Anda di halaman 1dari 3

Nama : Diana Retno Andriyani

NIM : 16080324003
Kelas : Pendidikan Tata Niaga 16 A

1. Masalah pokok dalam penetapan tarif yaitu adanya penentuan secara pribadi oleh pihak
penyedia jasa transportasi padahal terdapat peraturan mengenai tarif dalam jasa
transportasi yang telah diatur oleh pemerintah berdasarkan peraturan yang ada, yang
seharusnya peraturan itu dipatuhi dan taati oleh penyedia jasa transportasi, namun pada
kenyataanya hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh penyedia jasa. Mereka
menetapkan harga sesuai dengan keinginan masing-masing sehingga penentuan tarif
antara penyedia jasa yang satu dengan yang lainnya berbeda. Masalah pokok yang lainnya
yaitu karena factor ekonomi yang mana sekarang baik itu kebutuhan sehari-hari dan
kbutuhan akan Bahan Bakar Minyak pun tinggi sehingga dengan hal tersebut penyedia
jasa menaikkan tarif yang bukan semestinya karena kenaikan-kenaikan pada dunia
perekonomian. Masalah pokok yang liannya yaitu karena adanya kegitana jual beli
transportasi yang mahal dari luar negeri serta pembiayaan suku cadang dan juga pajak
kendaraan atau transportasi yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kenaikan
penetapan tarif pada masing-masing penguna jasa transportasi.
Solusi dalam menangani hal tersebut yaitu adanya peraturan yang lebih tegas oleh
pemerintah dalam penetapan atau penentuan tarif pada penyedia jasa transportasi sehingga
apabila terjadi penyalahgunaan kewewenangan dalam penentuan tariff jasa transportasi
maka akan dikenai sangsi tersendiri, serta dengan adanya pengawasan yang lebih baik dan
cermat maka akan meminimalisirkan adanya penentuan pokok tarif yang dilakukan secara
pribadi oleh penyedia jasa transportasi, serta adanya kebijakan dari pemerintah untuk
diberlakukanya penetapan harga BBM yang seimbang serta menyeimbangkan
perekonomian pasar seperti harga kebutuhan sehari-hari yang relative setabil sehingga hal
tersebut tidak mempengaruhi kenaikan tariff pada penyedia jasa transportasi, karena juga
banyak masyarakat yang beranggapan bahwasanya jika harga BBM naik, kebutuhan
sehari-hari naik dan juga diimabgi oleh krus yang naik maka segala sesuatunya juga akan
naik maka dari hal tersebut ikutcampur turunnya pemerintah dalam membatasi dan
mengatasi hal tersebut pun diperlukan agar tariff pengunaan jasa transportasi juga
seimbang.
Seperti halnya yang saat ini terjadi pada transportasi bus antar kota dimana kondektur bus
menagih pembayaran kepada penumpang dengan harga yang tidak berdasarkan pada
peraturan yang berlaku, biasanya kondektur bus menagih antar penumpang juga berbeda
padahal kota tujuannya sama, hal tersebut terkadang dilakukan dengan motif ingin mencari
untung yang lebih dengan menambah jumlah nominal pada pembayaran tiket bus. Motif
itu dilakukan jika penumpang banyak sampai melebihi kapasitas angkut di bus tersebut
maka tari yang dikenakan pun dinaikkan karena anggpan mereka mau tidak mau
penumpang akan naik karena bus pun jarang dan pasti akan ramai juga, jika
penumpangnya setabil maka harga tetap normal mislanya saja keyika dari Surabay ke
Lamongan harga ketika penumpang sedang normal hanya Rp. 12.000 sampai Rp. 15.000
akan tetapi jiika bus ramai maka harga bisa mencapai Rp.20.000 per orang dari contoh
diatas maka seharusnya ada kebijakan penentuan tariff dari pemerintah agar pengguna jasa
pun tidak merasa dirugikan.
2. Penetapan tariff pada perusahaan jasa angkutan berbeda dengan penetapan barang dan jasa
karena pada dasarnya diantara kedua perusahaan itu sudah beda ranah jika perusahaan jasa
ia akan berfokus pada jasa angkutanya namun jika perusahaan barang dan jasa mereka kan
lebih memghitung pada bahan baku dan lain sebagainya sehingga mampu menetapkan
harga jual sebuah barang maupun jasanya, akan tetapi jika perusahaan jasa angkutan maka
harga atau tarifnya sudah ditetapkan oleh kemenentrian lalu lintas, jadi mau tau tidak mau
harusnya peraturan itu harus di sepakati dan diterima oleh penyedia jasa transportasi,
karena juga pada dasarnya perusahaan jasa angkutan tidak memerlukan perhitungan bahan
baku, tenaga kerja dan lain sebagainya hingga bertemu pada harga jualnya, kemungkinan
jika ada ketidaksesuaian harga atau perbedaan harga anatara penyedia jasa transportasi
dengan pemerintah kemungkinan hal tersebut terjadi karen penambahan biaya diluar biaya
utama (seperti mencari keuntungan untuk balik modal ketika membeli kendaraan) itu
karena diakibatkan oleh adanya kenaikan harga BBM yang mungkin mengharuskan
penyedia jasa untuk menaikkan harga jasa transoprtasi tersebut. Dan jika pada perusahaan
jasa angkutan atau transformasi untuk menghitung besaran biaya yang harus ditarifkan
selain dari kesepakatan antar pemerintah juga dihitung dari besaran jarak, muatan dan juga
sifat khusus dari muatan.
3. Break Event Analysis atau analisa break even menurut Sigit (1993, p. 2) adalah suatu cara
atau suatu teknik yang digunakan oleh seorang petugas atau manajer perusahaan untuk
mengetahui pada volume (jumlah) penjualan dan volume produksi berapakah perusahaan
yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak pula memperoleh laba. Contoh pada
jasa angkutan bus antar kota, semisal saja bus dali prima jurusan Surabaya – Lamongan –
Bojonegoro yang mana pada jasa angkutan ini sebelum menentukan kisaran harga yang
sesungguhnya untuk ditarifkan kepada masing-masing consumen mereka pari memikirkan
dan menghitung sekiranya berapakah besaran yang akan ditarifkan kepada konsumen
melalui teori Break Even Analysis dengan cara sebagai berikut Jumlah penumpang per
hari adalah 432 orang/hari untuk bus kecil dan 135 orang/hari untuk bus besar, jumlah
armada perhari adalah 3 buah bus besar dan 11 buah bus kecil. Selain kekuatan/potensi
dari armada kendaraan bus, faktor biaya juga akan sangat mempengaruhi kekuatan
(kemampuan) finansial dari perusahaan. Dengan menggunakan software VOC-HDM
dihasilkan komponen-komponen biaya operasi untuk armada CV. Dali Prima, membentuk
sebuah model biaya operasi : Y = -1.004.463 + 1.507,22 X, dengan x merupakan jarak
tempuh. Sehingga diperkirakan biaya operasi per bulan sebesar Rp. 201.269.198,66, biaya
operasi per Km sebesar Rp. 1.499,74. Sedangkan untuk biaya total bus adalah
255.442.228,26 per bulan dan biaya total bus per km dihasilkan sebesar Rp. 1.903,40.
Besar dari angka-angka diatas masih merupakan analisis kasar terhadap kekuatan finansial
dari armada yang akan menjadi masukan bagi pihak manajemen sebagai bahan
pertimbangan untuk menetapkan kondisi perusahaan apakah dapat dilakukan ekspansi
(pengembangan) perusahaan seperti menambah atau mengurangi armada, menurunkan
tarif atau menambah jumlah rit. Dari hasil Analisis Break Even Analysis untuk
pengoperasian bus Surabaya-Lamongan-Bojonegoro diperoleh titik kembali pokok (BEA)
dalam km per bulan sebesar 153.781,53 km atau jika dinyatakan dalam rupiah diperoleh
Pendapatan Kembali Pokok yaitu sebesar Rp. 281.844.083. Selanjutnya dengan melihat
produksi km per bulan sebesar 134.202,86 km maka produksi kembali pokok belum
tercapai. Dan dihasilkan bahwa perlu penambahan armada sebanyak 2 buah untuk
mencapai kembali pokok. Dari analisis NPV dan IRR dihasilkan bahwa perusahaan masih
layak untuk dijalankan.

Anda mungkin juga menyukai