OLEH
Mira hartati
NPM 22.14901.14.39
Dosen Pembimbing
Ns.Nuriza Agustina, S,Kep., M.Kes.,M.Ke.
2. Etiologi Ispa
Penyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Penyebab dari penyakit ini
adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut
mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan
tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Maramis, 2013).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi
saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus (Kusumawati, 2010).
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia
dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu (Kusumawati, 2010).
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat
keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya
edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas (Maramis, 2013).
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain
malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran
pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi
pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Kusumawati,
2010).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat
menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan
infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak
(Hariani, dkk, 2014).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Kusumawati, 2010).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang
peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
saluran nafas (Hariani, dkk, 2014).
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu (1) Tahap patogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi
apa-apa. (2) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.(3) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah. (4) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.(5) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia
(Kusumawati, 2010).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Firdausia, 2013).
Adapun tanda dan gejala yang sering muncul, antara lain :
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai
tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan
nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda
ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Kusumawati, 2010).
4. Patofisiologi Ispa
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah pharing atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kusumawati, 2010).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut
(Kusumawati, 2010).
Patoflow (bagan/alur)
WOC
ISPA
B2 ( Blood ) B5 ( Bowel )
B3 ( Brain ) B4 blader
B1 (Breath) B6 ( Bone)
Invasi kuman Menginvasi sel Aktivasi sistem imun
dehidrasi Penumpukan sekresi
Menginvasi sel mukus pada jalan
Merangsang tubuh untuk Sel mengirimkan sinyal
Limpadepati regional
mengeluarka zat pirogen
Respon pertahanan sel Kehilangan cairan intraseluler Suplai jaringan o2 menurun
Aktivasi sistem imun
Kongesti pd hidung
Menyumbat makanan
Produksi mukus meningkat hipotalamus Penurunan metabolisme sel
Volume sirkulasi menurun
Retensi mukus
MK: Bersihan nafas tidak
disfagia
efektif Rasa penuh dengan kongesti MK:defisit volume cairan MK:
MK:hipertermi
intoleransi aktivitas akttivitas
MK:
MK: nyeri akut gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
5. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Marilyn Dongoes (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita
2) CT – Scan sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.
3) Darah Lengkap : Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi (Serviyanti, 2013).
4) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
5) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan,
6. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5 sampai
6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan
pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan komplikasi seperti: Kejang
demam, sinusitis,radang paru paranasal, penutupan tuba eustachi, empiema, meningitis dan
bronco pneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang menular
(gastiyah, 2005).
7. Penatalaksanaan Ispa
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis, misalnya
ekspektoransia untuk mengatasi batuk, sedatif untuk menenangkan pasien, dan anti peiretik
untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Penghisapan
lendir hidung tidak efektif dan sering menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk
pengeluaran sekret adalah dengan membaringkan bay i tengkurap. Pada anak besar dapat
diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan
antibiotik. Batuk yang produktif (pada bronkoinfeksi dan trakeitis) tidak boleh diberikan
antitusif, misalnya : kodein, karena menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah,
penumpukan sekret hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan
tersebut, terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran ( Firdausia,
2013).
a. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
7) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
8) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan
tiga kali sehari.
P(Paliative) yaitu faktor yang memperberat dan meringankan keluhan utama dari sesak,
apa yang dapat memperberat/meringankan keluhan utama seperti sesak pada penderita
Ispa. Aktivitas apa yang dapat yang dilakukan saat gejala pertama dirasakan, apa ada
hubungan dengan aktivitas. Q (Quantity) seberapa berat gangguan yang dirasakan klien,
bagaimana gejala yang dirasakan, pada saat dikaji apa gejala ini lebih berat atau lebih
ringan dari yang sebelumnya. R (Regio) dimana tempat terjadinya gangguan, apakah
mengalami penyebaran atau tidak.S(Skala) seberapa berat sesak yang diderita klien.
(Timing) kapan keluhan mulai dirasakan, apakah keluhan terjadi mendadak atau
B. Pengkajian
1) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breating), Inspeksi didapatkan pernafasan cepat, klien sesak nafas,
menggunakan otot bantu nafas. Ada sianosis pada bibir dan dasar kuku, warna kulit agak
pucat, ada pernapasan cuping hidung dan retraksi dada. Palpasi terdapat taktil fremitus
meningkat, gerakan dada tidak simetris. Perkusi terdapat pekak pada area paru.
Sedangkan Auskultasi ditemukan bunyi nafas ronkhi (+).
b) B2 (Blood) , pada pasien dengan Ispa pengkajian yang didapat meliputi inspeksi yaitu
didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, palpasi didapatkan denyut nadi perifer
melemah, perkusididapatkan bahwa batas
jantung tidak mengalami pergeseran sedangkan auskultasi terdapat tekanan darah
biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
c) B3 (Brain), pasien dengan Ispa yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan perfusi berat. Pada pengkajian objektif, wajah pasien
tampak meringis, menangis, merintih, mengerang, dan menggeliat.
d) B4 (Bladder) , pengukuran volume urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut tanda awal dari syok.
e) B5 (Bowel) , pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f) B6 (Bone) , kelemahan dan keletihan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus Ispa berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan (SDKI, 2018) yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001, hal 18)
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003, hal 22)
3. Gangguan keseimbangan suhu tubuh (D.0130, hal 284)
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (D.0019, hal 56)
5. Intoleransi aktivitas (D.0056, hal 128).
No. SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Bersihan Jalan Napas (L.01001) Latihan Batuk Efektif (I.01006)
(D.0001) Definisi : Kemampuan membersihkan sekret Definisi :
atau obstruksi jalan nafas untuk Tindakan
Kategori : Fisiologis
mempertahkan jalan nafas tetap pasien. Observasi :
Subkategori : Respirasi
- Identifikasi kemampua batuk
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan Setelah melakukan tindakan keperawatan - Monitor adanya retensi sputum
sekret atau obstruksi jalan napas untuk selama 2 x 24 jam maka status Bersihan - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
mempertahankan jalan napas tetap paten. Jalan Napas pasien membaik dengan kriteria napas
Penyebab : hasil : - Monitor input danoutput cairan (mis.
Fisiologis 1. Batuk Efektif Jumlah dan karakteristik)
- Spasme jalan napas
Terapeutik :
- Hipersekresi jalan napas
- Atur posisi semi-fowler atau fowler
- Disfungsi neuromuskler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
- Benda asing dalam jalan napas
pasien
- Adanya jalan napas buatan
- Buang sekret pada tempat sputum
- Sekresi yang tertahan
- Hiperplasia dinding jalan napas Edukasi :
- Proses infeksi - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
- Respon alegri efektif
- Efek agen farmakologis (mis. - Anjurkan tarik napas dalam melalui
Anastesi) hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut
Situasional dengan bibir muncucu (dibulatkan)
- Merokok aktif selama 8 detik
- Merokok pasif - Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
- Terpajan polutan hingga 3 kali
Gejala dan Tanda Mayor : - Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Subjektif setelah tarik napas dalam yang ketiga
(Tidak tersedia) Kolaborasi :
Objektif Kolaborasi pemberian mukolitik atau
1. Batuk tidak efektif ekspektoran, jika perlu
2. Tidak mampu batuk Manajemen Jalan Napas (I.01011)
3. Sputum berlebih Tindakan
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi Observasi :
kering 1. Monitor pola napas ( frekuensi,
5. Mekonium di jalan napas (pada kedalaman, usaha napas)
neonatus) 2. Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkh
Gejala dan Tanda Minor : i kering)
Subjektif 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Dispnea Terapeutik :
2. Sulit bicara 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Ortopnea dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
Objektif thrust jika curiga trauma servikal)
1. Gelisah 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
2. Sianosis 3. Berikan minum hangat
3. Bunyi napas menurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Frekuensi napas berubah 5. Lakukan penghisapan lendir kurang
5. Pola napas berubah dari 15 detik
Kondisi klinik terkait : 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- Gullian barre syndrome penghisapan endotrakeal
- Sklerosis multipel 7. Keluarkan sumbatan benda padat
- Myasthenia gravis dengan forsep McGill
- Prosedur diagnostik (mis. 8. Berikan oksigen, jika perlu
Bronskoskopi, Transesophageal echo
cardiography) Edukasi :
- Depresi sistem saraf pusat 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
- Cedera kepala jika tidak kontraindikasi
- Stroke 2. Ajarkan teknik batuk efektif
- Kuadriplegia
- Sindrom aspirasi mekonium Kolaborasi :
- Infeksi saluran napas Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheynes-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitot adanya produksi sputum
5. Montor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Moniotr nilai AGD
10. Moniotr hasil X ray thoraks
Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauanInfomasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Gangguan Pertukaran Gas (D.0001) Pertukaran Gas (L.01003) Latihan Batuk Efektif (I.01006)
Kategori : Fisiologis Definisi : Oksigenasi dan/atau, Eliminasi Definisi :
Subkategori : Respirasi karbondioksida pada membran alveoli Tindakan
Definisi : Kelebihan atau kekurangan kapiler dalam batas normal. Observasi :
2. oksigenasi dan/atau eleminasi - Monitor frequensi, irama, kedalaman
karbondioksida pada membran alveolus- dan upaya nafas
kapiler. - Monitor pada nafas (spt bradibnea,
Setelah melakukan tindakan keperawatan
takipnea, hiperventilasi, kusmaul,
selama 2 x 24 jam maka status Pertukaran
Penyebab : Gas pasien membaik dengan kriteria hasil : cheyne-strokes, biot, ataksik)
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 1. Tingkat Kesadaran Meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
2. 2Perubahan membran alveolus- - Monitor adanya produksi sputum
kapiler - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Gejala dan Tanda Mayor : - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Subjektif - Auskultasi bunyi nafas
Dispnea Terapeutik :
Objektif - Atur interval pemantauan respirasi
1. PCO2 meningkat/menurun sesuai kondisi pasien
2. PO2 menurun Terapi Oksigen :
3. Takikardia - Monitor kecepatan aliran oksigen
4. pH arteri meningkat/menurun - Monitor aliran oksigen secara periodik
5. Bunyi napas tambahan dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
Gejala dan Tanda Minor : Terapeutik :
Subjektif - Bersihan sekret pada mulut, hidung dan
1. Pusing trakea, jika perlu
2. Penglihatan kabur - Pertahankan kepatenan jalan nafas
Objektif
1. Sianosis Dukungan ventilasi :
2. Diaforesis Observasi :
3. Gelisah - Monitor adanya kelelahan otot bantu
4. Napas cuping hidung nafas
5. Pola napas abnormal(cepat/lambat, Terapeutik :
regular/ireguler,dalam/dangkal) - Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. Warna kulit abnormal (mis.pucat, (nasal kanul, masker wajah, masker
kebiruan) rebreathing atau no rebeathing
7. Kesadaran menurun - Berikan bantuan resusitasi, jika perlu
Edukasi :
- Ajarkan pasien batuk efektif
- Ajarkan pasien melakukan relaksasi
Kondisi klinik terkait : nafas dalam
1. Penyakit paru obstruktif kronis Edukasi :
(PPOK) - Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension
Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L. 14134) Manajemen Hipertermia (I.15506)
Kategori : Lingkungan Definisi : pengeluaran suhu tubuh agar tetap Definisi : Mengidenfikasi dan mengelelolah
Subkategori : Keamanan dan Proteksi berada pada rentan normal peningkatan suhu akibat disfungsi termogulasi.
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas Tindakan
rentang normal tubuh Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi :
selama 2 x 24 jam diharapkan termoregulasi - Identifikasi penyebab hipertemia (mis.
Penyebab : membaik, dengan kriteria hasil : Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
1. Dehidrasi 1. Menggigil menurun. penggunaan inkubator)
2. Terpapar lingkungan panas 2. Kulit merah menurun. - Monitor suhu tubuh
3. Proses penyakit (mis. infeksi, kanker) 3. Pucat menurun. - Monitor kadar elektrolit
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan 4. Suhu tubuh membaik. - Monitor haluaran urine
3. suhu lingkungan 5. Suhu kulit membaik. - Monitor komplikasi akibat hipertermia
5. Peningkatan laju metabolisme 6. Tekanan darah membaik Terapeutik :
6. Respon trauma - Sediakan lingkungan yang dingin
7. Aktivitas berlebihan - Longgarkan atau lepaskan pakaian
8. Penggunaan inkubator - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
Gejala dan Tanda Mayor : - Ganti linen setiap hari atau lebih sering
Subjektif jika mengalami hiperhidrosis (keringat
(tidak tersedia) berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Objektif Selimut hipotermia atau kompres dingi
1. Suhu tubuh diatas nilai normal pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Gejala dan Tanda Minor : - Hindari pemberian antiperitik atau
Subjektif aspirin
(tidak tersedia) Edukasi :
Objektif - Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah Kolaborasi :
2. Kejang - Kolaborasi pemberian cairan dan
3. Takikardi elektrolit intravena, jika perlu
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai.
4. Manajemen Mood
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola
keselamatan, stabilisasi, pemulihan dan
perawatan gangguan mood (keadaan emosional
yang bersifat sementara).
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi mood
Terapeutik
- Berikan kesempatan untuk
menyampaikan perasaan dengan cara
yang tepat (Mis. Sandsack, terapi seni,
aktivitas fisik)
Edukasi
- Jelaskan tentang gangguan mood dan
penanganannya.
Kolaborasi
- Rujuk untuk psikoterapi (mis.perilaku,
hubungan interpersonal, keluarga dan
kelompok), jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Firdausia, A. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan Perilaku
Pencegahan ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Gang Sehat Pontianak.
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Hariani, dkk. 2014. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, Dan Asap Rokok Dengan Kejadian
ISPA Pada Anak Dipuskesmas Segeri Pangkep. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume
5 Nomor 5 Tahun 2014 ISSN : 23021721. Poltekkes Kemenkes Makassar dan STIKES
Nani Hasanuddin Makassar.
Kusumawati, 2010. Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan Lama
Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan Jenawi. Program Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Serviyanti, 2013. Pola Bakteri Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Di Puskesmas
Bahu. Bagian Mikrobiologi Universitas Sam Ratulangi Manado.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.