OLEH :
KELAS REGULER E 2021
KELOMPOK 2
WINDI PRAMITA DEWI (J1A121230)
WULAN ENDANG SARI (J1A121231)
YULITA (J1A121234)
ZUL CITRA HANDAYANI (J1A121237)
AFIDELYA KANAYA OZARA SUSANTO (J1A121240)
ASRAWATI (J1A121247)
AULIA (J1A121249)
CITRA KASIH PERMATA (J1A121251)
DIAN EKAYANTI (J1A121252)
ELKA WAHYU NINGSI (J1A121255)
EMILIA SUHARMAWATI (J1A121258)
HESTI PUTRI PUSPITA SARI (J1A121263)
IKSAN ARIANSYAH (J1A121264)
INDIRA AULIA (J1A121268)
JENNY ARINI (J1A121273)
KARTIKA DEVITRIANA (J1A121276)
KHAIRIATUN WARDA (J1A121278)
MICHAEL YONAS (J1A121284)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Keselamatan dan
Kesehatan kerja (K3) tentang “Pencahayaan” ini tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan ini tentunya kami tidak terlepas dari kesulitan dan
masalah dalam pengerjaannya, akan tetapi berkat bantuan dari berbagai pihak maka
kesulitan dan masalah tersebut dapat teratasi. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum Dian Pratiwi, S.KM,.M.SC, selaku
Dosen Pengampuh Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Serta kakak
Asisten Laboratorium yang turut membantu dalam proses penyusunan laporan kami.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan
laporan penelitian ini dan semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
pembacanya.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencahayaaan pada umummnya merupakan hal yang sangat penting
yang dibutuhkan manusia untuk melihat, mengenal dan mempelajari apa yang
ada di sekitar. Pada bangunan, pencahayaan berfungsi menjamin keselamatan
manusia; memfasilitasi penampilan visual; dan membantu kreatifitas di dalarn
pembentukan lingkungan visual. Secara garis besar, sumber cahaya dibagi
menjadi dua, yaitu cahaya alami yang terutama bersumber dari matahari dan
cahaya buatan yang bersumber dari alat penerang (listrik). Untuk menjadikan
bangunan hemat energi, maka bangunan harus bisa mengoptimalkan
penggunaan pencahayaan alami (Lisa 2019).
Pencahayaan diperlukan manusia untuk mengenal obyek secara visual
dimana organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan adalah mata, syaraf dan
pusat syaraf penglihatan di otak. Mata sebagai alat visual merupakan pintu
gerbang utama masuknya gambaran dari dunia luar kita, dan menguasai
sekitar 90% aktivitas kerja kita, terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan
ketajaman visual. Ketika manusia melakukan pekerjaan, maka secara
langsung mata akan melakukan interaksi dengan lingkungan kerjanya, untuk
melihat objek pekerjaan. Kemampuan mata untuk melihat objek dengan jelas,
cepat dan tanpa kesalahan akan sangat dipengaruhi oleh pencahayaan yang
ada di lingkungan kerja. Pencahayaan yang memadai mendukung kesehatan
kerja, keamanan, serta kenyamanan kerja bagi manusia saat bekerja, sehingga
memungkinkan manusia mendapat kesan pemandangan yang lebih baik dan
lingkungan yang menyegarkan (Nurkihsan et al. 2021).
Pada dunia kerja, interaksi antara manusia, alat kerja, dan lingkungan
kerja tidak dapat dihindarkan yang melibatkan indera manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Salah satu indra yang sering terlibat, tidak
1
2
bisa dipisahkan dari kerja adalah mata. Mata merupakan bagian tubuh pekerja
yang harus dilindungi keselamatan dan kesehatannya. Cahaya yang cukup
merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan kesehatan mata
(Nurkihsan et al. 2021).
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
umum.
2. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
local.
3. Mahasiswa mampu untuk melakukan penilaian dari hasil data
pencahayaan yang diperoleh.
C. Prinsip Alat
Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photocell yang bila terkena
cahaya menghasilkan arus listrik yang dapat dilihat pada display luxmeter.
D. Manfaat Praktikum
1. Setiap mahasiswa mampu dan terampil melakukan pengukuran intensitas
penerangan umum.
2. Setiap mahasiswa mampu dan terampil melakukan pengukuran intensitas
penerangan local.
3. Setiap mahasiswa mampu memahami cara melakukan penilaian dari hasil
data pencahayaan yang diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan
ruang untuk menunjang kenyamanan pengguna. Ruang dengan sistem
pencahayaan yang baik dapat mendukung aktivitas yang dilakukan di
dalamnya (Fleta 2021).
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting
bagi keselamatan kerja. Pencahayaan juga sangat berpengaruh terhadap
produktivitas seorang pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang
memungkinkan produktivitas pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan
yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan
jelas dan juga dengan cepat tanpa upaya yang tidak perlu (Minarni, Ginanjar,
and Fathimah 2021).
Menurut Dora dan Nilasari, pencahayaan alami adalah suatu cahaya
yang berasal dari benda penerang alam seperti matahari, bulan dan bintang
sebagai benda penerang ruang secara alami. Karena penerang tersebut berasal
dari alam, cahaya alami dapat berubah dikarenakan iklim, musim dan cuaca,
juga bisa dikatakan bersifat tidak menentu. Dalam hal penerengan, dari
seluruh sumber cahaya alami, matahari memiliki sinar yang paling kuat dan
besar sehingga matahari sangat bermanfaat bagi penerangan dalam ruang
(Dewantoro 2021).
Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja
yang diperlukan untuk melakukan kegiatan secara efektif. Pencahayaan di
tempat kerja membantu dalam memperlancar proses pekerjaan sehingga harus
diupayakan pencahayaan yang baik di tempat kerja (Thahir 2020).
Intensitas cahaya merupakan jumlah rata-rata cahaya yang diterima
tenaga kerja setiap waktu pengamatan tertentu pada setiap titik dalam satuan
3
4
lux yang merupakan satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan.
Pengaturan nilai ambang batas intensitas cahaya akan terkait dengan jenis
pekerjaannya. Semakin tinggi ketelitian yang dibutuhkan maka intensitas
cahaya antara 200-1000 lux, sedangkan untuk pekerjaan kasar dan
pencahayaan jalan diperbolehkan 5-200 lux. Standar cahaya harus disesuaikan
kebutuhan (Mentari, 2019).
Tingkat pencahayaan di lingkungan kerja dapat memberi efek yang
signifikan di dalam produktivitas kerja. Dengan pencahayaan yang cukup,
pekerja mampu menghasilkan karya yang lebih banyak dengan kesalahan
yang lebih sedikit, sehingga mampu meningkatkan produktivitas sebesar 10-
50%. Pencahayaan yang baik dapat mengurangi resiko kesalahan sebesar 30-
60% serta mengurangi keluhan pada mata, sakit kepala, nausea, serta sakit
leher yang dapat berkembang menjadi eyestrain. Pencahayaan yang baik akan
membuat pekerja lebih berkonsentrasi pada pekerjaannya sehingga mampu
meningkatkan produktivitasnya (ILO, Lighting In Workplace) (Erix Extrada
et al. 2021)
Standar pencahayaan ruangan berdasarkan Occupational Safety and
Health Administration (OSHA) adalah 250 lux dan berdasarkan National
Environmental Quality Standards (NEQS) adalah 300 lux. Hal itu serupa
dengan penelitian Putra yang menyatakan bahwa tingkat kuat penerangan
(iluminasi) pada area produksi dengan jenis pekerjaan rutin adalah 300 lux.
Adapun berdasarkan Kepmenkes RI, Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri,
tingkat pencahayaan minimal 300 lux (Tawaddud 2020)
Penelitian Rahmayanti (2015) menyatakan bahwa hasil pengukuran
terhadap intensitas pencahayaan di area perkantoran yang memiliki Nilai
Ambang Batas (NAB) di bawah standar (di bawah 300 lux) diperoleh seluruh
pekerja memiliki keluhan kelelahan mata yang bervariasi dengan persentase
paling tinggi sebesar 80% dengan keluhan berupa mata terasa mengantuk dan
5
63% pekerja merasa nyeri di bagian leher atau bahu. Iluminasi yang tidak
memenuhi standar SNI dapat dikatakan sebagai pencahayaan yang buruk.
Untuk mengetahui iluminasi di suatu area perlu dilakukan pengukuran dan
perhitungan. Perhitungan iluminasi pada suatu titik dipengaruhi oleh total arus
cahaya yang sesuai dan area yang luas. Selain itu, juga dipengaruhi oleh
intensitas cahaya luminer, efisiensi, bentuk, ukuran ruang, pantulan
permukaan, dan ketinggian lampu di area pekerjaan (Tawaddud 2020).
B. Jenis Pencahayaan
1. Pencahayaan Alami
Rahmania dan Sugini (2013). Pencahayaan alami merupakan cahaya
yang bersumber dari matahari. Pencahayaan alami dibutuhkan karena
manusia memerlukan kualitas cahaya alami. Fungsi pencahayaan alami
dapat meminimalisir penggunaan energi listrik. Sehingga desain yang
mengutamakan pemanfaatan pencahayaan alami harus dikembangkan.
Ander (Dalam Riandito (2012)) menjelaskan mengenai beberapa strategi
desain untuk pencahayaan alami, antara lain: peningkatan keliling zona
pencahayaan alami, penetrasi pencahayaan alami diatas ruangan,
penggunaan ide “bukaan efektif” untuk perkiraan awal pada area kaca
yang optimal, pemantulan pencahayaan alami dalam ruang untuk
meningkatkan kecerahan ruang, penghindaran sorotan langsung cahaya
alami didaerah tugas visual yang kritis, penggunaan cahaya langsung
secara hati – hati pada area dimana pekerjaan nonkritis terjadi, dan
penyaringan pencahayaan alami (Fleta 2021).
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila
posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan
alami tidak mencukupi. Karlen dan Benya (Dalam Riandito (2012)).
6
dan lumen adalah bahwa lux berkenaan dengan luas areal pada mana flux
menyebar 1000 lumens, terpusat pada satu areal dengan luas satu meter
persegi, menerangi meter persegi tersebut dengan cahaya 1000 lux. Hal
yang sama untuk 1000 lumens, yang menyebar kesepuluh persegi, hanya
menghasilkan cahaya suram 100 lux.
6. Luminance adalah karakteristik fisik yang bergantunng pada jumlah
cahaya yang jatuh pada permukaan objek dan dipantulkan. Luminance
dapat diukur dengan menggunakan photometer.
7. Kecerlangan (brightness) merupakan rasa sensasi yang timbul akan
memandang benda dari mana cahaya datang dan masuk ke mata.
8. Reflectance merupakan perbandingan antara cahaya yang dipantulkan oleh
suatu benda yang dinyalakan dalam persen.
D. Sumber Pencahayaan
Menurut (Sukri, 2021) berdasarkan sumbernya pencahayaan dapat dibagi
menjadi:
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selalu menghemat
energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan
pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang
besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai.
Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif disbanding
dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya
yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama pada siang
hari.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami
mendapat keuntungan, yaitu;
a. Variasi intensitas cahaya matahari;
b. Distribusi dari terangnya cahaya;
8
b. Dalam hal yang memaksa luas yang dimaksud dalam 2.a. dapat
dikurangi sampai 1/10 × luas kantor/tempat kerja;
c. Jendela-jendela, lubang-lubang atau dinding dinding kaca harus dibuat
sedemikian rupa, sehingga memberikan penyebaran cahaya merata;
d. Bila ada penyiaran matahari langsung yang menimpa para pekerja,
maka harus diadakan tindakan untuk menghalanginya;
e. Apabila jendela hanya satu satunya sebagai sumber penerang cahaya
matahari, maka jarak jendela dan lantai tidak boleh melebihi 1,2 m;
f. Jendela-jendela itu harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
memungkinkan cahaya siang mencapai dinding tempat kerja yang
terletak diseberang.
3. Pasal 12
a. Dalam hal cahaya matahari tidak mencukupi atau tidak dipergunakan,
harus diadakan penerangan jalan lain sebagai tambahan atau pengganti
cahaya matahari;
b. Untuk bekerja yang dilakukan pada malam hari harus diadakan
penerangan buatan yang aman yang cukup intensitasnya;
c. Penerangan dengan jalan lain itu tidak boleh menyebabkan panas yang
berlebih-lebihan atau merubah susunan udara;
d. Apabila penerangan buatan menyebabkan kenaikan suhu di tempat
kerja lain, maka suhu tidak boleh naik melebihi 32℃. Dalam hal itu,
harus dilakukan tindakan-tindakan lain untuk mengurangi pengaruh
kenaikan suhu tersebut (peredaran angin, dll);
e. Sumber penerangan yang menimbulkan asap atau gas sisa sedapat
mungkin dihindari dari semua tempat kerja. Sumber penerangan
semacam ini hanya dipergunakan dalam keadaan darurat;
f. Sumber cahaya yang dipergunakan harus menghasilkan kadar
penerangan yang tetap dan menyebar serata mungkin dan tidak boleh
berkedip-kedip;
11
Gambar 2. Lakban
c. Alat Tulis
Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pada pengukuran
pencahayaan.
14
15
d. Spidol
Spidol digunakan untuk membuat sketsa penentuan titik
pengukuran pencahayaan pada meja kerja.
Gambar 4. Spidol
e. Penggaris
Penggaris digunakan untuk mengukur jarak antara bahan
dengan alat lux meter.
Gambar 5. Penggaris
f. Lampu (pencahayaan)
Lampu adalah bahan yang digunakan pada praktikum
pencahayaan untuk mengukur pencahayaan umum.
Gambar 6. Lampu
g. Kalkulator
Kalkulator adalah alat untuk menghitung pengukuran
pencahayaan umum maupun pencahayaan local.
Gambar 7. Kalkulator
16
2. Bahan
a. Meja kerja
Meja kerja adalah bahan yang digunakan pada praktikum
pencahayaan untuk mengukur pencahayaan lokal.
B. Prosedur Kerja
1. Penggunaan Alat Luxmeter Lutron LX-101A
Cara penggunaan alat Luxmeter Lutron LX-101A antara lain sebagai
berikut:
a. Pindahkan tombol Off/On ke posisi On.
b. Pilih range pada range A (jika pengukuran <2000 lux harus
menggunakan “range A”, jika nilai pengukuran antara 2000 sampai
19,900 lux harus memilih “range B”, jika lebih dari 20,000 lux harus
memilih “range C”).
c. Tahan “sensor cahaya” dengan tangan dan hadapkan kearah cahaya.
d. Jika layar luxmeter sudah menunjukan angka digital yang stabil,
catatlah angka tersebut.
2. Penentuan Titik Sampling
a. Pengukuran Intensitas Penerangan Umum
Pada praktikum ini, pengukuran pencahayaan umum yang
digunakan yaitu luas ruangan kurang dari 50 dengan panjang
ruangan 6 m dan lebar ruangan 3 m. Maka ruangan tersebut dibagi
dengan syarat 1 titik sampel mewakili maksimal 3 m2 , sehingga
diperoleh titik sampling sebanyak 6 titik sampel.
b. Pengukuran Intensitas Penerangan Local
Pada praktikum ini, pengukuran pencahayaan lokal yang digunakan
yaitu pengukuran pada meja kerja (dengan panjang 60 cm dan lebar 90
cm) dan pengukuran pada laptop (dengan jarak antara layar 10 cm dan
jarak antara keyboard 20 cm).
3. Pengukuran Intensitas Penerangan Umum
a. Luas ruangan kerja dibagi menjadi beberapa bagian, dengan ukuran 6
m × 3 m.
b. Hidupkan Luxmeter.
18
A. Hasil
1. Pencahayaan Umum
a. Nama ruangan : Ruang Kelas Promkes
b. Jenis aktivitas : Pengukuran pencahayaan umum
c. Jumlah tenaga kerja : 8 orang
d. Jenis lampu : Neon
e. Jenis pencahayaan : Pencahayaan buatan
f. Tanggal dan waktu pengukuran: 3 Maret 2023, pukul 09.30-09:50
PU PU
38,33 13,33
6m
PU PU
35,33 30,33
PU PU
52,33 62,33
3m
Sumber : Data Primer 2023
19
20
Intensitas Cahaya =
= 38,66 Lux
3. Pencahayaan Lokal/setempat
1. Pencahayaan pada meja kerja
a. Nama ruangan : Ruang Laboratorium FKM UHO
b. Jenis aktivitas : Pengukuran pencahayaan lokal
c. Jumlah tenaga kerja : 5 orang
d. Jenis lampu : LED
e. Jenis pencahayaan : Pencahayaan buatan
f. Tanggal dan waktu pengukuran: 3 Maret 2023, pukul 08.04-08:07
21
PU PU
219,33 236,66
PU PU
257 255
PU
291,3
Intensitas Cahaya =
= 241,98 Lux
b. Laptop
Intensitas Cahaya =
= 291,3 Lux
B. Pembahasan
1. Pencahayaan Umum
Berdasarkan pengukuran pencahayaan umum pada ruangan kelas
prpmkes, pengukuran tersebut dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap titik
yang dimana titik yang diukur sebanyak 6 titik. Pengukuran ini dilakukan
di ruangan kelas Promkes FKM UHO yang diperoleh nilai rata-rata
pengukuran pencahayaan umum sebesar 38,66 lux.
Ruangan yang diukur memiliki aktivitas yang berkaitan dengan
membaca dan menulis, dimana kegiatan tersebut dilakukan secara rutin.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang dilakukan pada
ruangan kelas dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
23
A. Kesimpulan
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi
keselamatan kerja. Pencahayaan juga sangat berpengaruh terhadap
produktivitas seorang pekerja. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang
memungkinkan produktivitas pekerja.
Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang dilakukan pada
ruangan kelas dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan umum yang dilakuakan
di ruangan Peminatan Promkes diperoleh yaitu sebesar 34,72 lux, hasil
tersebut tidak memenuhi standar Nilai Ambang Batas (NAB).
Kemudian Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang
dilakukan pada meja kerja dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300
lux. Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan local/setempat pada
meja kerja diperoleh sebesar 241,98 lux, hasil tersebut tidak memenuhi
standar Nilai Ambang Batas (NAB).
Kemudian Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas pencahayaan yang
dilakukan pada laptop dengan jenis kegiatan pekerjaan rutin yaitu 300 lux.
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran pencahayaan local/setempat pada meja
kerja diperoleh sebesar 291,3 lux, hasil tersebut tidak memenuhi standar Nilai
Ambang Batas (NAB).
Dapat disimpulkan bahwa pencahayaan pada ruangan meja kerja dan
laptop tersebut tidak memenuhi standar karena melampaui Nilai Ambang
Batas (NAB). Jika intensitas pencahayaan pada suatu ruangan maupun area
meja kerja tidak memenuhi standar, hal tersebut tentu akan memperburuk
keadaan indera penglihatan.
25
26
B. Saran
1. Bagi Universitas Halu Oleo
Setelah mengikuti Praktium Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
mengenai pengukuran pencahayaan pada dua pengukuran yaitu
pengukuran pencahayaan umum dan pencahayaan local, ada beberapa hal
yang dapat menjadi saran jadi sebaiknya pihak Universitas dapat
mengatasi dampak pencahayaan seperti adanya pengaturan tata letak
ruangan mulai dari penataan posisi sumber cahaya hingga penataan posisi
meja kerja.
2. Bagi Fakultas Universitas Halu Oleo
Untuk Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo salah
satu upaya yang dapat dilakukan dari dampak pencahayaan yaitu
menyediakan ruangan kerja bagi para staff dan dosen dengan pencahayaan
yang baik atau yang memenuhi standar.
3. Bagi Praktikan
Adapun saran untuk kita sebagai praktikan yaitu melakukan
pengukuran pencahayaan sesuai dengan tata cara penggunaan alat
Luxmeter Lutron LX-101A dengan baik dan benar, kemudian para
praktikan lainnya diharapkan fokus dalam mengikuti praktikum
pencahayaan ini, agar mendapatkan hasil pengukuran yang benar dan
akurat, serta sebaiknya penggunaan alat pengukuran pencahayan
dilakukan secara bergiliran, agar praktikan lainnya dapat mengetahui cara
mengukur dan penggunaan alat Luxmeter Lutron LX-101A.
DAFTAR PUSTAKA
Arum, Pratiwi Dian. 2023. Panduan Praktikum Kesehatan Dan Keselamatan Kerja.
Kendari.
Dewantoro, Fajar. 2021. “Kajian Pencahayaan Dan Penghawaan Alami Desain Hotel
Resort Kota Batu Pada Iklim Tropis.” JICE (Journal of Infrastructural in Civil
Engineering) 2(01): 1.
Erix Extrada, Erix Extrada et al. 2021. “Analisis Dampak Intensitas Pencahayaan
Ruangan Farmasi Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Di Rumah
Sakit Mesra Kabupaten Kampar Tahun 2020.” Media Kesmas (Public Health
Media) 1(1): 59–71.
Fleta, Agrippina. 2021. “Analisis Pencahayaan Alami Dan Buatan Pada Ruang
Kantor Terhadap Kenyamanan Visual Pengguna.” Jurnal Patra 3(1): 33–42.
https://www.ejournal.kahuripan.ac.id/index.php/TECNOSCIENZA/article/view/
63/47.
Lisa, Nurhaiza Nova Purnama. 2019. “Optimalisasi Pencahayaan Alami Pada
Ruang.” 7(7): 32–40.
Minarni, Ani, Rubi Ginanjar, and Anissatul Fathimah. 2021. “HUBUNGAN
PENCAHAYAAN DENGAN KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN KERJA
PADA PEKERJA BAGIAN UNDERGROUND DI PT. ANTAM Tbk, UBPE
PONGKOR BOGOR TAHUN 2018.” Promotor 3(2): 88.
Nurkihsan, Reynaldi, Gustiana Putra, Asep Erik Nugraha, and Dene Herwanto. 2021.
“Analisis Pengaruh Intensitas Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata Pekerja.”
15(1405): 81–97.
Tawaddud, Besse Irna. 2020. “Kajian Illuminati Pada Laboratorium Teknik Grafika
Polimedia Jakarta Terhadap Standar Kesehatan Kerja Industri (K3).” Jurnal
Nasional Ilmu Kesehatan (JNIK) 2(3): 141–50.
https://www.researchgate.net/publication/341910824_Kajian_Illuminati_pada_L
aboratorium_Teknik_Grafika_Polimedia_Jakarta_terhadap_Standar_Kesehatan_
Kerja_Industri_K3.
Thahir, Musafir. 2020. “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Dan Non-Fisik Terhadap
Kinerja Guru.” Jurnal Ilmiah Islamic Resources 16(2): 125.
27
LAMPIRAN
Pencahayaan Umum Ruang Kelas
Puji dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengenai Kebisingan
dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah praktikum dasar Kesmas. Selain itu, laporan ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kebisingan dikehidupan sehari-
hari bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arum Dian Pratiwi, SKM,
M.SC selaku Dosen Penanggung jawab Praktikum K3 yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi ini. kami juga mengucapkan terima kasih kepada asisten
laboratorium yang telah membantu kami dalam melaksanakan praktikum K3 ini
dengan baik serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua, terimakasih
atas bantuannya sehingga sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan dari para
pembaca demi kesempurnaan tugas laporan ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran membutuhkan lingkungan yang kondusif,
termasuk bebas dari intensitas suara yang terlalu tinggi (kebisingan).
Kebisingan dari faktor eksternal dapat mengakibatkan dampak buruk bagi
kecakapan berbicara dan terhadap nilai ujian (Zahrany et al., 2022).
Dalam bidang sains, terdapat parameter yang menjadi acuan pengukuran
dalam penyusunan dokumen lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah
suatu benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang
tempat manusia dan makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi
hidupnya. Parameter ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan apakah
kondisi lingkungan di lokasi pengukuran telah memenuhi standar baku mutu
yang ditetapkan pemerintah. Terdapat 5 parameter pengukuran lingkungan
yaitu parameter fisika, kimia dan biologi, ergonomi dan psikologi pekerja. Hal
ini sejalan dengan Permenaker No. 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (Atina et al., 2020).
Kampus adalah tempat berjalannya kegiatan (pelayanan publik)
akademik yang dalam kesehariannya memberikan pelayanan akademik
khususnya kepada mahasiswa. Selain itu juga, kampus memiliki peran
strategis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna
mendukung kemajuan bangsa dan negara. Oleh karenanya, kampus memiliki
kewajiban mensukseskan upaya pemerintah dalam hal pengelolaan
lingkungan. Peran serta kampus dalam mewujudkan hal tersebut yaitu dengan
menyusun dan melaporkan dokumen lingkungan secara berkala sesuai dengan
arahan pemerintah (Atina et al., 2020).
Salah satu sarana penentu dalam kesuksesan kegiatan belajar mengajar
adalah kondisi ruang kelas. Ruang kelas yang nyaman akan berkolaborasi
dengan suasana pembelajaran yang kondusif, karena peserta didik dapat lebih
fokus tanpa terganggu dengan suasana sekitar. Beberapa faktor utama yang
terkait dengan kenyamanan ruangan, termasuk ruang kelas, adalah desain
1
2
D. Manfaat Praktikum
1. Agar mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran tingkat
kebisingan.
2. Agar mahasiswa mampu melakukan analisis dari hasil pengukuran yang
diperoleh.
3. Agar mahasiswa mampu melakukan penilaian dari hasil data yang
diperoleh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kebisingan
Pencemaran suara atau kebisingan adalah gangguan pada lingkungan
yang diakibatkan oleh bunyi yang mengakibatkan ketidaktentraman mahluk
hidup di sekitarnya (Isliko et al., 2022). Bising adalah suara yang sangat
mengganggu dan tidak dikendaki oleh siapapun yang disebabkan oleh sumber
suara yang bergetar yang akan membuat molekul-molekul udara disekitar
sekitarnya akan turut bergetar. Suara yang melebihi ambang batas akan
mengganggu aktifitas manusia yang sedang bekerja di lingkungan kita berada
(Nasution, 2019).
Kebisingan merupakan nilai bunyi yang terlalu tinggi dan tidak
dikehendaki syaraf pendengaran. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
(Men-LH, 1996) mendefinisikan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan, dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Sedangkan World Health Organization (WHO) mendefenisikan
kebisingan sebagai suara yang tidak diperlukan dan memiliki efek buruk pada
kualitas kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan (Singkam, 2020).
Kebisingan mengandung unsur subyektifitas, tergantung bunyi
diinginkan atau tidak secara psikologis oleh suatu individu. Intensitas
kebisingan, seperti halnya bunyi, diukur dengan satuan desibel ampere (dBA),
yang menunjukkan besar arus energi persatuan luas. Nilai ambang batas
kebisingan (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat
kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau
kegiatan, sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan (Singkam, 2020).
WHO (World Health Organization) yang menetapkan 3 tingkatan
kebisingan berdasarkan dB yakni 1) Aman, untuk rentang 0-75 dB, 2)
Ambang Batas Bahaya, untuk rentang 75-85 dB, dan 3) Bahaya, untuk rentang
lebih dari 85 dB. Standar ini ditetapkan berdasarkan pengaruh tingkat
4
5
C. Jenis-jenis Kebisingan
Jenis kebisingan antara lain (Zahrany et al., 2022):
1. Kebisingan kontinu (continue)
Kebisingan kontinu merupakan kebisingan yang dihasilkan terus
menerus, misalnya, oleh suara mesin yang hidup tanpa gangguan,
peralatan pabrik, kebisingan mesin, atau sistem pemanas atau sistem
ventilasi. Anda dapat mengukur kebisingan terus menerus selama beberapa
menit dengan pengukur tingkat suara (sound meter) untuk mendapatkan
representasi tingkat kebisingan yang memadai. Kebisingan lebih lanjut
dapat dianalisis menggunakan pengukur tingkat suara dengan analisis pita
oktaf (octave band). Pita oktaf digunakan untuk memecah nilai kebisingan
menjadi frekuensi yang terpisah-pisah. Informasi ini akan menunjukkan
dengan tepat frekuensi apa dan berapa yang menyebabkan kebisingan.
2. Kebisingan berselang (intermitent)
Kebisingan berselang merupakan tingkat kebisingan yang meningkat
dan menurun dengan cepat. Kebisingan berselang juga sering disebut
sebagai kebisingan semi-kontinu. Beberapa contohnya disebabkan oleh
kereta api yang lewat, peralatan pabrik yang beroperasi dalam siklus, atau
pesawat terbang di atas rumah. Kebisingan berselang dapat diukur dengan
cara yang mirip dengan kebisingan kontinu yaitu dengan pengukur tingkat
suara. Kebisingan berselang dapat dihitung lebih detail dengan
menghitung dalam selang waktu dan kemudian menghitung nilai rata-
ratanya.
3. Kebisingan impulsif
Kebisingan impulsif merupakan nilai kebisingan yang identik
dengan suara yang “mengagetkan”. Kebisingan ini paling sering dikaitkan
dengan industri konstruksi dan pembongkaran. Munculnya suara yang
tiba-tiba ini dapat mengejutkan karena sifatnya yang cepat dan keras.
Kebisingan impulsif biasanya juga disebabkan oleh ledakan atau peralatan
konstruksi, benda yang jatuh, suara pintu atau jendela yang tertutup karena
angin, bahkan suara bersin. Untuk mengukur kebisingan impulsif
7
A. Alat
1. Sound Level Meter SL-4001
Sound Level Meter (SLM) adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat tekanan bunyi pada rentang pendengaran manusia.
Gambar 2. Stopwatch
10
11
3. Alat Tulis
Alat tulis merupakan peralatan yang digunakan untuk mencatat
hasil pengukuran kebisingan.
Gambar 4. Kalkulator
B. Bahan
Pada pengukuran kebisingan yang dilakukan pada lingkungan Fakultas
Keesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo di tiga titik berbeda yaitu di
laboratorium FKM UHO, parkiran FKM UHO dan jalan raya depan FKM
UHO.
C. Prosedur Kerja
1. Cara Penggunaan Alat (Pratiwi, 2023).
Cara pakai alat Sound Level Meter SL-4001:
a. Pindahkan tombol Off/On ke posisi On.
12
b. Pilih range pada range A atau range C (Jika ingin mengukur respon
pendengaran manusia atau kebisingan lingkungan, pilih A; jika ingin
mengetahui kebisingan mesin yang sifatnya datar/tetap pilih C).
c. Untuk Time Weighting berada di posisi fast.
d. Tahan “Sensor cahaya” dengan tangan dan hadapkan kea rah cahaya.
2. Metode Pengukuran (Pratiwi, 2023).
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Cara Sederhana:
Dengan sebuah Sound Level Meter biasa diukur tingkat tekanan
bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran.
Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
b. Cara Langsung:
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai
fasilitas pengukuran LTMS yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5
detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM)
dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama
16 jam (L), pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari
selama 8 jam (LM) pada selang 22.00-06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu
dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari
dan malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran.
Sebagai contoh:
1) L1 diambil pada jam 07.00, mewakili jam 06.00-09.00
2) L2 diambil pada jam 10.00, mewakili jam 09.00-11.00
3) L3 diambil pada jam 15.00, mewakili jam 14.00-17.00
4) L4 diambil pada jam 20.00, mewakili jam 17.00-22.00
5) L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00-24.00
6) L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00-03.00
7) L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00-06.00
13
Keterangan:
Leq Equivalent Continouos Noise Level atau Tingkat kebisingan
sinambung setara ialah nilai tingkat kebisingan yang
berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara
dengan tingkat kebisingan dari kebisingan-kebisingan yang
ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya
adalah dB (A).
LTMS Leq dengan waktu samping tiap detik.
LS Leq selama siang hari.
LM Leq selama malam hari.
LSM Leq selama siang dan malam hari.
3. Metode Perhitungan (Pratiwi, 2023).
LS dihitung sebagai berikut:
LS = 10 log 1/16 {TL 100,1 L1 + … +T4.10 0,1 L4} dB (A)
LM dihitug sebagai berikut:
LM = 10 log 1/8 {TS 100,1 L5L5+T7.100,1 L7} dB (A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui baku
tingkat kebisingan maka perlu dicari LSM dihitung dari rumus:
LSM = 10 log 1/24 {16.100,1 lsL5+8.100,1(LM+5)} dB (A)
4. Metode Evaluasi (Pratiwi, 2023).
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat
kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pengukuran Kebisingan di Laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo untuk L1, L2, dan L3.
a. Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Laboratorium FKM
UHO
48,6 49,3 41,3 49,1 46,4 46,2 57,6 47,3 46,0 51,3
44,9 44,6 46,6 51,1 51,4 53,7 43,8 45,6 46,3 50,6
52,6 45,2 71,8 48,2 62,2 51,1 55,1 52,8 52,8 47,6
54,1 50,4 51,1 57,7 45,6 52,8 53,7 45,5 53,4 47,9
53,2 44,6 48,1 56,5 49,1 50,0 55,6 46,7 49,0 47,6
49,1 45,7 52,5 49,9 44,7 45,7 51,8 53,7 47,2 44,6
53,7 44,8 46,3 47,2 46,7 44,0 47,0 47,8 46,6 46,6
49,0 50,3 51,7 44,7 42,4 46,8 45,6 54,6 44,0 52,0
50,5 52,7 52,3 46,3 52,9 52,0 54,5 47,1 52,7 46,4
46,4 46,9 49,6 51,2 47,1 44,4 48,5 48,0 51,4 51,0
45,4 49,4 50,0 50,2 44,1 51,1 47,9 43,5 48,8 45,7
44,9 46,5 48,6 46,8 52,5 56,5 53,5 46,1 49,4 50,3
Jumlah : 5932,3
Sumber: Data Primer 2023
b. Pengukuran Kebisingan L2 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Laboratorium FKM
UHO
60,5 61,0 61,4 61,7 61,1 61,6 60,7 60,9 61,1 60,7
60,8 61,5 61,6 62,8 62,0 61,8 61,9 62,6 62,7 61,8
61,3 61,3 61,1 60,9 61,9 62,0 61,3 60,8 60,8 61,0
60,7 61,0 60,7 61,1 61,1 61,1 60,8 61,1 61,5 61,7
61,1 60,7 61,0 61,7 61,7 61,4 61,4 61,5 61,8 61,2
62,6 63,7 62,3 62,9 62,4 62,7 62,1 62,4 62,5 62,9
62,4 62,7 62,2 61,8 61,7 61,8 61,6 61,6 61,5 61,8
61,5 61,6 61,5 62,4 62,5 63,5 62,7 62,6 62,5 62,3
62,6 62,5 62,5 62,5 62,8 62,3 62,4 62,7 62,3 62,3
62,2 62,2 62,3 61,9 62,5 62,5 62,3 62,2 63,1 62,5
14
15
62,1 62,3 62,0 62,4 62,2 62,7 62,1 62,2 62,2 62,1
62,2 62,1 62,4 61,8 61,6 62,9 63,3 62,4 63,1 63,0
Jumlah : 7431,3
Sumber: Data Primer 2023
c. Pengukuran Kebisingan L3 di Laboratorium FKM UHO
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Laboratorium FKM
UHO
62,4 64,3 62,7 62,6 61,9 62,2 61,5 62,1 63,1 63,7
65,3 64,5 64,3 64,3 66,4 64,0 62,5 62,4 63,0 64,3
63,3 63,1 62,6 62,6 63,5 62,4 62,1 64,5 63,1 63,0
62,6 62,6 62,3 61,6 61,5 61,6 65,6 63,6 62,2 62,3
64,9 64,2 62,9 64,4 64,5 63,1 66,6 63,7 62,5 61,6
61,6 61,7 61,3 62,3 61,2 63,5 62,7 62,3 63,4 63,7
62,7 62,7 62,2 61,9 61,8 61,8 62,8 63,6 64,8 64,6
62,8 62,0 61,8 65,3 67,6 64,0 64,2 63,2 62,2 61,7
66,5 64,6 64,4 63,0 62,9 63,1 62,6 64,4 64,3 65,5
63,7 62,8 62,1 64,1 65,4 64,0 62,2 63,3 63,3 63,7
63,6 62,3 62,7 63,6 62,7 63,6 63,5 65,5 63,5 64,1
62,4 61,7 61,8 62,2 62,9 61,9 61,2 62,1 62,6 62,1
Jumlah : 7581,3
Sumber: Data Primer 2023
2. Pengukuran Kebisingan di Parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo
a. Pengukuran Kebisingan L1 di Parkiran FKM UHO
Tabel 6. Hasil Pengukuran Kebisingan L1 di Parkiran FKM UHO
51,2 71,0 61,9 61,2 61,6 66,6 62,8 62,4 64,4 63,6
63,9 61,5 65,9 62,6 63,3 62,5 64,2 61,7 63,1 61,3
61,8 61,3 64,5 61,8 60,9 61,3 64,5 61,2 60,9 61,1
64,1 61,7 61,1 61,0 63,1 61,1 60,7 61,4 63,6 60,7
61,3 61,4 61,7 60,3 61,0 61,8 61,1 60,5 62,1 63,4
62,1 61,2 62,6 63,3 61,4 61,0 63,5 62,6 61,7 61,1
66,2 61,9 61,5 61,3 63,5 62,1 61,1 61,1 64,0 63,3
60,9 60,9 62,9 62,9 61,3 61,7 62,1 62,9 61,5 62,7
61,6 62,2 61,1 66,1 61,5 62,9 60,7 64,0 61,4 62,4
61,0 62,7 61,5 62,9 61,9 63,1 61,1 63,6 61,4 63,1
60,9 63,4 62,2 62,8 63,5 62,8 64,0 62,4 62,6 62,7
62,2 63,9 62,5 65,4 63,1 62,3 62,6 62,6 62,6 69,9
Jumlah : 7419,8
Sumber: Data Primer 2023
16
60,1 50,6 55,4 54,9 49,6 49,1 49,2 52,3 59,5 63,6
70,5 73,6 59,9 55,3 55,6 58,7 59,5 53,5 54,1 63,3
62,6 56,6 52,8 50,4 64,6 55,0 58,0 62,4 47,8 49,0
52,6 61,8 46,3 47,7 62,2 56,0 54,0 49,7 47,4 47,7
48,8 51,9 53,2 49,0 47,0 49,2 56,3 64,0 49,3 53,4
57,8 50,9 56,6 62,8 71,6 73,5 66,3 67,2 66,0 72,3
85,5 82,2 61,8 59,5 62,7 55,1 54,8 54,8 52,6 57,0
58,7 54,8 57,6 49,7 49,3 52,0 60,4 63,3 51,3 55,4
Jumlah : 6837,9
Sumber: Data Primer 2023
b. Pengukuran Kebisingan L2 di Jalan Depan FKM UHO
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kebisingan L2 di Jalan Raya Depan FKM
UHO
64,6 64,8 57,8 60,3 63,5 50,8 59,6 67,2 51,9 60,4
62,6 62,5 61,8 56,9 53,0 61,2 65,6 56,4 53,4 56,8
61,4 60,3 51,2 67,1 56,2 60,9 95,9 51,9 52,3 55,9
57,1 55,2 66,4 49,4 55,3 50,8 54,7 60,7 62,4 48,4
60,8 55,0 52,2 56,2 62,2 48,8 57,9 53,2 56,0 66,1
56,6 51,6 58,5 61,7 53,9 59,5 59,2 57,9 57,7 51,5
59,8 56,5 58,7 55,0 60,1 55,2 65,4 58,5 55,5 61,0
54,3 53,9 59,3 51,4 61,0 62,8 62,4 63,5 61,0 65,0
66,2 52,4 51,7 56,7 53,6 66,1 51,1 48,1 51,3 56,3
62,9 50,0 61,4 54,5 49,8 54,5 49,7 59,0 51,4 61,5
57,0 58,7 55,8 63,7 49,7 63,9 54,9 60,0 55,9 55,8
58,0 60,4 51,8 58,2 53,5 54,0 56,9 64,9 52,8 57,0
Jumlah : 6912,5
Sumber: Data Primer 2023
c. Pengukuran Kebisingan L3 di Jalan Depan Raya FKM UHO
Tabel 11. Hasil Pengukuran Kebisingan L3 di Jalan Raya Depan FKM
UHO
69,0 67,4 67,3 67,9 66,9 69,8 68,3 65,0 67,4 66,0
64,9 64,8 68,6 68,7 66,1 64,4 63,1 65,2 68,9 67,3
65,4 64,3 63,3 64,2 64,5 68,4 74,4 69,9 70,3 69,4
65,6 67,1 69,5 67,5 66,7 66,5 65,4 64,9 66,0 66,3
63,1 62,6 68,5 72,7 69,2 65,5 66,8 66,5 68,6 75,1
68,8 65,0 66,4 67,3 74,2 67,4 67,1 66,0 66,4 64,8
65,2 64,1 66,8 66,4 66,0 66,8 65,6 69,1 66,0 65,9
63,9 64,4 69,4 68,7 65,3 62,7 62,6 61,7 62,0 63,5
61,9 61,0 60,8 63,5 62,4 61,7 62,6 62,3 64,8 63,1
62,2 62,2 66,0 75,5 66,7 72,1 68,1 64,6 68,0 63,8
64,0 65,3 64,7 62,9 61,9 64,6 65,7 67,9 64,0 61,6
61,3 66,0 63,1 62,8 63,8 66,3 68,0 64,0 62,3 63,5
18
Jumlah : 7910,9
Sumber: Data Primer 2023
B. Analisis Data
1. Perhitungan Intensitas Kebisingan L1, L2, dan L3 Ruang Laboratorium
FKM UHO
a. Rata-rata L1 =
= 49,44 dB
b. Rata-rata L2 =
= 61,93 dB
c. Rata-rata L3 =
= 63,18 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 Laboratorium
FKM UHO
Diketahu : L1 = 49,44 dB
L2 = 61,93 dB
L3 = 63,18 dB
Ditanyakan : LS =…..?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 100,1 x 49,44+ 3 x 100,1 x 61,93+ 4 x 100,1 x 63,18)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 4,944+3 x10 6,193+4 x 10 6,23)
LS = 10 log 1/11 (351.609,01+4.678.657,51+8.357.184,52)
LS = 10 log 1/11 (13.387.451,04)
LS = 10 log 1.217.041,00
LS = 10 x 6,8
LS = 60,8 dB
19
a. Rata-rata L1 =
= 61,83 dB
b. Rata-rata L2 =
= 62,06 dB
c. Rata-rata L3 =
= 54,70 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 di Parkiran
FKM UHO
Diketahui : L1 = 61,83 dB
L2 = 62,06 dB
L3 = 54,70 Db
Ditanya : LS = …?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 0,1 x 61,83 + 3 x 10 0,1 x 62,06 + 4 x 10 0,1 x 54,70)
LS = 10 log 1/11 (4 x 106,183 + 3 x 106,21 + 4 x 105,47)
LS = 10 log 1/11 (6.096.211,01+4.865.430,29+1.180.483,69)
LS = 10 log 1/11 (12.142.124,99)
LS = 10 log 1.103.829,54
LS = 10 x 6,04
LS = 60,4 dB
3. Perhitungan L1, L2, dan L3 di Jalan Raya Depan FKM UHO
a. Rata-rata L1 =
=
20
= 56,98 dB
b. Rata-rata L2 =
= 57,60 dB
c. Rata-rata L3 =
= 65,92 dB
d. Jumlah keseluruhan hasil pengukuran L1, L2, dan L3 di Jalan Depan
FKM UHO
Diketahui : L1 = 56,98 dB
L2 = 57,60 dB
L3 = 65,92 dB
Ditanya : LS = …?
Penyelesaian :
LS = 10 log 1/11 (TL1 100,1 x L1 +TL2 100,1 x L2+ TL3 100,1 x L3) dB (A)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 0,1 x 56,98 + 3 x 10 0,1 x 57,60 + 4 x 10 0,1 x 65,92)
LS = 10 log 1/11 (4 x 10 5,698 + 3 x 10 5,76 + 4 x 10 6,59)
LS = 10 log 1/11 (1.995.537,95+1.726.319,81+15.561.805,80)
LS = 10 log 1/11 (19.283.663,56)
LS = 10 log 1.753.060,32
LS = 10 x 6,24
LS = 62,4 dB
C. Pembahasan
1. Pengukuran kebisingan L1, L2, dan L3 pada laboratorium FKM UHO
Pada praktikum pengukuran kebisingan yang dilakukan tanggal 3
maret 2023 di laboratorium Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Halu Oleo, dengan mengukur tingkat kebisingan tiap 5 detik selama 10
menit untuk L1 pada pukul 07.00 untuk perwakilan pukul 06.00-09.00, L2
pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00, dan L3 pada pukul
21
3. Pengukuran kebisingan L1, L2, dan L3 pada Jalan Raya Depan FKM
UHO
Pada praktikum pengukuran kebisingan yang dilakukan pada
tanggal 3 Maret 2023 di jalan raya depan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo, dilakukan pengukuran tingkat kebisingan tiap 5
detik selama 10 menit untuk L1 pada pukul 07.00 untuk perwakilan pukul
06.00-09.00, L2 pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00,
dan L3 pada pukul 15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00. Setelah
dirata-ratakan L1 sebesar 56,98 dB, rata-rata L2 sebesar 57,60 dB, dan
rata-rata L3 sebesar 65,92 dB. Berdasarkan ketiga hasil pengukuran
kebisingan yang telah dilakukan didapatkan tingkat kebisingan paling
rendah pada pukul 07.00 dengan rata-rata 56,98 dB, sedangkan tingkat
kebisingan paling tinggi pada pukul 15.00 dengan rata-rata 65,92 dB.
Baku mutu menurut surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup
peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan fasilitas
umum terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB (Syahputra et
al., 2022). Setelah dilakukan perhitungan intensitas kebisingan L1, L2,
dan L3 dengan rumus LS pada jalan raya depan FKM UHO telah
melebihi nilai ambang batas dengan nilai 61,6 dB.
Dampak Kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.
Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory, seperti gangguan
komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunya performan kerja, stres
dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja
dijelaskan sebagai berikut (Nasution, 2019) :
a. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi
bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
23
tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan
kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
BAB V PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengukuran kebisingan yang dilakukan pada lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo di tiga tempat
berbeda yaitu di laboratorium FKM UHO, di parkiran FKM UHO, dan di
jalan raya depan FKM UHO. Pengukuran kebisingan ini dilakukan pula di
tiga waktu yang berbeda yaitu pengukuran kebisingan L1 pada pukul
07.00 untuk perwakilan pukul 06.00-09.00, pengukuran kebisingan L2
pada pukul 10.00 untuk perwakilan pukul 09.00-14.00, dan pengukuran
kebisingan L3 pada pukul 15.00 untuk perwakilan pukul 14.00-17.00
2. Berdasarkan hasil analisis data pengukuran kebisingan pada lingkungan
FKM UHO sebagai berikut:
a. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di laboratorium
FKM UHO didapatkan nilai L1 yaitu 49,44 dB, nilai L2 yaitu 61,92
dB, dan nilai L3 yaitu 63,18 dB. Dimana menurut Kepurusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan
untuk lingkungan pembelajaran adalah 55 dBA. Sedangkan setelah
dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan rumus LS didapatkan
hasil 61,1 dB, yang berarti bahwa intensitas kebisingan di
laboratorium FKM UHO telah melebihi nilai ambang batas yang
telah ditentukan.
b. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan di parkiran FKM
UHO didapatkan nilai L1 yaitu 61,83 db, nilai L2 yaitu 62,06 dB, dan
nilai L3 yaitu 54,70 dB. Dimana menurut Kepurusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas kebisingan
untuk kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan fasilitas umum
terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB. Sedangkan
setelah dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan rumus LS
didapatkan hasil 60,9 dB, yang berarti bahwa intensitas kebisingan di
25
26
parkiran FKM UHO telah melebihi nilai ambang batas yang telah
ditentukan.
c. Pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan pada jalan raya
depan FKM UHO didapatkan nilai L1 yaitu 56,98 dB, nilai L2 yaitu
57,60 dB, dan nilai L3 yaitu 65,92 dB. Dimana menurut Kepurusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996, ambang batas
kebisingan untuk kawasan/lingkungan kegiatan pemerintahan dan
fasilitas umum terdapat nilai tingkat kebisingannya sebesar 60 dB.
Sedangkan setelah dilakukan perhitungan L1, L2, dan L3 dengan
rumus LS didapatkan hasil 61,6 dB, yang berarti bahwa intensitas
kebisisngan di jalan raya depan FKM UHO telah melebihi nilai
ambang batas yang telah ditentukan.
B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini, yaitu:
1. Untuk Universitas
Adapun saran kami sebagai praktikan, kami mengharapkan kepada
universitas untuk bisa bekerja sama dengan fakultas mengadakan
penambahan gedung di FKM UHO terutama di Lab FKM UHO yang
kapasitas ruangannya kurang luas agar praktikan bisa lebih nyaman
ketika sedang melakukan praktikum.
2. Untuk Fakultas
Tingkat kebisingan di lingkungan FKM UHO telah melebihi standar
baku mutu kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 48 Tahun 1996. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian
kebisingan agar tidak mengganggu mahasiswa ataupun dosen saat
beraktivitas di l Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
3. Untuk Praktikan
Adapun untuk praktikan sebaiknya menggunakan alat dengan hati-
hati karena jumlahnya yang tidak banyak sehingga praktikan selanjutnya
bisa tetap menggunakan alat tersebut. Semua praktikan diharapkan selalu
menjaga kesehatan dan semangat menjalani Praktikum Dasar Kesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Atina, A., Jumingin, J., Rahmadani, W., & Sukria, I. (2020). Analisis Tingkat
Kebisingan di Lingkungan Universitas PGRI Palembang. Sainmatika: Jurnal
Ilmiah Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 17(2), 126.
https://doi.org/10.31851/sainmatika.v17i2.5052
Balirante, M., Lefrandt, L. I. R., & Kumaat, M. (2020). ANALISA TINGKAT
KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI
TINGKAT BAKU MUTU KEBISINGAN YANG DIIZINKAN. Jurnal Sipil
Statik, 8(2), 249–256.
Hamzah, H., Agriawan, M. N., & Abubakar, M. Z. (2020). Analisis Tingkat
Kebisingan Menggunakan Sound Level Meter berbasis Arduino Uno di
Kabupaten Majene. J-HEST: Journal of Healt, Education, Economics,
Science, and Technology, 3(1), 25–32.
Isliko, V., Budiharti, N., & Adriantantri, E. (2022). ANALISIS KEBISINGAN
PERALATAN PABRIK DALAM UPAYA DAN MENINGKATKAN
KINERJA KARYAWAN DI PT. WANGI INDAH NATURAL. Jurnal
Valtech (Jurnal Mahasiswa Teknik Industri), 5(1), 101–106.
Nasution, M. (2019). AMBANG BATAS KEBISINGAN LINGKUNGAN
KERJA AGAR TETAP SEHAT DAN SEMANGAT DALAM BEKERJA.
Buletin Utama Teknik, 15(1), 87–90.
Pratiwi, A. D. (2023). PANDUAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA. Universitas Halu Oleo.
Singkam, A. R. (2020). Kondisi Kebisingan di Gedung Perkuliahan Universitas
Bengkulu. PENDIPA Journal of Science Education, 4(2), 14–20.
Syahputra, A. ferdian, Nurhasanah, & Zulfian. (2022). Analisis Tingkat
Kebisingan Pada Area Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ( Pltd ) Wilayah
Kabupaten Kubu Raya. PRISMA FISIKA, 10(2), 155–161.
Zahrany, F., Rahma, L., Kinasih, S., Pamungkas, U. R., & Yanitama, A. (2022).
Analisis kebisingan pada ruang kuliah dan lingkungan kampus Universitas
Negeri Semarang. Proceeding Seminar Nasional IPA, 254–261.
27
LAMPIRAN
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Tujuan Praktikum.......................................................................................................... 2
C. Prinsip Kerja Alat ......................................................................................................... 3
D. Manfaat Praktikum........................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 4
A. Definisi Getaran ............................................................................................................ 4
B. Parameter Getaran ......................................................................................................... 4
C. Karateristik Getaran ...................................................................................................... 5
D. Klasifikasi Getaran........................................................................................................ 6
E. Jenis-Jenis Getaran........................................................................................................ 7
BAB III METODE PERCOBAAN ...................................................................................... 10
A. Alat dan Bahan ............................................................................................................ 10
B. Prosedur Kerja ............................................................................................................ 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 14
A. Hasil ............................................................................................................................ 14
B. Analisis Data ............................................................................................................... 16
C. Pembahasan................................................................................................................. 17
BAB V PENUTUP................................................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 21
B. Saran ........................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan mencapai tujuan yaitu
produktivitas setinggi-tingginya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat
penting untuk dilaksanakan pada semua bidang pekerjaan tanpa terkecuali
proyek pembangunan gedung seperti apartemen, hotel, mall dan lain-lain, karena
penerapan K3 dapat mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan
maupun penyakit akibat melakukan kerja. (Saloni Waruwu, 2018)
Pada umumnya semua benda yang bergerak akan menghasilkan getaran.
Seperti getaran yang terjadi pada kendaraan, permesinan industri, struktur
bangunan, dan alat-alat elektronik. Umumnya mesin yang dikatakan ideal
prinsipnya dipandang dari sudut vibrasi (getaran), adalah mesin yang tidak
menghasilkan vibrasi sama sekali dimana mesin tersebut akan sangat
mengehemat energi yang dipakai. Walaupun demikian tidak ada yang ideal dari
hasil rancangan manusia dimana sebagian energi akan terbuang menjadi bentuk
energi lain, salah satunya dalam bentuk vibrasi (getaran). (Arstianti, 2019)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu permasalahan yang
banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup
permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek hukum,
pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal tersebut
mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya walaupun di sana sini
memang terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun
faktor lain yang masuk dari unsur eksternal industri. (Soputan et al., 2020)
Menurut International Labour Organization (ILO) (1998) Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan
derajat kesehatan yang setinggi tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan
1
2
D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat pratikum getaran yakni:
1. Untuk mengetahui cara melakukan pengukuran getaran.
2. Untuk mengenal, mengetahui cara penggunaan, serta memahami prinsip
kerja alat pengukur getaran yaitu vibration meter.
3. Untuk mengetahui besarnya intensitas getaran pada stang, sadel, dan pedal
pada sepeda Motor Matic Yamaha Fino 2021 dan Motor Non Matic Yamaha
Jupiter 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Getaran
Definisi getaran mengacu pada definisi yang diberikan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup dalam surat keputusannya mencantumkan bahwa
getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang
terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik
adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia
(Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996). Besaran getaran dinyatakan
dalam akar rata-rata kuadrat percepatan dalam satuan meter per detik (m/detik
2 rms). Frekuensi getaran dinyatakan sebagai putaran per detik (Hz). Getaran
seluruh tubuh biasanya dalam rentang 0,5. 4,0 Hz dan tangan-lengan 8-1000
Hz.
Vibrasi atau getaran, dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran
mekanis misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya, penjalaran vibrasi
mekanik melalui sentuhan atau kontak dengan permukaan benda yang
bergerak, sentuhan ini melalui daerah yang terlokasi (tool hand vibration) atau
seluruh tubuh (whole body vibration). Bentuk tool hand vibration merupakan
bentuk yang terlazim di dalam pekerjaan. Efek getaran terhadap tubuh
tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh.
B. Parameter Getaran
1. Amplitudo
Amplitudo (seberapa besar) adalah ukuran atau besarnya sinyal
vibrasi yang dihasilkan. Amplitudo dari sinyal vibrasi mengidentifikasikan
besarnya gangguan yang terjadi. Makin tinggi amplitudo yang ditunjukkan,
menandakan makin besar gangguan yang terjadi, besarnya
4
5
amplitudonya bergantung pada tipe mesin yang ada. Pada mesin yang masih
bagus dan baru, tingkat vibrasinya biasanya bersifat relatif.
2. Frekuensi
Frekuensi (berapa kali permenit atau perdetik) adalah banyaknya
periode getaran yang terjadi dalam satu putaran waktu. Besarnya frekuensi
yang timbul pada saat terjadinya vibrasi dapat mengidentifikasikan jenis
gangguan yang terjadi. Gangguan yang terjadi pada mesin sering
menghasilkan frekuensi yang jelas atau menghasilkan contoh frekuensi
yang dapat dijadikan sebagai bahan pengamatan. Dengan diketahuinya
frekuensi pada saat mesin mengalami vibrasi, maka penelitian atau
pengamatan secara akurat dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab atau
sumber dari permasalahan.
3. Phase
Phase (yang menggambarkan bagaimana benda itu bergetar) adalah
penggambaran akhir dari pada karekteristik suatu getaran atau vibrasi yang
terjadi pada suatu mesin. Phase adalah perpindahan atau perubahan posisi
dari pada bagian-bagian yang bergetar secara relative untuk menentukan
titik referensi atau titik awal pada bagian yang lain yang bergetar.
C. Karateristik Getaran
Gerak beban dari posisi netralnya ke batas atas kemudian kembali ke
posisi netral atau kesetimbangan dan bergerak lagi ke batas bawah kemudian
kembali keposisi kesetimbangan, menunjukkan gerakan satu siklus. Waktu
untuk melakukan gerak satu siklus ini disebut periode, sedangkan jumlah siklus
yang dihasilkan dalam satu interval waktu tertentu disebut frekuensi. Dalam
analisis getaran mesin, frekuensi lebih bermanfaat karena berhubungan dengan
rpm (putaran) suatu mesin.
6
D. Klasifikasi Getaran
Getaran dapat diklasifikasikan menurut ada tidaknya eksitasi yang
bekerja secara kontinyu, menurut derajat kebebasannya atau menurut sistem
massanya. Menurut klasifikasi yang pertama getaran dibedakan sebagai getaran
bebas atau getaran paksa. Disebut sebagai getaran paksa jika pada sistem
getaran terdapat gaya eksitasi periodik yang bekerja kontinyu sebagai fungsi
waktu. Pada sistem getaran bebas getaran terjadi karena adanya eksitasi sesaat
seperti gaya impulsif atau adanya simpangan awal. Menurut derajat
kebebasannya dapat dibedakan sebagai getaran derajat satu, dua, atau n derajat
sesuai dengan banyaknya koordinat bebas (independence) yang diperlukan
untuk mendefinisikan persamaan gerak sistem tersebut. Pada sistem getaran
massa diskret setiap massa dianggap sebagai bodi kaku dan tidak mempunyai
elastisitas. Sebaliknya pada sistem massa kontinyu, massa yang bergetar tidak
dianggap sebagai bodi kaku tetapi mempunyai elastisitas sehingga
dimungkinkan adanya gerak relatif diantara titik-titik pada massa tersebut.
Sistem massa kontinyu memiliki n derajat kebebasan yang tak terhingga.
Karakteristik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Perpindahan (displacement) adalah gerakan suatu titik dari suatu tempat ke
tempat lain yang mengacu pada suatu titik tertentu yang tidak bergerak tetap,
ini menggambarkan tingkat getar. Dalam pengukuran getaran mesinsebagai
standar digunakan jarak. Perpindahan puncak ke puncak (peak to peak
displacement), Contohnya adalah perpindahan poros karena gerak putarnya.
(Volkers, 2019)
2. Kecepatan (velocity) merupakan perubahan jarak persatuan waktu. Kecepatan
gerak mesin selalu dinyatakan dalam kecepatan puncak (peak velocity).
Kecepatan puncak gerakan terjadi pada simpul gelombang. Dalam getaran,
kecepatan merupakan parameter penting dan efektif, karena dari data kecepatan
akan dapat diketahui tingkat getaran yang terjadi. (Volkers, 2019)
7
E. Jenis-Jenis Getaran
Getaran kerja adalah getaran mekanis ditempat kerja yang berpengaruh
terhadap kerja yang meliputi;
1. Getaran yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Whole Body
Vibration/WBV)
Getaran ini mempunyai frekuensi 5-20 Hz. Getaran ini
berpengaruh terhadap seluruh tubuh, dihantarkan melalui bagian tubuh
tenaga kerja yang menopang seluruh tubuh. Misalnya: kaki saat berdiri,
pantat pada saat duduk, punggung saat bersandar, lengan saat bersandar
(Hidayah, 2019).
Getaran yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Whole Body
Vibration/WBV) adalah getaran yang mengenai seluruh tubuh yang
bersumber dari badan mesin yang bergetar (mesin kapal angkutan udara,
laut, darat, geladak kapal, bangku, kursi, lantai) yang merambat melalui
kaki, pantat dan ke seluruh tubuh (Pratiwi, 2023).
NAB untuk getaran pemaparan seluruh tubuh berdasarkan
Permenaker No 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja adalah sebagai
berikut:
8
METODE PERCOBAAN
10
11
B. Prosedur Kerja
1. Pengukuran Stang Motor
a. Dipasang “BNC Plug of cable” (3-10) ke “BNC Socket of meter”.
b. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On. Kemudian dipilih ACC.
c. Lalu dipindahkan “RMS/PEAK switch” ke posisi “RMS”.
d. Vibration sensor dihubungkan dengan stang motor matic.
e. Lalu ditekan tombol hold setiap detik ke 20.
f. Setelah itu dicatat hasil getaran yang tertera pada layar alat vibration meter.
g. Dilakukanlah kembali pengukuran ini sebanyak 5 kali, masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
h. Kemudian dilakukan pengukuran pada motor non matic dengan cara yang
sama.
i. Dihitung rata-rata hasil pengukuran getaran pada stang motor matic dan
non-matic.
2. Pengukuran Sadel Motor
a. Dipasang “BNC Plug of cable” (3-10) ke “BNC Socket of meter”.
b. Tombol Off/On dipindahkan ke posisi On. Kemudian dipilih ACC.
c. Lalu dipindahkan “RMS/PEAK switch” ke posisi “RMS”.
d. Vibration sensor dihubungkan dengan sadel motor matic.
e. Lalu ditekan tombol hold setiap detik ke 20.
f. Setelah itu dicatat hasil getaran yang tertera pada layar alat vibration meter.
g. Dilakukanlah kembali pengukuran ini sebanyak 5 kali, masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
h. Kemudian dilakukan pengukuran pada motor non matic dengan cara yang
sama.
i. Dihitung rata-rata hasil pengukuran getaran pada sadel motor matic dan non
matic.
13
A. Hasil
1. Hasil pengukuran Getaran yang dilakukan di halaman parkiran Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari Jumat, 03 Maret 2023
pada pukul 10.02-10.17 WITA, pada Motor Matic Yamaha Fino 2021.
Tabel 4. Hasil Pengukuran getaran pada motor Matic Yamaha Fino
2021 menggunakan Vibration Meter Lutron VB 8201HA.
Jumlah Pengukuran
Titik P1 P2 P3 P4 P5 Total
NO
Pengukuran 2 2 2 2 2
(m/s2)
(m/s ) (m/s ) (m/s ) (m/s ) (m/s )
3,34
1. Stang 2,3 3,0 4,6 3,7 3,1
(m/s2)
2,46
2. Sadel 2,6 2,6 2,8 1,2 3,1
(m/s2)
6,26
3. Pedal 5,9 5,0 6,8 7,8 5,8
(m/s2)
Sumber: Data Primer,2023
Keterangan:
P1 = Pengukuran Getaran 1
P2 = Pengukuran Getaran 2
P3 = Pengukuran Getaran 3
P4 = Pengukuran Getaran 4
P5 = Pengukuran Getaran 5
2. Hasil pengukuran Getaran yang dilakukan di halaman parkiran Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari Jumat, 03 Maret 2023
pada pukul 10.02-10.17 WITA, pada Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2021.
14
15
1
2. Sadel 1,4 0,5 0,9 0,7 1,5
(m/s2)
9,04
3. Pedal 7,6 7,7 9,8 10,2 9,9
(m/s2)
B. Analisis Data
1. Motor Matic Yamaha Fino tahun 2021 menggunakan Vibration Meter
Lutron VB-8201HA
a. Getaran pada stang
P1+P2+P3+P4+P5
Rata-Rata =
Banyak Data
2,3+3,0+4,6+3,7+3,1
= = 3,34 m/s2
5
2,6+2,6+2,8+1,2+3,1
= = 2,46 m/s2
5
5,9+5,0+6,8+7,8+5,8
= = 6,26 m/s2
5
4,5+5,3+5,4+5,4+6,1
= = 5,34 m/s2
5
1,4+0,5+0,9+0,7+1,5
= = 1 m/s2
5
17
7,6+7,7+9,8+10,2+9,9
= = 9,04 m/s2
5
C. Pembahasan
1. Pengukuran Getaran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021 dan motor
Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,38 m/s² dan motor Non Matic Jupiter
2014 yaitu sebesar 5,34 m/s². Getaran pada stang merupakan getaran yang
termasuk dalam kategori getaran sebagian tubuh, karena getaran yang
dihasilkan hanya pada tangan dan lengan. Berdasarkan Permenkes Nomor
70 Tahun 2016 tentang Standar Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Industri, disebutkan Nilai Ambang Batas untuk getaran sebagian
(lokal/tangan) dengan durasi pajanan 8 jam/hari kerja mempunyai nilai
frekuensi dominan sebesar 5 m/s² (meter/detik²). Dari nilai frekuensi
dominan tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan
oleh stang motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah sebesar 2,38 m/s²
dari pada motor Non Matic Jupiter 2014 yaitu sebesar 5,34 m/s². Sehingga
dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha 2021 tidak melampaui syarat
karena intensitas getaran yang dihasilkan berada dibawah Nilai Ambang
Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 telah
melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan berada diatas
Nilai Ambang Batas.
Dampak getaran yang terjadi di profil kendaraan, dimana getaran
yang mempengaruhi salah satu bagian tubuh, disebut getaran segmental,
getaran segmental pada lengan tangan atau Hand-Arm Vibration (HAV)
18
2. Pengukuran Getaran pada bagian sadel motor Matic Yamaha Fino 2021 dan
Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada sadel motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,2 m/s² dan motor Non Matic Yamaha
Jupiter 2014 yaitu sebesar 1 m/s2. Getaran pada sadel motor merupakan
getaran yang termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh, dikarenakan
getaran yang dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh. Berdasarkan
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) Lingkungan Kerja bahwa Nilai Ambang Batas untuk pejanan seluruh
tubuh dengan durasi pejanan 8 jam/hari mempunyai nilai percepatan pada
frekuensi dominan sebesar 0,8661 m/s². Dari nilai frekuensi dominan
tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan oleh
sadel motor Matic Yamaha 2021 lebih tinggi yaitu sebesar 2,2 m/s² dan pada
motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 lebih rendah yaitu sebesar 1 m/s².
Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha 2021 telah
19
3. Pengukuran Getaran pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 dan Non Matic
Yamaha Jupiter 2014
Hasil pengukuran pada pedal motor Matic Yamaha Fino 2021
memiliki nilai rata-rata yaitu sebesar 2,36 m/s² dan motor Non Matic
Yamaha Jupiter 2014 yaitu sebesar 9,04 m/s2. Getaran pada sadel motor
merupakan getaran yang termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh,
dikarenakan getaran yang dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh.
Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja bahwa Nilai Ambang Batas
untuk pejanan seluruh tubuh dengan durasi pejanan 8 jam/hari mempunyai
nilai percepatan pada frekuensi dominan sebesar 0,8661 m/s². Dari nilai
frekuensi dominan tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang
dihasilkan oleh pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah yaitu
sebesar 2,36 m/s² dan pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 yaitu
sebesar 9,04 m/s². Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha
Fino 2021 tidak melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan
20
berada dibawah Nilai Ambang Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic
Yamaha Jupiter 2014 telah melampaui syarat karena intensitas getaran yang
dihasilkan berada diatas Nilai Ambang Batas.
Dampak getaran yang kita rasakan saat kita mengendari kendaraan
membuat kita merasa tidak nyaman sehingga pengaruh selanjutnya adalah
mudah dan cepatnya kita merasakan kelelahan terlebih bila menempuh
perjalanan yang cukup jauh dan dalam waktu yang cukup lama. Biasanya
seorang pengendara sepeda motor kerap merasakan lelah dan pegal pada
bagian punggung dan kaki mereka. Solusinya yaitu penting untuk
mendeteksi getaran dan selanjutnya dilakukan usaha untuk meminimalisasi
getaran yang terjadi sehingga kenyamanan dapat diraih dan kerusakan yang
ditimbulkan dapat diminimalisasi atau bahkan dihilangkan. (Rokhman,
2016)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil pengukuran getaran pada bagian stang, sade l, dan pedal pada Motor
Matic Yamaha Fino 2021 yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2023, pada
jam 10.02 WITA di halaman gedung FKM UHO. Sementara untuk hasil
pengukuran getaran pada bagian stang, sadel, dan pedal pada Motor Non-
Matic Yamaha Jupiter 2014 yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2023,
pada jam 10.17 WITA di halaman gedung FKM UHO.
2. Dari hasil pengukuran getaran pada stang motor Matic Yamaha Fino 2021
dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu sebesar
2,38 m/s2, yang mengakibatkan getaran sebagian tubuh. Sementara hasil
dari pengukuran getaran pada stang moto Non Matic Yamaha Jupiter 2014
yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 5,34 m/s2, yang mengakibatkan
getaran sebagian tubuh. Dari dua hasil pengukuran tersebut, motor Matic
Yamaha Fino 2021 masih aman dan tidak melebihi standar nilai ambang
batas, sedangkan motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 melebihi standar
nilai ambang batas. Karena berdasarkan Permenkes Nomor 70 Tahun 2016
tentang Standar Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, nilai
ambang batas getaran untuk pajanan lengan dan tangan dengan pemajanan
8jam/hari mempunyai percepatan pada frekuensi dominan sebesar 5 m/s2.
3. Dari hasil pengukuran getaran pada sadel motor Matic Yamaha Fino 2021
dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu sebesar
2,36 m/s2, yang mengakibatkan getaran seluruh tubuh. Sementara hasil dari
pengukuran getaran pada sadel motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014
dengan nilai rata-rata sebesar 9,04 m/s2. Getaran pada sadel
21
22
4. Hasil pengukuran pada pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 yaitu
diperoleh nilai rata-rata sebesar 2,36 m/s2, dan Non Matic Yamaha Jupiter
2014 dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengukuran tersebut yaitu
sebesa 9,04 m/s2. Getaran pada sadel motor merupakan getaran yang
termasuk dalam kategori getaran seluruh tubuh, dikarenakan getaran yang
dihasilkan mempengaruhi seluruh tubuh. Dari nilai frekuensi dominan
tersebut, dapat diketahui bahwa intensitas getaran yang dihasilkan oleh
pedal motor Matic Yamaha Fino 2021 lebih rendah yaitu sebesar 2,36 m/s²
dan pada motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 yaitu sebesar 9,04 m/s².
Sehingga dapat diketahui bahwa motor Matic Yamaha Fino 2021 tidak
melampaui syarat karena intensitas getaran yang dihasilkan berada dibawah
Nilai Ambang Batas. Sedangkan, pada motor Non Matic Type Yamaha
Jupiter 2014 telah melampaui syarat karena intensitas getaran yang
dihasilkan berada diatas Nilai Ambang Batas.
B. Saran
1. Bagi Universitas, diharapkan agar Universitas lebih meningkatkan peluang
kepada mahasiswa/i untuk mengontrol bahaya dari getaran yang dapat
membahayakan masyarakat khususnya para pekerja.
2. Bagi Fakultas, kedepannya pihak fakultas agar lebih memfasilitasi
praktikan dalam melakukan kegiatan praktikum getaran.
3. Bagi praktikan, sebaiknya dalam melakukan percobaan harus lebih teliti
dan efisien dalam mengamati waktu dan hasil pengukuran intensitas getaran
yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Arstianti, H. (2019). Pengujian, dan Analisis Getaran Torsional dari Perangkat Uji
Sistem Poros-Rotor.
Rahmatullah, S. (2022). Kendaraan Pada Profil Stang Sepeda Motor Honda Beat
Keluaran Tahun 2018.
Rokhman, T. (2016). Analisis Getaran Pada Footrest Sepeda Motor Tipe Matic dan
Non- Matic. 4(2), 31–40.
Saloni Waruwu, F. Y. (2018). ISSN : 1963-6590 ( Print ) ISSN : 2442-2630 ( Online ).
ANALISIS FAKTOR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) YANG
SIGNIFIKAN MEMPENGARUHI KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK
PEMBANGUNAN APARTEMENT STUDENT CASTL, 14, 16.
Soputan, G. E. M., Sompie, B. F., & Mandagi, R. J. M. (2020). Manajemen resiko
kesehatan dan keselamatan kerja (K3) (Studi kasus pada pembangunan gedung
SMA Eben Haezar) [Work health and safety risk management (Case study of the
SMA Eben Haezar building development )]. Jurnal Ilmiah Media Engineering,
4(4), 229–238.
Spektrum Industri, 2014. (2004). pengembangan konsep sepeda. 0271, 231–240.
Sukoharjo, D. I. (2019). HUBUNGAN GETARAN LENGAN-TANGAN DEGAN HAND
ARM VIBRATION SYNDROME PADA PEKERJA BAGIAN PEMOTONGAN
DAN PENGHALUSAN PENGRAJIN GITAR. 3(April), 277–284.
Volkers, M. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. Αγαη, 8(5), 55.
Zalukhu, F. F. P. (2022). Pengetahuan tentang hazard dalam pemberian asuhan
keperawatan untuk keselamatan dan kesehatan kerja (k3). 15.
23
LAMPIRAN
Pengukuran Getaran pada Stang Motor Matic Yamaha Fino 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Pengukuran Getaran pada Stang Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Lampiran 2. Pengukuran Getaran Sadel Motor Matic Yamaha Fino 2021 dan
Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Pengukuran Getaran pada Sadel Motor Matic Fino Yamaha 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Pengukuran Getaran pada Sadel Motor Non Matic Jupiter Yamaha 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Lampiran 3. Pengukuran Getaran pedal pada Motor Matic Yamaha Fino
2021, dan Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014
Pengukuran Getaran pada pedal Motor Matic Yamaha Fino 2021 di pelataran
parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo
Pengukuran Getaran pada Pedal Motor Non Matic Yamaha Jupiter 2014 di
pelataran parkiran Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu oleo