OLEH
1. Muthmainah Istiqadimah Lova
2. Medysa Gevri Rahmah
3. Resty Rahmadana
4. Siti Fatimah
OLEH
Dosen Pengampu:
Dr. Ernawati, M.Si
Rery Novio, M.Pd
Sistem pendidikan berorientasi pada kepentingan dan bukan untuk kepentingan anak
didik, pasar dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat dengan dalih bahwa strategi
pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan
negeri ini cepat sejajar dengan bangsa dan Negara lain yang lebih maju. Namun dalam implikasi
perkembangannya tidak diperoleh sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Keahlian dan
penguasaan IPTEK yang diperoleh sesuai menamatkan studinya berada dalam posisi dimiliki
secara individual dan siap dijual melalui kontrak kerja demi uang, dan bukan menjadikan diri
sebagai ilmuwan yang dipeduli dengan nilai-nilai kemanusiaan, bangsa, dan Negara.
Mata pelajaran yang harus diikuti oleh siswa selain dirasakan terlalu padat juga tidak
berkesinambungan, tidak konsisten, juga tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan anak didik
dan bahkan tidak cocok dengan kebutuhan pasar. Sulitnya mencari pekerjaan seringkali
disebabkan bukan karena tidak ada pekerjaan atau sempitnya kesempatan berusaha, tetapi
disebabkan karena tidak adanya kecocokan antara kemampuan yang diperoleh melalui sekolah
dengan tuntutan atau syarat kerja.
Pada tahun 1994, pemerintah menetapkan kurikulum 1994 yang disinggung oleh salah
satu pencetusnya, yaitu Drost (2005) sebagai kurikulum yang diadopsi dari kurikulum Belanda,
Jerman, dan Inggris. Kurikulum tersebut bermaksud untuk menyetarakan pendidikan Indonesia
setara dengan pendidikan kualitas terbaik di tiga negara tersebut. Hasilnya, kurikulum 1994
tersebut hanya dapat diikuti paling banyak 30 persen dari populasi SMU. Maka, timbullah SMU
unggul yang hanya menerima pelajar yang pandai. Sisanya, yaitu sekitar 70% murid seolah tidak
dianggap, karena akses mereka untuk meneruskan sekolah seperti dibatasi. Oleh karenanya,
kurikulum 1994 pun diganti menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi atau biasa disingkat KBK.
Jadi praktik Pendidikan saat ini yang „membelenggu‟ kemerdekaan peserta didik dalam belajar
adalah perubahan kurikulum yang dilakukan terus menerus yang membuat peserta didik
kebingungan menjalankannya dan juga sistem pendidikan yang berorientasi pada kepentingan
dan bukan untuk kepentingan peserta didik.
Menurut Ki hajar Dewantara “Pendidikan sebagai tuntunan yaitu tuntunan dalam hidup
tumbuhnya murid “. Maka mendidik adalah menuntun segala kodrat yang ada pada murid untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Maka dari itu guru tidak dapat
menentukan dan berkehendak akan hidup tumbuhnya murid. Kemerdekaan dalam pendidikan
seharusnya membebaskan anak untuk mempelajari apa yang menjadi keinginan mereka.
2. Adakah model-model Pendidikan saat ini yang Anda lihat dapat melepaskan ‘belenggu’
yang belum memerdekakan peserta didik?
Berikut adalah model- model Pendidikan saat ini yang sudah diterapkan di Indonesia
diantaranya:
3. Apa yang Anda tawarkan sebagai model Pendidikan yang dapat melepaskan belenggu dan
memerdekakan peserta didik?
Dalam kesempatan kali ini saya ingin menawarkan model pendidikan yang menggunakan
metode problem based learning. Model ini diperuntukkan khusus bagi materi yang bisa ditelaah
secara mendalam oleh peserta didik serta memiliki suatu permasalahan yang bisa diselesaikan
dengan berbagai cara oleh setiap peserta didik. Peserta didik diarahkan untuk membaca materi
terlebih dahulu sebagai upaya pemahaman terhadap konsep di dalam materi. Selanjutnya guru
meminta peserta didik mencari tahu kejadian terkini yang sedang terjadi di Indonesia dan dunia.
Hal ini bertujuan agar peserta didik peka terhadap keadaan lingkungannya dan ikut berperan
dalam mencari solusi terhadap berbagai permasalahan sesuai dengan materi pelajaran. Model ini
juga diharapkan mampu mendorong peserta didik menjadi insan yang berwawasan global,
berpikir kritis, kreatif, dan mandiri. Kesadaran peserta didik akan lingkungannya menjadikan
mereka sebagai manusia yang bertanggung jawab.
Peserta didik tidak diharuskan untuk memikirkan solusi dari pikiran mereka sendiri saja,
tetapi juga dapat melakukan kolaborasi dengan teman sebaya maupun dengan mencari tahu
solusi melalui pengalaman-pengalaman orang lain di lingkungan sekitar maupun di internet. Ada
banyak solusi yang ditawarkan yang berasal dari banyak pandangan dan pemikiran. Ini dapat
merangsang peserta didik untuk menambah wawasan serta berpikir kritis dan terbuka, sehingga.
Sumber:
Fitri, Siti Fadia Nurul. 2021. Problematika Kualitas Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan,
Vol.5 No.1