PEMBAHASAN IJTIHAD
Abdul Wahab Khalaf menyebut ada empat ada empat kriteria untuk
menjadi mujtahid, yaitu:
a. Hendaknya sesorang mempunyai pengetahuan bahasa Arab, dari
segi sintaktis dan filologinya (cara-cara dalalahnya, susunan
kalimatnya dan satuan-satuan katanya).
b. Hendaknya ia mempunyai pengetahuan tentang al-Qur’an.
Maksudnya haruslah mengetahui hukum-hukum syar’iyah yang
terkandung di dalamnya dan ayat-ayat yang menyebut hukum-
hukum teersebut.
c. Hendaknya ia mempunyai pengetahuan tentang as-Sunnah. Artinya
mengerti hukum-hukum syara’ yang ada dalam as-Sunnah dari segi
keshahihan atau kelemahan riwayatnya.
d. Hendaknya ia mengerti segi-segi Qiyas. Misalnya mengerti ‘illat
dan hikmah pembentukan syariat yang dengan itu disyariatkan
beberapa hukum.
Sebaliknya Imam Syatibi hanya mengajukan dua kriteria saja, yang
tentunya sangat berbeda dengan kebanyak ushuliyyun. Menurutnya orang
yang berhak melakukan ijtihad yaitu:
1
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
Para ulama berbeda pendapat tentag jumlah hadis yang mesti dikuasai oleh
seorang mujtahid, sebagian ulama ada yang mempersyaratkan bahwa
seorang mujtahid mesti menguasai minimal 500 buah hadis hukum. Ibn
al-‘Arabi mempersyaratkan 3000 hadis hukum.
4. Seorang Mujtahid mesti menguasai ilmu Ushul Fiqh
Sebagaimana diketahui, bahwa ushul fiqh menempati posisi yang sangat
urgen dalam rangka memahami penunjukan serta kandungan hukum yang
dibawa oleh teks-teks al-Qur’an maupun hadis. Penguasaan materi ushul
fiqh ini merupakan kemestian bagi seorang mujtahid, sehingga ushul fiqh
dijadikan persyaratan primair yang tidak bisa diabaikan. Dengan menguasai
usul fiqh seorang mujtahid diharapkan dapat mengetahui hakikat dan
subtansi suatu hukum yang didukung oleh seperangkat argumen dalilnya.
5
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
mursalah, istishab dan dalil lain bila tidak menemukan nash yang memberi
petunjuk.
Mujtahid peringkat pertama ini harus memenuhi segala persyaratan
sebagaimana tersebut di atas, sehingga disebut mujtahid yang sempurna
atau “al-kamil” karena dalam berijtihad, ia merintis sendiri dengan
menggunakan kaidah dan ilmu ushul yang disusunnya sendiri. Ia juga
termasuk “mujtahid mandiri” atau “al-mustaqil” karena tidak memiliki
keterkaitan dengan suatu kaitan apapun yang mengurangi derajat
ijtihadnya. Juga termasuk “mujtahid mutlaq”.
Mujtahid yang memiliki kualifikasi dalam rangking ini di kalangan ulama
tabi’in adalah seperti Said ibn Musayyab; Ibrahim al-Nakha’i dan ayahnya,
al-Baqir; Abu Hanifah; Malik; al-Syafi’i; Ahmad bin Hanbal; al-Auza’i, al-
Kaits ibn Sa’ad; Sofyan al-Tsauri, dan lainnya. Di antara pemikiran atau
aliran mazhab dari paraimam mujtahid itu bertahan sampai saat ini dan
sebagian lainnya ada yang tidak berkembang (tidak dikenal) lagi.
2. Mujtahid Muntasib
Rangking kedua mujtahid di sebut muntasib, dalam arti ijtihadnya di
hubungkan kepada mujtahid yang lain. Mujtahid ini dalam berijtihadnya
memilih dan mengikuti ilmu ushul serta metode yang telah ditetapkan oleh
mujahid terdahulu, namun ia tidak mesti terkait kepada mujtahdi tersebut
dalam menetapkan hukum furu’ (fiqh) meskipun hasil temuan yang
ditetapkannya ada yang kebetulan sama dengan yang telah ditetapkan oleh
imam mujtahid sebelumnya karena ia berguru kepada mujtahid tersebut dan
mengambil cara-cara yang digunakan oleh gurunya dalam berijtihad.
Dalam beberapa hal pun ia pun berbeda pendapat dengan gurunya itu.
Di antara mujtahid yang masuk dalam peringkat ini adalah:
1. Abu Yusuf, Muhammad ibn Hasan al-Syaibani yang
menghubungkan dirinya kepada Abu Hanifah (Mazhab Hanafi);
2. Al-Muzanni yang berguru cukup lama kepada al-Syafi’i (mazhab
Syafi’i);
3. Abd al-Rahman ibn Qasim yang dihubungkan kepada Imam Malik
(mazhab Maliki).
4. Ahmad ibn Hanbal (mazhab Hanbali) yang pada mulanya
dinisbahkan kepada al-Ayafi’i, namun kemudian menyatakan
mandiri dan tidak lagi disebut “al-muntasib”.
6
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
3. Mujtahid Madzhab
Mujtahid mazhab adalah mujtahid yang mengikuti imam mazhab tempat ia
bernaung, baik dalam ilmu ushul maupun dalam furu’. Kalaupun dia
melakukan ijtihad, ijtihaddnya terbatas dalam lingkup masalah yang
ketentuan hukumnya tidak diperoleh dari imam mazhab yang dianutnya.
Dengan perkataan lain, mujtahid mazhab ini berijtihad hanya dalam ruang
lingkup mazhabnya, khususnya terhadap kasus-kasus hukum yang belum
dibahas oleh imam mazhabnya.
4. Mujtahid Murajjih
Mujtahid murajjih adalah mujtahid yang berusaha menggali dan mengenal
hukum furu’, namun ia tidak samapai mengistinbathkan sendiri hukum dari
dalil syar’i maupun dari nash imamnya. Pengerahan kemampuannya hanya
menemukan pendapat-pendapat yang pernah diriwatkan dalam mazhab dan
mentarjihkan diantara pendapat-pendapat tersebut bagi pengalamannya.
Dibawah tingkatan mujtahid adalah muttabi (orang yang ber-ittiba’). Ittiba’
artinya menerima pendapat orang lain dengan mengetahui dasar hukumnya.
5. Mujtahid Muwazzin
Mujtahid muwazzin oleh Abu Zahrah di sebut dengan mustadillin yaitu
ulama yang tidak mempunyai kemampuan untuk mentarjih di antara
beberapa pendapat mazhab, tetapi hanya sekedar membanding-bandingkan
pendapat dalam mazhab kemudian berdalil dengan apa yang dianggapnya
lebih tepat untuk diamalkan.
6. Golongan Huffaz
Golongan ini tidak melakukan kegiatan ijtihad dalam pengertian istilah
(yang berlaku pada umumnya), tetapi mempunyai kemampuan untuk
menghafal dan mengingat hukum-hukum yang telah ditemukan oleh
mujtahid mazhab dengan mantakhrijkannya dari pendapat imam mazhab.
Di samping ia menghafal hukum yang telah ditetapkan, juga menghafal
periwayatannya.
Pendapat golongan huffaz ini tidak punya kekuatan dari segi ijtihad, namun
mempunyai kekuatan dari segi penghafalannya. Golongan ini mempunyai
kekuatan dalam menukilkan periwayatan yang kuat dalam mazhab dan
pendapat yang kuat dari hasil tarjih.
7. Golongan Muqallid
Golongan ini adalah kalangan umat yang tidak mempunyai kemampuan
dalam melakukan ijtihad dalam pengertian istilah (yang berlaku), juga tidak
mempunyai kemampuan untuk mentakhrijkan pendapat imam, ia juga tidak
7
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
3. Mujtahid Mazhab
Cara kerja dari mujtahid mazhab yaitu mengikuti imam mazhab tempat ia
bernaung, baik dalam ilmu ushul maupun dalam furu’. Ia mengikuti temuan
yang dicapai imam mazhab dan tidak menyalahi apa yang ditetapkan oleh
imamnya.
Mujtahid ini mempunyai ilmu yang luas tentang mazhabnya sehingga
memungkinkan untuk mengeluarkan (mentakhrij-kan) hukum dengan cara
menghubungkannya kepada apa yang telah digariskan oleh imamnya.
Ijtihadnya terbatas pada usaha meng-istinbath hukum untuk masalah yang
belum ditetapkan oleh imamnya dengan mengikuti kaidah dan metode
ijtihad yang telah dirumuskan imamnya tersebut.
Mujtahid mazhab ini dalam beberapa literatur disebut juga dengan mujtahid
mukharrij, karena posisinya dalam ijtihad adalah men-takhrij-kan
(mengeluarkan) pendapat imam mujtahid dalam menjawab persoalan
hukum pada kasus lainyang serupa. Walaupun dalam hal ini mujtahid
tersebut berhasil menetapkan hukum sebagai temuannya, namun ia tetap
menisbahkan hukum yang ditetapkannya itu kepada imamnya, sehingga
pemikran imamnya itu semakin berkembang dan meluas.
4. Mujtahid Murajjih
Ibnu Subki menamakan mujtahid dalam peringkat ini dengan mujtahid
fatwa, yaitu orang yang mempunyai pengetahuan luas dalam mazhab
imamnya yang memungkinkannya untuk melakuka tarjih dari beberapa
pendapat tentang satu masalah dalam lingkup mazhab.
9
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
6. Golongan Huffaz
Golongan ini tidak melakukan kegiatan ijtihad dalam pengertian istilah
(yang berlaku pada umumnya), tetapi mempunyai kemampuan untuk
menghafal dan mengingat hukum-hukum yang telah ditemukan imam
mujtahid terdahulu secara langsung dari nash atau apa yang ditemukan oleh
mujtahid mazhab dengan men-takhrij-kannya dari pendapat imam mazhab
di samping ia menghapal hukum yang telah ditetapkan, juga menghafal
periwayatannya.
Pendapat golongan huffaz ini tidak punya kekuatan dari segi
penghafalannya. Golongan ini mempunyai kekuatan dalam menukilkan
periwayatannya yang kuat dalammazhabdan pendapat yang kuat dari
hasil tarjih.
7. Golongan Muqallid
Golongan ini adalah kalangan umat yang tidak mempunyai kemampuan
dalam melakukan ijtihad dalam pengertian istilah (yang berlaku), juga tidak
mempunyai kemampuan untuk men-takhrj-kan pendapat imam, ia juga
tidak memahami dalil-dalil. Alam beramal ia hanya mengikuti apa yang
dikatakan imam mazhab, baik secara langsung atau menurut apa yang telah
dikembangkan oleh pengikut mazhab.
10
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
Tingkatan Mujtahid
Pembicaraan tentang peringkat (urutan kedudukan) mujtahid berkaitan erat
dengan pemenuhan persyaratan dan kegiatan yang di lakukan dalam ijtihad
sebagaimana disebutkan di atas. Karena ulama berbeda titik pandangnya
dalam menjelaskan macam-macam ijtihad, maka berbeda pula kalangan
ulama ushul dalam membuat peringkat kedudukan mujtahid. Di bawah ini
11
Materi Kuliah Agama STIKES Rajawali Bandung 2019
DAFTAR PUSTAKA
Catatan Kaki
1 Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, M.A, Kontektualisasi ijtihad dalam diskursus
pemikiran hukum islam di Indonesia, h. 21
2 Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, M.A, Kontektualisasi ijtihad dalam diskursus
pemikiran hukum islam di Indonesia, h. 23
3 Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, M.A, Kontektualisasi ijtihad dalam diskursus
pemikiran hukum islam di Indonesia, h. 31
4 Amir Syarifuddin. USHUL FIQH jilid 2, h.
5 Amir Syarifuddin. USHUL FIQH, h.
12