Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN TEORITIS TENTANG KELUARGA SAKINAH

A. Keluarga Sakinah

1. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Istilah Keluarga berasal dari bahasa sang sekerta “Kulawarga” yang

berinduk dari dua suku kata yaitu "ras" dan "warga" yang berarti "anggota

lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.

(wikipedia, ensiklopedia Bahasa Indonesia)

Menurut Burgess dkk, yang berorientasi pada tradisi yang digunakan

sebagai referensi secara luas keluarga berarti;

- Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan dengan ikatan

perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

- Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam

satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah mereka

tetap menggangap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.

- Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain

daram frame-frame social keluarga seperti suami isteri, ayah dan ibu,

anak laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari.

- Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur

yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersediri.

(Friedmen, 1998 : 54)

Menurut Wall, keluarga adalah sebagai kelompok yang mengidentifikasi

diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih, asosiasinya dicirikan
oleh istilah-isrilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau

hukum, tapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka mengganggap diri

mereka sebagai sebuah keluarga. (Friedmen, 1998 : 54)

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1983, keluarga adalah salah satu

kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan

atau unit masyarakat terkecil, dan biasanya, tetapi tidak selalu ada hubungan

darah, ikatan perkawinan atau iktatan lain, mereka hidup bersama dalam satu

rumah atau tempat tinggal biasanya dibawah asuhan seoran kepala rumah tangga

dan makan dari satu periok. Sedangkan pada tahun 1988, Departemen Kesehatan

memberikan pengertian keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

dari kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal dan berkumpul di suatu

tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Departemen Kesehatan, mengidentifikasikan keluarga sebagai

unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang

berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Effendi, 1998)

Menurut Suprayitno keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang

hidup bersama-sama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.

(Suprajitno, 2004)

Menurut Salvicion, pengertian keluarga adalah dua atau lebih dari individu

yang tergabung karena ikatan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan,

dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan
didalam peranannyamasing-masing,dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan.

Dari ketiga batasan tersebut,dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga:

1.Unit terkecil masyarakat atau keluarga adalah suatu kelompok

2. Terdiri dari dua orang atau lebih dan pertalian darah

3. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah

4. Hidup dalam satu rumah tangga

5. Dibawah asuhan kepala rumah tangga

6. Berinteraksi satu sama lain

7. Setiap anggota keluarga menjalankan peranannya masing-masing

8. Menciptakan dan mempertahankan suatu kebudayaan

b. Peranan, Fungsi dan Tugas Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi,

sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut;

sebagai suami dari isteri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah,

pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai

anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Sebagai isteri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung


dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai

pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. (Jhonson, C.L. 1988. Ex

Familia. New Brunswick: Rutger University Press).

Selain dalam peran, keluarga juga haruslah memilik fungsi yang

dijalankannya. Adapun fungsi keluarga adalah:

1) Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan

menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa

depan anak.

2) Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga

mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3) Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi

anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa

aman.

4) Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif

merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.

Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan

keharmonisan dalam keluarga.

5) Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan

dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala


keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini

dan kehidupan lain setelah dunia.

6) Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari

penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga

dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.

7) Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang

menyenangkan dalam keluarga, seperti acara nonton TV bersama,

bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

8) Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan

keturunan sebagai generasi selanjutnya.

9) Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara

keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga. (Richard R Clayton. 2003. The Family, Mariage and

Social Change. hal. 58)

Dalam hal tugas keluarga, ada delapan tugas pokok sebagai berikut.

1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing.

4) Sosialisasi antar anggota keluarga.

5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.


7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang

lebih luas.

8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

c. Bentuk keluarga

Ada dua macam bentuk keluarga dilihat dari bagaimana keputusan

diambil, yaitu berdasarkan lokasi dan berdasarkan pola otoritas.

1). Bentuk Keluarga berdasarkan Lokasi

 Adat utrolokal, yaitu adat yang memberi kebebasan kepada

sepasang suami isteri untuk memilih tempat tinggal, baik itu di

sekitar kediaman kaum kerabat suami ataupun di sekitar

kediamanan kaum kerabat isteri;

 Adat virilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami

isteri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat

suami;

 Adat uxurilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang

suami isteri harus tinggal di sekitar kediaman kaum kerabat isteri;

 Adat bilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami

isteri dapat tinggal di sekitar pusat kediaman kerabat suami pada

masa tertentu, dan di sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri

pada masa tertentu pula (bergantian);

 Adat neolokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami

isteri dapat menempati tempat yang baru, dalam arti kata tidak

berkelompok bersama kaum kerabat suami maupun isteri;


 Adat avunkulokal, yaitu adat yang mengharuskan sepasang suami

isteri untuk menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki

ibu (avunculus) dari pihak suami;

 Adat natalokal, yaitu adat yang menentukan bahwa suami dan

isteri masing-masing hidup terpisah, dan masing-masing dari

mereka juga tinggal di sekitar pusat kaum kerabatnya sendiri .

2). Berdasarkan pola otoritas

 Patriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh laki-laki

(laki-laki tertua, umumnya ayah)

 Matriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh

perempuan (perempuan tertua, umumnya ibu)

 Equalitarian, yakni suami dan isteri berbagi otoritas secara

seimbang. (Fr Tderique Holdert dan Gerrit Antonides, “Family

Type Effects on Household Members Decision Making”, Advances

in Consumer Research Volume 24 (1997), eds. Merrie Brucks and

Deborah J. MacInnis, Provo, UT: Association for Consumer

Research, Pages: 48-54)

2. Pengertian Keluarga Sakinah

Kata Sakinah dari suku kata Fi’il Madi sakana(‫( سكن‬yang berarti “tenang”.

Dalam perkembangannya, kata sakiinah diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia

dengan ejaan yang disesuaikan menjadi sakinah yang berarti kedamaian,

ketentraman, ketenangan, kebahagiaan.


Secara harfiyah (etimologi) sakinah diartikan ketenangan, ketentraman dan

kedamaian jiwa. Kata ini dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak enam kali, dalam

ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakinah itu didatangkan Allah SWT. ke dalam

hati para nabi dan orang-orang yang beriman (Ensiklopedia Al-Qur’an)

Sakinah dalam idiom keluarga sakinah berasal dari kata “litaskunu” yang

bersumber dari salah satu ayat dalam Al-Qur’an yaitu surat Ar-rum ayat 21.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengartikan litaskunu sebagai berikut:

a. Lita’ Tafu : Saling mengikat hati yang bersumber pada Qur’an Surat

Al-Anfal ayat 63. Faktor ikatan hati adalah iman, bukan harta, kedudukan, apalagi

tampang.

b. Tamilu ‘Ilaiha : “Kamu condong kepadanya. Condong pikiran,

perasaan, tangggung jawab. Di sini akan diketahui bahwa kewajiban seorang isteri

adalah taat kepada suami. Jadi, masak, mencuci, dan lain sebagainya itu bukanlah

sebuah kewajiban, melainkan perbuatan dalam rangka ketaatan pada suami.

c. Tadma’inubiha : Kamu merasa tenang dengannya.

Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat

penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Kalaupun ada, tidak akan

bertahan lama. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada

Allah SWT.

Menurut Guru Besar Psikologi Islam Uiniversitas Indonesia dan

Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Achmad Mubarok,  keluarga sakinah

merupakan istilah khas Indonesia yang menggambarkan suatu keluarga yang


bahagia dalam perspektif Islam.  ‘’Dalam bahasa Arab disebut usrah sa’idah atau

keluarga bahagia,’’(Republika.co.id/sakinah).

Jurjani (ahli pembuat kamus ilmiah) mendefinisikan sakinah adalah adanya

ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak terduga, dibarengi

satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman.

Menurut Muhammad Rasyid Ridha bahwa sakinah adalah sikap jiwa yang

timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari kegoncangan bathin dan

ketakutan.

3. Indikator Keluarga Sakinah

Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan

ijab Kabul, saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Dan bagi orang

yang telah menikah dia telah menguasai separuh agamanya. Sebuah rumah tangga

bagaikan sebuah bangunan yang kokoh, dinding, genteng, kusen, pintu berfungsi

sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan sebagai pengganti maka rumah akan

bocor, atau salah fungsi yang lain maka rumah akan ambruk. Begitu juga rumah

tangga suami, isteri dan anak harus tahu fungsi masing-masing, jika tidak maka

bisa ambruk atau berantakan rumah tangga tersebut.

Dalam surat Ar-Rum ayat 21 Allah Swt berfirman :

       


        
    
Artinya” “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu
mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Ruum [30]: ayat 21)

Dari ayat tersebut kita dapat menafsirkan bahwa salah satu tujuan dari

pernikahan adalah supaya manusia mendapatkan sakinah didalam kehidupannya.

sakinah yang menjadi tujuan dari pernikahan memang merupakan impian dari

semua pasangan yang menjalin pernikahan, seseorang yang mendapatkan sakinah

dalam pernikahannya dapat terlihat dari beberapa indicator.

Rosululloh sebagai guru dari keluarga sakinah, dalam hadist yang

diriwayatkan oleh Zaid bin Haritsah, Rosululloh Bersabda :

‫والرزق قي بلده‬,‫ والجار الصالح‬,‫ واالولد الصالحاة‬,‫ المراة الصالحة‬,‫اربع من السعادة‬

Artinya, “ Empat perkara termasuk dari kebahagiaan yaitu isteri

shalihah, anak yang soleh,, tetangga yg shalih dan rizki yang didapat dari

negerinya”(HR.Buchori)

Berdasarkan hadist Rosululloh Saw diatas, keluarga yang sakinah ialah

keluarga yang memiliki empat hal yaitu :

a. Isteri sholehah.

Seorang muslim yang shalih ketika membangun mahligai rumah

tangga maka yang menjadi dambaan dan cita-cita adalah agar

kehidupan rumah tangga kelak berjalan degan baik dipenuhi

mawaddah wa rahmah sarat dgn kebahagiaan ada saling ta‘awun

saling memahami dan saling mengerti. Dia juga mendamba memiliki

isteri yg pandai memposisikan diri utk menjadi naungan ketenangan


bagi suami dan tempat beristirahat dari ruwet kehidupan di luar. Ia

berharap dari rumah tangga itu kelak akan lahir anak turunan yang

shalih yang menjadi qurratu a‘yun baginya.

Demikian harapan demi harapan dirajut sambil meminta kepada Ar-

Rabbul A‘la agar dimudahkan segala urusannya.

Namun tentu apa yang menjadi dambaan seorang muslim ini tidak

akan terwujud degan baik terkecuali bila wanita yang dipilih untuk

menemani hidup adalah wanita shalihah. Karena hanya wanita

shalihah yang dapat menjadi teman hidup yang sebenarnya dalam

suka maupun lara yang akan membantu dan mendorong suami untuk

taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam diri wanita shalihah

tertanam aqidah, tauhid, akhlak, yang mulia dan budi pekerti yg

luhur. Dia akan berupaya ta‘awun degan suami utk menjadikan

rumah tangga bangunan yg kuat lagi kokoh guna menyiapkan

keturunan yang menjadi manusia-manusia pilihan Allah.

Dalam Al-Quran Alloh Swt menjelaskan ciri-ciri wanita solihah

      


       
       
     
      
        
Artinya “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang
saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dir ketika suaminya
tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya. Maka nasihatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar” (Qs. An Nisaa' 4: 34)

Jika diamati dengan seksa-ma keterangan diatas, ma-ka dapat disimpulkan

bahwa isteri yang shalihah mempunyai karakter sebagai berikut:

a) Menaati Allah dan Rasul Nya , dengan ketaatannya itulah

sebagai aset terbesar baginya untuk meraih ganjaran tertinggi

sebagai buah dari ilmu dan iman-nya yaitu surga yang penuh

dengan kenikmatan, dia kekal didalamnya selama-lamanya.

Allah Swt. berfirman: (Hukum-hukum ter-sebut) itu adalah

ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang-siapa taat kepada

Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah me-masukkannya

kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai,

sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan

yang besar. (Qs. An Nisaa', 4: 13) Firman Allah lagi: “Dan

barangsiapa yang men-taati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu

akan bersama-sa-ma dengan orang-orang yang dianugerahi

nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-

orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka

itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. An Nisaa', 4: 69)

Abu Hurairah ra ber-kata, Rasulullah Saw ber-sabda: “Semua

ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan (tidak mau).

Pa-ra sahabat bertanya: Siapa-kah yang enggan itu wahai


Rasulullah? Beliau men-jawab: Barang siapa yang ta'at

kepadaku (mengikuti Sunnahku), dialah yang akan masuk

surga, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka dialah

yang yang enggan masuk surga.” (HR Bukhari)

Maka demikian pula seorang wanita atau isteri, dia akan

masuk surga de-ngan menaati Allah dan Rasul-Nya dengan

se-benar-benarnya.

b) Menaati Suami ,Ketaatan kepada su-aminya merupakan pin-

tu keselamatan baginya un-tuk meraih kenikmatan yang kekal

dan abadi di surga. Rasulullah Saw bersabda:

“Jika seorang isteri itu telah menunaikan shalat lima waktu,

dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan men-jaga

kemaluannya dari yang haram serta taat kepada suaminya,

maka akan di-persilakan: masuklah ke surga dari pintu mana

saja kamu suka.” (HR. Ahmad) Diriwayatkan dari Ummu

Salamah, bahwasa-nya Asma datang kepada Nabi dan

berkata: Sesung-guhnya aku adalah utusan dari kaum wanita

Muslim, semua mereka berkata dan berpendapat sebagaimana

aku Wahai Rasulullah, se-sungguhnya Allah telah

mengutusmu kepada laki-laki dan wanita, kami telah beriman

kepadamu dan mengikutimu, (namun) ka-mi kaum wanita

merasa dibatasi dan dibelenggu. Padahal kamilah yang me-

nunggu rumah mereka, tempat menyalurkan nafsu mereka,


kamilah yang mengandung anak-anak mereka, sedang

mereka dilebihkan dengan sholat berjamaah, menyaksikan

jenazah dan berjihad di jalan Allah. Dan apabila mereka ke

luar berjihad, kamilah yang menjaga harta me-reka dan

kamilah yang me-melihara anak-anak me-reka, maka apakah

kami tidak mendapatkan bagian pahala mereka wahai

Rasulullah? Maka ber-palinglah Rasulullah ke-pada para

sahabatnya dan bertanya: Apakah tadi ka-mu sudah

mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan

ten-tang agamanya? Mereka menjawab: Ya, Demi Allah

wahai Rasulullah, kemu-dian beliau bersabda: Pergilah

engkau wahai Asma dan beritahukanlah kepada wanita-

wanita yang mengutusmu bahwa layanan baik salah seorang

kamu kepada suaminya, meminta keridhaannya dan menuruti

kemauannya menyamai (pahala) amal-an laki-laki yang

engkau sebutkan tadi. Maka Asma pun pergi sambil bertahlil

dan bertakbir karena gem-biranya dengan apa yang

diucapkan Rasulullah ke-padanya. (Al Istii'aab, Ibnu 'Abd al

Bar) Dari Ibnu Abbas ra ia berkata, wakil wanita ber-

kata:“Wahai Rasulullah, saya wakil dari kaum wanita untuk

berjumpa denganmu. Sesungguhnya jihad hanya diwajibkan

atas kaum laki-laki saja, sekiranya mereka menang mereka

memperoleh pahala dan sekiranya mereka terbunuh, maka


mereka senantiasa hidup dan diberi rizki di sisi Rabb mereka.

Sedangkan kami golongan wanita menjalankan tugas

(berkhidmat) untuk mereka, maka adakah bagian kami dari

yang tersebut? Maka Rasulullah menjawab, Sam-paikanlah

kepada siapa saja dari kaum wanita yang eng-kau temui,

bahwa taat kepada suami dan mengakui hak sua-mi adalah

menyamai yang demikian itu, dan amat sedikitlah di antara

kamu yang mampu melaksana-kannya.” (HR al Bazzar)

c) Melayani Suami Sebagian isteri sangat taat kepada suaminya,

tapi kurang pandai melayani suami dengan sebaik-baik-nya.

Maka jika taat kepada suami dan pandai me-layaninya, hal itu

merupa-kan kemuliaan tersendiri yang mengangkat derajat-

nya meraih keselamatan di dunia dan akhirat.

Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Tiap-

tiap isteri yang mati diridhai oleh suaminya, maka ia akan

masuk surga.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Dari

Abdullah bin Abi Aufa ia berkata, Mu'adz di-utus ke Yaman

atau Syam dan dia melihat orang-orang Nashrani bersujud

kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-pendetanya.

Maka beliau berkata dalam hatinya sesungguhnya Rasulullah

lebih layak untuk di-agungkan (daripada me-reka). Maka

tatkala ia da-tang kepada Rasulullah ia berkata: Wahai

Rasulullah, sesungguhnya aku melihat orang-orang Nashrani


bers-ujud kepada pembesar-pem-besar dan kepada pendeta-

pendetanya, dan aku berkata dalam hatiku sesungguhnya

engkaulah yang lebih layak untuk diagungkan (daripada

mereka) lalu beliau bersabda: Andaikata aku boleh meme-

rintahkan seseorang bersujud kepada seseorang, maka sung-

guh akan kuperintahkan isteri bersujud kepada suami-nya dan

seorang isteri belum dikatakan menunaikan kewajibannya

terhadap Allah sehingga menunaikan ke-wajibannya terhadap

suami seluruhnya, sehingga andai-kan (suaminya) memerlu-

kannya di atas kendaraan, sungguh ia tidak boleh me-

nolaknya. (HR Ahmad)

d) Menjaga Kehormatan Diri. Ciri keempat inilah yang

merupakan kunci dari keshalihan seorang isteri yang berada

di bawah pengawasan suaminya yang shalih. Lelaki yang

memiliki isteri dengan ka-rakteristik seperti ini ber-arti telah

memiliki harta simpanan yang terbaik.

Rosululloh Saw pun, memberikan penjelasan mengenai ciri wanita sholeh

melalui sebuah hadis yang diriwayatkan Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:

َ ‫َأالَ ُأ ْخبِ َر‬


َ Q‫هَ وَِإ َذا َغ‬Q‫ا َأطَا َع ْت‬QQَ‫ ِإ َذا نَظَ َر ِإلَ ْيهَا َس َّر ْتهَ َوِإ َذا َأ َم َره‬،ُ‫ اَ ْل َمرْ َأةُ الصَّالِ َحة‬،‫ك بِخَ ي ِْر َما يَ ْكنِ ُز ْال َمرْ ُء‬
‫ا‬QQَ‫اب َع ْنه‬Q

َ‫َحفِظَ ْته‬

Artinya : “Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik


perbendaharaan seorang lelaki yaitu isteri shalihah yang
bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah
akan mentaatinya dan bila ia pergi si isteri ini akan
menjaga dirinya.”

Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri dari wanita solihah

antara lain :

1. .Isteri yang apabila dipandang menyenangkan.


2. Isteri yang apa bila diperintah selalu mentaati suaminya.
3. Isteri yang bisa menjaga dirinya ketika suami pergi

b. Anak Sholeh

Indikator kedua bagi sebuah keluarga yang sakinah ialah memiliki

anak yang sholeh. Anak sholeh ialah anak yang mengerti akan kewajibannya

sebagai seorang anak, menghormati, menyayangi, dan mematuhi perintah orang

tuanya serta selalu mendoakan kedua orang tuanya tersebut.

Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat

disayangi dan dicintainya. Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi,

maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami isteri adalah berapa

jumlah anak yang kelak akan mereka miliki, serta ke arah mana anak tersebut

akan dibawa. Menurut Sunnah, melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik.

Rasulullah SAW bersabda: “Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang

dan karena sesungguhnya aku bangga pada kalian di hari kiamat karena jumlah

kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i, kata Al Haitsamin).

Adapun ciri-ciri anak sholeh antara lain:

1) Cinta kepada Allah dengan tidak menyekutukannya dengan sesuatu

apapun dan tidak beribadah kepada selainNya seperti beribadah

kepada, Sapi, Kerbau, Matahari, Nyi Roro Kidul, Dewa-Dewi,


Batu, Pohon-pohon besar, Kuburan orang sholeh, patung dan lain

sebagainya.

2) Cinta kepada Muhammad SAW sebagai Nabi utusan Allah dengan

mematuhi perintahnya dan menjauhi apa yang dilarangnya, serta

percaya dengan risalah yang dibawanya yaitu hadits atau As-

Sunnah.

3) Cinta kepada Al-Qur’an, dengan selalu membacanya, kemudian

senantiasa muroja’ah berusaha menghafalnya karena orang yang

menjaganya akan mendapatkan syafaat atau pertolongan kelak di

hari kiamat atau hari pembalasan.

4) Cinta kepada shahabat-shahabat Muhammad SAW yang turut

membela dan memperjuangkan Islam disisi Rasulullah SAW

dengan tidak membenci mereka ataupun mencaci mereka.

5) Cinta kepada Keluarga Rasulullah yang turut berjuang bersama

Rasulullah menyebarkan Islam ke seluruh negeri dan cinta kepada

orang-orang yang selalu mengikuti jalannya Rasulullah SAW.

6) Cinta Sholat lima waktu dengan tidak sekalipun meninggalkannya

serta mengerjakan sholat-sholat sunnah, bagi anak laki-laki

berjama’ah di Masjid dan anak perempuan sholat di rumah mereka

tepat pada waktunya.

7) Cinta masjid, karena masjid adalah rumah Allah dengan tidak

membuat keributan di dalamnya serta tidak bercanda atau tertawa


ketika sholat karena cinta mereka kepada Allah dan menghargai

rumah Allah.

8) Cinta kepada kedua orang tua, dengan mematuhi perintahnya, tidak

menyakiti hati mereka, selalu berbuat baik kepada mereka,

berusaha menyenangkan hati orang tua dan tidak menyusahkan

atau membandel terhadap keduanya.

9) Cinta kepada saudara, adik-kakak, kakek-nenek, paman-bibi,

tetangga dan seluruh kaum muslimin di seluruh dunia.

10) Cinta dan sayang kepada fakir miskin, anak terlantar, anak yatim,

dengan memberikan bantuan sesuai dengan keperluan mereka dan

perduli serta tidak mencemooh atau mengolok-olok mereka sebab

mereka adalah juga hamba Allah.

(http://threecomunity.blogspot.com/2011/02/ciri-anak-soleh-dan-

solehah.html)

c. Tetangga Sholeh

Manusia yang dikenal dengan mahluk social memang tidak bisa terpisah

dari manusia lain dalam kehidupannya. manusia dalam setiap hari pasti

melakukan interaksi social dengan manusia lainnya baik itu tetangga, keluarga

maupun orang lain yang tidak kita kenal. Untuk terjadinya interaksi yang sangat

baik antara manusia dengan manusia lainnya diperlukan rasa saling menghormati

terutama dengan kelompok yang dinamakan tetangga.


Tetangga adalah sekelompok manusia yang tinggal bersama dalam satu

wilayah yang diikat dalam satu aturan norma masyarakat yang berlaku (Soekamto,

1997:127)

Dalam ajaran Islam, Rosululloh Saw mengajarkan kepada kita untuk

menghormati dan memuliakan tetangga, dan bahkan hal tersebut menjadi ciri bagi

orang yang beriman sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu

Hurairaoh r.a

‫من امان باهلل واليوم االخر فليكرم جره‬

Artinya “ Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, pastilah

ia memuliakan tetangganya” (HR.Buchori)

Tetangga yang dapat menjadi indicator keluarga sakinah ialah mereka

yang mempunyai karakter sebagai berikut:

1). Selalu berusaha hidup dalam aturan Allah dan Rasulnya

2). Berusaha untuk selalu menutupi dan memperbaiki kesalahan

tetangganya

3). Selalu saling membantu dalam setiap permasalahan

d. Rizki dari Negerinya sendiri

Rizki dari negerinya sendiri menjadi indicator keluarga sakinah ialah cara

mendapatkannya seseorang tidak perlu meninggalkan keluarganya dengan pergi

jauh dari daerahnya, sehingga dalam mencari rejeki tersebut mereka tidak dapat

bersama-sama dengan keluarganya. Maka dari sini kita dapat mengartikan bukan

masalah rijki yang didapat tetapi kebersamaaan yang senantiasa terjadi didalam

suatu keluargalah yang menjadi indicator keluarga sakinah tersebut.


4. Proses Pembentukan Keluarga Sakinah

Setiap pasangan yang melaksanakan pernikahan pastilah mencita-citakan

ingin memiliki dan membentuk keluarga yang sakinah. Namun dalam

kenyataannya, banyak pasangan yang menikah tidak dapat mewujudkan apa yang

diinginkannya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengakhiri pernikahannnya

dengan perceraian.

Terbentuknya keluarga sakinah bukanlah suatu proses yang sederhana

tetapi memerlukan proses yang sangat panjang dan bahkan proses tersebut tidak

akan pernah berhenti sampai adanya kematian.

Dari beberapa sumber dapat dijelaskan bahwa keluarga sakinah dapat

terbentuk dengan beberpa proses sebagai berikut :

a. Memilih pasangan

Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah langkah pertama yang harus

dilakukan adalah dengan terlebih dahulu menentukan dan memilih pasangan yang

akan kita ajak untuk merangkai keluarga yang sakinah tersebut.

Rasulullah Saw memberikan kepada kita rumusan yang tepat untuk

memilih pasangan hidup kita. Dalam sabdanya Rosulullah Saw bersabda:

‫تُ ْن َك ُح ْال َمرْ َأةُ ََِألرْ بَ ٍع‬, Q‫ت يَدَاكَ لِ َمالِهَا َولِ َح َسبِهَا َولِ َج َمالِهَا َولِ ِد ْينِهَا‬
ْ َ‫ت ال ِّدي ِْن ت َِرب‬ ْ َ‫ف‬
ِ ‫ر بِ َذا‬Qْ َ‫اظف‬

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena harta, karena

keturunan, karena kecantikan dan karena agamanya. maka pilihlah olehmu wanita

yang punya agama engkau akan beruntung.”


Dari hadist tersebut bila diurutkan seorang laki-laki memilih perempuan

untuk pendampingnya, begitu juga perempuan memilih laki-laki untuk

pendampingnya dikarenakan ;

Pertama hartanya. harta dijadikan patokan pertama dalam memilih jodoh

dalam islam dikarenakan manusia kebanyakan rumah tangga berselisih karena

adanya kekurangan dalam harta untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

dapat diasumsikan secara sederhana jika kebutuhan kehidupan terpenuhi maka

perselisihan dalam keluarga dapat diminimalisir.

Kedua keturunannya. Keturunan dijadikan patokan kedua dalam

memilih jodoh dalam islam dikarenakan keturunan yang baik akan membawa

factor genetika yang baik pula bagi keturunan selanjutnya sehingga pasangan

yang berasal dari keturunan yang soleh secara genetika akan menghasilkan anak-

anak yang soleh yang menjadi kebahagiaan dalam rumah tangganya.

Ketiga kecantikanya. Faktor ini mengedepankan aspek sahwat yang

setiap manusia cendrung menginginkan pasangannya tersebut dapat memenuhi

aspek sahwat tersebut. Pasangan yang cantik, tampan, dapat meminimalisir

terjadinya perselingkuhan yang dapat menyebabkan kelaurga hancur.

Keempat Agamanya, factor ini merupakan factor ruhaniyah yang dapat

memberian rasa sakinah yang sesungguhnya, karena tiga factor pertama hanya

memenuhi aspek jasmaniah, maka factor agama inilah yang memenuhi aspek

ruhaniyah sebagai tempat sakinah berasal yaitu didalam hati. Bahkan diakhir hadis

tersebut Rasululloh Saw memberikan stressing bahwa agamalah factor yang harus
diutamakan oleh seseorang dalam memilih pasangan supaya setiap pasangan

mendapat keberuntungannya.

b. Saling Melaksanakan Hak Dan Kewajiban Suami Isteri

Keluarga sakinah akan terbentuk jika pelaku utamanya mengerti dan

menjalankan kewajiban masing-masing dan mendapatkan hak nya masing-

masing. Disini terdapat suatu klausal terbalik yaitu kewajiban yang harus

dilakukan suami adalah hak isteri dan sebaliknya kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh isteri merupakan hak suami.

1). Hak suami yang menjadi kewajiban isteri

a) Suami adalah pemimpin rumah tangga

Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas

sebagian yang lain (wanita) ”(An-Nisa’: 34)

b) Suami dipatuhi dan tidak boleh ditentang

c) Tanpa izin suami, isteri tidak boleh mensedekahkan harta suami,

dan tidak boleh berpuasa sunnah.

d) Suami harus dilayani oleh isteri dalam hubungan badan kecuali

uzur, dan isteri tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya.

Rasulullah saw bersabda:

“Isteri harus patuh dan tidak menentangnya. Tidak

mensedekahkan apapun yang ada di rumah suami tanpa izin

sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin

suami. Tidak boleh menolak jika suaminya menginginkan


dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Tidak

diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-

Faqih, 3:277)

e) Menyalakan lampu dan menyambut suami di pintu

f) Menyajikan makanan yang baik untuk suami

g) Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk

mencuci tangan dan mukanya. (Makarim Al-Akhlaq: 215)

2). Hak isteri yang menjadi kewajiban suami

a) Isteri sebagai sumber sakinah, cinta dan kasih sayang. Suami

harus menjaga kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21)

b) Isteri harus mendapat perlakukan yang baik “Ciptakan

hubungan yang baik dengan isterimu.” ( Al-Nisa’ :19)

c) Mendapat nafkah dari suami

d) Mendapatkan pakaian dari suami

e) Suami tidak boleh menyakiti dan membentaknya

f) Suami harus memuliakan dan bersikap lemah lembut

g) Suami harus memaafkan kesalahannya. (Makarim Al-

Akhlaq:218)

c. Menghindari pertikaian

Dalam rumah tangga pertikaian adalah hal yang tidak dapat dihindari,

bahkan sebagian orang menyebut bahwa pertikaian merupakan salahsatu bumbu

dalam rumah tangga. Tetapi bagi umat islam dalam menyikapi pertikaian dan
permasalahan dalam rumah tangga ada tuntunan dari Rasululloh Saw yang

diajarkan dalam menyikapi pertikaian .

1) Hendaklah bersabar, bahkan Rasul bersaba  “Barangsiapa yang

bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya

pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah

dan sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim Al-

Akhlaq:213)

2) Tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikannya, Rasululloh

Saw  “Barangsiapa yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah

akan memerintahkan malaikat penjaga neraka untuk membalas

tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka jahanam.”

(Mustadrak Al- Wasail 2:550)

3) Isteri tidak boleh memancing emosi suaminya, Rasulullah saw

bersabda: “Isteri yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah

di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah swt amal

perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu

suaminya.” (Makarim Al-Akhlaq: 202)

d. Mempelajari Kesenangan Pasangan.

Perhatian-perhatian kecil akan mempunyai nilai tersendiri bagi pasangan

anda, apalagi di awal perkawinan anda. Anda dapat melakukannya dengan

mempelajari kesenangan pasangan anda, mulai dari selera makan, kebiasaan, hobi

yang tersimpan dan lainnya. Tidak menjadi masalah jika ternyata apa yang

disenanginya tidak anda senangi. Anda bisa mempersiapkan kopi dan makanan
kesukaannya disaat pasangan anda yang punya hobi membaca sedang membuka-

buka buku. Atau anda bisa sekali-kali menyisihkan waktu untuk sekedar

mengantar pasangan anda berbelanja, untuk menyenangkan hatinya. Atau kalau

mungkin anda bisa memadukan hobi anda yang ternyata sama, dengan demikian

anda telah memasang saham kasih sayang di hati pasangan anda sebagai kesan

pertama.

e. Adaptasi lingkungan.

Lingkungan keluarga, famili dan masyarakat baru sudah pasti akan anda

hadapi. Anda harus bisa membawa diri untuk masuk dalam kebiasaan-kebiasaan

(adat) yang ada di dalamnya. Kalau anda siap menerima kehadiran pasangan anda,

berarti pula anda harus siap menerimanya bersama keluarga dan masyarakat

disekitarnya. Awalnya mungkin anda akan merasa asing, kaku, tapi semuanya

akan terbiasa jika anda mau membuka diri untuk bergaul dengan mereka,

mengikuti adat yang ada, walaupun anda kurang menyukainya. Sehingga akan

terjalin keakraban antara anda dengan keluarga, famili dan lingkungan masyarakat

yang baru. Karena hakekat pernikahan bukan perkawinan antara anda dan

pasangan anda, tetapi, lebih luas lagi antara keluarga anda dan keluarga pasangan

anda, antara desa anda dengan desa pasangan anda, antara bahasa anda dengan

bahasa pasangan anda, antara kebiasaan (adat) anda dengan kebiasaan pasangan

anda.

f. Menanamkan Rasa Saling Percaya.


harus anda ingat, faktor apa yang membuat anda cemburu dan seberapa

besar porsinya. Tidak lucu jika anda melakukannya hanya dengan berdasar

perasaan. Hal itu boleh saja untuk sekedar mengungkapkan rasa cinta, tetapi tidak

baik juga kalau terlalu berlebihan. Sebaiknya anda menanamkan sikap saling

percaya, sehingga anda akan merasa tenang, tidak diperbudak oleh perasaan

sendiri. Yakinkan, bahwa pasangan anda adalah orang terbaik yang anda kenal,

yang sangat anda cintai dan buktikan juga bahwa anda sangat membutuhkan

kehadirannya, kemudian bersikaplah secara terbuka.

g. Musyawarah.

Persoalan-persoalan yang timbul dalam rumah tangga harus dihadapi

secara dewasa. Upayakan dalam memecahkan persoalan anda mengajak pasangan

anda untuk bermusyawarah.

h. Menciptakan suasana Islami.

Suasana Islami ini bisa anda bentuk melalui penataan ruang, gerak,

tingkah laku keseharian anda dan lain-lain. Sholat berjama’ah bersama pasangan

anda, ngaji bersama (tidak perlu setiap waktu, cukup habis maghrib atau shubuh),

mendatangi majlis ta’lim bersama dan memnbuat kegiatan yang Islami dalam

rumah tangga anda. Hal ini akan menambah eratnya ikatan bathin antara anda dan

pasangan anda.

Anda mungkin juga menyukai