahnya usia,
hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik
akan meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik akan meningkat
wsampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun secara derastis. Penelitian menunjukan bahwa seraya usia
seseorang bertambah, tekanan darahpun akan meningkat. Anda tidak dapat
mengharapkan bahwa tekanan darah anda saat muda akan sama ketika anda
bertambah tua. Namun anda dapat mengendalikan agar jngan melewati batas
yang normal.
c) Stres
Faktor ini bisa anda kendalikan. Stres dan kondisi emosi yang tidak
stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi. Hubungan antara stres
dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, penaningkatan
saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stres
yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
d) Keturunan (gerontik)
Faktor ini tidak bisa anda kendalikan. Adanya faktor genetik pada
keluarga tertentu akan meyebabkan keluarga itu mempuyai resiko hipertensi
individu dengan orang tua hipertensi mempuyai resiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempuyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga, seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
penderita hipertensi.
e) Mengonsumsi garam berlebih
Faktor ini bisa anda kendalikan. Garam dapat meningkatkan tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,
penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit
hitam .
f) Kolesterol
Faktor ini bisa dikendalikan. Kandungan lemak yang berlebihdalam
darah anda, dapat meyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah meyempit dan akibatnya
tekanan darah akan meningkat. Kendalikan kolesterol kalian sedini mungkin.
g) Minum alkohol
Faktor ini bisa di kendalikan. Bayak penelitian membuktikan bahwa
alkhol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh
darah. Kebiasaan minum alkhol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi.
h) Obesitas atau kegemukan
Faktor ini bisa anda kendalikan. Resiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang kegemukan 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seseorang yang berat badanya normal.
i) Kurang olahraga
Faktor ini bisa anda kendalikan. Kurangnya aktivitas fisik menaikan
resiko tekanan darah tinggi karna bertambahnya resiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempuyai detak jantung
lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar
pula kekuatan yang mendesak arteri.
j) Kebiasan merokok
Faktor ini bisa anda kendalikan merokok jiga dapat meningkatkan
tekanan darah menjadi tinggi kebiasaan merokok dapat meningkatkan resiko
diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang
terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan
kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-penyakit
yang berkaitan dengan jantung dan darah.
c. Patofisiologi Hipertensi
Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidakpastian,
sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau
adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum ada
penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut
sebagai “hipertensi esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam
pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam
terjadinya hipertensi esensial.
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta
menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipersensitif, dan peran
mereka berbeda pada setiap individu. Di antara faktor-faktor yang telah dipelajari
secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-
angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa tahun belakangan, faktor
lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi endotel (yang tampak pada
perubahan pada endotelin dan nitrat oksida).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreprinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mengskresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengskresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktorpembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler.semua faktor tersebut cenderung pencetus
keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penuruna dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan perifer (Wijaya &
Putri, 2013).
d. Manefestasi Klinis Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, sepertipendarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,
edema pupil (edema pada diskusoptikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sitem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea
darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan
struk atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis
sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijaya &
Putri, 2013).
Crowin ( 2000 ) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
(Wijaya & Putri, 2013):
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranial.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
e. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Gordon H. Williams seorang ahli penyakit hipertensi sebagai berikut
(Dewi & Famelia, 2014) :
1) Tensi Sistolik
a) < 140 mmHg : Normal
b) 140-159 mmHg : Normal Tinggi
c) > 159 mmHg : Hipertensi sistolik tersendiri
2) Tensi diastolik
a) 85 mmHg : Normal
b) 85-89 mmHg : Normal Tinggi
c) 90-104 mmHg : Hipertensi Ringan
d) 105-114 mmHg : Hipertensi sedang
e) > 115 mmHg : Hipertensi berat
Lembaga kesehatan Nasional Amerika . National Institute Of Health,
mengklarifikasikan hipertensi sebagai berikut : (Dewi & Famelia, 2014).
1) Tekanan sistolik
a) < 119 mmHg : Normal
b) 120-139 mmHg : pra- Hipertensi
c) 140-159 mmHg : Hipertensi derajat 1
d) > 160 mmHg : Hipertensi derajat 2
2) Tekanan diastolik
a) < 79 mmHg :Normal
b) 80-89 mmHg : pra-Hipertensi
c) 90-99 mmHg : Hipertensi derajat 1
d) > 100 mmHg : Hipertensi derajat 2
f. Komplikasi
Menurut Dewi & Familia, (2014). Komplikasi hipertensi terjadi karna adanya
kerusakan salah satu bahkan lebih pada organ tubuh. Hal ini dikarnakan peningkatan
tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama sehingga organ tidak mampu bertahan
dalam keadaan itu. Orang-orang ini disebut dengan target organ hipertensi. Organ-
organ itu meliputi otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, dan ginjal.
Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi yang cukup parah, yaitu
stroke. Namun apabila hipertensi dapat dikendalikan, resiko stroke juga dapat
menurun. Selain stroke akibat komplikasi pada otak adalah daya ingat menurun atau
mulai pikun (dimensia). Dan kehilangan kemapuan mental yang lain .
Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah
halus mata. Hipertensi menyebabkan menyebabkan pembuluh darah halus pada
ratina (bagian belakang mata) robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya
sehingga dapat menimbulkan kebutaan (Dewi & Familia, 2014).
Sementara itu komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah dapat
dijabarkan seperti dibawah ini. (Dewi & Familia, 2014).
1) Arteriosklerosis atau penyumbatan di pembuluh darah atau terjadinya
pergeseran pembuluh darah arteri karna tekanan yang terlalu besar. Dikarnakan
hipertensi yang tinggi, dinding arteri lama-kelamaan akan kaku dan menebal.
Akibatnya, aliran darah tidak lancar. Selain itu, juga dibutuhkan tekanan yang
lebih kuat sebagai kompensasi atau imbalannya.
2) Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteribesar dan kecil yang ditandai oleh
endapan lemak, trombosit, makrofag, dan leokosit di seluruh lapisan tunika
intima dan ahirnya ketunika media. Lebih singkatnya, ateroklerosis merupakan
endapan lemak pada lapisan dinding akteri. Penumpukan lemak pada jumlah
besar disebut plak. Pembentukan plak didalam pembuluh darah sangat
berbahaya karna dapat menyembabkan penyempitan pembuluh darah sehingga
organ-organ tubuh akan mengalami kekurangan pasokan darah.
3) Aneurisma. Istilah ini mungkin masih asing ditelinga anda. Tidak aneh karena
memang penyakit ini belum sepopuler penyakit mematikan lainnya. Bahkan,
data mengenai penyakit inipun belum begitu jlas di indonesia. Padahal, jika
terjadi kematian mendadak hanay ada kemungkinannya, yaitu serangan jantung
dan jika menyerang otak hampir dapat dipastikan itu aneurisma. Aneurisma
adalah kelainan pembuluh darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh
darah. Dinding pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah
yang relatif tinggi. Melalui proses sekian lama, terjadinya penggelembungan
atau pelebaran yang disebut dilatasi. Gelembung yang awalnya kecil itu dapat
membesar seiring bertambahnya usia dan makinmelemahnya dinding pembuluh
kondisi ini akan menjadi fatal jika kemudian pecah.
4) Penyakit pada arteri koronaria. Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama
yang memberikan pasokan darah pada oto jantung. Apabila arteri ini mengalami
gangguan, misalnya pkak, maka aliran darah kejantung akan terganggu
sehingga organ-organ tubuh kekurangan darah.
5) Ginjal Hipertensi yang lama atau berat dapat menyebabkan kerusakan ginjal
sehingga fungsi ginjal menurun. Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan
darah yang disaring menjadi berkurang sehinga jumlah urin yang dihasilkan
menurun dan zat-zat yang seharusnya dibuang seperti urea menumpuk dalam
darah atau plasma. Kerusakan ginjal juga menyebabkan peningkatan albumin
dalam urin sehingga dapat menyebabkan kekurangan albumin (albiuminemia)
yang dapat menyebabkan keluarnya cairan dari pembuluh darah ke jaringan
dengan segala manifestasinya seperti ascites (busung air), edema tungkai, dan
lain-lain. Oleh sebab itu pada pasien hipertensi harus diperiksa fingsi ginjal
(serum creatinin, creatinin clereance, protein urin, dan albumin).
g. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Menurut Triyanto (2014). Ada beberapa terapi nonfarmakologi untuk
penderita hipertensi yaitu :
a) Terapi relaksasi progesif
Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatis ini.
Tehnik relaksasi semakin sering dilakukan karna terbukti efektif
mengurangi ketegangan dan kecemasan, mengatasi isomnia dan asma,
terapi relaksasi progesif terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah
pada penderita hipertensi.
Tehnik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang terintegrasi dan
juga mengagu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai “respon
relaksasi benson” respon relaksasi diperkirakan menghambat sistem saraf
otonom dan sistem saraf pusat dan meningkatkan aktivitas parasimpatis
yang dikarakteristikan dengan menurunya otot rangka, tonus otot jantung
menggagu fungsi neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons
relaksasi, ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang,
posisi yang nyaman dan dapat mempergunakan rekaman latihan relaksai.
b) Terapi musik
Terapi musik sebagai suatu ketrampilan dalam menggunkan musik
dan elemen-elemen musik oleh seseorang yang ahli di bidang musik untuk
meningkatkan, memelihara memperbaiki kesehatan mental, fisik, emosi,
dan spiritual.
Bunyi-bunyi frekuensi sedang cenderung merangsang jantung, paru,
dan emosi. Buyi musik yang bergetar membentuk pola dan menciptakan
medan energi resonasi dan gerakan diruang sekitarnya. Energi akan diserap
oleh tubuh manusia dan energi-energi itu secara halus mengubah
pernafasan, detak jantung, tekanan darah, keteganagan otot, temparatur
kulit, dan ritme-ritme lainnya. Musik merupakan stimulus yang unik yang
dapat mempengaruhi respon fisik dan fisiologi pendengar serta merupakan
intervensi yang efektif untuk meningkatkan relaksasi fisiologis (yang
diindikasikan dengan penurunan nadi, dan tekanan darah).
Musik dapat memberikan inspirasi dan menguatkan emosi kita,
meningkatakan perasaan akan cinta dan rasa takut. Jenis musik yang tepat
dapat memberikan pencegahan yang manjur terhadap stres. Penurunan
stres akan meyebabkan tekanan darah menurun.
c) Terapi murottal
Suara Ar Rahman terbukti dapat meningkatkan kadar B-endorphin
yang berpengaruh terhadap ketenangan (Whida, Dkk., 2015). Hormon yang
bermanfaat bagi tubuh diantaranya adalah B-endorphin, hormon ini
bereaksi sebagaimana morfin. Hormon tersebut dapat membuat kita merasa
tenang, nyaman, dan rileks. Efek positif dari homon ini adalah kebalikan
dari noradrenalin (Hauyama, 2014).
Menurut Wijaya & Putri, 2013. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan
modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi
dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan
darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah
yaitu :
a) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI)
dengan rentang 18, 5-24,9 kg/m². BMI dapat diketahui dengan membagi
berat badan anda dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam
satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan
melakukan diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein
(pfizerpeduli.com), dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg .
b) Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan dara diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr
gram/hari). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai
kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi
gapam menjadi ½ sendok the / hari, dapat menurunkan tekanan sistolik
sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg.
c) Batasi konsumsi alkohol
bahwa konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat
mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
d) Makan dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (> 90 mmol (35000 mg) / hari)
dengan cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak
dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat
menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang
terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengosumsi buah-buahan
sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium
yang cukup.
e) Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan
timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi
pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu
dihindari mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat
hipertensi.
Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung
serta tekanan darah . Maka pada penderita hipertensi dianjurkan untuk
menghentikan kebiasaan merokok.
f) Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang
sangat tinggi. Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai
metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
g) Terapi masase (pijat)
Pada prinsipnya pijat yang dilakukan penderita hipertensi adalah untuk
mempelancar aliran energi dalam tubuh sehingga gaguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan
aliran energi terbuka dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan
otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat ditekan.
2) Pengobatan Farmakologi
a) Deurotik (hindroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b) Penghambat simpatetik
Menghambat aktivitas saraf simpatis.
c) Batabloker, (motoprolol, propanolol dan antenolol)
1) Menurunkan daya pompa jantung
2) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gaguan
pernafasan seperti asma bronkial.
3) Pada penderita diabetes militus : dapat menutupi gejala hipoglimia
4) Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah.
d) ACE inhibitor (captopril)
1) Menghambat pembetukan zat angiotensin II.
2) Efek samping : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
e) Menghambat reseptor angiotensin II (valsartan)
Menghalangin penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung.
f) Antagonis kalsium (diltiasem dan verapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

5. Terapi Murottal Terhadap Tekanan Darah


Dilihat dari penelitian Siswoyo yang mengatakan bahwa terapi murottal sangat
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistole pasien pre-operasi katarak dengan
hipertensi. Terdapat perubahan tekanan darah setelah diberikan terapi mendengarkan
murottal. Hal ini jelas terjadi karena ayat-ayat Al-Qur’an secara fisik mangandung unsur-
unsur manusia yang merupakan instrumen penyembuhan dan alat yang paling mudah
dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endofrin
alami, meningkatkan perasaan rileks, memperbaiki sistem kimia tubuh yang menyebabkan
vasodilatasi sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi dan aktivitas gelombang otak. Mendengarkan murottal dengan
dipenuhi rasa yakin atas Allah, akan menimbulkan proses pemasrahan diri kepada sang
pencipta yang akan membawa kondisi pasif bagi pendengar. Selain itu, mendengarkan Al-
Qur’an juga akan menimbulkan efek rileks yang menyehatkan. Mendengar Al-Qur’an
dapat menjadi bentuk teknik relaksasi yang disebut dengan metode meditasi transendensi.
Relaksasi ini tidak berfokus pada proses pengendoran otot atau proses pelemasan fisik
lainnya, melainkan pada frase yang digunakan yaitu berulang dengan ritme yang teratur
disertai kepasrahan diri pada Allah. Pada saat dilakukan pengulangan frase tersebut tubuh
akan mengalami proses relaksasi yang pada dasarnya ialah mengaktifkan saraf-saraf
parasimpatis yang akan menurunkan semua respon tubuh yang telah dinaikan oleh saraf
simpatis (Siswoyo, et al., 2017).
B. Kerangka Teori

Murottal Lansia

Efek Karakteristik Lansia


1. Usia dan
1. Penurunan depresi
pekerjaan
2. Kesedihan,
2. Jenis kelamin
3. Memperoleh
3. Tingkat
ketenangan jiwa
pendidikan
4. Sosial ekonomi
Manfaat

1. Mendapatkan
Hipertensi
ketenangan jiwa.
2. Menurunkan
hormon stres Faktor resiko
3. Mengaktifkan 1. Jenis kelamin
hormon endorfin 2. Umur
alami 3. Stres
4. Meningkatkan 4. Mengonsumsi
perasaan rileks garam berlebih

Stres
Farmakologi

1. Diuretik (hindroklorotiazid)
2. Penghambat simpatetik
Penurunan stres 3. Betabloker (motoprolol,
propanolol dan antenolol)
Non Farmakologi

1. Terapi relaksasi progesif


2. Terapi musik
3. Terapi murottal

Gambar 2.1 kerangka teori

Sumber : Choli, 2014. Dirgarahayu, 2017. Lukaningsih & Badiyah, 2011. Setiyawati & Hartini,
2018. Haryono & Setianingsih, 2013. Triyanto, 2014. Potter & Perry, 2015.
C. Kerangka Konsep

Murottal Penurunan Stres

Faktor yang mempengaruhi

1. Sosial Ekonomi
2. Tingkat Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Jenis kelamin
5. Umur
6. Konsumsi Garam
7. Obat

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh terapi murottal terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
Ho : Tidak ada pengaruh terapi murottal terhadap tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan rancangan Quassy eksperimental pre-test, pos- test
design without control group. Intervensi atau kelompok pertama diberikan terapi murottal
kemudian kelompok kedua tidak diberikan intervensi. Hasil pengukuran kemudian
dibandingkan dengan kelompok satu dan kelompok kedua. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh terapi murottal Terhadap Stres Pada Lansia Dengan Penderita Hipertensi
di Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta.
Rancangan ini dapat di ilustrasikan sebagai :
pre-test post-test
O1 X O2
pre-test post-test
O3 Y O4

Keterangan :
O1 : Pre-test Stres sebelum dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan
O2 : Post-test Stres setelah dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan
O3 : Pre-test Stres pada kelompok kontrol
O4 : Post-test Stres pada kelompok kontrol
X : Perlakukan terapi murottal
Y : Tidak diberikan intervensi

B. Populasi Dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang telah di tetapkan (Nursalam, 2016 ) populasi
dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami hipertensi di Posyandu Melati Tegal
Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta pada bulan Januari – Febuari pada
tahun 2021, berusia 60-80 tahun, beragama islam, lansia yang mengalami stres, tekana darah
sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg, lansia yang tidak mengalami gangguan jiwa,
lansia tidak memiliki penyakit komplikasi yang serius, dan lansia yang tidak mengkonsumsi
alkohol. Populasi pada penelitian ini berjumlah 30 Responden.
2. Sampel
Menurut Sugiyono ( 2015 ), teknik pengambilan sempel menggunakan Total Sampling yang
berjumlah 30 Responden, 15 Responden untuk kelompok intervensi dan 15 Responden untuk
kelompok kontrol. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Posyandu Melati, akan dilakukan penelitian bulan Januari sampai
Februari 2021

D. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu dan memiliki
bermacam-macam nilai, misalnya pengetahuan, pendapatan, peyakit, badan, ekonomi dan lain
sebagainya (Notoajmodjo, 2018). Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independen variabel)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi nilai atau nilainya mempengaruhi
variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
murottal.
2. Variabel terikat (dependen variabel)
Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi nilainya di tentukan oleh variabel lain
(Nursalam, 2016). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipertensi.
3. Variabel pengganggu
a. Usia dapat kontrol disamakan, diambil usia yang berusia 60-80 tahun
b. Stres dapat disamakan dengan diambil lansia yang stres.
c. Keturunan diambekan.
d. Minum alkohol disamakan pasien yang tidak mengkonsumsi alkohol.
e. Konsumsi garam disamakan pasien yang mengkonsumsi garam.
f. Kolestrol dapat dikontrol dengan cara mengurangi makanan yang mengandung
kolestrol seperti makanan berlemak.
g. Obesitas dapat dikontrol dengan cara berolahraga dengan rutin
h. Kurang olahraga dapat dikontrol dengan cara aktif berolahraga.
E. Definisi Oprasional
Definisi oprasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa
yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoajmodjo, 2018).

Tabel 3.1 Definisi Oprasional


Variabel Definisi oprasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

Terapi Murottal adalah suara Suara Al-Qur’an surat - -


murottal yang diperdengarkan Ar-Rahman ayat 1-78
Al-Qur’an yang yang diperdengarkan
dilantunkan oleh kepada lansia Melati
seorang qori yang Tegal Senggotan
mempunyai nada Tirtonirmolo Kasihan
suara yang merdu. Bantul Yogyakarta
yang dilantunkan oleh
seorang Qori
menggunakan MP3
selama 15 menit.

Stres Stres adalah tingkat Kuesioner yang Hasil skor Rasio


yang menunjukan digunakan kali ini berkisaran
respon dari lansia di menggunakan DASS antara 0 –
penderita hipertensi (Depression Anxiety 42
di Posyandu Lasia Stres Scale) adalah
Melati Tegal instrumen yang
Senggotan digunakan untuk
Tirtonirmolo Kasihan mengukur tingkat
Bantul Yogyakarta depresi, kecemasan
akibat tekanan dari dan stres yang terdiri
luar dan dalam dari 42 pertanyaan.
dirinya yang tidak
sesuai dengan
harapannya sehingga
terganggunya
kehidupan sehari-
hari.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian, data
primer di peroleh dari hasil wawancara dari kader lansia melati tegal senggotan
tirtonirmolo.
2. Data Skunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tindak langsung diperoleh
dari subjek penelitian, peneliti memperoleh data dari kader lansia Melati Tegal Senggotan
Tirtonirmolo.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoajmojo, 2018). Dalam
penelitian atau alat ukur yang digunakan adalah :
1. Alat Smartphone dan MP3 yang telah terinstal surat Ar-Rahman ayat 1-78 dibacakan oleh
qori Mishary Rashid.
2. Tingkat stres menggunakan Kuesioner
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang digunakan
dalam penenlitian ini adalah Depression Anxiety Stres Scale (DASS). Kuesioner
Depression Anxiety Stres Scale (DASS) adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur
tingkat depresi, kecemasan dan stres yang terdiri dari 42 pertanyaan. Namun pada
penelitian ini yang diukur hanya tingkat stres dan perhitungan skor berdasarkan item
pernyataan stres saja tidak secara keseluruhan. Untuk dimensi stres dengan nomer
pertanyaan 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Jawaban tidak pernah
diberikan skor 0, kadang-kadang skor 1, sering skor 2, dan selalu skor 3 (Akbar, 2017).
Hasil sekor akhir berkisar 0-42 semakin tinggi nilainya semakin tinggi stresnya.

Tabel 3.3
Kisi - Kisi Kuesioner Stres
N Indikator No. Pertanyaan Total
o
1 Jengkel pada hal yang sepele 1, 11, 18 3
2 Reaksi berlebihan 6 1
3 Sulit rileks 8, 22, 29 3
4 Energi yang terbuang percuma 12 1
5 Tidak sabaran 14 1
6 Menjengkelkan bagi orang lain 27 1
7 Sulit mentolelir gangguan 32, 35 2
8 Tegang 33 1
9 Gelisah 39 1
Total 14

H. Validitas Dan Rehabilitas


1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-benar mengukur
apa yang di ukur untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun mampu mengukur apa
yang hendak peneliti ukur (Notoatmojo, 2018).
Keputusan uji dalam kriteria uji dalam kriteria uji validitas apabila r hitung > rtabel
dengan α = 5% nilai rhitung > rtabel yaitu 0,361 maka butir tersebut valid atau sahih karena
menunjukkan adanya korelasi skor item dengan jumlah skor total. Apabila r hitung < rtabel
maka item tersebut tidak valid atau gugur (Riwidikdo, 2013).
Instrumen penelitian tingkat stres sudah tervalidasi yaitu DASS 42, sehingga tidak
perlu dilakukan uji validitas karena sudah memiliki nila validitas yaitu aspek sulit untuk
bersantai (dificulty relaxing) berjumlah 3 item dengan hasil 0,4617-0,6074, aspek
memunculkan kegugupan (nervous arousal) berjumlah 2 item dengan hasil 0,5105-0,5987,
aspek mudah marah/gelisah (easily upset/agigated) dengan 3 item dan hasil 0,4978-0,7541,
aspek mengganggu atau lebih reaktif (irritable/over reactive) berjumlah 3 item dengan
hasil 0,4318-0,6508 dan aspek tidak sabar (impatient) berjumlah 3 item dengan hasil
0,3532-0,6665. Dengan kusioner berjumlah 14 item yang diadopsi dari Akbar (2017).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah dalam penelitian ini alat yang digunakan MP3 dan Smartphone
yang sudah terinstal aplikasi Al-Quran (Notoatmojo, 2018). Kuesioner DASS atau angket
dikatakan reliable bila memiliki nilai α minimal 0,70 (Riwidikdo, 2013). Hasil reliabilitas
yang diperoleh dari instrumen tingkat stres adalah 0,909, jadi hal ini menunjukan bahwa
instrumen yang akan digunakan tersebut reliabel, dimana nilai α (0,909) > 0,70. Begitu
juga dengan hasil reliabilitas dari instrumen tingkat stres yaitu 0,8806. Jadi kedua
instrumen tersebut bisa digunakan untuk penelitian, diadopsi dari Akbar (2017).

I. Pengolahan Dan Metode Analisis Data


1. Pengolahan data
a. Editing atau memeriksa data
Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
penyuntingan atau editing terlebih dahulu. Secara umum editing adalah kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian formulir atau koesioner.
b. Coding atau memberi kode
Setelah semua koesioner atau data terkumpul dan diedit selanjutnya, data diberi
kode yakni mengubah data dalam bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan untuk mempermudah pelaksanaan pengolahan. Pengolahan selanjutnya kode-
kode tersebut dikembalikan lagi pada variabel aslinya.
c. Entri data atau memasukan data
Yaitu kegiatan memasukan data ke computer dengan menggunakan aplikasi program
SPSS (Statistic Package Social Science).
d. Cleaning atau pembersih data
Pengecekan kembali data yang telah dimasukan, data diperiksa kembali
kebenarannya untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode.
Ketidak lengkapan agar seluruh data yang dimasukan bebas dari kesalahan
(Notoatmojo, 2018).

2. Metode Analisis
a. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik
setiap variabel penelitian, pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Analisis ini juga mendistribusikan
frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
sebagaiannya (Notoatmojo, 2018).
b. Analisa Bivariat
Untuk analisa data peneliti melakukan uji normalitas dan uji homogenitas, uji
normalitas menggunakan dengan Saphiro Wilk bila p<0,05 maka distribusi normal dan
dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui varian data, bila hasilnya p>0,05 maka
data tersebut heterogen atau tidak sama. Maka analisis data yang terdribusi normal
menggunakan paired sample t test apabila data terdistribusi tidak normal dan
heterogen maka menggunakan analisa wilcoxon.
Jika P value>a (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak, jika P value<a (0,05),
maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada pengaruh terapi murottal terhadap
tingkat stres pada lansia dengan penderita hipertensi. Analisis ini digunakan apabila
data yang didapat tidak normal.

J. Jalannya Penelitian
1. Tahap Pre Persiapan
Pada tahap ini dimulai dengan melakukan proses pengajuan judul ke tim RD
(Risearch Departement). Setelah pengajuan judul diterima kemudian judul dikonsultasikan
kembali dengan dosen pembimbing, kemudian dosen pembibing menyarankan mencari
masalah terlebih dahulu kemudian dimasalah tersebut dijadikan judul penelitian.
2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini peneliti menentukan lokasi penelitian dan melakukan perizinan untuk
melakukan studi pendahuluan di posyandu lansia melati tegal senggotan tirtonirmolo
kecamatan kasihan kabupaten bantul daerah istimewa yogyakarta. Setelah mendapatkan
izin, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder di bagian pihak puskesmas dan kader
posyandu, setelah itu data digunakan untuk membantu pembuatan proposal penelitian, yang
akan dilanjutkan seminar proposal dihadapan dosen pembimbing dan dosen penguji.
Setelah proposal diyatakan lulus dilanjutkan uji etik dan surat izin penelitian.
3. Tahap Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2021
a. Berkaitan pada pandemi covid penelitian dan asisten peneliti menerapkan
protokol kesehatan secara ketat seperti memakai masker dan menjaga jarak
selama penelitian berlangsung.
b. Kordinasi dengan pihak kader di posyandu lansia Melati Tegal Senggotan
Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta
c. Penelitian bersama asisten peneliti mempersamakan aspek terkait tujuan,
manfaat, penelitian yang akan dilakukan
d. Penelitian ini akan dilakukan dirumah-rumah responden pada proses intervensi
dan pengambilan data dirumah masing-masing responden dengan penerapan
pencegahan covid
e. Pada kelompok intervensi diberikan terapi murottal dan pada kelompok kontrol
tidak diberikan intervensi apapun, sebelum dilakukan penelitian diberikan
informed consent yang terlebih dahulu akan diisi oleh responden kemudian
peneliti akan menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan jalanya penelitian.
f. Hari pertama dan kedua pada kelompok intervensi peneliti dan asisten peneliti
melakukan pre-test dengan mengukur stres pada lansia kemudian peneliti
memberikan intervensi murottal surah Ar-Rahman ayat 1-78 selama 15 menit
menggunakan MP3. Pada kelompok kontrol dilakukan pre-test dengan
mengukur stres pada responden, yang dilakukan oleh asisten peneliti, dan tidak
diberi intervensi apapun. Hasilnya dicatat dalam lembar observasi.
g. Pada hari ketiga pada kelompok intervensi peneliti dan asisten peneliti
melakukan post-test dengan mengukur stres pada lansia kemudian peneliti
memberikan intervensi murottal surah Ar-Rahman ayat 1-78 selama 15 menit
menggunakan MP3. Pada kelompok kontrol dilakukan post-test dengan
mengukur stres pada responden, yang dilakukan oleh asisten peneliti, dan tidak
diberi intervensi apapun. Hasilnya dicatat dalam lembar observasi.
h. Data yang sudah diisi dicek kelengkapannya.
4. Tahap Pengolahan Data
Setelah data tekana darah responden terkumpul selanjutnya dilakukan analisa data
menggunakan SPSS (Statistic Package Social Science).
5. Tahap Penyajian Hasil
Penyajian hasil penelitian dilakukan dalam bentuk uraian-uraian penjelasan dalam
bentuk table dan deskripsi.

K. Etik Penelitian
Menurut Notoatmodjo ( 2018 ), penelitian yang menggunakan manusia sebagi subyek tidak
boleh bertentangan dengan etik. Etika dalam penelitian menunjukan pada prinsip-prinsip etik
yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan publikasi
hasil penelitian. Berikut etika dalam penelitian. Uji etik pada peneliti ini dilakukan di STIKES
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA.
Etika penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Kerahasian (Confidentiality)
Penelitian menjamin semua informasi yang diberikan responden dengan tidak
dipublikasiakan kepada khalayak umum kecuali demi kepentingan penelitian. Jaminan
kerahasiaan ini akan memberikan rasa nyaman pada responden saat penelitian memintak
informasi. Kuesioner penelitian yang telah diisi hanya diketahui pihak yang berkepentingan
terhadap penelitian yaitu peneliti dan pembimbing.
2. Keanoniman (Anonymity) dan Privasi (Privacy)
Peneliti tidak menampilkan identitas responden. Responden dijamin kerahasiaan
identitas dengan tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data.
Pengolahan data dan pembahasan serta dokumentasi dalam penelitian ini hanya
mencantumkan kode nomer responden. Penelitian menjamin privacy responden dan
menunjukan tinggi harga diri responden. Peneliti tidak menanyakan hal-hal yang dianggap
sebagai privacy bagi responden, kecuali hal yang berkaitan dengan penelitian. Kerahasiaan
informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
3. Keadilan (Justice)
Setiap responden diperlakukan sama berdasarkan moral, martabat, dan hak asasi
manusia. Hak dan kewajiban peneliti maupun subyek juga harus diseimbangkan. Prinsip
keadilan berarti lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan
yaitu kejelasan prosedur penelitian. Peneliti melakukan perlakukan yang sama kepada
responden yang dipilih berdasarkan kreteria inklusi yang sudah ditetapkan, selain itu
peneliti memeberikan reward yang sama antar responden yang satu dengan responden yang
lain pada kelompok kontrol setelah selesai kegiyatan penelitian, peneliti akan memebrikan
terapi murottal. Dengan ini terapi murottal tidak akan menimbulkan bahaya.
4. Perlindungan dan bahaya (Protection from discomfort and horm)
Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk menyampekan
ketidaknyamanan dan tidak melanjutkan pengisisan kuesioner bila mengalami
ketidaknyamanan selama mengikuti proses penelitian. Saat pengambilan data berlangsung,
semua responden tidak ada yang mengalami penurunan kesehatan atau menyatakan
ketidaknyamanan sehingga semua responden dapat menyelesaikan pengisian kuesioner
penelitian.
5. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Informed Consent merupakan peryataan kesediaan dari subjek dari penelitian untuk
diambil datanya dan ikut serta dalam penelitian. Aspek utama Informed Consent yaitu
informasi, komprehensif dan volunterness. Informed Consent berisi penjelasan tentang
penelitian yang dilakukan, baik mengenai tujuan penelitian, tata cara penelitian, manfaat
yang diperoleh, resiko yang mungkin terjadi, dan adanya pilihan bahwa subyek penelitian
dapat menarik dari kapan saja.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M, K. 2017. “Hubungan Intensitas Penggunaan Media Sosial Dengan Tingkat Stres Pada
Siswa Kelas X TKJ Di SMK Muhammdiya 3 Yogyakarta”. Skripsi : PSIK STIKes
Surya Global.

Aminah, N,. 2013. Pendidikan Kesehatan Dalam Al-Qur’an. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya
Choirin N,A., 2019. Pengaruh terapi murottal Al-Qur’an terhadap pengendalian emosi
(anger management) dan tekana darah pada penderita hipertensi. Fakultas
Kepreawatan Unifersitas Airlangga Surabaya : Skripsi.
Damayanti dan Sukmono, 2015. Perbedaan Tingkat Kesepian Lansia Yang Tinggal di Panti
Wredha dan di Rumah Bersama Keluarga; available from :
http//stikeshangtua.ac.id.
Diki, R, Y,. Melyana N, W,. Dyah, L, R,. Anita, W,. Rusmini,. 2018. Terapi Murottal
Sebagai Upaya Menurunkan Kecemasan Dan Tekanan Darah Pada Ibu hamil
Dengan Preeklampsia : Literature Review Dilengkapi Studi Kasus. Jurnal
Kebidanan Vol. 8 No. 2 Oktober 2018 p- ISSN.
Dirgarahayu, L. 2017. Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Prilaku Adaktif Pada Anak
Tunagrahita Di SLB Negri 2 Makasar : Skripsi Universitas Hasanudin.
Hasana dkk, 2014. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Kesepian (Lonelines)
Pada Lansia. Jurnal Ilmu Keperawatan JOM PSIK Vol.1 No.2
Hawari, 2011. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta, PKUL.

Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes
RI.

Lestari, 2015. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia
Di Kelurahan Sading. Jurnal Psikologi Udayana. Vol. 2, No. 1, 68-77.
Lusiane, A., 2019. Determinan Hipertensi Pada Lansia Usia, Jambura Health and Sport
Journal Vol. 1, No. 2, Agustus 2019.
Lola, D., Afrizal., Margino, U. 2018. Pengaruh Mendengarkan Al-Qur’an Terhadap
Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Diwilayah
Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Mercusuar. E-ISSN -
2654-9751 Vol 2(1).
Lukaningsih & Bandiyah. 2011. Psikologi Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Lalita, 2015. ‘BAB II Tinjawan Pustaka Stres’. Available from: https:www.academia.edu.


Muhith, a., Siyonto, s., 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Cv Andi Offset.

Mardalena, I., 2017. Dasar-dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep Dan Penerapan Pada
Asuhan Keparawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Perss

Potter & Perry, 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 1, Jakarta : EGC

Pratiwi & Pribadi, 2013. ‘Stres pada Lansia’ Availabel from: http://download.portalgaruda.org
(diakses pada 06 November 2017).

Rahman, 2013. Faktor-faktor yang Mendasari Stres pada Lansia.

Risnawati, 2017. Efektifitas Terapi Murottal Al-Quran Dan Terapi Musik Terhadap Tingkat
Kecemasan Mahasiswa. Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Skripsi
Radstaak & Zyl, 2017. ‘Mediating Effect Of Eustress And Distres’. Available from:http//utwente.nl

Riwidikdo, H. 2013. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Madika.

Sanusi 2014. Peningkatan Jumlah Lansia Yang Terjadi Di Indonesia, Salemba Medika :
Jakarta
Suhartini, Tantin, E., Zahreni H., Zahara.M., Profil Tekanan Darah Pada Lansia di
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Warta Pengabdian, Volume 11, Issue 4
(2017).
Zuhrina A., Azhari A, T., 2018. Survey Hipertensi Dan Pencegahan Komplikasih Di
Wilayah Pesisir Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2018 Jurnal Jumantik Vol. 4
No. 1. Des 2018 Diakses Pada Tanggal 22 Oktober 2019 Pukul 15.00 WIB.
LAMPIRAN
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan
STIKes Surya Global Yogyakarta :

Nama : Miftakhul Aziz

NIM : 04.17.4593

Adalah mahasiswa Keperawatan STIKes Surya Global Yogyakarta bermaksud mengadakan


penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Stres Pada Lansia Penderita Hipertensi
Di Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul Yogyakarta.” Dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan, maka saya mohon kesediannya untuk berpartisipasi dalam
penelitian.

Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan penelitian.
Namun, apabila keberatan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya tidak akan memaksa dan
saya akan menghargai sepenuhnya keputusan tersebut. Apabila menyetujui, maka saya mohon
kesediaan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Atas partisipasi Bapak/Ibu,
saya mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Januari 2021

Peneliti

(Miftakhul Aziz)
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

(Informend Consent)

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama :

Usia :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden pada penelitian yang dilakukan oleh :

Nama : Miftakhul Aziz

Nim : 04.17.4593

Judul : “Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Stres Pada Lansia Penderita Hipertensi Di
Posyandu Lansia Melati Tegal Senggotan Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Yogyakarta.”

Saya akan memberikan jawaban sejujur-jujurnya demi kepentingan penelitian dengan


ketentuan jawaban yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya semata-mata untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Demikian surat pernyataan ini saya buat.

Yogyakarta, Januari 2021

Hormatsaya

(.......................)
DATA DEMOGRAFI RESPONDEN PENELITIAN

Isilah data demografi ini dan pada table berikan tanda (√ ) pada jawaban yang andapilih :

Nama :

Jenis kelamin : laki-laki Perempuan

pendidikan terakhir : Tidak Sekolah SMA

SD PT

SMP

Pekerjaan : IRT Petani

Buruh pedagang

Swasta lain-lain

Alamat :
STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (SOP)

STRSE

A. Persiapan alat :
1. MP3
2. Smartphone
3. Sarung tangan bersih
4. Buku catatan
B. Persiapan pasien :
C. Jelaskan pada pasien tujuan tindakan yang akan dilakukan
D. Tanyakan apakah pasien terbiasa memeriksakan tekanan darahnya; jika pasien rutin,
memeriksakan tekanan darahnya, tanyakan berapa tekanan darah terakhirnya.
E. Persiapan lingkungan :
F. Jaga privasi pasien
G. Jelaskan prosedur pada pasien
H. Tahap kerja
1. Atur posisi pasien
2. Ajarkan pasien tarik nafas
3. Putarkan murottal surat Al-Rahmat ayat 1-78 selama 15 menit.
I. Catat hasilnya dan dokumentasikan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI MUROTTAL

A. Manfaat
1. Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Quran dengan tartil akan mendapatkan ketenangan
jiwa.
2. Lantunan Al-Quran secara fisik mengandung unsur suara manusia, suara manusia
merupakan instrumen penyembuh yang menakjubkan dan alat yang paling mudah
dijangkau.
3. Memperbaiki kondisi fisik, emosional dan kesehatan spiritual
B. Instrumen
1. Smartphone yang sudah terinstall aplikasi Al-Quran
2. Spiker/MP3
C. Metode
1. Pemberian intervensi
D. Langkah persiapan kegiatan
1. Tahap prainteraksi
a. Membuat kontrak waktu dengan responden yang sesuai indikasi
b. Menyiapkan alat
2. Tahap orentasi
a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Mengidentifikasi responden
d. Menjelaskan maksud dan tujuan, prosedur, dan lamanya prosedur yang akan dilakukan
e. Menjelaskan kerahasiaan
f. Menanyakan keluhan yang dirasakan responden
g. Menanyakan kesiapan responden
h. Menanyakan kesempatan untuk bertanya
3. Tahap kerja
a. Mendengarkan instrumen penelitian pada responden
b. Pastikan instrumen dalam keadaan baik
c. Instruksikan responden untuk berbaring atau duduk
d. Lakukan pemeriksaan stres
e. Bantu responden untuk memilih posisi yang nyaman
f. Instruksikan kepada responden untuk menarik napas dalam-dalam kemudian
hembuskan.
g. Nyalakan spiker lalu sambungkan smartphone dalam aplikasi al-quran untuk
memperdengarkan murottal yang dibacakan oleh Qori Mishary Rashid
h. Pastikan volume aplikasi sesuai dan tidak terlalu keras
i. Lakukan terapi murottal
j. Intervensi dilakukan selama satu surah Ar-Rahma selama 15 menit
4. Tahap terminasi
a. Menanyakan bagaimana perasaan responden
b. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
c. Memberikan reinforcent positif kepada responden
d. Mengahiri kegiyatan dengan cara memberi salam
5. Dokumentasi
Mencatat hasil kegiyatan kedalam lembar yang sudah disediakan meliputi stres setelah
diberikan perlakuan selam 3 kali dalam seminggu.
LEMBAR OBSERVASI PEMBERIAN TERAPI MUROTTAL
PADA LANSIA DIPOSYANDU LANSIA MELATI TEGAL SENGGOTAN
TIRTONIRMOLO KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

No Hari/ Na Um Hari 1 Hari 2 Hari 3


Tanggal ma ur
Sebel Sesu Sebel Sesu Sebel Sesu
um dah um dah um dah
STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

Jl. Ringroad Selatan, Blado, Potorono, Banguntapan telp. (0274)4469098/4469099

PETUNJUK PENGISIAN

Di dalam kuesioner ini terdapat 21 pernyataan. Dalam setiap pernyataan diberikan pilihan jawaban.
Pilihan jawaban tersebut diantaranya :

0 : tidak pernah

1 : kadang-kadang

2 : sering

3 : selalu

Cara menjawabnya berikan tanda ( √ ) pada kolom yang telah disediakan untuk jawaban yang anda
berikan. Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap sesuai dengan diri anda sebenarnya.

KUESIONER STRES

NO PERNYATAAN 0 1 2 3
1 Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal
sepele.
2 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.

3 Saya merasa sulit untuk bersantai

4 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal

5 Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa


cemas
6 Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
mengalami penundaan misalnya : (kemacatan lalu lintas, dan
menunggu sesuatu).
7 Saya merasa mudah tersinggung
8 Saya merasa sulit untuk beristirahat.

9 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.

10 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu yang membuat


saya kesal
11 Saya sulit untuk sabar dalam menghadai gangguan terhadap hal
yang sedang saya lakukan.
12 Saya sedang merasa gelisah

13 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi


saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
14 Saya menemukan diri saya mudah gelisa
60

Anda mungkin juga menyukai