KATA PENGANTAR
Namun tidak lepas dari semua itu , kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusunan, bahasanya maupun segi lainnya. Penyusunan proposal ini telah kami sesuaikan
dengan persyaratan tekns yang telah di tetapkan. Namun jika masih terdapat kekeliruan dan
kekurangan, kami mohon untuk di koreksi agar kami dapat segera memperbaiki dan
menyempurnakannya terutama dalam pembuatan proposal dimasa mendatang.
Besar harapan kami proposal ini dapat diterima, sehingga apa yang menjadi tujuan proposal ini
dapat tercapai. Terima kasih untuk semua pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan
proposal ini.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
9. Pelampung................................................................................................................................. 18
a. Populasi ................................................................................................................................. 21
b. Sampel ................................................................................................................................... 21
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Secara geografis, Indonesia merupakan Negara terbesar dengan 17,502 pulau
dengan luas laut 5,8 juta yang terdiri dari perairan kepulauan dan kedaulatan 3,1 juta km
serta ZEE Indonesia seluas 2,7 km dari 1 juta km. Hidup dengan metode penangkapan ikan
tradisional nelayan pesisir Indonesia yang mencari nafka dari hasil laut. Selanjutnya
sebagian besar keluarga di wilayah pesisir tidak produktif secara ekonomi dalam arti
mereka hanya mengandalkan perikanan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya (Agus,
2021).
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung pada
hasil laut, baik dari segi penangkapan maupun budidaya ikan. Pada umumnya nelayan yang
tinggal di pinggir pantai dimana lingkungan pemukimannya dekat dengan lokasi kegiatan
pekerjaan. Nelayan merupakan orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di
permukaan air laut, air payau dan air tawar, nelayan yang menangkap ikan sangat mungkin
mengalami kecelakaan akibat pekerjaan atau penyakit akibat kerja (Anggraini, Utami,
2022).
Berdasarkan Palpres No. 7 Pasal 1 Tahun 2019, penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan ditempat kerja. Penyakit yang
disebabkan oleh hubungan kerja merupakan penyakit yang memiliki hubungan langsung
dengan pejanan yang dialami pekerja. Penyakit akibat kerja adalah suatu penyakit yang
mempunyai penyebab spesifik yang berhubungan dengan kegiatan pekerjaan. Factorfaktor
biologis yang dapat memicu penyebab penyakit akibat kerja seperti virus, bakteri,
protozoa, jamur dan fungi, cacing, kutu, tungau, pinjal, tumbuhan serta hewan yang dapat
menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Factor risiko penyakit akibat kerja pada nelayan
banyak disebabkan oleh factor lingkungan fisik kerja. Factor lingkungan fisik yang
dimaksud seperti suhu, kelembaban, dan kondisi basah akan berdampak terjadinya
penyebab penyakit kulit akibat kerja pada nelayan (Anggraini, Utami, 2022).
Penyakit kulit yang terjadi pada nelayan mungkin dikarenakan kepekatan air laut
yang dapat mempengaruhi kulit, hal ini merupakan air laut memiliki sifat ransangan yang
1
6
bisa menyebabkan dermatitis kronis, adapun penyebab penyakit kulit seperti jamur-jamur
maupun biota laut yang terkontaminasi lansung pada kulit, pekerjaan basah seperti nelayan
dapat menyebabkan berkembangnya penyakit atau gangguan kulit seperti jamur
(Anggraini, Utami, 2022)
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan bahwa
tingkat kejadian penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit se-indonesia berdasarkan jumlah
kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan, kunjungan kasus baru 122.076 kunjungan
sedangkan kasus lama 70.338 kunjungan (Anggraini, Utami, 2022)
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisisr dampak
terjadinya penyakit kulit yaitu yaitu dengan melengkapi pemakaian alat pelindung diri
(APD) ketika bekerja. Alat pelindung diri (APD) yaitu seperangkata alat keselamatan yang
wajib digunakan oleh pekerja supaya dapat melindungi uhan ataupun sebagian tubuh dari
kemungkinan adanya potensi bahaya yang ada di tempat kerja. Sebagaimana alat pelindung
diri (APD) yang dimaksud meliputi baju pelindung, alat pelindung tangan serta alat
pelindung kaki (Anggraini, Utami, 2022).
Nelayan yang tidak menggunakan APD akan cepat menularkan penyakit kulit tidak
cukup untuk mencegah paparan iritan. Nelayan tidak mencuci alat pelindung diri (APD)
setelah bekerja karena sering terkena air laut. Nelayan tidak nyaman bekerja alat pelindung
diri (APD) karena hanya memperlambat pekerjaan mereka. Alat pelindung diri (APD) yang
harusnya digunakan seperti sepatu bot, baju yang tertutup dari atas sampai bawah, sarung
tangan panjanag dan juga topi (Wibisono, 2018).
Nelayan dengan kebersihan diri yang kurang lebih rentan terhadap penyakit kulit
yang disebabkan oleh keseharian menangkap ikan. Kebiasaan nelayan dalam kurang
menjaga personal hygiene seperti nelayan hanya mandi sekali sehari, pakaian tidak dicuci
dengan sabun hanya dikeringkan saja. Kebiasaan ini perlu dipatahkan dan ditingkatkan
dengan standar prosedur mencuci tangan menggunakan sabun kebiasaan ini dapat memicu
risiko dermatitis kontak iritan (Meilanda, Cahyani & Joegijantoro, 2022).
Penelitian surveilans data di inggris menunjukkan 129 kasus per 1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja. Maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak.
3
Sedangkanyang lain merupakan penyakit kulit lain seperti tumor kulit menduduki urutan
kedua dengan 14%-20% (Sirait & Samura, 2021).
Terdapat kurang lebih 2.998.766 terjadi kasus penyakit umum dan kurang lebih
428.844 penyakit akibat kerja dan sering diderita pekerja. Di Indonesia menurut studi
epidemiologi yang telah dilakukan memperlihatkan data bahwa 97% dari 389 kasus adalah
dermatitis kontak, terbagi menjadi 66,3% kejadian dermatitis kontak iritan dan 33,7%
untuk kejadian dermatitis kontak alergi, dari hasil penelitian tersebut ditemukan 10 pekerja
mengalami dermatitis kontak dengan factor factor yang berhubungan yaitu kontak bahan
kimia, masa kerja, lama paparan, usia, jenis kelamin, pengetahuan APD , dan personal
hygiene. Pada 12 kabupaten/kota hanya 610 yang sakit (Wibisono, 2018).
ILO menyatakan bahwa seorang pekerja meninggal dikarenakan kecelakaan kerja
dan paling banyak diakibatkan oleh penyakit kulit yang diderita oleh nelayan. Jumlah
nelayan yang meninggal akibat penyakit kulit ini kurang lebih 6.300 per harinya dan
biasanya lebih dari 2,3 juta untuk per tahunnya, dan yang menderita penyakit kulit ini
sekitar 160.000 (Meilanda, Cahyani & Joegijantoro, 2022).
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah
apakah ada hubungan penggunaan alat pelindung diri terhadapa penyakit kulit (dermatosis)
pada nelayan di kota kendari , Sulawesi Tenggara?
1. 3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik pekerja
2. Menganalisis penyebab penyakit kulit (dermatosis) pada nelayan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian di bidang ilmu
kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
yang terkhusus pada topic hubungan penggunaan alat pelindung diri terhadap penyakit
kulit (dermatosis)pada nelayan. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi
bahan pertimbangan bagi penelitian-penelitian lainnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para nelayan akan
pentingnya menggunakan alat pelindung diri untuk dapat meminimalisisir tingkat
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) saat melaut dan dapat melakukan pekerjaan
dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
basah di pasar tradisional cemara, sebanyak 29 yang memiliki gejala penyakit kulit.
Faktor yang relevan yaitu karakteristik (usia, pendidikan, masa kerja, masa kerja,
riwayat pekerjaan, riwayat kesehatan) dan kebersihan diri (Manik, 2017)
Kontak langsung dengan bahan dan alat kerja tanpa menggunakan alat
pelindung diri dapat menimbulkan abrasi yang menyebabkan kulit menjadi terkikis
dan bahan iritan semakin mudahuntuk menyebabkan iritasi pada kulit. Kerusakan
kulit yang terjadi dapat merusak barrier kulit pekerja, sehingga dapat mempermudah
masuknya bahan iritan maupun alergen penyebab dermatitis kontak pada nelayan.
Pemakaian alat pelindung diri ternyata menjadi faktor yang berhubungan dengan
kejadian dermatitis pada nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan.
Segala kelainan yang terjadi pada kulit yang disebabkan oleh pekerjaan
merupakan dermatosis akibat kerja. Salah satu dermatosis adalah dermatitis kontak
akibat kerja (DKAK) yaitu dermatosis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan
bahan dari luar yang bersifat iritan atau allergen baik dari faktor kimia atau biologi
pada lingkungan kerja. Gambaran klinis dan perjalanan penyakit dermatitis kontak
akibat kerja sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor internal maupun
eksternal, dapat akut maupun kronis.Lingkungan kerja nelayan adalah salah satu
lingkungan kerja dengan faktor biologiPenyakit kulit pada nelayan berupa dermatitis
dapat disebabkan oleh ikan dan biota laut serta lingkungan kerja basah merupakan
tempat berkembangnya penyakit gangguan kulit tersebut. Selain faktor karakteristik
agen yang merupakan faktor penyebab langsung, faktor masa kerja dan penggunaan
11
alat pelindung diri merupakan faktor penyebab tidak langsung yang berhubungan
dengan kejadian dermatosis pada nelayan.
Hal ini dilakukan seperti mengumpulkan hasil tangkapan dari jaring ke bak
penampungan ikan sehingga nelayan tersebut pulang ke darat dan menjual hasil
tangkapannya dalam kondisi badan dan pakai yang basah ataupun lembab dapat
memicu terjadinya dermatitis. Hal ini dikarenakan para nelayan merasa terganggu
untuk bekerja tanpa disadari kebiasaan tersebut dapat menyebabkan kulit rentan cepat
terkena gangguan kulit khususnya penyakit dermatitis akibat kerja.
Dermatosis yang dialami pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja yaitu
dermatosis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat
iritan atau allergen baik dari faktor kimia atau biologi pada lingkungan kerja. Pekerjaan
yang berisiko terhadap kejadian dermatosis salah satunya adalah pekerjaan sebagai
nelayan.peradangan yang terjadi di kulit merupakan salah satu penyakit akibat kerja
yang dialami masyarakat pekerja. Penyakit kulit ini meliputi penyakit kulit baru yang
timbul karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan penyakit kulit lama yang kambuh
karena pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit kulit pada nelayan berupa dermatitis
dapat disebabkan oleh ikan dan biota laut serta lingkungan kerja basah merupakan
tempat berkembangnya penyakit gangguan kulit tersebut.
12
Selain faktor karakteristik agen yang merupakan faktor penyebab langsung, faktor
masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri merupakan faktor penyebab tidak
langsung yang berhubungan dengan kejadian dermatosis pada nelayan.
Penangkapan ikan merupakan salah satu aktivitas bagi para nelayan dengan
tingkat risiko yang cukup tinggi. 16 Seperti kecelakaan kerja yang mengakibatkan
kematian atau cacat tetap. Berbagai resiko kerja ini dapat mempengaruhi pola
kehidupan dan kesejahteraan bagi para nelayan. Masyarakat nelayan di tuntut untuk
menafkahi keluarganya dengan bergantung pada hasil sumber daya alam yang berasal
dari laut untuk melangsungkan kehidupan dirinya dan keluarganya. Sehingga dalam
hal ini nelayan harus di lindungi melalui program asuransi tersebut. Bantuan premi
asuransi nelayan (BPAN) merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada nelayan
demi keberlangsungan kegiatan usaha penangkapan ikan. Adapun tujuan pemberian
13
Adapun sasaran Bantuan Premi Asuransi Nelyan (BPAN) meliputi nelayan kecil
dan nelayan tradisional dengan risiko yang dijamin yaitu kematian akibat kecelakaan,
cacat tetap akibat kecelakaan, biaya pengobatan akibat kecelakaan dan santunan
kematian alami.18 Perlindungan hukum terhadap nelayan dalam hal ini memberikan
perlindungan terhadap nelayan melalui bantuan premi asuransi nelayan yang
dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016
tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa hukum hadir dalam masyarakat untuk
mengintegrasikan dan mengkordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa
bertubrukan satu sama lain. Pengkoordinasian kepentingan-kepentingan tersebut
dilakukan dengan cara membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan terkait.19
Sehingga jika dilihat dari sisi perlindungan hukum yang diberikan pemerintah kepada
nelayan telah sejalan dengan apa yang di programkan pemerintah dalam hal ini
perlindungan terhadap nelayan terhadap risiko yang dihadapi nelayan dalam
melakukan pencaharian ikan atau saat melaut
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja, yang dapat
mengurangi kenyamanan dalam melakukan pekerjaan dan akhirnya akan
mempengaruhi produktivitas kerja secara keseluruhan. Dermatitis kontak merupakan
peradangan pada kulit disebabkan oleh suatu bahan yang kontak dengan kulit.
Dermatitis kontak akibat kerja sering terjadi pada pekerja informal yang umumnya
kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya.
Salah satu sektor informal terbesar di Indonesia adalah maritim yang semakin
lama kian berkembang. Nelayan merupakan istilah bagi orang-orang yang
sehariharinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolam
maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat
merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Nelayan rentan terhadap penyakit kulit
akibat pengaruh air laut karena kepekatannya oleh garam menarik air dari kulit. Air
laut merupakan penyebab dermatitis dengan sifat rangsangan primer. Hasil penelitan
terbaru mengungkapkan bahwa nelayan mempunyai potensi tinggi untuk terkena
penyakit, kecelakaan kerja, dan kesehatan mental dan penyakit yang berhubungan fisik
lainnya
keselamatan kerja sesuai dengan standard yang berlaku, salah satunya dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standarisasi.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan
oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari kemungkinan adanya
paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Alat pelindung diri termasuk semua pakaian dan aksesoris pekerjaan lain yang
dirancang untuk menciptakan sebuah penghalang terhadap bahaya tempat kerja.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) harus tetap di kontrol oleh pihak yang
bersangkutan, khususnya di sebuah tempat kerja. Alat Pelindung Diri (APD) dalam
konstruksi termasuk pakaian affording perlindungan terhadap cuaca yang dipakai oleh
seseorang di tempat kerja dan yang melindunginya terhadap satu atau lebih resiko
kesehatan atau keselamatan. Berdasarkan UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja menyebutkan bahwa ditetapkan syarat keselamatan kerja adalah memberikan
perlindungan para pekerja. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja atau
buruh ditempat kerja. Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.
Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat,
mesin, peralatan, dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun terkadang risiko
terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalaikan, sehingga
digunakan alat pelindung diri (alat proteksi diri). Jadi penggunaan alat pelindung diri
(APD) adalah alternatif terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis
pencegahan kecelakaan. Alat pelindung diri (APD) harus memenuhi persyaratan: Enak
(nyaman) dipakai Tidak mengganggu pelaksaan pekerjaan, dan Memberikan
perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang dihadapi. Pakaian kerja harus
dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria
yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada
dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan atau pun kerutan yang
mungkin mendatangkan bahaya.Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau
ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasaan. Pakaian kerja sintesis
hanya baik terhadap bahan kimia korosif, tetapi justru berbahaya pada lingkungan
kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis.
16
berada pada posisi kerja yang diinginkan dalam keadaan miring maupun tergantung
dan menahan serta membatasi pekerja jatuh sehingga tidak membentur lantai dasar.
Jenis Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman tubuh
(harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman (safety rope), alat penjepit
tali (rope clamp), alat penurun (decender), alat penahan jatuh bergerak (mobile fall
arrester), dan lain-lain.
9. Pelampung
Fungsi Pelampung berfungsi melindungi pengguna yang bekerja di atas air atau
dipermukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam dan atau mengatur keterapungan
(buoyancy) pengguna agar dapat berada pada posisi tenggelam (negative buoyant) atau
melayang (neutral buoyant) di dalam air. Jenis Jenis pelampung terdiri dari jaket
keselamatan (life jacket), rompi keselamatan (life vest), rompi pengatur keterapungan
(Bouyancy Control Device).
2.2.3 Perawatan APD
Semua APD harus dipelihara agar APD tersebut tahan lama karena akan
digunakan secara terus menerus selama bekerja atau berada dilingkungan kerja.
Contohnya Alat pelindung tangan (Sarung tangan), harus di pelihara dengan mencuci
sarung tangan menggunakan deterjen ringan, tanpa pemutih dan pelembut untuk
menjaga keawetan sarung tangan, hindari juga mencuci sarung tangan menggunakan
mesin cuci atau mengeringkan sarung tangan dengan mesin pengering.pakaian pekerja
juga harus sering dicuci bersih agar terhindar dari kelapukan karena keringat.
Perlengapan lainnya seperti kaca mata, masker permanen, dan pelindung telinga juga
harus dijaga setelah digunakan yaitu dengan mencucinya menggunakan alkohol.
Adapun tujuan dari perawatan APD ini yaitu agar menjaga kesehatan pemakai
berikutnya dari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi yang disebabkan
pengguna terdahulu yang memiliki penyakit menular. Penyimpanan yang baik dan
teratur juga merupakan tindakan pemeliharaan yang perlu ditaati dengan displin.
Tempat penyimpanan juga harus memadai dan tertutup rapat, dan dianjurkan untuk
memberikan obat anti serangga didalam tempat penyimpanan perlengkapan alat
pelindung diri (Murni, L., & Fitri, A. 2018).
19
Faktor Fisis
Kerangka teori merupakan kerangka yang berisikan teori yang telah dikemukan
oleh para ahli, sehingga diperoleh kesimpulan faktor penyebab terjadinya penyakit kulit
(dermatosis). Faktor penyebab tersebut adalah faktor fisis, bahan kimia yang berasal dari
tanaman dan tumbuhan, makhluk hidup, zat dan bahan kimia dan pengaruh air laut (Fadilah
Khoinur, 2019).
Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan kaitan antara penggunaan APD
dengan penyakit kulit (dermatosis)
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
METODE PENELITIAN
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
uuntuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2020). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan yang ada di Pelabuhan Samudera
Kota Kendari sebanyak 100 orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiono, 2020). Sampel dalam penelitian ini adalah
nelayan yang berada di desa Bogak. Penelitian ini menggunakan rumus
Slovin dalam menentukan jumlah sampel, karena dalam penarikan sampel,
jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat di generalisasikan
dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel, namun
dilakukan dengan rumus dan perhitungan sederhana. Rumus Solvin untuk
menentukan sampel adalah sebagai berikut:
22
𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵. 𝒆𝟐
Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
e = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa
ditolerir; e = 0,05
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah 5% dari
populasi penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 100
nelayan, sehingga presentase hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai
kesesuaian. Maka untuk mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai
berikut:
𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵. 𝒆𝟐
𝟏𝟎𝟎
𝒏=
𝟏 + 𝟏𝟎𝟎(𝟎, 𝟎𝟓)𝟐
𝟏𝟎𝟎
𝒏=
𝟏 + 𝟏𝟎𝟎(𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟓)
𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵. 𝒆𝟐
𝟏𝟎𝟎
𝒏=
𝟏 + 𝟎, 𝟐𝟓
𝟏𝟎𝟎
𝒏=
𝟏, 𝟐𝟓
𝒏 = 𝟖𝟎
Berdasarkan perhitungan dengan rumus Solvin tersebut, maka jumlah nelayan yang
dapat dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 nelayan.
23
Keterangan:
1. APD sesuai standar yaitu APD yang digunakan yang sudah berdasarkan SNI
(Standart Nasional Indonesia) yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar saat
dipakai pekerja merasa aman dan nyaman
2. APD tidak sesuai standart adalah APD yang digunakan tidak berdasarkan SNI
3.7 Alat atau Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data.
Dalam penelitian ini, alat bantu yang digunakan untuk pengumpulan data adalah
kuesioner.
3.8 Prosedur Pengumpulan Data
1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung pada subjek penelitian.
Data diperoleh melaui lembar kuesioner yang dibagikan kepada sampel, setelah
diberikan penjelasan tentang pengisiannya.
2. Data Sekunder
Data skunder diperoleh dari Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara
2017, data penyakit kulit.
3.9 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Deskripsi yang disampaikan
adalah bentuk distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti
(variabel dependent dan variabel independent).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dipakai untuk meneliti hubungan antara variabel independent
dengan variabel depedent. Uji yang dipakai dalam analisis bivariat adalah dengan
menggunakan uji Chi Square. Alasan peneliti menggunakan analisis uji Chi
Square karena uji Chi Square menggunakan jenis data kategorik dengan kategorik.
Selain itu uji Chi Square digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antar dua variabel kategorik
25
DAFTAR PUSTAKA
Syari, S.M., Roga, A.U dan Setyobudi, A. (2022). Factors Related to Dermatitis Contact With
Fishers at Oeba Fish Market Kupang City. Media Kesehatan Masyarakat, Vol.4, No.2.
PP.264-272. https://ejurnal.undana.ac.id/MKM. (diakses pada tanggal: 8 Agustus 2022)
Wardhana, M., Luh Mas Rusyati, I.G.A. Karmila, Ratih Vebrianti, Puspawati GK Darmaputra,
Martima W dan Suryawati. (2021). Pola Dermatitis Kontak Akibat kerja (DKAK) Pada
Pekerja Garmen di Denpasar. https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/vie
w/67222/37384 (diakses pada tanggal: 12 maret 2021)
Gultom, R. (2018). Analisis Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Proyek Kontruksi di PT. Eka Paksi Sejati. Studi Kasus: Proyek
Kontruksi untuk Pemboran Sumur EksploirasiTitanum (TTN-001) Daerah Aceh
Tamiang. Jurnal Bisnis Corporate, 3(1).
Indragiri, S., & Salihah, L. (2019). Hubungan Pengawasan Dan Kelengkapan Alat Pelindung Diri
Dengan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri. Jurnal Kesehatan, 10(1), 5-
11.
Kerja, K. T. (2010). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per. 08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Murni, L., & Fitri, A. (2018). Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap kepatuhan pemakaian alat
pelindung diri (APD) pada pekerja pembuatan kerupuk Sanjai Bukittinggi Tahun 2017. In
Prosiding Seminar Kesehatan Perintis (Vol. 1, No. 1).
Sugiono. 2020. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta,cv
Rachmad Abduh, Faisal Riza. Pemberian Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin Yang
Mengajukan Gugatan Melalui Pos Bantuan Hukum Di Pengadilan Agama. Jurnal: Edu
Tech. Vol. 4. No. 2 Tahun 2018.
Teuku Muttaqin Mansur, dkk. Pengaturan Hukum Perlindungan Nelayan Kecil Legal Arrangement
Of Small Fishermen Protection. Jurnal Ilmu Hukum: Kanun. Vol. 19, No. 3 Tahun 2017.
Tri Astuti Handayani. 2015. Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Dalam Perspektif
Teori Keadilan Bermartabat. Jurnal Refleksi Hukum, Vol. 9, No. 1.