Anda di halaman 1dari 23

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

A. Landasan Teori

1. Budaya Organisasional

a. Definisi Budaya Organisasional

Budaya organisasional adalah sistem makna bersama yang

dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasional itu

dari organisasional-organisasional lain. Berbagai organisasional

bisnis juga datang dengan mereka yang memiliki budaya untuk

memberikan dampak pada organisasional operasi. Budaya

organisasional adalah sebuah konsep yang penuh makna abstrak,

didasarkan pada tujuan penelitian dan berbagai penelitian mata

pelajaran, menyimpulkan berbagai jenis organisasional budaya

Chang dan Lee (2007). Dalam (Chang dan Lee ,2007) Selama

proses mendorong karyawan untuk mau belajar, untuk itu

diperlukan adanya budaya organisasional untuk mendukung

organisasional belajar sehingga tersedia untuk memperoleh,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

meningkatkan dan mentransfer pengetahuan yang diperlukan

dengan mudah.

Menurut Robbins (2008), budaya organisasional adalah

sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasional itu dari organisasional-organisasional

lain.

Budaya organisasional umumnya dipandang sebagai satu

set kunci nilai-nilai, asumsi, pemahaman, dan norma-norma yang

dianut oleh anggota sebuah organisasional dan diajarkan kepada

anggota baru (Daft, 2001).

Menurut ( Yiing & Ahmad, 2008) budaya organisasional

terdiri dari tiga kategori (bureaucratic, inovatife dan supportive).

Budaya bureaucratic adalah hirarkis, terkotak, terorganisir,

sistematis, memiliki garis tanggung jawab dan wewenang yang

jelas. Budaya inovatife mengacu pada kreatif, berorientasi pada

hasil dan lingkungan kerja yang menantang. Budaya supportive

yaitu mendukung kerja tim dan berorientasi pada orang,

mendorong dan percaya pada lingkungan kerja. Sebuah karyawan

dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan dan menyadari potensi

terbaik yang dia miliki, ketika ada kecocokan antara motivasi

individu dan budaya organisasional. Hal ini memiliki implikasi yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

signifikan dalam perekrutan, manajemen, motivasi, pengembangan

dan retensi karyawan.

b. Teori Budaya Organisasional

1) Budaya organisasional, selain kemampuan untuk

mengintegrasikan kegiatan sehari-hari karyawan untuk

mencapai tujuan yang direncanakan, juga dapat membantu

organisasional beradaptasi baik dengan lingkungan eksternal

untuk merespon secara cepat dan tepat (Daft, 2001).

2) Budaya organisasional adalah system yang dipercayai dan nilai

yang dikembangkan oleh organisasional di mana hal itu

menuntun perilaku dari anggota organisasional itu sendiri (

Wood et all, 2001 ).

c. Fungsi Budaya Organisasional

Fungsi-fungsi budaya organisasional menurut ( Robbins, 2008

).

1) Sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan

perbedaan antara satu organisasional dengan organisasional

lainnya.

2) Sebagai identitas anggota organisasional.

3) Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap suatu yang

lebih besar dari pada kepentingan individu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Budaya meningkatkan stabilitas system social.

Fungsi budaya organisasional menurut ( Riani, 2010 )

1) Memberi sence of identity kepada anggota organisasional untuk

memahami visi, misi dan menjadi bagianintegral dari

organisasional.

2) Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi

organisasional.

3) Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk

mengendalikan pelaku organisasional agar melaksanakan

tugas dan climatetanggung jawab mereka secara efekti dan

efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasional yang

telah disepakati bersama.

2. Perilaku Kepemimpinan

a. Definisi Perilaku Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

mempengaruhi kelompok menuju pencapaian tujuan. Bentuk

pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat menejerial

pada suatu organisasi. Kepemimpinan yang efektif merupakan hal

yang penting bagi setiap proyek dan perilaku kepemimpinan merupakan

variabel penting yang memiliki dampak yang signifikan terhadap

keberhasilan proyek manajemen. Bentuk pengaruh tersebut dapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

secara formal seperti tingkat menejerial pada suatu organisasi

(Robbins , 2008).

Kepemimpinan sebagai hubungan pengaruh antara

pemimpin dan pengikut untuk perubahan yang nyata dan hasil

yang mencerminkan berbagi tujuan mereka. Selama perjalanan

waktu, sejumlah dimensi atau aspek perilaku kepemimpinan telah

dikembangkan dan diterapkan, menemukan apa yang memberikan

kontribusi untuk kesuksesan dan kegagalan kepemimpinan (Daft,

2005)

Kepemimpinan berarti cara untuk menciptakan visi yang

jelas, mereka mengisi bawahan dengan kepercayaan diri,

diciptakan melalui koordinasi dan komunikasi (Bohn dan Grafton,

2002)

Saat ini, pendekatan kontijensi yang paling berpengaruh

terhadap kepemimpinan adalah teori Path-Goal, dikembangkan

oleh Robert House (Robbins, 2005). Teori ini menyatakan bahwa

tujuan utama dari pemimpin adalah untuk membantu bawahan

mencapai tujuan secara efektif, dan untuk memberikan mereka

arahan yang diperlukan dan dukungan untuk mencapai tujuan

mereka sebagai anggota organisasional (Silverthorne, 2001).

Kedua kontinjensi situasional dalam teori Path-Goal adalah:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) karakteristik pribadi anggota kelompok

2) lingkungan kerja (Daft, 2001).

Kepemimpinan direktif (initiating structure, berorientasi pada

tugas) memberitahu bawahan apa yang seharusnya mereka

lakukan. Perilaku kepemimpinan ini mirip dengan memulai struktur

atau berorientasi pada tugas gaya kepemimpinan. Kepemimpinan

suportif (pertimbangan; berorintasi pada orang) menunjukkan

kepedulian terhadap kesejahteraan bawahan dan kebutuhan

pribadi. Kepemimpinan partisipatif, kepemimpinan berkonsultasi

dengan bawahan tentang keputusan. Kepemimpinan berorientasi

pada prestasi, menetapkan tujuan yang jelas dan menantang bagi

bawahan. Tidak ada gaya kepemimpinan sangat ideal untuk setiap

situasi (Rad dan Yarmohammadian, 2006).

Gaya kepemimpinan direktif adalah gaya kepemimpinan

yang menunjukkan keterlibatan pemimpin dalam komunikasi satu

arah, menetapkan peranan bawahan, dan memberitahu bawahan

tentang apa yang harus dikerjakan, di mana dan bagaimana

melakukannya serta ketat dalam mengawasi pelaksanaan tugas.

Gaya kepemimpinan direktif diukur dari dimensi-dimensi:

mengganti bawahan yang tidak patuh dengan yang lebih patuh,

selalu mengecek kinerja bawahan baik disiplin maupun

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keseriusannya dalam bekerja, dan memberikan sanksi kepada

bawahan yang berselisih dengan rekannya. Gaya kepemimpinan

suportif adalah gaya kepemimpinan yang merujuk pada

keterlibatan pemimpin pada komunikasi dua arah, mendengar,

mendorong, serta melibatkan pengikut dalam pemecahan masalah

dan pembuatan keputusan. Gaya kepemimpinan suportif diukur

dari dimensi-dimensi: membantu pegawai baru untuk berinteraksi,

membantu bawahan untuk melaksanakan tugasnya, dan berusaha

mengetahui dan memahami keinginan dan aspirasi bawahan

(Yousef, 2000).

b. Teori kepemimpinan

1) Teori Sifat

Teori sifat kepemimpinan yaitu teori-teori yang

mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang

membedakan para pemimpin dari mereka yang bukan

pemimpin (Robbins, 2008).

2) Teori Perilaku

Teori perilaku kepemimpinan yaitu teori-teori yang

mengemukakan bahwa beberapa perilaku tertentu

membedakan pemimpin dengan mereka yang bukan pemimpin

(Robbins,2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Teori Kemungkinan

a) Model Fiedler

Model kemungkinan fiedler yaitu teori bahwa kelompok

yang efektif bergantung apda kesesuaian antara gaya

interaksi seorang pemimpin dengan bawahannyaserta

sejauh mana situasi tersebut menghasilkan kendali dan

pengaruh untuk pemimpin tersebut ( Robbins, 2008 ).

b) Teori Situasional Hersey dan Blanchard

Teori kepemimpinan situasional adalah teori

kemungkinan yang berfokus pada kesiapan para pengikut (

Robbins, 2008 ).

c) Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota

Teori pertukaran pemimpin anggota menyatakan bahwa

karena tekanan waktu, pemimpin membangun suatu

hubungan khusus dengan suatu kelompokkecil dari para

pengikutnya. Mereka membentuk kolompok orang dalam-

mereka percaya, memperoleh perhatian yang lebih besar

dari pemimpin, dan kemungkinan besar juga menerima hak

istimewa tertentu (Robbins, 2008).

d) Teori Jalan-Tujuan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Teori yang mengemukakan bahwa merupakan tugas

pemimpin untuk membantu para pengikut dalam mencapai

tujua-tujuan mereka dan untuk member pengarahan yang

dibutuhkan dan/atau tidak dukungan untuk memastikan

bahwa tujuan-tujuan mereka selaras dengan tujuan umum

kelompok atau organisasional (Robbins, 2008).

3. Komitmen Organisasional

a. Definisi Komitmen Organisasional

Komitmen organisasional adalah keyakinan karyawan dalam

tujuan organisasio dan nilai-nilai, keinginan untuk tetap menjadi

anggota organisasi dan loyalitas terhadap organisasional (Mowday

et al, 1982; Hackett et al, 2001). Dengan meningkatkan kecepatan

dan skala perubahan dalam organisasi, manajer terus-menerus

mencari cara untuk menghasilkan komitmen karyawan, yang

diterjemahkan menjadi keuntungan kompetitif dan meningkatkan

sikap kerja seperti kepuasan kerja, kinerja, absensi, dan keinginan

untuk pindah (Lok dan Crawford, 2001; Yousef, 2000).

Allen dan Meyer (1990) mengkonseptualisasikan model

komitmen organisasional dan mengidentifikasi menjadi tiga

komponen:

1) affective

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) continue

3) normative

Komponen affective mengacu pada keterikatan emosional

karyawan untuk mengidentifikasi dan terlibat dalam organisasional.

Banyak penelitian dilakukan pada komitmen organisasional

difokuskan pada komitmen afektif. Komponen continue mengacu

pada komitmen berdasarkan biaya yang timbul atas turn over

karyawan yang terjadi di perusahaan tersebut. Komponen

normative mengacu pada perasaan karyawan tentang kewajiban

untuk tetap tinggal di dalam organisasional (Brunetto dan Farr-

Wharton, 2003).

Banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa tingkat

dukungan organisasional dan manajer membuat karyawan merasa

terlibat dalam pengambilan keputusan, jumlah umpan balik yang

diterima tentang kinerja dan peran pekerjaan, perilaku

kepemimpinan dan pengaruh budaya organisasional, apakah

seseorang memiliki komitmen organisasional tinggi atau rendah (

Yiing & Ahmad, 2008).

4. Kepuasan kerja

a. Definisi Kepuasan Kerja

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kepuasan kerja sebagai kumpulan perasaan bahwa seorang

individu loyal terhadap pekerjaannya. Banyak faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, seperti ditinjau oleh Rad

dan Yarmohammadian (2006) yaitu absensi, ekspresi keluhan,

keterlambatan, moral rendah, omset tinggi, peningkatan kualitas

dan partisipasi dalam pengambilan keputusan (Robbins, 2005).

Kepuasan kerja ( job satisfaction ) data didefinisikan sebagai

suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang

merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya ( Robbins,

2008). Kepuasan kerja merupakan sikap umum individual tentang

perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja bukanlah berarti seberapa keras atau

seberapa baik seseorang bekerja, melainkan seberapa jauh

seseorang mengenai pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan

promosi atau pendidikan, pengawasan, rekan kerja, beban kerja

dan lain-lain (Hughes, 2012)

b. Faktor Kepuasan Kerja

Ada lima faktor penentu kepuasan kerja Robins (2008), yaitu:

1) Pekerjaan itu sendiri

Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang

menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas

kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan

kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan,

tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja,

kemajemukan, dan kreativitas.

2) Gaji

Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari

jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajad sejauh mana gaji

memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji

diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan

terhadap kepuasan kerja.

3) Kesempatan atau promosi

Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan

memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan

untuk kenaikan jabatan.

4) Supervisor

Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan

perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan

hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan

kerja yang paling besar dengan atasan.

5) Rekan kerja

Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan

terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada

tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.

c. Mengukur Kepuasan Kerja

Terdapat dua pendekatan yang menurut ( Robbins, 2008 )

paling banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan kerja:

1) Angka-nilai global tunggal (single global rating)

Metode ini dilakukan dengan cara meminta pegawai untuk

mengisi/menjawab satu pertanyaan, seperti: seberapa puaskah

anda dengan pekerjaan anda? Kemudian responden (pegawai)

dapat menjawab dengan pilihan-pilihan yang tersedia, misalnya

responden dapat memilih angka 1 sampai 5, yang mewakili

“sangat puas” sampai “sangat tidak puas”.

2) Skor Penjumlahan (summation score)

Metode ini merupakan metode yang lebih maju. Untuk

menggunakan metode ini maka perlu diketahui terlebih dahulu

unsur-unsur utama dalam pekerjaan. Kemudian menanyakan

kepada pegawai tentang bagaimana pendapatnya atau

perasaannya terhadap unsur-unsur tersebut. Aspek-aspek yang

biasanya ditanyakan dapat meliputi; sifat dasar pekerjaan,

tingkat upah, tunjangan, promosi jabatan, penyeliaan,

hubungan dengan rekan kerja, hubungan dengan atasan dan

lain-lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Teori kepuasan Kerja

Tiga teori kepuasan kerja menurut ( Hughes et all, 2012 ).

1) Afektivitas

Afektivitas mengacu pada kecenderungan seseorang untuk

bereaksi terhadap rangsangan dalam sikap emosi yang

konsisten.

a) Afektifitas negatif sercara konsisten bereaksi terhadap

perubahan, peristiwa atau situasi dalam sikap negatif.

b) Avektivitas positif secara konsisten bereaksi terhadap

perubahan, peristiwa atau situasi dalam sikap positif.

2) Teori dua faktor Herzberg

Menurut teori dua factor, usaha yang diarahkan pada perbaikan

factor kebersihan tidak akan meninbgkatkan motivasi atau

kepuasan pengikut. Sebesar apapun usaaha pemimpin

memperbaiki kondisi kerja, gaji, atau kebijakan cuti sakit, tidak

akan mengerahkan usaha lebih atau mencoba lebih gigih.

3) Keadilan organisasionalonal

Yaitu pendekatan kognitif yang di dasarkan pada premis bahwa

orang-orang yang diperlakukan secara tidak adil menjadi

kurang produktif, kurang puas dan kurang berkomitmen pada

organisasional mereka.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Kinerja Karyawan

a. Definisi Kinerja Karyawan

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

upaya mencapai tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar

hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika ( Rivai &

Basri, 2004 ).

Dilihat dari sudut pandang ahli yang lain, kinerja adalah

banyaknya upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya (

Robbins, 2001 ). Sementara itu menurut Bernadin & Russell dalam

Gomes ( 2001 ) kinerja adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi

suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu

tertentu.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapain oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja merupakan

hasil pekerjaan yang sesuai dengan tujuan organisasional,

misalnya kualitas kerja, efisiensi, dan criteria efektifitas lainnya

(Riani, 2010).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kinerja menurut (Wirawan, 2009), adalah keluaran yang

dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau

suatu profesi dalam waktu teretentu.

b. Ukuran-ukuran dari kinerja karyawan

Ukuran-ukuran dari kinerja karyawan menurut (Riani, 2010).

1) Quantity of work ; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu

periode yang ditentukan.

2) Quality of work: kualitas kerja yang ingin dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dari kesiapannya.

3) Job knowledge: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

4) Creativeness: keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan

dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan yang timbul.

5) Cooperation: kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain

atau sesama anggota organisasional.

6) Dependability: kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal

kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

7) Initiative : semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan

dalam memperbesar tanggung jawabnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8) Personal qualities: menyangkut kepribadian, kepemimpinan,

keramahan dan integrasi pribadi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Faktor-faktor uang mempengaruhi kinerja menurut Steers (

dalam Riani, 2010 ).

1) Kemampuan, kepribadian dan minat kerja.

2) Kejelasan dan penerimaanatau penjelasan peran seorang

pekerja yang merupakan taraf pengertian dan penerimaan

seseorang atas tugas yang diberikan kepadanya.

3) Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energy yang mendorong

mengarahkan dan mempertahankan perilaku.

B. Hubungan antar Variabel

1. Hubungan antara perilaku kepemimpinan terhadap komitmen

organisasional.

Penelitian yang telah dilakukan Chang dan Lee (2007)

mengemukakan bahwa perilaku kepemimpianan berarti cara untuk

menciptakan visi yang jelas, mereka memberi dorongan kepada

bawahan agar mereka percayaan diri, diciptakan kerjasama melalui

koordinasi dan komunikasi yang detail. Dengan adanya perilaku

kepemimpinan tersebut menimbulkan keyakinan karyawan dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tujuan organisasional dan nilai-nilai, keinginan untuk tetap menjadi

anggota organisasional dan loyalitas terhadap organisasional.

Yiing dan Ahmad (2008) menyatakan bahwa perilaku

kepemimpinan direktif, partisipatif dan suportif tidak memiliki

hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi

Temuan Yousef (2000), melaporkan kepuasan yang lebih tinggi

dan kinerja yang tinggi ketika pemimpin mereka menggunakan gaya

kepemimpinan directive yaitu diberi tugas yang sangat terstruktur,

sedangkan gaya kepemimpinan supportive lebih disukai untuk

masalah yang tidak terstruktur. Hal itu membuat mereka merasa lebih

berkomitmen terhadap kerja mereka dan merasa lebih nyaman.

Penelitian yang telah dilakukan (Blau, 1985; Williams dan

Hazer, 1986) menjelaskan bahwa kepemimpinan berpengaruh dalam

menghasilkan komitmen. Karyawan yang berkomitmen sangat terlibat

dalam organisasional mereka, dan lebih bersedia untuk dimasukkan

ke dalam berbagai kegiatan di tempat kerja, dan memiliki keinginan

yang kuat untuk tetap tinggal dalam organisasional mereka.

Dari hal tersebut dapat disusun sebuah hipotesis sebagai

berikut :

H1 : Perilaku kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen

organisasional.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Hubungan budaya organisasional terhadap hubungan antara

perilaku kepemimpinan dan komitmen organisasional.

Seorang karyawan dapat menjadi lebih efektif dalam pekerjaan

dan menyadari potensi terbaik yang dia miliki, ketika ada kecocokan

antara motivasi individu dan budaya organisasional, penelitian ini

menemukan bahwa kombinasi harmonis perilaku kepemimpinan yang

sesuai dengan jenis budaya organisasional dapat berpengaruh positif

terhadap komitmen dan kinerja karyawan Chang dan Lee (2007)

Budaya organisasional secara umum ditemukan menjadi

moderator yang signifikan dalam hubungan antara perilaku

kepemimpinan dan komitmen organisasional. Budaya organisasional

umumnya memiliki efek moderasi yang signifikan terhadap hubungan

antara perilaku kepemimpinan dan komitmen organisasional, kecuali

untuk hubungan antara perilaku kepemimpinan directive dan komitmen

organisasional di bawah lingkungan bureaucratic (Yiing dan Ahmad:

2008 ).

Budaya bureaucratic, innovative dan supportive memiliki efek

moderasi yang signifikan pada hubungan antara participative dan

perilaku kepemimpinan supportive dan komitmen organisasional.

Hubungan antara perilaku kepemimpinan directive dan komitmen

organisasional secara signifikan dimoderasi oleh kedua budaya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

innovative dan supportive, namun budaya bureaucratic tidak

memoderasi (Yiing dan Ahmad; 2008 ).

Dari hal tersebut dapat disusun sebuah hipotesis sebagai

berikut :

H2 : Budaya organisasional memoderasi hubungan antara

perilaku kepemimpinan dan komitmen organisasional.

3. Hubungan komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja dan

kinerja.

Berdasarkan hasil penelitian Yiing dan Ahmad ( 2008 )

komitmen organisasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan

kepuasan kerja dan kinerja

Berdasarkan penelitian Chang dan Lee (2007) komitmen

organisasional dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dan

prestasi . Dengan demikian, jika karyawan menunjukkan tingkat

komitmen organisasional lebih tinggi, maka tingkat kepuasan kerja

akan lebih tinggi secara alami dan hal itu juga akan berpengaruh

terhadap kinerja mereka.

Blau (1985) dan Williams dan Hazer (1986) melaporkan bahwa

gaya kepemimpinan supportive memiliki pengaruh lebih besar pada

komitmen daripada gaya gaya kepemimpinan directive , sementara

Kim (2002) mengidentifikasi hubungan positif antara gaya manajemen

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

participative dan kepuasan kerja karyawan dan komitmen

organisasional.

Yousef (2000) meneliti peran komitmen organisasional

memoderasi hubungan antara perilaku kepemimpinan dengan

kepuasan kerja dan kinerja, khususnya dalam multikultural, negara

non-Barat. Hasil dari berbagai organisasional di Uni Emirat Arab

menyarankan mereka yang menganggap atasan mereka yang

mengadopsi gaya kepemimpinan consultative atau participative lebih

berkomitmen untuk organisasional mereka, lebih puas dengan

pekerjaan mereka, dan kinerja mereka lebih tinggi.

Ketika karyawan tidak puas di tempat kerja, mereka kurang

berkomitmen dan akan mencari kesempatan lain untuk berhenti. Jika

kesempatan tidak tersedia, mereka mungkin secara emosional atau

mental "menarik diri" dari organisasional. Dengan demikian, komitmen

organisasional dan kepuasan kerja adalah sikap yang penting dalam

menilai niat karyawan untuk berhenti dan kontribusi keseluruhan

karyawan terhadap organisasional (Caykoylu 2007).

Dari hal tersebut dapat disusun sebuah hipotesis sebagai

berikut :

H3 : Komitmen organisasional berpengaruh terhadap

kepuasan kerja dan kinerja.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Hubungan budaya organisasional pada hubungan antara

komitmen organisasional dan kepuasan kerja dan kinerja.

Penelitian Yiing dan Ahmad ( 2008 ) mengemukakan bahwa

budaya organisasional memainkan peran penting dalam menghasilkan

komitmen organisasional, kepuasan kerja dan kinerja.

Budaya organisasional supportive ditemukan menjadi moderasi

yang signifikan dalam hubungan antara komitmen organisasional dan

kepuasan kerja serta prestasi kerja. Budaya bureaucratic, innovative

tidak signifikan mempengaruhi hubungan antara komitmen

organisasional dengan kepuasan kerja serta prestasi kerja (Yiing dan

Ahmad; 2008).

Yousef (2000) meneliti peran budaya organisasional

memoderasi hubungan antara komitmen organisasional, kepuasan

kerja dan kinerja. Hasil dari penelitian tersebut bahwa budaya

organisasional yang dianut oleh perusahaan mereka akan

mempengaruhi tingkat komitmen, kepuasan serta kinerja mereka.

Dari hal tersebut dapat disusun sebuah hipotesis sebagai

berikut :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H4 : Budaya organisasional berpengaruh pada hubungan

antara komitmen organisasional dan kepuasan kerja dan kinerja.

C. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar

variabel yang dikonsepkan dapat digambarkan dalam bentuk model

yang mendeskripsikan analisis efek moderasi budaya organisasional

terhadap hubungan perilaku kepemimpinan dan komitmen

organisasional serta komitmen organisasional dan kepuasan kerja

dan kinerja. Berikut adalah model dalam penelitian ini.

H1
Perilaku Kepemimpinan H2
Directive
Komitmen Organisasi
Participative
supportive Budaya Organisasi
Bureaucratic
Innovative
supportive

H4
Komitmen Organisasi Kepuasan Kerja
H3 Kinerja

Gambar I. 1

Sumber : Yiing dan Ahmad ( 2008 )

Variable independen: Perilaku Kepemimpinan

Variable moderasi : Budaya Organisasi

Variable dependen : Komitmen Organisasional. Kepuasan Kerja. Kinerja

BAB III

commit to user

Anda mungkin juga menyukai