Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR KESEHATAN MASYARAKAT

PRAKTIKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


“PENCAHAYAAN, KEBISINGAN DAN GETARAN”

OLEH :
KELAS REGULER E 2021
KELOMPOK 2
WINDI PRAMITA DEWI (J1A121230)
WULAN ENDANG SARI (J1A121231)
YULITA (J1A121234)
ZUL CITRA HANDAYANI (J1A121237)
AFIDELYA KANAYA OZARA SUSANTO (J1A121240)
ASRAWATI (J1A121247)
AULIA (J1A121249)
CITRA KASIH PERMATA (J1A121251)
DIAN EKAYANTI (J1A121252)
ELKA WAHYU NINGSI (J1A121255)
EMILIA SUHARMAWATI (J1A121258)
HESTI PUTRI PUSPITA SARI (J1A121263)
IKSAN ARIANSYAH (J1A121264)
INDIRA AULIA (J1A121268)
JENNY ARINI (J1A121273)
KARTIKA DEVITRIANA (J1A121276)
KHAIRIATUN WARDA (J1A121278)
MICHAEL YONAS (J1A121284)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
2023
LAPORAN PRAKTIKUM PENCAHAYAAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Keselamatan dan
Kesehatan kerja (K3) tentang “Pencahayaan” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan ini tentunya kami tidak terlepas dari kesulitan dan
masalah dalam pengerjaannya, akan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak maka
kesulitan dan masalah tersebut dapat teratasi. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum Dian Pratiwi, S.KM,.M.SC, selaku
Dosen Pengampuh Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Serta kakak
Asisten Laboratorium yang turut membantu dalam proses penyusunan laporan kami.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan
laporan penelitian ini dan semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
pembacanya.

Kendari, 04 Maret 2022

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan Praktikum ............................................................................................... 2
C. Prinsip Alat ........................................................................................................ 2
D. Manfaat Praktikum ............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3
A. Definisi Pencahayaan ......................................................................................... 3
B. Jenis Pencahayaan .............................................................................................. 5
C. Pengukuran Penerangan ..................................................................................... 9
D. Syarat Pencahayaan Yang Baik (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7
Tahun 1974) .............................................................................................................. 9
BAB III METODE PERCOBAAN .......................................................................... 14
A. Alat dan Bahan ................................................................................................. 14
B. Prosedur Kerja .................................................................................................. 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 19
A. Hasil ................................................................................................................. 19
B. Pembahasan ...................................................................................................... 22
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 25
B. Saran ................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 27
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Luxmeter Lutron LX-101A ........................................................................ 14


Gambar 2. Lakban ....................................................................................................... 14
Gambar 3. Alat Tulis ................................................................................................... 14
Gambar 4. Spidol ........................................................................................................ 15
Gambar 5 Penggaris .................................................................................................... 15
Gambar 6 Lampu......................................................................................................... 15
Gambar 7 Kalkulator .................................................................................................. 15
Gambar 8 Meja kerja ................................................................................................... 16
Gambar 9 Ruang Kelas Promkes ................................................................................ 16
Gambar 10 Laptop....................................................................................................... 16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Umum........................................ 19


Tabel 2. Hasil Pengukuran Pencahayaan Umum ........................................................ 20
Tabel 3. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal ......................................... 21
Tabel 4. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal ......................................... 21
Tabel 5. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal ......................................... 21
Tabel 6. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal ......................................... 22

v
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencahayaaan pada umummnya merupakan hal yang sangat penting
yang dibutuhkan manusia untuk melihat, mengenal dan mempelajari apa yang
ada di sekitar. Pada bangunan, pencahayaan berfungsi menjamin keselamatan
manusia; memfasilitasi penampilan visual; dan membantu kreatifitas di dalarn
pembentukan lingkungan visual. Secara garis besar, sumber cahaya dibagi
menjadi dua, yaitu cahaya alami yang terutama bersumber dari matahari dan
cahaya buatan yang bersumber dari alat penerang (listrik). Untuk menjadikan
bangunan hemat energi, maka bangunan harus bisa mengoptimalkan
penggunaan pencahayaan alami (Lisa 2019).
Pencahayaan diperlukan manusia untuk mengenal obyek secara visual
dimana organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan adalah mata, syaraf dan
pusat syaraf penglihatan di otak. Mata sebagai alat visual merupakan pintu
gerbang utama masuknya gambaran dari dunia luar kita, dan menguasai
sekitar 90% aktivitas kerja kita, terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan
ketajaman visual. Ketika manusia melakukan pekerjaan, maka secara
langsung mata akan melakukan interaksi dengan lingkungan kerjanya, untuk
melihat objek pekerjaan. Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas,
cepat dan tanpa kesalahan akan sangat dipengaruhi oleh pencahayaan yang
ada di lingkungan kerja. Pencahayaan yang memadai mendukung kesehatan
kerja, keamanan, serta kenyamanan kerja bagi manusia saat bekerja, sehingga
memungkinkan manusia mendapat kesan pemandangan yang lebih baik dan
lingkungan yang menyegarkan (Nurkihsan et al. 2021).
Pada dunia kerja, interaksi antara manusia, alat kerja, dan lingkungan
kerja tidak dapat dihindarkan yang melibatkan indera manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Salah satu indra yang sering terlibat, tidak

1
2

bisa dipisahkan dari kerja adalah mata. Mata merupakan bagian tubuh pekerja
yang harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya. Cahaya yang cukup
merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan kesehatan mata
(Nurkihsan et al. 2021).
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
umum.
2. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
local.
3. Mahasiswa mampu untuk melakukan penilaian dari hasil data
pencahayaan yang diperoleh.
C. Prinsip Alat
Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photocell yang bila terkena
cahaya menghasilkan arus listrik yang dapat dilihat pada display luxmeter.
D. Manfaat Praktikum
1. Setiap mahasiswa mampu dan terampil melakukan pengukuran intensitas
penerangan umum.
2. Setiap mahasiswa mampu dan terampil melakukan pengukuran intensitas
penerangan local.
3. Setiap mahasiswa mampu memahami cara melakukan penilaian dari hasil
data pencahayaan yang diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan
ruang untuk menunjang kenyamanan pengguna. Ruang dengan sistem
pencahayaan yang baik dapat mendukung aktivitas yang dilakukan di
dalamnya (Fleta 2021).
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting
bagi keselamatan kerja. Pencahayaan juga sangat berpengaruh terhadap
produktivitas seorang pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang
memungkinkan produktivitas pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan
yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan
jelas dan juga dengan cepat tanpa upaya yang tidak perlu (Minarni, Ginanjar,
and Fathimah 2021).
Menurut Dora dan Nilasari, pencahayaan alami adalah suatu cahaya
yang berasal dari benda penerang alam seperti matahari, bulan dan bintang
sebagai benda penerang ruang secara alami. Karena penerang tersebut berasal
dari alam, cahaya alami dapat berubah dikarenakan iklim, musim dan cuaca,
juga bisa dikatakan bersifat tidak menentu. Dalam hal penerengan, dari
seluruh sumber cahaya alami, matahari memiliki sinar yang paling kuat dan
besar sehingga matahari sangat bermanfaat bagi penerangan dalam ruang
(Dewantoro 2021).
Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja
yang diperlukan untuk melakukan kegiatan secara efektif. Pencahayaan di
tempat kerja membantu dalam memperlancar proses pekerjaan sehingga harus
diupayakan pencahayaan yang baik di tempat kerja (Thahir 2020).
Intensitas cahaya merupakan jumlah rata-rata cahaya yang diterima
tenaga kerja setiap waktu pengamatan tertentu pada setiap titik dalam satuan

3
4

lux yang merupakan satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan.
Pengaturan nilai ambang batas intensitas cahaya akan terkait dengan jenis
pekerjaannya. Semakin tinggi ketelitian yang dibutuhkan maka intensitas
cahaya antara 200-1000 lux, sedangkan untuk pekerjaan kasar dan
pencahayaan jalan diperbolehkan 5-200 lux. Standar cahaya harus disesuaikan
kebutuhan (Mentari, 2019).
Tingkat pencahayaan di lingkungan kerja dapat memberi efek yang
signifikan di dalam produktivitas kerja. Dengan pencahayaan yang cukup,
pekerja mampu menghasilkan karya yang lebih banyak dengan kesalahan
yang lebih sedikit, sehingga mampu meningkatkan produktivitas sebesar 10-
50%. Pencahayaan yang baik dapat mengurangi resiko kesalahan sebesar 30-
60% serta mengurangi keluhan pada mata, sakit kepala, nausea, serta sakit
leher yang dapat berkembang menjadi eyestrain. Pencahayaan yang baik akan
membuat pekerja lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya sehingga mampu
meningkatkan produktivitasnya (ILO, Lighting In Workplace) (Erix Extrada
et al. 2021)
Standar pencahayaan ruangan berdasarkan Occupational Safety and
Health Administration (OSHA) adalah 250 lux dan berdasarkan National
Environmental Quality Standards (NEQS) adalah 300 lux. Hal itu serupa
dengan penelitian Putra yang menyatakan bahwa tingkat kuat penerangan
(iluminasi) pada area produksi dengan jenis pekerjaan rutin adalah 300 lux.
Adapun berdasarkan Kepmenkes RI, Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,
tingkat pencahayaan minimal 300 lux (Tawaddud 2020)
Penelitian Rahmayanti (2015) menyatakan bahwa hasil pengukuran
terhadap intensitas pencahayaan di area perkantoran yang memiliki Nilai
Ambang Batas (NAB) di bawah standar (di bawah 300 lux) diperoleh seluruh
pekerja memiliki keluhan kelelahan mata yang bervariasi dengan persentase
paling tinggi sebesar 80% dengan keluhan berupa mata terasa mengantuk dan
5

63% pekerja merasa nyeri di bagian leher atau bahu. Iluminasi yang tidak
memenuhi standar SNI dapat dikatakan sebagai pencahayaan yang buruk.
Untuk mengetahui iluminasi di suatu area perlu dilakukan pengukuran dan
perhitungan. Perhitungan iluminasi pada suatu titik dipengaruhi oleh total arus
cahaya yang sesuai dan area yang luas. Selain itu, juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya luminer, efisiensi, bentuk, ukuran ruang, pantulan
permukaan, dan ketinggian lampu di area pekerjaan (Tawaddud 2020).
B. Jenis Pencahayaan
1. Pencahayaan Alami
Rahmania dan Sugini (2013). Pencahayaan alami merupakan cahaya
yang bersumber dari matahari. Pencahayaan alami dibutuhkan karena
manusia memerlukan kualitas cahaya alami. Fungsi pencahayaan alami
dapat meminimalisir penggunaan energi listrik. Sehingga desain yang
mengutamakan pemanfaatan pencahayaan alami harus dikembangkan.
Ander (Dalam Riandito (2012)) menjelaskan mengenai beberapa strategi
desain untuk pencahayaan alami, antara lain: peningkatan keliling zona
pencahayaan alami, penetrasi pencahayaan alami diatas ruangan,
penggunaan ide “bukaan efektif” untuk perkiraan awal pada area kaca
yang optimal, pemantulan pencahayaan alami dalam ruang untuk
meningkatkan kecerahan ruang, penghindaran sorotan langsung cahaya
alami didaerah tugas visual yang kritis, penggunaan cahaya langsung
secara hati – hati pada area dimana pekerjaan nonkritis terjadi, dan
penyaringan pencahayaan alami (Fleta 2021).
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila
posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan
alami tidak mencukupi. Karlen dan Benya (Dalam Riandito (2012)).
6

Menjelaskan secara lengkap tentang langkah demi langkah untuk


mendapatkan desain pencahayaan buatan yang baik, yaitu penentuan
kriteria desain pencahayaan. Beberapa kriteria mencakup kuantitas dan
kualitas pencahayaan yang memastikan bahwa anda merancang
pencahayaan untuk menghasilkan cahaya dengan jumlah yang tepat. (Fleta
2021).
C. Istilah Yang Sering Digunakan dalam Pencahayaan
Istilah yang sering digunakan dalam pencahayaan antara lain sebagai
berikut (sukri, 2021).
1. Lumen adalah satuan flux cahaya yang dipancarkan dalam satuan unit
sudut padatan oleh suatu sumber dengan intensitas cahaya yang seragam
satu candela. Satu lux adalah satu lumen per meter persegi. Lumen (1m)
adalah kesetaraan fotomerik dari walt, memadukan respon mata
“pengamat standar”. 1 walt = 683 lumens pada panjang gelombang 555
nm.
2. Luminaire dalah satuan cahaya yang lengkap, terdiri dari sebuah lampu
atau beberapa dan perlindungan lampu-lampu dan dihubungkan lampu ke
pasokan daya.
3. Lux merupakan satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan.
Cahaya rata-rata yang dicapai adalah rata-rata tingkat lux setara dengan
satu lumen per meter persegi
4. Footcandle adalah satuan pengukuran iluminasi (level cahaya) pada suatu
permukaan. Satu footcandle setara dengan satu lumen per kaki kuadrat.
5. Intensitas Cahaya dan Flux
Satuan intensitas cahaya 1 adalah candela (cd) juga dikenal dengan
international candle. Satu lumen setara dengan flux cahaya, yang jatuh
pada setiap meter per segi (m2) pada lingkarang dengan radius satu meter
(1m) jika sumber cahayanya insotropik 1 –candela (yang bersinar sama
keseluruh arah) merupakan pusat isotropic lingkaran. Perbedaan antara lux
7

dan lumen adalah bahwa lux berkenaan dengan luas areal pada mana flux
menyebar 1000 lumens, terpusat pada satu areal dengan luas satu meter
persegi, menerangi meter persegi tersebut dengan cahaya 1000 lux. Hal
yang sama untuk 1000 lumens, yang menyebar kesepuluh persegi, hanya
menghasilkan cahaya suram 100 lux.
6. Luminance adalah karakteristik fisik yang bergantunng pada jumlah
cahaya yang jatuh pada permukaan objek dan dipantulkan. Luminance
dapat diukur dengan menggunakan photometer.
7. Kecerlangan (brightness) merupakan rasa sensasi yang timbul akan
memandang benda dari mana cahaya datang dan masuk ke mata.
8. Reflectance merupakan perbandingan antara cahaya yang dipantulkan oleh
suatu benda yang dinyalakan dalam persen.
D. Sumber Pencahayaan
Menurut (Sukri, 2021) berdasarkan sumbernya pencahayaan dapat dibagi
menjadi:
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selalu menghemat
energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan
pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang
besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.
Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif disbanding
dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya
yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama pada siang
hari.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami
mendapat keuntungan, yaitu;
a. Variasi intensitas cahaya matahari;
b. Distribusi dari terangnya cahaya;
8

c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antara bangunan;


d. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila
posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan
alami tidak mencukupi.
Fungsi pokok pencahayaan buatan baik diterapkan secara tersendiri
maupun dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai
berikut.
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat
secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secra
mudah dan tepat;
b. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan
aman;
c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebih pada
tempat kerja;
d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkan baying-bayang;
e. Meningkatkan lingkunga visual yang nyaman dan meningkatkan
prestasi.
E. Dampak Pencahayaan
Pencahayaan yang direncanakan tidak memenuhi syarat maka akan
menimbulkan pengaruh negatif atau gangguan penglihatan selama bekerja.
Terangnya pencahayaan akan mengakibatkan kelelahan pada mata,
berkurangnya efisiensi kerja, sakit kepala hingga menyebabkan rusaknya
indra penglihatan. Kemudian kelelahan pada indra penglihatan akan
menurunkan kualitas pekerja. Kelelahan pada mata menjadi satu penyebab
9

kelelahan mental para pekerja. Hal ini berpengaruh terhadap kesehatan


manusia, yang gejalanya seperti sakit kepala, konsentrasi yang berkurang, dan
tidak focus dalam bekerja (Muthoharoh, 2022).
F. Pengukuran Penerangan
Pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja berdasarkan SNI 16-
7062- 2004, yaitu metode pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja
dengan menggunakan Luxmeter. Pada pengukuran penerangan menggunakan
alat Luxmeter. Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photocell yang bila
terkena cahaya akan menghasilkan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya
akan besar pula arus yang dihasilkan. Besarnya intensitas cahaya dapat dilihat
pada level meter. Dalam penelitian ini, hasil pengukuran dikelompokkan
menjadi 2 kelompok, yaitu sesuai standar dan di bawah standar dengan satuan
lux (Mahawati, dkk., 2021).
G. Syarat Pencahayaan Yang Baik (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor
7 Tahun 1974)
Dalam Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat-Syarat
Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja, terdapat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut : (Arum 2023)
1. Pasal 10
a. Jarak antara gedung-gedung atau bangunan bangunan lainnya harus
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu masuknya cahaya asing
ke tempat kerja.
b. Setiap tahun harus mendapat penerangan yang cukup untuk melakukan
pekerjaan.
2. Pasal 11
a. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding-dinding kaca yang
dimaksudkan untuk memasukkan cahaya harus selalu bersih dan luas
seluruhnya harus 1/6 dari luas lantai kantor tempat kerja;
10

b. Dalam hal yang memaksa luas yang dimaksud dalam 2.a. dapat
dikurangi sampai 1/10 × luas kantor/tempat kerja;
c. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding dinding kaca harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya merata;
d. Bila ada penyiaran matahari langsung yang menimpa para pekerja,
maka harus diadakan tindakan untuk menghalanginya;
e. Apabila jendela hanya satu satunya sebagai sumber penerang cahaya
matahari, maka jarak jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 m;
f. Jendela-jendela itu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja yang
terletak diseberang.
3. Pasal 12
a. Dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau tidak dipergunakan,
harus diadakan penerangan jalan lain sebagai tambahan atau pengganti
cahaya matahari;
b. Untuk bekerja yang dilakukan pada malam hari harus diadakan
penerangan buatan yang aman yang cukup intensitasnya;
c. Penerangan dengan jalan lain itu tidak boleh menyebabkan panas yang
berlebih-lebihan atau merubah susunan udara;
d. Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu di tempat
kerja lain, maka suhu tidak boleh naik melebihi 32℃. Dalam hal itu,
harus dilakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi pengaruh
kenaikan suhu tersebut (peredaran angin, dll);
e. Sumber penerangan yang menimbulkan asap atau gas sisa sedapat
mungkin dihindari dari semua tempat kerja. Sumber penerangan
semacam ini hanya dipergunakan dalam keadaan darurat;
f. Sumber cahaya yang dipergunakan harus menghasilkan kadar
penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh
berkedip-kedip;
11

g. Sumber cahaya yang dipergunakan tidak boleh menyebabkan sinar


yang menyilaukan atau bayangan-bayangan atau kontras yang
mengganggu pekerjaan;
h. Apabila bahan dari alat-alat yang dipergunakan menyebabkan sinar
yang mengganggu tersebut, atau mengurangi pengaruhnya terhadap
mata.
4. Pasal 13
a. Tiap tiap tempat kerja yang dipergunakan malam hari harus selalu
menyediakan alat penerangan darurat. 12;
b. Alat penerangan darurat itu harus mempunyai sumber tenaga listrik
yang bebas dari instalasi listrik umum;
c. Alat penerangan darurat tersebut harus ditempatkan pada tempat-
tempat yang tidak mungkin menimbulkan cahaya;
d. Jalan-jalan keluar seperti pintu, ganggang dan lain lain harus
mempunyai alat penerangan darurat, dan diberi tanda pengenal dengan
cat lumineus, bahan-bahan refleksi atau bahan-bahan fluoresensi.
5. Pasal 14
a. Kadar penerangan diukur dengan alat pengukur cahaya yang baik
tinggi tempat kerja yang sebenarnya atau tinggi perut untuk
penerangan umum (plesminas 1 meter);
b. Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit lima
luks;
c. Penerangan untuk halaman dan jalan dalam lingkungan perusahaan
harus paling sedikit mempunyai kekuatan 20 luks;
d. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya
memebeda-bedakan barang kasar seperti:
1) Mengerjakan bahan-bahan yang besar;
2) Mengerjakan arang atau abu;
3) Menyisihkan barang-barang yang besar;
12

4) Mengerjakan bahan tanah atau batu;


5) Ganggang atau tangga di dalam gedung selalu dipakai;
6) Gudang-gudang untuk penyimpanan barang besar atau kasar;
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 50 luks.
e. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan pekerjaan yang membedakan
barang barang kecil secara sepintas selalu seperti:
1) Pemasangan yang kasar;
2) Mengerjakan barang besi dan baja yang setengah selesai
(semipiniset);
3) Penggilingan padi;
4) Pengupasan, pengambilan dan penyisihan bahan kapas;
5) Mengerjakan bahan bahan pertanian lain yang kira-kira setingkat
dengan di atas :
a) Kamar mesin dan uap;
b) Alat pengangkut orang dan bahan;
c) Ruang-ruang penerimaan dan pengiriman dengan kapal;
d) Tempat penyimpanan barang-barang sedang dan kecil;
e) Kakus, tempat mandi dan urinoi.
f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membeda-bedakan
barang-barang kecil yang agak teliti seperti :
1) Pemasangan alat alat yang sedang;
2) Pekerjaan mesin dan bubut yang besar;
3) Pemeriksaan atau percobaan kasar terhadap barang-barang;
4) Menjahit tekstil atau kulit yang berwarna muda;
5) Perusahaan dan pengawasan bahan bahan makanan dalam kaleng;
6) Pembungkusan daging;
7) Mengerjakan kayu;
8) Melapis perabotan;
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 200 luks.
13

g. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan perbedaan yang teliti dari


pada barang-barang kecil dan halus seperti:
1) Pekerjaan mesin yang teliti;
2) Pemeriksaan yang teliti;
3) Percobaan-percobaan yang teliti dan halus;
4) Pembuatan tepung;
5) Penyelesaian kulit dan penerimaan bahan-bahan katun atau wol
bewarna muda;
6) Pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca;
7) Pekerjaan arsip dan seleksi surat-surat;
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 300 luks.
h. Penerapan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan
barangbarang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang untuk
waktu yang lama seperti:
1) Pemasangan yang ekstra halus (arloji dan lain-lain);
2) Pemeriksaan yang ekstra halus (ampul);
3) Percobaan alat alat yang ekstra halus;
4) Tukang las dan intan;
5) Penilaian dan penyisihan hasil tembakau;
6) Penyusunan huruf dan pemeriksaan kopi dalam percetakan;
7) Pemeriksaan dan penjahitan bahan pakaian berwarna tua;
Harus paling sedikit mempunyai kekuatan 2000 luks.
BAB III METODE PERCOBAAN
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Luxmeter Lutron LX-101A
Alat ukur pencahayaan dalah lux meter. Luxmeter memiliki
satuan lux, yang didefinisikan sebagai satuan metrik ukuran cahaya
pada suatu permukaan.

Gambar 1. Luxmeter Lutron LX-101A


b. Lakban
Lakban digunakan untuk membuat sketsa penentuan titik
pengukuran pencahayaan pada ruangan.

Gambar 2. Lakban
c. Alat Tulis
Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pada pengukuran
pencahayaan.

Gambar 3. Alat Tulis

14
15

d. Spidol
Spidol digunakan untuk membuat sketsa penentuan titik
pengukuran pencahayaan pada meja kerja.

Gambar 4. Spidol

e. Penggaris
Penggaris digunakan untuk mengukur jarak antara bahan
dengan alat lux meter.

Gambar 5. Penggaris

f. Lampu (pencahayaan)
Lampu adalah bahan yang digunakan pada praktikum
pencahayaan untuk mengukur pencahayaan umum.

Gambar 6. Lampu
g. Kalkulator
Kalkulator adalah alat untuk menghitung pengukuran
pencahayaan umum maupun pencahayaan local.

Gambar 7. Kalkulator
16

2. Bahan
a. Meja kerja
Meja kerja adalah bahan yang digunakan pada praktikum
pencahayaan untuk mengukur pencahayaan lokal.

Gambar 8. Meja kerja


b. Ruang Kelas Promkes
Ruang Kelas Promkes adalah bahan yang digunakan pada
praktikum pencahayaan untuk pencahayaan.

Gambar 9. Ruang Kelas Promkes


c. Laptop
Laptop adalah bahan yang digunakan pada praktikum
pencahayaan untuk mengukur Pencahayaan lokal.

Gambar 10. Leptop


17

B. Prosedur Kerja
1. Penggunaan Alat Luxmeter Lutron LX-101A
Cara penggunaan alat Luxmeter Lutron LX-101A antara lain sebagai
berikut:
a. Pindahkan tombol Off/On ke posisi On.
b. Pilih range pada range A (jika pengukuran <2000 lux harus
menggunakan “range A”, jika nilai pengukuran antara 2000 sampai
19,900 lux harus memilih “range B”, jika lebih dari 20,000 lux harus
memilih “range C”).
c. Tahan “sensor cahaya” dengan tangan dan hadapkan kearah cahaya.
d. Jika layar luxmeter sudah menunjukan angka digital yang stabil,
catatlah angka tersebut.
2. Penentuan Titik Sampling
a. Pengukuran Intensitas Penerangan Umum
Pada praktikum ini, pengukuran pencahayaan umum yang
digunakan yaitu luas ruangan kurang dari 50 dengan panjang
ruangan 6 m dan lebar ruangan 3 m. Maka ruangan tersebut dibagi
dengan syarat 1 titik sampel mewakili maksimal 3 m2 , sehingga
diperoleh titik sampling sebanyak 6 titik sampel.
b. Pengukuran Intensitas Penerangan Local
Pada praktikum ini, pengukuran pencahayaan lokal yang digunakan
yaitu pengukuran pada meja kerja (dengan panjang 60 cm dan lebar 90
cm) dan pengukuran pada laptop (dengan jarak antara layar 10 cm dan
jarak antara keyboard 20 cm).
3. Pengukuran Intensitas Penerangan Umum
a. Luas ruangan kerja dibagi menjadi beberapa bagian, dengan ukuran 6
m × 3 m.
b. Hidupkan Luxmeter.
18

c. Lakukan pengecekan antara, pastikan pembacaan yang muncul di layar


menunjukkan angka nol saat sensor ditutup rapat.
d. Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut dengan photocell
dihadapkan ke sumber cahaya dan alat dipegang ±80 cm dari lantai.
e. Hasil akan muncul pada display kemudian catatlah angka tersebut.
f. Pengukuran dilanjutkan pada titik kedua dan seterusnya sebanyak 6
kali.
g. Hitunglah hasil pengukuran dengan rumus berikut:

Intensitas Pencahayaan Umum

4. Pengukuran Local Pada Meja Kerja


a. Luas meja kerja dibagi menjadi 4 bagian, dengan ukuran 60 cm × 90
cm.
b. Sensor diletakkan sejajar dengan permukaan meja kerja dan lakukan
pengukuran sebanyak 3 kali di setiap titik.
c. Kemudian catat hasil pengukuran tersebut.
5. Pengukuran Local Pada Laptop
a. Siapkan laptop di meja kerja lalu hidupkan
b. Atur jarak layar laptop dengan sensor cahaya sejauh 10 cm,dan jarak
keyboord laptop ke sensor cahaya sejauh 20 cm.
c. Kemudian catat hasil pengukuran tersebut.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pencahayaan Umum
a. Nama ruangan : Ruang Kelas Promkes
b. Jenis aktivitas : Pengukuran pencahayaan umum
c. Jumlah tenaga kerja : 8 orang
d. Jenis lampu : Neon
e. Jenis pencahayaan : Pencahayaan buatan
f. Tanggal dan waktu pengukuran: 3 Maret 2023, pukul 09.30-09:50

Tabel 1. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Umum

PU PU

38,33 13,33
6m
PU PU

35,33 30,33

PU PU

52,33 62,33

3m
Sumber : Data Primer 2023

19
20

2. Hasil Pengukuran Pencahayaan Umum

Tabel 2. Hasil Pengukuran Pencahayaan Umum

Hasil Pengukuran Ket.


Titik ke Rerata (Perbandingan
I II III dengan NAB
300 lux)
1 16 17 16 38,33 Kurang
2 14 13 13 13,33 Kurang
3 35 35 36 35,33 Kurang
4 30 30 31 30,33 Kurang
5 53 52 52 52,33 Kurang
6 60 62 65 62,33 Kurang
Jumlah 231,98
Sumber : Data Primer 2023

Rumus Intensitas Pencahayaan Umum:

Intensitas Cahaya =

= 38,66 Lux

3. Pencahayaan Lokal/setempat
1. Pencahayaan pada meja kerja
a. Nama ruangan : Ruang Laboratorium FKM UHO
b. Jenis aktivitas : Pengukuran pencahayaan lokal
c. Jumlah tenaga kerja : 5 orang
d. Jenis lampu : LED
e. Jenis pencahayaan : Pencahayaan buatan
f. Tanggal dan waktu pengukuran: 3 Maret 2023, pukul 08.04-08:07
21

Tabel 3. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal

PU PU

219,33 236,66

PU PU

257 255

Sumber : Data Primer 2023

2. Pencahayaan Lokal Pada Laptop

Tabel 4. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal


Sumber : Data Primer 2023

PU

291,3

4. Hasil Pengukuran Pencahayaan Lokal


a. Meja Kerja
Tabel 5. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal

Hasil Pengukuran Ket.


Titik ke Rerata (Perbandingan
I II II dengan NAB
300 lux)
1 94 94 94 219,3 Kurang
2 102 101 101 236,6 Kurang
3 110 110 111 257 Kurang
4 110 109 108 255 Kurang
Jumlah 967,9
Sumber : Data Primer 2023
22

Intensitas Cahaya =

= 241,98 Lux
b. Laptop

Tabel 6. Hasil Perhitungan Intensitas Pencahayaan Lokal

Hasil Pengukuran Ket.


Titik ke Rerata (Perbandingan
I II III dengan NAB
300 lux)
1 110 138 130 291,3 Kurang
Total 291,3 Tidak
memenuhi
Sumber : Data primer 2023

Intensitas Cahaya =

= 291,3 Lux
B. Pembahasan
1. Pencahayaan Umum
Berdasarkan pengukuran pencahayaan umum pada ruangan kelas
prpmkes, pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap titik
yang dimana titik yang diukur sebanyak 6 titik. Pengukuran ini dilakukan
di ruangan kelas Promkes FKM UHO yang diperoleh nilai rata-rata
pengukuran pencahayaan umum sebesar 38,66 lux.
Ruangan yang diukur memiliki aktivitas yang berkaitan dengan
membaca dan menulis, dimana kegiatan tersebut dilakukan secara rutin.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang dilakukan pada
ruangan kelas dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
23

Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan umum yang


diperoleh sebesar 38,66 lux, hasil tersebut tidak memenuhi standar Nilai
Ambang Batas (NAB). Hal itu menandakan perlunya penanganan terhadap
bahaya tersebut. Kondisi pencahayaan yang redup dapat menyebabkan
keluhan seperti mata terasa mengantuk sebagai gejala umum dari
kelelahan mata. Sedangkan keluhan kelelahan mata lainnya seperti nyeri
pada bagian leher atau bahu dapat diakibatkan oleh pergerakan tubuh yang
berlebihan untuk menyesuaikan dengan intensitas pencahayaan pada
ruangan tersebut.
Jika intensitas pencahayaan pada ruangan tidak memenuhi standar, hal
tersebut tentu akan memperburuk keadaan indera penglihatan. Oleh karena
itu, dibutuhkan penanganan terhadap hazard serta upaya preventif untuk
meminimalisir terjadinya efek negatif yang merugikan.
2. Pencahayaan Lokal/Setempat
Berdasarkan pengukuran pencahayaan lokal/setempat pada meja kerja,
pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap titik yang
dimana titik yang diukur sebanyak 4 titik. Pengukuran ini dilakukan pada
meja kerja FKM UHO yang diperoleh nilai rata-rata pengukuran
pencahayaan lokal/setempat sebesar 241,98 lux. Pengukuran pencahayaan
local/setempat pada laptop diperoleh hasil sebesar 291,3 lux
Meja kerja yang diukur memiliki aktivitas yang berkaitan dengan
membaca dan menulis, dimana kegiatan tersebut dilakukan secara rutin.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang dilakukan pada
meja kerja dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan local/setempat pada
meja kerja diperoleh sebesar 241,98 lux, hasil tersebut tidak memenuhi
standar Nilai Ambang Batas (NAB). Dan untuk hasil pengukuran
pencahayaan local/setempat pada laptop diperoleh sebesar 291,3 lux, hasil
tersebut tidak memenuhi standar Nilai Ambang Batas (NAB). Hal itu
24

menandakan perlunya penanganan terhadap bahaya tersebut. Kondisi


pencahayaan yang redup dapat menyebabkan keluhan seperti mata terasa
mengantuk sebagai gejala umum dari kelelahan mata. Sedangkan keluhan
kelelahan mata lainnya seperti nyeri pada bagian leher atau bahu dapat
diakibatkan oleh pergerakan tubuh yang berlebihan untuk menyesuaikan
dengan intensitas pencahayaan pada ruangan tersebut.
Jika intensitas pencahayaan pada area meja kerja tidak memenuhi
standar, hal tersebut tentu akan memperburuk keadaan indera penglihatan.
Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan terhadap hazard serta upaya
preventif untuk meminimalisir terjadinya efek negatif yang merugikan.
BAB V PENUTUP
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi
keselamatan kerja. Pencahayaan juga sangat berpengaruh terhadap
produktivitas seorang pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang
memungkinkan produktivitas pekerja.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang dilakukan pada
ruangan kelas dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan umum yang dilakuakan
di ruangan Peminatan Promkes diperoleh yaitu sebesar 34,72 lux, hasil
tersebut tidak memenuhi standar Nilai Ambang Batas (NAB).
Kemudian Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang
dilakukan pada meja kerja dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300
lux. Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan local/setempat pada
meja kerja diperoleh sebesar 241,98 lux, hasil tersebut tidak memenuhi
standar Nilai Ambang Batas (NAB).
Kemudian Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang
dilakukan pada laptop dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan local/setempat pada meja
kerja diperoleh sebesar 291,3 lux, hasil tersebut tidak memenuhi standar Nilai
Ambang Batas (NAB).
Dapat disimpulkan bahwa pencahayaan pada ruangan meja kerja dan
laptop tersebut tidak memenuhi standar karena melampaui Nilai Ambang
Batas (NAB). Jika intensitas pencahayaan pada suatu ruangan maupun area
meja kerja tidak memenuhi standar, hal tersebut tentu akan memperburuk
keadaan indera penglihatan.

25
26

B. Saran
1. Bagi Universitas Halu Oleo
Setelah mengikuti Praktium Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
mengenai pengukuran pencahayaan pada dua pengukuran yaitu
pengukuran pencahayaan umum dan pencahayaan local, ada beberapa hal
yang dapat menjadi saran jadi sebaiknya pihak Universitas dapat
mengatasi dampak pencahayaan seperti adanya pengaturan tata letak
ruangan mulai dari penataan posisi sumber cahaya hingga penataan posisi
meja kerja.
2. Bagi Fakultas Universitas Halu Oleo
Untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo salah
satu upaya yang dapat dilakukan dari dampak pencahayaan yaitu
menyediakan ruangan kerja bagi para staff dan dosen dengan pencahayaan
yang baik atau yang memenuhi standar.
3. Bagi Praktikan
Adapun saran untuk kita sebagai praktikan yaitu melakukan
pengukuran pencahayaan sesuai dengan tata cara penggunaan alat
Luxmeter Lutron LX-101A dengan baik dan benar, kemudian para
praktikan lainnya diharapkan fokus dalam mengikuti praktikum
pencahayaan ini, agar mendapatkan hasil pengukuran yang benar dan
akurat, serta sebaiknya penggunaan alat pengukuran pencahayan
dilakukan secara bergiliran, agar praktikan lainnya dapat mengetahui cara
mengukur dan penggunaan alat Luxmeter Lutron LX-101A.
DAFTAR PUSTAKA

Arum, Pratiwi Dian. 2023. Panduan Praktikum Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.
Kendari.
Dewantoro, Fajar. 2021. “Kajian Pencahayaan Dan Penghawaan Alami Desain Hotel
Resort Kota Batu Pada Iklim Tropis.” JICE (Journal of Infrastructural in Civil
Engineering) 2(01): 1.
Erix Extrada, Erix Extrada et al. 2021. “Analisis Dampak Intensitas Pencahayaan
Ruangan Farmasi Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Di Rumah
Sakit Mesra Kabupaten Kampar Tahun 2020.” Media Kesmas (Public Health
Media) 1(1): 59–71.
Fleta, Agrippina. 2021. “Analisis Pencahayaan Alami Dan Buatan Pada Ruang
Kantor Terhadap Kenyamanan Visual Pengguna.” Jurnal Patra 3(1): 33–42.
https://www.ejournal.kahuripan.ac.id/index.php/TECNOSCIENZA/article/view/
63/47.
Lisa, Nurhaiza Nova Purnama. 2019. “Optimalisasi Pencahayaan Alami Pada
Ruang.” 7(7): 32–40.
Minarni, Ani, Rubi Ginanjar, and Anissatul Fathimah. 2021. “HUBUNGAN
PENCAHAYAAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN KERJA
PADA PEKERJA BAGIAN UNDERGROUND DI PT. ANTAM Tbk, UBPE
PONGKOR BOGOR TAHUN 2018.” Promotor 3(2): 88.
Nurkihsan, Reynaldi, Gustiana Putra, Asep Erik Nugraha, and Dene Herwanto. 2021.
“Analisis Pengaruh Intensitas Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata Pekerja.”
15(1405): 81–97.
Tawaddud, Besse Irna. 2020. “Kajian Illuminati Pada Laboratorium Teknik Grafika
Polimedia Jakarta Terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri (K3).” Jurnal
Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) 2(3): 141–50.
https://www.researchgate.net/publication/341910824_Kajian_Illuminati_pada_L
aboratorium_Teknik_Grafika_Polimedia_Jakarta_terhadap_Standar_Kesehatan_
Kerja_Industri_K3.
Thahir, Musafir. 2020. “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Dan Non-Fisik Terhadap
Kinerja Guru.” Jurnal Ilmiah Islamic Resources 16(2): 125.

27
LAMPIRAN
Pencahayaan Umum Ruang Kelas

Lampiran 1. Pengukuran umum 1 Lampiran 2. Pengukuran umum 2

Lampiran 3. Pengukuran umum 3 Lampiran 4. Pengukuran umum 4

Lampiran 5. Pengukuran umum 5 Lampiran 6..pengukuran umum 6


Pencahayaan Lokal Meja Kerja

Lampiran 1. Pengukuran lokal 1 Lampiran 2. Pengukuran lokal 2

Lampiran 3. Pengukuran lokal 3 Lampiran 4. Pengukuran lokal 4

Pencahayaan Lokal laptop

Lampiran 1. Pencahayaan Lokal laptop


LAPORAN PRAKTIKUM KEBISINGAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengenai Kebisingan
dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah praktikum dasar Kesmas. Selain itu, laporan ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kebisingan dikehidupan sehari-
hari bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum Dian Pratiwi, SKM,
M.SC selaku Dosen Penanggung jawab Praktikum K3 yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi ini. kami juga mengucapkan terima kasih kepada asisten
laboratorium yang telah membantu kami dalam melaksanakan praktikum K3 ini
dengan baik serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua, terimakasih
atas bantuannya sehingga sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan dari para
pembaca demi kesempurnaan tugas laporan ini.

Kendari, 5 Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Praktikum ........................................................................................ 2
C. Prinsip Kerja Alat ........................................................................................ 2
D. Manfaat Praktikum ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
A. Pengertian Kebisingan ................................................................................. 4
B. Alat Ukur Kebisingan .................................................................................. 5
C. Jenis-jenis Kebisingan ................................................................................. 6
D. Sumber Kebisingan ...................................................................................... 7
E. Parameter Kebisingan .................................................................................. 8
BAB III METODE PERCOBAAN .................................................................... 10
A. Alat............................................................................................................. 10
B. Bahan ......................................................................................................... 11
C. Prosedur Kerja ........................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 14
A. Hasil ........................................................................................................... 14
B. Analisis Data .............................................................................................. 18
C. Pembahasan ............................................................................................... 20
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 25
A. Kesimpulan ................................................................................................ 25
B. Saran .......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan ............................................................... 8


Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan ............................................................................. 9
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM UHO ............. 14
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Laboratorium FKM UHO ............. 14
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Laboratorium FKM UHO ............. 15
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Parkiran FKM UHO ..................... 15
Tabel 7. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Parkiran FKM UHO ..................... 16
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Parkiran FKM UHO ..................... 16
Tabel 9. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Jalan Raya Depan FKM UHO ...... 16
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Jalan Raya Depan FKM UHO .... 17
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Jalan Raya Depan FKM UHO .... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Soumd Level Meter (SLM) .................................................................. 10


Gambar 2. Stopwatch ............................................................................................ 10
Gambar 3. Alat tulis .............................................................................................. 11
Gambar 4. Kalkulator ............................................................................................ 11

iv
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran membutuhkan lingkungan yang kondusif,
termasuk bebas dari intensitas suara yang terlalu tinggi (kebisingan).
Kebisingan dari faktor eksternal dapat mengakibatkan dampak buruk bagi
kecakapan berbicara dan terhadap nilai ujian (Zahrany et al., 2022).
Dalam bidang sains, terdapat parameter yang menjadi acuan pengukuran
dalam penyusunan dokumen lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah
suatu benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang
tempat manusia dan makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi
hidupnya. Parameter ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan apakah
kondisi lingkungan di lokasi pengukuran telah memenuhi standar baku mutu
yang ditetapkan pemerintah. Terdapat 5 parameter pengukuran lingkungan
yaitu parameter fisika, kimia dan biologi, ergonomi dan psikologi pekerja. Hal
ini sejalan dengan Permenaker No. 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (Atina et al., 2020).
Kampus adalah tempat berjalannya kegiatan (pelayanan publik)
akademik yang dalam kesehariannya memberikan pelayanan akademik
khususnya kepada mahasiswa. Selain itu juga, kampus memiliki peran
strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna
mendukung kemajuan bangsa dan negara. Oleh karenanya, kampus memiliki
kewajiban mensukseskan upaya pemerintah dalam hal pengelolaan
lingkungan. Peran serta kampus dalam mewujudkan hal tersebut yaitu dengan
menyusun dan melaporkan dokumen lingkungan secara berkala sesuai dengan
arahan pemerintah (Atina et al., 2020).
Salah satu sarana penentu dalam kesuksesan kegiatan belajar mengajar
adalah kondisi ruang kelas. Ruang kelas yang nyaman akan berkolaborasi
dengan suasana pembelajaran yang kondusif, karena peserta didik dapat lebih
fokus tanpa terganggu dengan suasana sekitar. Beberapa faktor utama yang
terkait dengan kenyamanan ruangan, termasuk ruang kelas, adalah desain

1
2

interior, temperatur, pencahayaan, dan intensitas suara Tidak terpenuhinya


satu atau beberapa faktor tersebut dapat menyebabkan kegiatan di dalam suatu
ruangan menjadi tidak optimal. Salah satu di antara faktor-faktor tersebut yang
menjadi persoalan terbesar dalam kegiatan pembelajaran adalah intensitas
suara yang terlalu tinggi (Singkam, 2020). Beberapa cara dilakukan untuk
melakukan penanganan kebisingan yang dilihat dari sumbernya dengan
mengatur agar sumber bunyi dapat mengeluarkan intensitas bunyi minimal
(Zahrany et al., 2022).
Kebisingan merupakan masalah kesehatan masyarakat penting yang
dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan tidur, kardiovaskular
penyakit, cacat sosial, produktivitas berkurang, perilaku sosial negatif, reaksi
gangguan, ketidakhadiran dan kecelakaan (Hamzah et al., 2020).
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum kebisingan, yaitu (Pratiwi, 2023):
1. Mahasiawa terampil dalam melakukan pengukuran tingkat kebisingan.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis dari hasil pengukuran yang
diperoleh.
3. Mahasiswa mampu melakukan penilaian dari hasil data yang diperoleh.
C. Prinsip Kerja Alat
Prinsip kerja Sound Level Meter ialah didasarkan pada getaran yang
terjadi. Apabila ada objek atau benda yang bergetar, maka akan menimbulkan
terjadinya sebuah perubahan pada tekanan udara yang kemudian akan
ditangkap oleh sistem peralatan, Lalu selanjutnya jarum analog akan
menunjukkan angka jumlah dari tingkat kebisingan yang dinyatakan dengan
nilai dB (Pratiwi, 2023).
Pada umumnya SLM akan diarahkan ke sumber suara, setinggi telinga,
agar bisa menangkap kebisingan yang telah tercipta. Untuk keperluan
mengukur nilai kebisingan pada suatu ruang kerja, pencatatan dilaksanakan
satu shift kerja penuh dengan beberapa kali pencatatan dari SLM (Pratiwi,
2023).
3

D. Manfaat Praktikum
1. Agar mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran tingkat
kebisingan.
2. Agar mahasiswa mampu melakukan analisis dari hasil pengukuran yang
diperoleh.
3. Agar mahasiswa mampu melakukan penilaian dari hasil data yang
diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kebisingan
Pencemaran suara atau kebisingan adalah gangguan pada lingkungan
yang diakibatkan oleh bunyi yang mengakibatkan ketidaktentraman mahluk
hidup di sekitarnya (Isliko et al., 2022). Bising adalah suara yang sangat
mengganggu dan tidak dikendaki oleh siapapun yang disebabkan oleh sumber
suara yang bergetar yang akan membuat molekul-molekul udara disekitar
sekitarnya akan turut bergetar. Suara yang melebihi ambang batas akan
mengganggu aktifitas manusia yang sedang bekerja di lingkungan kita berada
(Nasution, 2019).
Kebisingan merupakan nilai bunyi yang terlalu tinggi dan tidak
dikehendaki syaraf pendengaran. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
(Men-LH, 1996) mendefinisikan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan, dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Sedangkan World Health Organization (WHO) mendefenisikan
kebisingan sebagai suara yang tidak diperlukan dan memiliki efek buruk pada
kualitas kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan (Singkam, 2020).
Kebisingan mengandung unsur subyektifitas, tergantung bunyi
diinginkan atau tidak secara psikologis oleh suatu individu. Intensitas
kebisingan, seperti halnya bunyi, diukur dengan satuan desibel ampere (dBA),
yang menunjukkan besar arus energi persatuan luas. Nilai ambang batas
kebisingan (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau
kegiatan, sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Singkam, 2020).
WHO (World Health Organization) yang menetapkan 3 tingkatan
kebisingan berdasarkan dB yakni 1) Aman, untuk rentang 0-75 dB, 2)
Ambang Batas Bahaya, untuk rentang 75-85 dB, dan 3) Bahaya, untuk rentang
lebih dari 85 dB. Standar ini ditetapkan berdasarkan pengaruh tingkat

4
5

kebisingan tertentu terhadap kesehatan manusia, dimana kebisingan yang lebih


dari 85 dB merupakan kebisingan yang paling berbahaya, dan dapat
menyebabkan cedera ringan hingga berat (Hamzah et al., 2020).
B. Alat Ukur Kebisingan
Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain
sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band
analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level
meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi
(Pratiwi, 2023).
1. Sound Level Meter (SLM)
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran
kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik
termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan
amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM.
Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara
bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga
kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas
yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon
manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi
untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia (Pratiwi, 2023).
2. Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang
berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di
SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif.
Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat
yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu
oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat
digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,575,
75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, 4800-9600Hz
(Pratiwi, 2023).
6

C. Jenis-jenis Kebisingan
Jenis kebisingan antara lain (Zahrany et al., 2022):
1. Kebisingan kontinu (continue)
Kebisingan kontinu merupakan kebisingan yang dihasilkan terus
menerus, misalnya, oleh suara mesin yang hidup tanpa gangguan,
peralatan pabrik, kebisingan mesin, atau sistem pemanas atau sistem
ventilasi. Anda dapat mengukur kebisingan terus menerus selama beberapa
menit dengan pengukur tingkat suara (sound meter) untuk mendapatkan
representasi tingkat kebisingan yang memadai. Kebisingan lebih lanjut
dapat dianalisis menggunakan pengukur tingkat suara dengan analisis pita
oktaf (octave band). Pita oktaf digunakan untuk memecah nilai kebisingan
menjadi frekuensi yang terpisah-pisah. Informasi ini akan menunjukkan
dengan tepat frekuensi apa dan berapa yang menyebabkan kebisingan.
2. Kebisingan berselang (intermitent)
Kebisingan berselang merupakan tingkat kebisingan yang meningkat
dan menurun dengan cepat. Kebisingan berselang juga sering disebut
sebagai kebisingan semi-kontinu. Beberapa contohnya disebabkan oleh
kereta api yang lewat, peralatan pabrik yang beroperasi dalam siklus, atau
pesawat terbang di atas rumah. Kebisingan berselang dapat diukur dengan
cara yang mirip dengan kebisingan kontinu yaitu dengan pengukur tingkat
suara. Kebisingan berselang dapat dihitung lebih detail dengan
menghitung dalam selang waktu dan kemudian menghitung nilai rata-
ratanya.
3. Kebisingan impulsif
Kebisingan impulsif merupakan nilai kebisingan yang identik
dengan suara yang “mengagetkan”. Kebisingan ini paling sering dikaitkan
dengan industri konstruksi dan pembongkaran. Munculnya suara yang
tiba-tiba ini dapat mengejutkan karena sifatnya yang cepat dan keras.
Kebisingan impulsif biasanya juga disebabkan oleh ledakan atau peralatan
konstruksi, benda yang jatuh, suara pintu atau jendela yang tertutup karena
angin, bahkan suara bersin. Untuk mengukur kebisingan impulsif
7

menggunakan tingkat suara cukup mudah yaitu dengan cara


memperhatikan nilai puncaknya.
4. Kebisingan frekuensi rendah
Kebisingan frekuensi rendah dapat dilihat menggunakan pengukur
level suara dengan analisis pita oktaf ketiga (third octave band analysis),
sehingga dapat menunjukkan frekuensi rendah yang menghasilkan
kebisingan. Kebisingan berfrekuensi rendah sebenarnya merupakan bagian
dari struktur kebisingan atau suara yang kita dengar sehari-hari. Baik itu
dengungan, suara angin, suara kipas atau AC di kantor, suara kendaraan
bermotor dari kejauhan, hingga suara orang berbicara yang secara terus-
menerus memaparkan kebisingan berfrekuensi rendah. Ini juga merupakan
jenis kebisingan yang paling sulit untuk dikurangi pada sumbernya,
sehingga dapat dengan mudah menyebar di semua tempat.
D. Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan diperoleh dari industri-industri oleh aktifitas mesin-
mesin yang beroperasi. Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya
dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak
bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan
kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan
menjadi 3 macam, yaitu (Nasution, 2019):
1. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin-mesin industri
maupun pabrik.
2. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan
akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin.
Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan
lain-lain.
8

3. Pergerakan udara, gas dan cairan


Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan
dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan
gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain lain.
E. Parameter Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan sesuai dengan Permenaker No.
13/Men/X/2011 adalah sebagai berikut di bawah ini (Pratiwi, 2023):
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Intensitas Kebisingan dalam
Waktu Pemaparan per Hari
dBA
8 Jam 85
4 Jam 88
2 Jam 91
1 Jam 94
30 Menit 97
15 Menit 100
7,5 Menit 103
3,75 Menit 106
1,88 Menit 109
0,94 Menit 112
28,12 Detik 115
14,06 Detik 118
7,03 Detik 121
3,52 Detik 124
1,76 Detik 127
0,88 Detik 130
0,44 Detik 133
0,22 Detik 136
0,11 Detik 139
Sumber: Permenaker No. 13/Men/X/2011
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
KEP.48/MENLH/11/1996, tanggal 25 November 1996 tentang baku tingkat
kebisingan Peruntukan Kawasan atau Lingkungan Kegiatan dapat dilihat pada
tabel berikut (Balirante et al., 2020).
9

Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan


Peruntukan Kawasan/Lingkungan Tingkat Kebisingan dB (A)
Kerja
Perumahan danPemukiman 55
Perdagangan dan Jasa 70
Perkantoran dan Perdagangan 65
Ruang Terbuka Hijau 50
Industri 70
Bandar Udara 75
Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
Rekreasi 70
Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
Sekolah atau Sejenisnya 55
Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
Sumber: Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No:
KEP-48/MENLH/II/1996
BAB III METODE PERCOBAAN
METODE PERCOBAAN

A. Alat
1. Sound Level Meter SL-4001
Sound Level Meter (SLM) adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat tekanan bunyi pada rentang pendengaran manusia.

Gambar 1. Soumd Level Meter (SLM)


2. Stopwatch
Stopwatch adalah suatu alat yang digunakan untuk pegatur waktu
bagi peralatan yang dikendalikan.

Gambar 2. Stopwatch

10
11

3. Alat Tulis
Alat tulis merupakan peralatan yang digunakan untuk mencatat
hasil pengukuran kebisingan.

Gambar 3. Alat tulis


4. Kalkulator
Kalkulator digunakan sebagai alat bantu untuk menghitung hasil
dari tingkat kebisingan.

Gambar 4. Kalkulator
B. Bahan
Pada pengukuran kebisingan yang dilakukan pada lingkungan Fakultas
Keesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo di tiga titik berbeda yaitu di
laboratorium FKM UHO, parkiran FKM UHO dan jalan raya depan FKM
UHO.
C. Prosedur Kerja
1. Cara Penggunaan Alat (Pratiwi, 2023).
Cara pakai alat Sound Level Meter SL-4001:
a. Pindahkan tombol Off/On ke posisi On.
12

b. Pilih range pada range A atau range C (Jika ingin mengukur respon
pendengaran manusia atau kebisingan lingkungan, pilih A; jika ingin
mengetahui kebisingan mesin yang sifatnya datar/tetap pilih C).
c. Untuk Time Weighting berada di posisi fast.
d. Tahan “Sensor cahaya” dengan tangan dan hadapkan kea rah cahaya.
2. Metode Pengukuran (Pratiwi, 2023).
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Cara Sederhana:
Dengan sebuah Sound Level Meter biasa diukur tingkat tekanan
bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran.
Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
b. Cara Langsung:
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai
fasilitas pengukuran LTMS yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5
detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM)
dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama
16 jam (L), pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari
selama 8 jam (LM) pada selang 22.00-06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu
dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari
dan malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran.
Sebagai contoh:
1) L1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam 06.00-09.00
2) L2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam 09.00-11.00
3) L3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam 14.00-17.00
4) L4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam 17.00-22.00
5) L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00-24.00
6) L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00-03.00
7) L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00-06.00
13

Keterangan:
Leq Equivalent Continouos Noise Level atau Tingkat kebisingan
sinambung setara ialah nilai tingkat kebisingan yang
berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara
dengan tingkat kebisingan dari kebisingan-kebisingan yang
ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya
adalah dB (A).
LTMS Leq dengan waktu samping tiap detik.
LS Leq selama siang hari.
LM Leq selama malam hari.
LSM Leq selama siang dan malam hari.
3. Metode Perhitungan (Pratiwi, 2023).
LS dihitung sebagai berikut:
LS = 10 log 1/16 {TL 100,1 L1 + … +T4.10 0,1 L4} dB (A)
LM dihitug sebagai berikut:
LM = 10 log 1/8 {TS 100,1 L5L5+T7.100,1 L7} dB (A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui baku
tingkat kebisingan maka perlu dicari LSM dihitung dari rumus:
LSM = 10 log 1/24 {16.100,1 lsL5+8.100,1(LM+5)} dB (A)
4. Metode Evaluasi (Pratiwi, 2023).
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat
kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pengukuran Kebisingan di Laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo untuk L1, L2, dan L3.
a. Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM
UHO
48,6 49,3 41,3 49,1 46,4 46,2 57,6 47,3 46,0 51,3
44,9 44,6 46,6 51,1 51,4 53,7 43,8 45,6 46,3 50,6
52,6 45,2 71,8 48,2 62,2 51,1 55,1 52,8 52,8 47,6
54,1 50,4 51,1 57,7 45,6 52,8 53,7 45,5 53,4 47,9
53,2 44,6 48,1 56,5 49,1 50,0 55,6 46,7 49,0 47,6
49,1 45,7 52,5 49,9 44,7 45,7 51,8 53,7 47,2 44,6
53,7 44,8 46,3 47,2 46,7 44,0 47,0 47,8 46,6 46,6
49,0 50,3 51,7 44,7 42,4 46,8 45,6 54,6 44,0 52,0
50,5 52,7 52,3 46,3 52,9 52,0 54,5 47,1 52,7 46,4
46,4 46,9 49,6 51,2 47,1 44,4 48,5 48,0 51,4 51,0
45,4 49,4 50,0 50,2 44,1 51,1 47,9 43,5 48,8 45,7
44,9 46,5 48,6 46,8 52,5 56,5 53,5 46,1 49,4 50,3
Jumlah : 5932,3
Sumber: Data Primer 2023
b. Pengukuran Kebisingan L2 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Laboratorium FKM
UHO
60,5 61,0 61,4 61,7 61,1 61,6 60,7 60,9 61,1 60,7
60,8 61,5 61,6 62,8 62,0 61,8 61,9 62,6 62,7 61,8
61,3 61,3 61,1 60,9 61,9 62,0 61,3 60,8 60,8 61,0
60,7 61,0 60,7 61,1 61,1 61,1 60,8 61,1 61,5 61,7
61,1 60,7 61,0 61,7 61,7 61,4 61,4 61,5 61,8 61,2
62,6 63,7 62,3 62,9 62,4 62,7 62,1 62,4 62,5 62,9
62,4 62,7 62,2 61,8 61,7 61,8 61,6 61,6 61,5 61,8
61,5 61,6 61,5 62,4 62,5 63,5 62,7 62,6 62,5 62,3
62,6 62,5 62,5 62,5 62,8 62,3 62,4 62,7 62,3 62,3
62,2 62,2 62,3 61,9 62,5 62,5 62,3 62,2 63,1 62,5

14
15

62,1 62,3 62,0 62,4 62,2 62,7 62,1 62,2 62,2 62,1
62,2 62,1 62,4 61,8 61,6 62,9 63,3 62,4 63,1 63,0
Jumlah : 7431,3
Sumber: Data Primer 2023
c. Pengukuran Kebisingan L3 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Laboratorium FKM
UHO
62,4 64,3 62,7 62,6 61,9 62,2 61,5 62,1 63,1 63,7
65,3 64,5 64,3 64,3 66,4 64,0 62,5 62,4 63,0 64,3
63,3 63,1 62,6 62,6 63,5 62,4 62,1 64,5 63,1 63,0
62,6 62,6 62,3 61,6 61,5 61,6 65,6 63,6 62,2 62,3
64,9 64,2 62,9 64,4 64,5 63,1 66,6 63,7 62,5 61,6
61,6 61,7 61,3 62,3 61,2 63,5 62,7 62,3 63,4 63,7
62,7 62,7 62,2 61,9 61,8 61,8 62,8 63,6 64,8 64,6
62,8 62,0 61,8 65,3 67,6 64,0 64,2 63,2 62,2 61,7
66,5 64,6 64,4 63,0 62,9 63,1 62,6 64,4 64,3 65,5
63,7 62,8 62,1 64,1 65,4 64,0 62,2 63,3 63,3 63,7
63,6 62,3 62,7 63,6 62,7 63,6 63,5 65,5 63,5 64,1
62,4 61,7 61,8 62,2 62,9 61,9 61,2 62,1 62,6 62,1
Jumlah : 7581,3
Sumber: Data Primer 2023
2. Pengukuran Kebisingan di Parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo
a. Pengukuran Kebisingan L1 di Parkiran FKM UHO
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Parkiran FKM UHO
51,2 71,0 61,9 61,2 61,6 66,6 62,8 62,4 64,4 63,6
63,9 61,5 65,9 62,6 63,3 62,5 64,2 61,7 63,1 61,3
61,8 61,3 64,5 61,8 60,9 61,3 64,5 61,2 60,9 61,1
64,1 61,7 61,1 61,0 63,1 61,1 60,7 61,4 63,6 60,7
61,3 61,4 61,7 60,3 61,0 61,8 61,1 60,5 62,1 63,4
62,1 61,2 62,6 63,3 61,4 61,0 63,5 62,6 61,7 61,1
66,2 61,9 61,5 61,3 63,5 62,1 61,1 61,1 64,0 63,3
60,9 60,9 62,9 62,9 61,3 61,7 62,1 62,9 61,5 62,7
61,6 62,2 61,1 66,1 61,5 62,9 60,7 64,0 61,4 62,4
61,0 62,7 61,5 62,9 61,9 63,1 61,1 63,6 61,4 63,1
60,9 63,4 62,2 62,8 63,5 62,8 64,0 62,4 62,6 62,7
62,2 63,9 62,5 65,4 63,1 62,3 62,6 62,6 62,6 69,9
Jumlah : 7419,8
Sumber: Data Primer 2023
16

b. Pengukuran Kebisingan L2 di Parkiran FKM UHO


Tabel 7. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Parkiran FKM UHO
70,4 67,3 63,6 63,1 62,1 64,8 66,5 63,1 62,3 61,6
61,1 60,7 61,5 63,4 63,7 62,1 62,4 62,5 62,0 61,6
61,3 61,7 61,4 61,0 60,9 61,8 64,0 62,5 62,1 61,6
61,2 60,5 60,3 60,5 61,1 60,8 60,9 62,6 62,8 63,4
62,2 61,1 60,9 61,9 61,8 61,9 62,7 62,6 63,6 62,8
62,1 66,7 67,4 63,9 66,3 62,4 63,7 62,9 62,1 61,4
60,7 60,6 61,3 62,7 62,7 61,3 60,9 60,7 60,3 60,4
60,9 62,3 63,1 62,7 61,5 60,9 60,8 60,7 60,4 60,2
60,2 60,5 60,5 60,5 60,1 60,4 60,1 59,9 60,9 61,1
62,0 62,8 61,7 61,3 61,8 63,1 62,3 61,8 62,5 62,4
63,3 64,6 62,9 62,6 62,3 61,8 61,3 61,7 61,6 61,4
61,1 60,3 61,1 62,3 61,8 61,1 61,5 61,6 61,4 62,2
Jumlah : 7447,5
Sumber: Data Primer 2023
c. Pengukuran Kebisingan L3 di Parkiran FKM UHO
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Parkiran FKM UHO
59,7 60,7 56,2 66,9 55,9 56,2 56,9 58,9 56,5 55,2
71,6 62,5 50,5 58,7 60,1 56,6 54,5 52,7 52,5 57,3
52,8 56,4 54,6 53,5 54,5 55,7 58,4 54,5 53,4 53,0
56,0 53,5 56,1 68,5 54,3 59,2 59,4 50,6 52,8 52,1
51,9 53,2 56,0 51,3 51,6 57,0 52,0 56,0 57,7 57,1
58,9 56,2 56,0 54,9 53,6 64,0 55,2 54,2 59,8 50,4
49,7 51,2 52,4 51,3 54,0 52,6 52,5 51,0 55,3 51,3
50,9 50,2 55,8 54,2 49,3 57,0 50,6 53,0 54,8 54,1
51,6 58,7 52,2 52,0 52,3 54,9 55,8 53,8 54,4 53,4
57,1 53,3 55,3 53,6 53,6 52,5 50,3 50,9 54,0 61,4
50,3 51,7 50,8 54,9 55,2 53,7 58,0 53,9 51,4 51,1
53,7 64,0 55,8 50,5 49,8 51,8 52,2 51,7 50,4 49,3
Jumlah : 6564,2
Sumber: Data Primer 2023
3. Pengukuran Kebisingan di Jalan Raya Depan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Halu Oleo
a. Pengukuran Kebisingan L1 di Jalan Raya Depan FKM UHO
Tabel 9. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Jalan Raya Depan FKM
UHO
59,3 59,3 59,8 53,7 54,1 56,2 51,9 58,7 57,9 53,7
65,0 67,4 53,2 51,3 62,8 52,6 58,4 57,4 55,0 59,7
58,5 68,7 60,0 53,7 53,2 52,2 51,7 49,7 45,4 53,1
55,3 61,4 56,0 52,1 53,0 65,2 59,4 77,1 64,4 69,5
17

60,1 50,6 55,4 54,9 49,6 49,1 49,2 52,3 59,5 63,6
70,5 73,6 59,9 55,3 55,6 58,7 59,5 53,5 54,1 63,3
62,6 56,6 52,8 50,4 64,6 55,0 58,0 62,4 47,8 49,0
52,6 61,8 46,3 47,7 62,2 56,0 54,0 49,7 47,4 47,7
48,8 51,9 53,2 49,0 47,0 49,2 56,3 64,0 49,3 53,4
57,8 50,9 56,6 62,8 71,6 73,5 66,3 67,2 66,0 72,3
85,5 82,2 61,8 59,5 62,7 55,1 54,8 54,8 52,6 57,0
58,7 54,8 57,6 49,7 49,3 52,0 60,4 63,3 51,3 55,4
Jumlah : 6837,9
Sumber: Data Primer 2023
b. Pengukuran Kebisingan L2 di Jalan Depan FKM UHO
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Jalan Raya Depan FKM
UHO
64,6 64,8 57,8 60,3 63,5 50,8 59,6 67,2 51,9 60,4
62,6 62,5 61,8 56,9 53,0 61,2 65,6 56,4 53,4 56,8
61,4 60,3 51,2 67,1 56,2 60,9 95,9 51,9 52,3 55,9
57,1 55,2 66,4 49,4 55,3 50,8 54,7 60,7 62,4 48,4
60,8 55,0 52,2 56,2 62,2 48,8 57,9 53,2 56,0 66,1
56,6 51,6 58,5 61,7 53,9 59,5 59,2 57,9 57,7 51,5
59,8 56,5 58,7 55,0 60,1 55,2 65,4 58,5 55,5 61,0
54,3 53,9 59,3 51,4 61,0 62,8 62,4 63,5 61,0 65,0
66,2 52,4 51,7 56,7 53,6 66,1 51,1 48,1 51,3 56,3
62,9 50,0 61,4 54,5 49,8 54,5 49,7 59,0 51,4 61,5
57,0 58,7 55,8 63,7 49,7 63,9 54,9 60,0 55,9 55,8
58,0 60,4 51,8 58,2 53,5 54,0 56,9 64,9 52,8 57,0
Jumlah : 6912,5
Sumber: Data Primer 2023
c. Pengukuran Kebisingan L3 di Jalan Depan Raya FKM UHO
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Jalan Raya Depan FKM
UHO
69,0 67,4 67,3 67,9 66,9 69,8 68,3 65,0 67,4 66,0
64,9 64,8 68,6 68,7 66,1 64,4 63,1 65,2 68,9 67,3
65,4 64,3 63,3 64,2 64,5 68,4 74,4 69,9 70,3 69,4
65,6 67,1 69,5 67,5 66,7 66,5 65,4 64,9 66,0 66,3
63,1 62,6 68,5 72,7 69,2 65,5 66,8 66,5 68,6 75,1
68,8 65,0 66,4 67,3 74,2 67,4 67,1 66,0 66,4 64,8
65,2 64,1 66,8 66,4 66,0 66,8 65,6 69,1 66,0 65,9
63,9 64,4 69,4 68,7 65,3 62,7 62,6 61,7 62,0 63,5
61,9 61,0 60,8 63,5 62,4 61,7 62,6 62,3 64,8 63,1
62,2 62,2 66,0 75,5 66,7 72,1 68,1 64,6 68,0 63,8
64,0 65,3 64,7 62,9 61,9 64,6 65,7 67,9 64,0 61,6
61,3 66,0 63,1 62,8 63,8 66,3 68,0 64,0 62,3 63,5
18

Jumlah : 7910,9
Sumber: Data Primer 2023
B. Analisis Data
1. Perhitungan Intensitas Kebisingan L1, L2, dan L3 Ruang Laboratorium
FKM UHO

a. Rata-rata L1 =

= 49,44 dB

b. Rata-rata L2 =

= 61,93 dB

c. Rata-rata L3 =

= 63,18 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 Laboratorium
FKM UHO
Diketahu : L1 = 49,44 dB
L2 = 61,93 dB
L3 = 63,18 dB
Ditanyakan : LS =…..?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 100,1 x 49,44+ 3 x 100,1 x 61,93+ 4 x 100,1 x 63,18)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 4,944+3 x10 6,193+4 x 10 6,23)
LS = 10 log 1/11 (351.609,01+4.678.657,51+8.357.184,52)
LS = 10 log 1/11 (13.387.451,04)
LS = 10 log 1.217.041,00
LS = 10 x 6,8
LS = 60,8 dB
19

2. Perhitungan L1, L2, dan L3 di Parkiran FKM UHO

a. Rata-rata L1 =

= 61,83 dB

b. Rata-rata L2 =

= 62,06 dB

c. Rata-rata L3 =

= 54,70 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 di Parkiran
FKM UHO
Diketahui : L1 = 61,83 dB
L2 = 62,06 dB
L3 = 54,70 Db
Ditanya : LS = …?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 0,1 x 61,83 + 3 x 10 0,1 x 62,06 + 4 x 10 0,1 x 54,70)
LS = 10 log 1/11 (4 x 106,183 + 3 x 106,21 + 4 x 105,47)
LS = 10 log 1/11 (6.096.211,01+4.865.430,29+1.180.483,69)
LS = 10 log 1/11 (12.142.124,99)
LS = 10 log 1.103.829,54
LS = 10 x 6,04
LS = 60,4 dB
3. Perhitungan L1, L2, dan L3 di Jalan Raya Depan FKM UHO

a. Rata-rata L1 =

=
20

= 56,98 dB

b. Rata-rata L2 =

= 57,60 dB

c. Rata-rata L3 =

= 65,92 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 di Jalan Depan
FKM UHO
Diketahui : L1 = 56,98 dB
L2 = 57,60 dB
L3 = 65,92 dB
Ditanya : LS = …?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 0,1 x 56,98 + 3 x 10 0,1 x 57,60 + 4 x 10 0,1 x 65,92)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 5,698 + 3 x 10 5,76 + 4 x 10 6,59)
LS = 10 log 1/11 (1.995.537,95+1.726.319,81+15.561.805,80)
LS = 10 log 1/11 (19.283.663,56)
LS = 10 log 1.753.060,32
LS = 10 x 6,24
LS = 62,4 dB
C. Pembahasan
1. Pengukuran kebisingan L1, L2, dan L3 pada laboratorium FKM UHO
Pada praktikum pengukuran kebisingan yang dilakukan tanggal 3
maret 2023 di laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Halu Oleo, dengan mengukur tingkat kebisingan tiap 5 detik selama 10
menit untuk L1 pada pukul 07.00 untuk perwakilan pukul 06.00-09.00, L2
pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00, dan L3 pada pukul
21

15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00, dan setelah dirata-ratakan L1


sebesar 49,44 dB, rata-rata L2 sebesar 61,92 dB, dan rata-rata L3 sebesar
63,18 dB. Berdasarkan ketiga hasil pengukuran kebisingan yang telah
dilakukan didapatkan tingkat kebisingan paling rendah pada pukul 07.00
dengan rata-rata 49,44 dB, sedangkan tingkat kebisingan paling tinggi
pada pukul 15.00 dengan rata-rata 63,18 dB.
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996,
ambang batas kebisingan untuk lingkungan pembelajaran adalah 55 dBA
(Singkam, 2020). Setelah dilakukan perhitungan intensitas kebisingan L1,
L2, dan L3 dengan rumus LS pada laboratorium FKM UHO telah melebihi
nilai ambang batas kebisingan dengan nilai LS yaitu 61,1 dB.
2. Pegukuran kebisingan L1, L2, dan L3 pada parkiran FKM UHO
Pada praktikum pengukuran kebisingan yang dilakukan pada tanggal
3 Maret 2023 di pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo, dilakukan pengukuran tingkat kebisingan tiap 5
detik selama 10 menit untuk L1 pada pukul 07.00 untuk perwakilan pukul
06.00-09.00, L2 pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00,
dan L3 pada pukul 15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00. Setelah
dirata-ratakan L1 sebesar 61,83 dB, rata-rata L2 sebesar 62,06 dB, dan
rata-rata L3 sebesar 54,70 dB. Berdasarkan ketiga hasil pengukuran
kebisingan yang telah dilakukan didapatkan tingkat kebisingan paling
rendah pada pukul 15.00 dengan rata-rata 54,70 dB, sedangkan tingkat
kebisingan paling tinggi pada pukul 10.00 dengan rata-rata 62,06 dB.
Baku mutu menurut surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup
peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan fasilitas
umum terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB (Syahputra et
al., 2022). Setelah dilakukan perhitungan intensitas kebisingan L1, L2,
dan L3 dengan rumus LS pada parkiran FKM UHO telah melebihi nilai
ambang batas kebisingan dengan nilai 60,9 dB.
22

3. Pengukuran kebisingan L1, L2, dan L3 pada Jalan Raya Depan FKM
UHO
Pada praktikum pengukuran kebisingan yang dilakukan pada
tanggal 3 Maret 2023 di jalan raya depan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo, dilakukan pengukuran tingkat kebisingan tiap 5
detik selama 10 menit untuk L1 pada pukul 07.00 untuk perwakilan pukul
06.00-09.00, L2 pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00,
dan L3 pada pukul 15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00. Setelah
dirata-ratakan L1 sebesar 56,98 dB, rata-rata L2 sebesar 57,60 dB, dan
rata-rata L3 sebesar 65,92 dB. Berdasarkan ketiga hasil pengukuran
kebisingan yang telah dilakukan didapatkan tingkat kebisingan paling
rendah pada pukul 07.00 dengan rata-rata 56,98 dB, sedangkan tingkat
kebisingan paling tinggi pada pukul 15.00 dengan rata-rata 65,92 dB.
Baku mutu menurut surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup
peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan fasilitas
umum terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB (Syahputra et
al., 2022). Setelah dilakukan perhitungan intensitas kebisingan L1, L2,
dan L3 dengan rumus LS pada jalan raya depan FKM UHO telah
melebihi nilai ambang batas dengan nilai 61,6 dB.
Dampak Kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.
Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory, seperti gangguan
komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres
dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja
dijelaskan sebagai berikut (Nasution, 2019) :
a. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi
bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
23

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas


tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising
dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang
akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan
sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan
dan keseimbangan elektrolit.
b. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam
waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis,
jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
c. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi
yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan
suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.
Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau
tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan seseorang.
d. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di
ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan
fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
e. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada
indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah
diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek
bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara
cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila
bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan
24

tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan
kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
BAB V PENUTUP
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengukuran kebisingan yang dilakukan pada lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo di tiga tempat
berbeda yaitu di laboratorium FKM UHO, di parkiran FKM UHO, dan di
jalan raya depan FKM UHO. Pengukuran kebisingan ini dilakukan pula di
tiga waktu yang berbeda yaitu pengukuran kebisingan L1 pada pukul
07.00 untuk perwakilan pukul 06.00-09.00, pengukuran kebisingan L2
pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00, dan pengukuran
kebisingan L3 pada pukul 15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00
2. Berdasarkan hasil analisis data pengukuran kebisingan pada lingkungan
FKM UHO sebagai berikut:
a. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di laboratorium
FKM UHO didapatkan nilai L1 yaitu 49,44 dB, nilai L2 yaitu 61,92
dB, dan nilai L3 yaitu 63,18 dB. Dimana menurut Kepurusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan
untuk lingkungan pembelajaran adalah 55 dBA. Sedangkan setelah
dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan rumus LS didapatkan
hasil 61,1 dB, yang berarti bahwa intensitas kebisingan di
laboratorium FKM UHO telah melebihi nilai ambang batas yang
telah ditentukan.
b. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di parkiran FKM
UHO didapatkan nilai L1 yaitu 61,83 db, nilai L2 yaitu 62,06 dB, dan
nilai L3 yaitu 54,70 dB. Dimana menurut Kepurusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan
untuk kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan fasilitas umum
terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB. Sedangkan
setelah dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan rumus LS
didapatkan hasil 60,9 dB, yang berarti bahwa intensitas kebisingan di

25
26

parkiran FKM UHO telah melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan.
c. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan pada jalan raya
depan FKM UHO didapatkan nilai L1 yaitu 56,98 dB, nilai L2 yaitu
57,60 dB, dan nilai L3 yaitu 65,92 dB. Dimana menurut Kepurusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas
kebisingan untuk kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan
fasilitas umum terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB.
Sedangkan setelah dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan
rumus LS didapatkan hasil 61,6 dB, yang berarti bahwa intensitas
kebisisngan di jalan raya depan FKM UHO telah melebihi nilai
ambang batas yang telah ditentukan.
B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini, yaitu:
1. Untuk Universitas
Adapun saran kami sebagai praktikan, kami mengharapkan kepada
universitas untuk bisa bekerja sama dengan fakultas mengadakan
penambahan gedung di FKM UHO terutama di Lab FKM UHO yang
kapasitas ruangannya kurang luas agar praktikan bisa lebih nyaman
ketika sedang melakukan praktikum.
2. Untuk Fakultas
Tingkat kebisingan di lingkungan FKM UHO telah melebihi standar
baku mutu kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 48 Tahun 1996. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian
kebisingan agar tidak mengganggu mahasiswa ataupun dosen saat
beraktivitas di l Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
3. Untuk Praktikan
Adapun untuk praktikan sebaiknya menggunakan alat dengan hati-
hati karena jumlahnya yang tidak banyak sehingga praktikan selanjutnya
bisa tetap menggunakan alat tersebut. Semua praktikan diharapkan selalu
menjaga kesehatan dan semangat menjalani Praktikum Dasar Kesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Atina, A., Jumingin, J., Rahmadani, W., & Sukria, I. (2020). Analisis Tingkat
Kebisingan di Lingkungan Universitas PGRI Palembang. Sainmatika: Jurnal
Ilmiah Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 17(2), 126.
https://doi.org/10.31851/sainmatika.v17i2.5052
Balirante, M., Lefrandt, L. I. R., & Kumaat, M. (2020). ANALISA TINGKAT
KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI
TINGKAT BAKU MUTU KEBISINGAN YANG DIIZINKAN. Jurnal Sipil
Statik, 8(2), 249–256.
Hamzah, H., Agriawan, M. N., & Abubakar, M. Z. (2020). Analisis Tingkat
Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter berbasis Arduino Uno di
Kabupaten Majene. J-HEST: Journal of Healt, Education, Economics,
Science, and Technology, 3(1), 25–32.
Isliko, V., Budiharti, N., & Adriantantri, E. (2022). ANALISIS KEBISINGAN
PERALATAN PABRIK DALAM UPAYA DAN MENINGKATKAN
KINERJA KARYAWAN DI PT. WANGI INDAH NATURAL. Jurnal
Valtech (Jurnal Mahasiswa Teknik Industri), 5(1), 101–106.
Nasution, M. (2019). AMBANG BATAS KEBISINGAN LINGKUNGAN
KERJA AGAR TETAP SEHAT DAN SEMANGAT DALAM BEKERJA.
Buletin Utama Teknik, 15(1), 87–90.
Pratiwi, A. D. (2023). PANDUAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA. Universitas Halu Oleo.
Singkam, A. R. (2020). Kondisi Kebisingan di Gedung Perkuliahan Universitas
Bengkulu. PENDIPA Journal of Science Education, 4(2), 14–20.
Syahputra, A. ferdian, Nurhasanah, & Zulfian. (2022). Analisis Tingkat
Kebisingan Pada Area Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( Pltd ) Wilayah
Kabupaten Kubu Raya. PRISMA FISIKA, 10(2), 155–161.
Zahrany, F., Rahma, L., Kinasih, S., Pamungkas, U. R., & Yanitama, A. (2022).
Analisis kebisingan pada ruang kuliah dan lingkungan kampus Universitas
Negeri Semarang. Proceeding Seminar Nasional IPA, 254–261.

27
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengukuran kebisingan di Laboratorium FKM UHO

Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM UHO

Pengukuran L2 di Laboratorium FKM UHO

Pengukuran L3 di Laboratorium FKM UHO


Lampiran 2. Pengukuran kebisingan di Parkiran FKM UHO

Pengukuran L1 di Parkiran FKM UHO

Pengukuran L2 di Parkiran FKM UHO

Pengukuran L3 di Parkiran FKM UHO


Lampiran 3. Pengukuran kebisingan di Jalan Raya FKM UHO

Pengukuran L1 di Jalan Raya FKM UHO

Pengukuran L2 di Jalan Raya FKM UHO

Pengukuran L3 di Jalan Raya FKM UHO


LAPORAN PRAKTIKUM GETARAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
kesehatan dan keselamatan kerja mengenai “GETARAN”. Laporan ini disusun
dengan banyak dukungan dalam penyusunannya, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada asisten pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbingpenulis dengan penuh rasa keikhlasan dan tanggung jawab.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Arum Dian Pratiwi, SKM, M.SC
selaku Dosen Penanggung Jawab Praktikum K3 yang telah memberikan tugas ini
sehinggap dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada asisten laboratorium yang telah
membantu kami dalam melaksanakan praktikum K3 ini dengan baik serta semua
pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna baik penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Kendari, 4 Maret 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Tujuan Praktikum.......................................................................................................... 2
C. Prinsip Kerja Alat ......................................................................................................... 3
D. Manfaat Praktikum........................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 4
A. Definisi Getaran ............................................................................................................ 4
B. Parameter Getaran ......................................................................................................... 4
C. Karateristik Getaran ...................................................................................................... 5
D. Klasifikasi Getaran........................................................................................................ 6
E. Jenis-Jenis Getaran........................................................................................................ 7
BAB III METODE PERCOBAAN ...................................................................................... 10
A. Alat dan Bahan ............................................................................................................ 10
B. Prosedur Kerja ............................................................................................................ 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 14
A. Hasil ............................................................................................................................ 14
B. Analisis Data ............................................................................................................... 16
C. Pembahasan................................................................................................................. 17
BAB V PENUTUP................................................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. NAB Untuk Getaran Pemaparan Seluruh Tubuh ............................................ 7


Tabel 2. Batas Waktu Getaran Pemaparan Lengan Dan Tangan .................................. 8
Tabel 3. NAB Getaran sebagian (Lokal/Tangan) ......................................................... 9
Tabel 4. Hasil Pengukuran Pada Sepeda Motor Matic Yamaha Fino 2021 ................ 14
Tabel 5. Hasil Pengukuran Pada Sepeda Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014..... 15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Vibration Meter Lutron VB-8201HA ....................................................... 10


Gambar 2. Timer/ alat pengukur waktu ...................................................................... 10
Gambar 3. Alat Tulis ................................................................................................... 11
Gambar 4. Sepeda Motor Matic Yamaha Fino 2021 .................................................. 11
Gambar 5. Sepeda Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 ....................................... 11

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan mencapai tujuan yaitu
produktivitas setinggi-tingginya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat
penting untuk dilaksanakan pada semua bidang pekerjaan tanpa terkecuali
proyek pembangunan gedung seperti apartemen, hotel, mall dan lain-lain, karena
penerapan K3 dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
maupun penyakit akibat melakukan kerja. (Saloni Waruwu, 2018)
Pada umumnya semua benda yang bergerak akan menghasilkan getaran.
Seperti getaran yang terjadi pada kendaraan, permesinan industri, struktur
bangunan, dan alat-alat elektronik. Umumnya mesin yang dikatakan ideal
prinsipnya dipandang dari sudut vibrasi (getaran), adalah mesin yang tidak
menghasilkan vibrasi sama sekali dimana mesin tersebut akan sangat
mengehemat energi yang dipakai. Walaupun demikian tidak ada yang ideal dari
hasil rancangan manusia dimana sebagian energi akan terbuang menjadi bentuk
energi lain, salah satunya dalam bentuk vibrasi (getaran). (Arstianti, 2019)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu permasalahan yang
banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup
permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek hukum,
pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal tersebut
mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya walaupun di sana sini
memang terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun
faktor lain yang masuk dari unsur eksternal industri. (Soputan et al., 2020)
Menurut International Labour Organization (ILO) (1998) Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan
derajat kesehatan yang setinggi tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan

1
2

sosial untuk kesejahteraan seluruh pekerja di semua tempat kerja. Pelaksanaan


K3 merupakan bentuk penciptaan tempat kerja yang aman, bebas dari
pencemaran lingkungan sehingga mampu mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (Zalukhu,
2022)
Begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin,
mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai penggunaan mesin dengan
berbasis teknologi yang tinggi. Mesin dan peralatan kerja mekanis tersebut
menimbulkan getaran. Getaran dapat diartikan sebagai gerakan yang teratur dari
benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangan.
Pekerja yang terpajan getaran secara kontinyu akan mengalami gangguan
kesehatan pada bagian tubuh yang sering terkena pajanan. Gangguan kesehatan
yang dapat terjadi berupa fenomena Raynaud (Jari-jari putih), gangguan tulang,
sendi, dan otot, gangguan neuropati, gangguan pada thorax, leher dan kepala,
pinggul dan perineum, otot dan tulang, pharynx, mata. Lama pajanan merupakan
jumlah jam kerja. Pekerja dalam melakukan pekerjaan sehari–hari. Lamanya
waktu pemajanan perhari kerja dapat meningkatkan keparahan gejala yang
diderita pekerja akibat paparan getaran. (Sukoharjo, 2019).
B. Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka tujuan dari
praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran getaran.
2. Agar mahasiswa mengenal, mengetahui cara penggunaan, serta memahami
prinsip kerja alat pengukur getaran yaitu vibration meter.
3. Agar mahasiswa mengetahui besarnya intensitas getaran pada stang, sadel
dan pedal sepeda motor pada motor matic dan non matic.
3

C. Prinsip Kerja Alat


Vibration Meter merupakan perangkat elektronik yang digunakan untuk
menganalisis sinyal getaran pada mesin. Dibagian probe terdapat acceleration
sensor yang digunakan untuk menghasilkan sinyal tegangan ketika ditempelkan
pada getaran mesin. Sinyal tegangan ini nantinya akan dikirim ke perangkat
Vibration Meter melalui kabel perangkat. Sehingga akan terlihat grafik dan
nilai hasil pengukuran getaran.

D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat pratikum getaran yakni:
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran getaran.
2. Untuk mengenal, mengetahui cara penggunaan, serta memahami prinsip
kerja alat pengukur getaran yaitu vibration meter.
3. Untuk mengetahui besarnya intensitas getaran pada stang, sadel, dan pedal
pada sepeda Motor Matic Yamaha Fino 2021 dan Motor Non Matic Yamaha
Jupiter 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Getaran
Definisi getaran mengacu pada definisi yang diberikan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya mencantumkan bahwa
getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik
adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia
(Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996). Besaran getaran dinyatakan
dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam satuan meter per detik (m/detik
2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran
seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5. 4,0 Hz dan tangan-lengan 8-1000
Hz.
Vibrasi atau getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran
mekanis misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya, penjalaran vibrasi
mekanik melalui sentuhan atau kontak dengan permukaan benda yang
bergerak, sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau
seluruh tubuh (whole body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan
bentuk yang terlazim di dalam pekerjaan. Efek getaran terhadap tubuh
tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh.
B. Parameter Getaran
1. Amplitudo
Amplitudo (seberapa besar) adalah ukuran atau besarnya sinyal
vibrasi yang dihasilkan. Amplitudo dari sinyal vibrasi mengidentifikasikan
besarnya gangguan yang terjadi. Makin tinggi amplitudo yang ditunjukkan,
menandakan makin besar gangguan yang terjadi, besarnya

4
5

amplitudonya bergantung pada tipe mesin yang ada. Pada mesin yang masih
bagus dan baru, tingkat vibrasinya biasanya bersifat relatif.
2. Frekuensi
Frekuensi (berapa kali permenit atau perdetik) adalah banyaknya
periode getaran yang terjadi dalam satu putaran waktu. Besarnya frekuensi
yang timbul pada saat terjadinya vibrasi dapat mengidentifikasikan jenis
gangguan yang terjadi. Gangguan yang terjadi pada mesin sering
menghasilkan frekuensi yang jelas atau menghasilkan contoh frekuensi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pengamatan. Dengan diketahuinya
frekuensi pada saat mesin mengalami vibrasi, maka penelitian atau
pengamatan secara akurat dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab atau
sumber dari permasalahan.
3. Phase
Phase (yang menggambarkan bagaimana benda itu bergetar) adalah
penggambaran akhir dari pada karekteristik suatu getaran atau vibrasi yang
terjadi pada suatu mesin. Phase adalah perpindahan atau perubahan posisi
dari pada bagian-bagian yang bergetar secara relative untuk menentukan
titik referensi atau titik awal pada bagian yang lain yang bergetar.

C. Karateristik Getaran
Gerak beban dari posisi netralnya ke batas atas kemudian kembali ke
posisi netral atau kesetimbangan dan bergerak lagi ke batas bawah kemudian
kembali keposisi kesetimbangan, menunjukkan gerakan satu siklus. Waktu
untuk melakukan gerak satu siklus ini disebut periode, sedangkan jumlah siklus
yang dihasilkan dalam satu interval waktu tertentu disebut frekuensi. Dalam
analisis getaran mesin, frekuensi lebih bermanfaat karena berhubungan dengan
rpm (putaran) suatu mesin.
6

D. Klasifikasi Getaran
Getaran dapat diklasifikasikan menurut ada tidaknya eksitasi yang
bekerja secara kontinyu, menurut derajat kebebasannya atau menurut sistem
massanya. Menurut klasifikasi yang pertama getaran dibedakan sebagai getaran
bebas atau getaran paksa. Disebut sebagai getaran paksa jika pada sistem
getaran terdapat gaya eksitasi periodik yang bekerja kontinyu sebagai fungsi
waktu. Pada sistem getaran bebas getaran terjadi karena adanya eksitasi sesaat
seperti gaya impulsif atau adanya simpangan awal. Menurut derajat
kebebasannya dapat dibedakan sebagai getaran derajat satu, dua, atau n derajat
sesuai dengan banyaknya koordinat bebas (independence) yang diperlukan
untuk mendefinisikan persamaan gerak sistem tersebut. Pada sistem getaran
massa diskret setiap massa dianggap sebagai bodi kaku dan tidak mempunyai
elastisitas. Sebaliknya pada sistem massa kontinyu, massa yang bergetar tidak
dianggap sebagai bodi kaku tetapi mempunyai elastisitas sehingga
dimungkinkan adanya gerak relatif diantara titik-titik pada massa tersebut.
Sistem massa kontinyu memiliki n derajat kebebasan yang tak terhingga.
Karakteristik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Perpindahan (displacement) adalah gerakan suatu titik dari suatu tempat ke
tempat lain yang mengacu pada suatu titik tertentu yang tidak bergerak tetap,
ini menggambarkan tingkat getar. Dalam pengukuran getaran mesinsebagai
standar digunakan jarak. Perpindahan puncak ke puncak (peak to peak
displacement), Contohnya adalah perpindahan poros karena gerak putarnya.
(Volkers, 2019)
2. Kecepatan (velocity) merupakan perubahan jarak persatuan waktu. Kecepatan
gerak mesin selalu dinyatakan dalam kecepatan puncak (peak velocity).
Kecepatan puncak gerakan terjadi pada simpul gelombang. Dalam getaran,
kecepatan merupakan parameter penting dan efektif, karena dari data kecepatan
akan dapat diketahui tingkat getaran yang terjadi. (Volkers, 2019)
7

3. percepatan (acceleration) adalah perubahan kecepatan per satuan waktu.


Percepatan berhubungan erat dengan gaya. Gaya yang menyebabkan getaran
pada bantalan mesin atau bagian-bagian lain dapat ditentukan dari besarnya
getaran. (Volkers, 2019)

E. Jenis-Jenis Getaran
Getaran kerja adalah getaran mekanis ditempat kerja yang berpengaruh
terhadap kerja yang meliputi;
1. Getaran yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Whole Body
Vibration/WBV)
Getaran ini mempunyai frekuensi 5-20 Hz. Getaran ini
berpengaruh terhadap seluruh tubuh, dihantarkan melalui bagian tubuh
tenaga kerja yang menopang seluruh tubuh. Misalnya: kaki saat berdiri,
pantat pada saat duduk, punggung saat bersandar, lengan saat bersandar
(Hidayah, 2019).
Getaran yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Whole Body
Vibration/WBV) adalah getaran yang mengenai seluruh tubuh yang
bersumber dari badan mesin yang bergetar (mesin kapal angkutan udara,
laut, darat, geladak kapal, bangku, kursi, lantai) yang merambat melalui
kaki, pantat dan ke seluruh tubuh (Pratiwi, 2023).
NAB untuk getaran pemaparan seluruh tubuh berdasarkan
Permenaker No 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja adalah sebagai
berikut:
8

Tabel 1. NAB Untuk Getaran Pemaparan Seluruh Tubuh


Jumlah waktu Pajanan per
Nilai Ambang Batas (m/det²)
hari kerja (jam)
0,5 3,4644
1 2,4497
2 1,7322
4 1,2249
8 0,8661
Sumber: Panduan Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2023
2. Getaran yang berpengaruh pada sebagian tubuh (Hand Arm Vibration)
Getaran yang merambat melalui tangan atau lengan dari operator
alat yang bergetar. Getaran ini mempunyai frekuensi 20-500 Hz (Pratiwi,
2023). Segmental Vibration sama dengan segmental hand arm vibration
adalah getaran yang mengenai anggota badan (melalui pergelangan tangan,
lengan, kaki) yang bersumber dari alat kerja seperti mesin potong rumput,
mesin bor air (hydradryl), mesin bor batu karang, mesin tumbuk pembuatan
jalan, mesin gergaji, dan lain-lain (Pratiwi, 2023).
Tabel 2. Batas Waktu Getaran Pemaparan Lengan dan Tangan
Nilai percepatan pada
Jumlah waktu pemajanan per hari frekuensi dominan
kerja Meter per detik kuadrat
(m/det2)
6 jam dan kurang dari 8 jam 5
4 jam dan kurang dari 6 jam 6
2 jam dan kurang dari 4 jam 7
1 jam dan kurang dari 2 jam 10
0,5 jam dan kurang dari 1 jam 14
Kurang dari 0,5 jam 20
Sumber: Panduan Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2023
9

Berdasarkan Permenkes Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standard


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, NAB Getaran sebagian
(lokal/tangan) adalah sebagai berikut:
Tabel 3. NAB Getaran Sebagian (Lokal/Tangan)
Durasi Pajanan per Hari Nilai Akselerasi pada Frekuensi
Kerja Dominan (meter/detik²)
8 5
4 7
2 10
1 14
Sumber: Panduan Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja, 2023
Nilai Ambang Batas untuk durasi getaran tangan dan lengan selain yang
tercantum pada tabel diats, dapat dihitungt dengan
5 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘2
𝑡𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 8 𝑗𝑎𝑚 ( )
𝑎𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
Keterangan:
t = durasi pajanan dalam jam
a = nilai pengukuran akselerasi getaran tangan dan lengan (meter/detik2)
Selanjutnya adalah velocity Velocity adalah kecepatan getaran Velocity
adalah jumlah waktu yang dibutuhkan ketika terjadinya displacement. Sebagai
salah satu dasar pengukuran vibrasi menggunakan vibration meter, velocity
bisa disebut sebagai indikator yang paling baik untuk mengetahui apakah ada
masalah vibrasi yang terjadi. Masalah vibrasi yang terjadi mencakup unbalance,
mechanical loosess, misaligment, hingga kerusakan bearing yang digunakan di
dalam mesin tersebut. Velocity melihat ukuran kecepatan dari benda tersebut
saat sedang bergerak atau bergetara selama terisolasi (Pratiwi, 2023).
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Vibration Meter Lutron VB-8201HA

Gambar 1. Vibration Meter Lutron VB-8201HA

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Vibration Meter


Lutron VB-8201HA, digunakan untuk mendeteksi atau mengetahui
kekuatan pola (displacement) getaran pada komponen mekanis atau
mesin suatu benda.
b. Alat tulis

Gambar 2. Alat Tulis


Sebagai media utama untuk menulis, serta berfungsi untuk
mencatat dan menulis.

10
11

c. Timer/ alat pengukur waktu

Gambar 3. Timer/ alat pengukur waktu

Fungsi dari peralatan kontrol ini (Timer) adalah sebagai pengatur


waktu bagi peralatan yang di kendalikannya.
2. Bahan
Sepeda motor yang digunakan untuk mengatur getaran adalah sepeda
motor Matic Yamaha Fino 2021 dan sepeda motor Non Matic Yamaha
Jupiter 2014. Kedua sepeda motor ini berfungsi menjadi bahan pembanding
getaran antara sepeda motor Matic Yamaha Fino 2021 dan sepeda motor
Non Matic Yamaha Jupiter 2014.

Gambar 4. Sepeda Motor Matic Yamaha Fino 2021

Gambar 5. Sepeda Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014


12

B. Prosedur Kerja
1. Pengukuran Stang Motor
a. Dipasang “BNC Plug of cable” (3-10) ke “BNC Socket of meter”.
b. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On. Kemudian dipilih ACC.
c. Lalu dipindahkan “RMS/PEAK switch” ke posisi “RMS”.
d. Vibration sensor dihubungkan dengan stang motor matic.
e. Lalu ditekan tombol hold setiap detik ke 20.
f. Setelah itu dicatat hasil getaran yang tertera pada layar alat vibration meter.
g. Dilakukanlah kembali pengukuran ini sebanyak 5 kali, masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
h. Kemudian dilakukan pengukuran pada motor non matic dengan cara yang
sama.
i. Dihitung rata-rata hasil pengukuran getaran pada stang motor matic dan
non-matic.
2. Pengukuran Sadel Motor
a. Dipasang “BNC Plug of cable” (3-10) ke “BNC Socket of meter”.
b. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On. Kemudian dipilih ACC.
c. Lalu dipindahkan “RMS/PEAK switch” ke posisi “RMS”.
d. Vibration sensor dihubungkan dengan sadel motor matic.
e. Lalu ditekan tombol hold setiap detik ke 20.
f. Setelah itu dicatat hasil getaran yang tertera pada layar alat vibration meter.
g. Dilakukanlah kembali pengukuran ini sebanyak 5 kali, masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
h. Kemudian dilakukan pengukuran pada motor non matic dengan cara yang
sama.
i. Dihitung rata-rata hasil pengukuran getaran pada sadel motor matic dan non
matic.
13

3. Pengukuran Pedal Motor


a. Dipasang “BNC Plug of cable” (3-10) ke “BNC Socket of meter”.
b. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On. Kemudian dipilih ACC.
c. Lalu dipindahkan “RMS/PEAK switch” ke posisi “RMS”.
d. Vibration sensor dihubungkan dengan Pedal motor matic.
e. Lalu ditekan tombol hold setiap detik ke 20.
f. Setelah itu dicatat hasil getaran yang tertera pada layar alat Vibration Meter.
g. Dilakukanlah kembali pengukuran ini sebanyak 5 kali, masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
h. Kemudian dilakukan pengukuran pada motor Non Matic dengan cara yang
sama.
i. Dihitung rata-rata hasil pengukuran getaran pada pedal motor Matic dan
Non Matic.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Hasil pengukuran Getaran yang dilakukan di halaman parkiran Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari Jumat, 03 Maret 2023
pada pukul 10.02-10.17 WITA, pada Motor Matic Yamaha Fino 2021.
Tabel 4. Hasil Pengukuran getaran pada motor Matic Yamaha Fino
2021 menggunakan Vibration Meter Lutron VB 8201HA.
Jumlah Pengukuran
Titik P1 P2 P3 P4 P5 Total
NO
Pengukuran 2 2 2 2 2
(m/s2)
(m/s ) (m/s ) (m/s ) (m/s ) (m/s )
3,34
1. Stang 2,3 3,0 4,6 3,7 3,1
(m/s2)
2,46
2. Sadel 2,6 2,6 2,8 1,2 3,1
(m/s2)
6,26
3. Pedal 5,9 5,0 6,8 7,8 5,8
(m/s2)
Sumber: Data Primer,2023
Keterangan:
P1 = Pengukuran Getaran 1
P2 = Pengukuran Getaran 2
P3 = Pengukuran Getaran 3
P4 = Pengukuran Getaran 4
P5 = Pengukuran Getaran 5
2. Hasil pengukuran Getaran yang dilakukan di halaman parkiran Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari Jumat, 03 Maret 2023
pada pukul 10.02-10.17 WITA, pada Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2021.

14
15

Tabel 5. Hasil Pengukuran getaran pada motor Non Matic Yamaha


Jupiter 2014 menggunakan Vibration Meter Lutron
VB 8201HA.
Jumlah Pengukuran
Titik P1 P2 P3 P4 P5 Total
NO
Pengukuran (m/s2)
(m/s2) (m/s2) (m/s2) (m/s2) (m/s2)
5,34
1. Stang 4,5 5,3 5,4 5,4 6,1
(m/s2)

1
2. Sadel 1,4 0,5 0,9 0,7 1,5
(m/s2)

9,04
3. Pedal 7,6 7,7 9,8 10,2 9,9
(m/s2)

Sumber: Data Primer,2023


Keterangan:
P1 = Pengukuran Getaran 1
P2 = Pengukuran Getaran 2
P3 = Pengukuran Getaran 3
P4 = Pengukuran Getaran 4
P5 = Pengukuran Getaran 5
3. Hasil pengukuran Getaran yang dilakukan di parkiran depan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo pada hari Jumat 03 Maret
2023 pukul 10:02-10.17 WITA, pada motor Matic Yamaha Fino 2021 dan
motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014.
16

B. Analisis Data
1. Motor Matic Yamaha Fino tahun 2021 menggunakan Vibration Meter
Lutron VB-8201HA
a. Getaran pada stang
P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata =
Banyak Data

2,3+3,0+4,6+3,7+3,1
= = 3,34 m/s2
5

b. Getaran pada sadel


P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata = Banyak Data

2,6+2,6+2,8+1,2+3,1
= = 2,46 m/s2
5

c. Getaran pada pedal


P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata = Banyak Data

5,9+5,0+6,8+7,8+5,8
= = 6,26 m/s2
5

2. Motor Non Matic Yamaha Jupiter tahun 2014 menggunakan Vibration


Meter Lutron VB-8201HA
a. Getaran pada stang
P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata = Banyak Data

4,5+5,3+5,4+5,4+6,1
= = 5,34 m/s2
5

b. Getaran pada sadel


P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata = Banyak Data

1,4+0,5+0,9+0,7+1,5
= = 1 m/s2
5
17

c. Getaran pada pedal


P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata = Banyak Data

7,6+7,7+9,8+10,2+9,9
= = 9,04 m/s2
5

C. Pembahasan
1. Pengukuran Getaran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021 dan motor
Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,38 m/s² dan motor Non Matic Jupiter
2014 yaitu sebesar 5,34 m/s². Getaran pada stang merupakan getaran yang
termasuk dalam kategori getaran sebagian tubuh, karena getaran yang
dihasilkan hanya pada tangan dan lengan. Berdasarkan Permenkes Nomor
70 Tahun 2016 tentang Standar Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri, disebutkan Nilai Ambang Batas untuk getaran sebagian
(lokal/tangan) dengan durasi pajanan 8 jam/hari kerja mempunyai nilai
frekuensi dominan sebesar 5 m/s² (meter/detik²). Dari nilai frekuensi
dominan tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan
oleh stang motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah sebesar 2,38 m/s²
dari pada motor Non Matic Jupiter 2014 yaitu sebesar 5,34 m/s². Sehingga
dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha 2021 tidak melampaui syarat
karena intensitas getaran yang dihasilkan berada dibawah Nilai Ambang
Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 telah
melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan berada diatas
Nilai Ambang Batas.
Dampak getaran yang terjadi di profil kendaraan, dimana getaran
yang mempengaruhi salah satu bagian tubuh, disebut getaran segmental,
getaran segmental pada lengan tangan atau Hand-Arm Vibration (HAV)
18

dapat mempengaruhi kenyamanan berkendara seperti nyeri otot lengan


tangan, menurunkan kekuatan genggaman, menyebabkan kelelahan dan
jika terjadi di rentang waktu yang cukup lama dapat menyebabkan
kecacatan. Faktor getaran segmental juga menjadi alasan produsen sepeda
motor melakukan inovasi di bidang kenyamanan. Solusinya dengan
teknologi peredam getaran seperti shockbreaker sudah diaplikasikan. Maka
kualitas, cara berkendara dan perawatan shockbreaker sangat menentukan
kenyamanan akibat getaran di bagian profil setang kendaraan sepeda motor.
Sepeda motor yang dipasarkan oleh pabrik tentu sudah lolos tes quality
control. Namun seiring berjalannya waktu kualitas akan menurun dan
walaupun sudah ada teknologi shockbreaker, getaran yang berlebih di profil
setang terkadang masih dirasakan oleh pengendara terlebih di sepeda motor
bekas.(Rahmatullah, 2022)

2. Pengukuran Getaran pada bagian sadel motor Matic Yamaha Fino 2021 dan
Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada sadel motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,2 m/s² dan motor Non Matic Yamaha
Jupiter 2014 yaitu sebesar 1 m/s2. Getaran pada sadel motor merupakan
getaran yang termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh, dikarenakan
getaran yang dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh. Berdasarkan
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Lingkungan Kerja bahwa Nilai Ambang Batas untuk pejanan seluruh
tubuh dengan durasi pejanan 8 jam/hari mempunyai nilai percepatan pada
frekuensi dominan sebesar 0,8661 m/s². Dari nilai frekuensi dominan
tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan oleh
sadel motor Matic Yamaha 2021 lebih tinggi yaitu sebesar 2,2 m/s² dan pada
motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 lebih rendah yaitu sebesar 1 m/s².
Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha 2021 telah
19

melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan berada diatas


Nilai Ambang Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic Yamaha Jupiter
2014 tidak melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan
berada dibawah Nilai Ambang Batas.
Dampak getaran dengan frekuensi yang tinggi, ternyata menimbulkan
gangguan kesehatan, antara lain Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada
tangan, kyphosis pada tulang belakang, dan gangguan pada organ kelamin.
Oleh karena itu, diperlukan solusi pada pemilihan tipe sepeda motor yang
dapat meminimumkan timbulnya risiko-risiko tersebut. Selain risiko
kesehatan, infastruktur perkotaan juga merupakan kriteria pemilihan yang
perlu diperhatikan. Kota-kota di Indonesia pada umumnya berada di dataran
rendah dengan kondisi jalan bervarisasi.(Spektrum Industri, 2004)

3. Pengukuran Getaran pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 dan Non Matic
Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada pedal motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,36 m/s² dan motor Non Matic
Yamaha Jupiter 2014 yaitu sebesar 9,04 m/s2. Getaran pada sadel motor
merupakan getaran yang termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh,
dikarenakan getaran yang dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh.
Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja bahwa Nilai Ambang Batas
untuk pejanan seluruh tubuh dengan durasi pejanan 8 jam/hari mempunyai
nilai percepatan pada frekuensi dominan sebesar 0,8661 m/s². Dari nilai
frekuensi dominan tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang
dihasilkan oleh pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah yaitu
sebesar 2,36 m/s² dan pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 yaitu
sebesar 9,04 m/s². Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha
Fino 2021 tidak melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan
20

berada dibawah Nilai Ambang Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic
Yamaha Jupiter 2014 telah melampaui syarat karena intensitas getaran yang
dihasilkan berada diatas Nilai Ambang Batas.
Dampak getaran yang kita rasakan saat kita mengendari kendaraan
membuat kita merasa tidak nyaman sehingga pengaruh selanjutnya adalah
mudah dan cepatnya kita merasakan kelelahan terlebih bila menempuh
perjalanan yang cukup jauh dan dalam waktu yang cukup lama. Biasanya
seorang pengendara sepeda motor kerap merasakan lelah dan pegal pada
bagian punggung dan kaki mereka. Solusinya yaitu penting untuk
mendeteksi getaran dan selanjutnya dilakukan usaha untuk meminimalisasi
getaran yang terjadi sehingga kenyamanan dapat diraih dan kerusakan yang
ditimbulkan dapat diminimalisasi atau bahkan dihilangkan. (Rokhman,
2016)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hasil pengukuran getaran pada bagian stang, sade l, dan pedal pada Motor
Matic Yamaha Fino 2021 yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2023, pada
jam 10.02 WITA di halaman gedung FKM UHO. Sementara untuk hasil
pengukuran getaran pada bagian stang, sadel, dan pedal pada Motor Non-
Matic Yamaha Jupiter 2014 yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2023,
pada jam 10.17 WITA di halaman gedung FKM UHO.
2. Dari hasil pengukuran getaran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021
dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu sebesar
2,38 m/s2, yang mengakibatkan getaran sebagian tubuh. Sementara hasil
dari pengukuran getaran pada stang moto Non Matic Yamaha Jupiter 2014
yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 5,34 m/s2, yang mengakibatkan
getaran sebagian tubuh. Dari dua hasil pengukuran tersebut, motor Matic
Yamaha Fino 2021 masih aman dan tidak melebihi standar nilai ambang
batas, sedangkan motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 melebihi standar
nilai ambang batas. Karena berdasarkan Permenkes Nomor 70 Tahun 2016
tentang Standar Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, nilai
ambang batas getaran untuk pajanan lengan dan tangan dengan pemajanan
8jam/hari mempunyai percepatan pada frekuensi dominan sebesar 5 m/s2.
3. Dari hasil pengukuran getaran pada sadel motor Matic Yamaha Fino 2021
dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu sebesar
2,36 m/s2, yang mengakibatkan getaran seluruh tubuh. Sementara hasil dari
pengukuran getaran pada sadel motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014
dengan nilai rata-rata sebesar 9,04 m/s2. Getaran pada sadel

21
22

4. Hasil pengukuran pada pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 yaitu
diperoleh nilai rata-rata sebesar 2,36 m/s2, dan Non Matic Yamaha Jupiter
2014 dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu
sebesa 9,04 m/s2. Getaran pada sadel motor merupakan getaran yang
termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh, dikarenakan getaran yang
dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh. Dari nilai frekuensi dominan
tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan oleh
pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah yaitu sebesar 2,36 m/s²
dan pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 yaitu sebesar 9,04 m/s².
Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha Fino 2021 tidak
melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan berada dibawah
Nilai Ambang Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic Type Yamaha
Jupiter 2014 telah melampaui syarat karena intensitas getaran yang
dihasilkan berada diatas Nilai Ambang Batas.

B. Saran
1. Bagi Universitas, diharapkan agar Universitas lebih meningkatkan peluang
kepada mahasiswa/i untuk mengontrol bahaya dari getaran yang dapat
membahayakan masyarakat khususnya para pekerja.
2. Bagi Fakultas, kedepannya pihak fakultas agar lebih memfasilitasi
praktikan dalam melakukan kegiatan praktikum getaran.
3. Bagi praktikan, sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti
dan efisien dalam mengamati waktu dan hasil pengukuran intensitas getaran
yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Arstianti, H. (2019). Pengujian, dan Analisis Getaran Torsional dari Perangkat Uji
Sistem Poros-Rotor.
Rahmatullah, S. (2022). Kendaraan Pada Profil Stang Sepeda Motor Honda Beat
Keluaran Tahun 2018.
Rokhman, T. (2016). Analisis Getaran Pada Footrest Sepeda Motor Tipe Matic dan
Non- Matic. 4(2), 31–40.
Saloni Waruwu, F. Y. (2018). ISSN : 1963-6590 ( Print ) ISSN : 2442-2630 ( Online ).
ANALISIS FAKTOR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) YANG
SIGNIFIKAN MEMPENGARUHI KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK
PEMBANGUNAN APARTEMENT STUDENT CASTL, 14, 16.
Soputan, G. E. M., Sompie, B. F., & Mandagi, R. J. M. (2020). Manajemen resiko
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) (Studi kasus pada pembangunan gedung
SMA Eben Haezar) [Work health and safety risk management (Case study of the
SMA Eben Haezar building development )]. Jurnal Ilmiah Media Engineering,
4(4), 229–238.
Spektrum Industri, 2014. (2004). pengembangan konsep sepeda. 0271, 231–240.
Sukoharjo, D. I. (2019). HUBUNGAN GETARAN LENGAN-TANGAN DEGAN HAND
ARM VIBRATION SYNDROME PADA PEKERJA BAGIAN PEMOTONGAN
DAN PENGHALUSAN PENGRAJIN GITAR. 3(April), 277–284.
Volkers, M. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.
Zalukhu, F. F. P. (2022). Pengetahuan tentang hazard dalam pemberian asuhan
keperawatan untuk keselamatan dan kesehatan kerja (k3). 15.

23
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengukuran Getaran Stang pada Motor Matic Yamaha


Fino 2021 dan Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014

Pengukuran Getaran pada Stang Motor Matic Yamaha Fino 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo

Pengukuran Getaran pada Stang Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Lampiran 2. Pengukuran Getaran Sadel Motor Matic Yamaha Fino 2021 dan
Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014

Pengukuran Getaran pada Sadel Motor Matic Fino Yamaha 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo

Pengukuran Getaran pada Sadel Motor Non Matic Jupiter Yamaha 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Lampiran 3. Pengukuran Getaran pedal pada Motor Matic Yamaha Fino
2021, dan Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014

Pengukuran Getaran pada pedal Motor Matic Yamaha Fino 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo

Pengukuran Getaran pada Pedal Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo

Anda mungkin juga menyukai