Anda di halaman 1dari 71

• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

• REPUBLIK INDONESIA

PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN

Nendi Rohaendi
DIKLAT MANAJEMEN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
Jambi, 29 Januari 2019
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

OUTLINE

I. Pendahuluan

II. Definisi & Pengertian

III. Parameter Pencemaran Pertambangan

IV. Inspeksi Lingkungan Hidup Pertambangan

V. Kesimpulan
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pendahuluan
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

• Sesuai dengan peraturan-perundangan


• Memperkirakan dan menghindari masalah
• Mengidentifikasi dan memperbaiki masalah
• Evaluasi efektifitas dari metode yang digunakan
• Mendapatkan feedback untuk pengembangan yang berkesinambungan
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

a. pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup


pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan hidup;
b. penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup apabila
terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

(Lampiran V Kepmen 1827 K 30 MEM/2018)


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Lingkungan Hidup


a. Pemegang IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP
Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan/atau Pemurnian wajib melakukan
pemantauan lingkungan hidup dan menyusun tata cara baku pemantauan
lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan dokumen lingkungan hidup
dengan tujuan untuk pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
b. Pemantauan lingkungan hidup antara lain: pemantauan kualitas air permukaan,
kualitas dan kuantitas air tanah, kualitas air laut, kualitas air limbah, kualitas
tanah, kualitas udara, keanekaragaman hayati, penurunan permukaan tanah,
atau erosi dan sedimentasi.
c. Pemantauan lingkungan hidup dilakukan oleh tenaga teknis yang berkompeten
serta menggunakan peralatan pantau yang standar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

(Lampiran V Kepmen 1827 K 30 MEM/2018)


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Penanggulangan Pencemaran dan/atau Perusakan


Lingkungan Hidup
a. Tata cara baku penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
disusun oleh KTT meliputi:
1) penyiapan ketentuan dan prosedur;
2) penyiapan personil dan tim yang berkompeten;
3) penyiapan sarana, peralatan dan bahan; dan
4) kesiapsiagaan dan tanggap darurat lingkungan.
b. Upaya penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan
oleh KTT meliputi:
1) identifikasi sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup beserta dampak
yang ditimbulkan;
2) tindakan perbaikan terhadap sumber pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
beserta dampak yang ditimbulkan; dan
3) pemantauan dan evaluasi terhadap tindakan perbaikan yang telah dilakukan.

(Lampiran V Kepmen 1827 K 30 MEM/2018)


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Terkait
1. Standar kualitas air minum yang meliputi PP no 82 Th. 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air , Drinking water Quality Criteria dan
2. KepMenKes RI no. 416 / MENKES / PER / IX / 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
terlampir.
3. KepMenkes RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
4. Kep Menteri LH No. 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara
5. Kep Menteri LH No. 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara
6. Kep Menteri LH No. 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan Dan Pengambilan
Contoh Air Permukaan
7. Kep Menteri LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut
8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-51/Men/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
tempat kerja.
9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di tempat kerja.
10.PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 TENTANG PEMANTAUAN KUALITAS AIR LIMBAH SECARA TERUS
MENERUS DAN DALAM JARINGAN BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Standardisasi Pengukuran/Pemantauan Lingkungan

• SNI : Standar Nasional Indonesia


– SNI 19 7119 2005 kualitas udara
– SNI 6989 58 2008 air dan air limbah
– SNI 6964 8 2015 kualitas air laut
• APHA: American Public Health Association
• USEPA : United State Environment Protection Agency
• JIS : Japan International Standard
• MASA : Methods Air Sampling and Analysis
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

DEFINISI DAN PENGERTIAN


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP


…“collection and analysis of repeated observations or measurements to evaluate changes”…
Elzinga et al. 2001
“Pemantauan lingkungan hidup pertambangan adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari kegiatan pertambangan”. (Lampiran V Kepmen
1827 K 30 MEM/2018)

“Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-
UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan”. (UU LH No. 32 tahun 2009 )

Pemantauan lingkungan adalah proses pengamatan, pencatatan, pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan
visual menurut prosedur standard tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan
satu atau beberapa parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali dalam satu
siklus waktu tertentu.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

MANFAAT PEMANTAUAN LINGKUNGAN


1. Mengetahui keunggulan dan kelemahan mekanisme kerja suatu sistem pengelolaan
lingkungan.
2. Memonitor secara dini perubahan kualitas lingkungan.
3. Meminimalisir risiko dan potensi gugatan hukum dari pihak eksternal terhadap dampak
kegiatan usaha yang dijalankan.
4. Dapat menguji ketepatan prediksi dampak kegiatan dan menyempurnakan rekomendasi
mitigasi dampak dari sistem pengelolaan lingkungan yang dijalakan.
5. Menjadi alat bukti dalam menilai ketaatan penanggung jawab usaha terhadap peraturan
perundangundang.
6. Dapat mendeteksi secara dini kerusakan/ gangguan pada sistem operasi dan dampaknya
terhadap kualitas lingkungan.
7. Meningkatkan citra baik perusahaan di kalangan pemerintah, konsumen, mitra bisnis dan
masyarakat
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

TUJUAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN


• Sebagai sarana pengujian atas dugaan dampak yang telah diprakirakan
dalam laporan studi Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL).
• Sebagai sarana untuk menguji efektifitas dari kegiatan atau teknologi yang
digunakan untuk mengendalikan dampak negatif.
• Sebagai pedoman untuk perusahaan dalam melaksanakan pemantauan
kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara teratur.
• Sebagai acuan bagi instansi terkait untuk mengetahui perubahan lingkungan
yang terjadi di daerah kegiatan penambangan dan pengolahan batubara.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

RUANG LINGKUP KEGIATAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

1. Menyusun rencana kerja pemantauan lingkungan.


2. Menentukan aspek, komponen, dampak dan parameter lingkungan yang akan dipantau.
3. Menyusun prosedur pelaksanaan pemantauan yang sesuai dengan prosedur standard
operasi.
4. Membuat format-format dan formulir pemantauan serta mengisinya dengan data yang
relevan.
5. Membuat buku jurnal harian dan bulanan serta format berita acara kegiatan pemantauan.
6. Melakukan pengukuran terhadap parameter lingkungan yang dipantau.
7. Melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel efluen dan ambien.
8. Membuat sistem informasi lingkungan
9. Mengelola dan menganalisis data.
10. Menyusun laporan bulanan dan rekomendasi kepada pimpinan perusahaan.
11. Menyusun laporan per semester (6 bulan) kepada Dinas Lingkungan Hidup setempat.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

1. Survey dan sosialisasi program.


2. Menyusun rencana kerja, kerangka acuan dan format
pemantauan lingkungan.
3. Pelaksanaan pemantauan lingkungan.
4. Evaluasi pelaksanaan pemantauan lingkungan.
5. Improvement/penyempurnaan program pemantauan
lingkungan.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Lingkungan Hidup


1. pemantauan kualitas air permukaan,
2. Pemantauan kualitas dan kuantitas air tanah,
3. Pemantauan kualitas air laut,
4. Pemantauan kualitas air limbah,
5. Pemantauan kualitas tanah,
6. Pemantauan kualitas udara,
7. Pemantauan keanekaragaman hayati,
8. Pemantauan penurunan permukaan tanah, atau
9. Pemantauan erosi dan sedimentasi.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Tipikal Sistem Pengelolaan Air Tambang di Tambang Terbuka

1. Pemantauan kualitas air


permukaan,
2. Pemantauan kualitas dan
kuantitas air tanah,
3. Pemantauan kualitas air laut,
4. Pemantauan kualitas air
limbah,
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Titik Penaatan
• Point of Compliance
• Titik dimana dijadikan sebagai acuan
oleh Pengawas Lingkungan Hidup untuk
mengetahui tingkat ketaatan suatu
perusahaan pertambangan terhadap
air limbahnya yang akan dibuang ke
media lingkungan. (Acuan Kerja Dok
10-PEM, KLH)
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Kualitas Udara


Kualitas Udara Ambien d. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
a. Jenis Dampak : Perubahan kualitas udara. Pengukuran udara ambien dengan sampling TSP di udara
b. Indikator/Parameter yang Akan Dipantau ambien menggunakan high volume sampler. Analisis data
Kualitas udara yang berasal dari emisi fugitive dan dispersi TSP dengan menggunakan metode SNI 19-7119.3-2005
memenuhi baku Mutu ambien TSP sesuai dengan PP No.41
Tahun 1999 (Baku Mutu TSP ambien < 230 µg/Nm3) e. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Emisi dan dispersi gas dari stack Cooling Tower saat PLTP Di pemukiman penduduk jalan akses masuk proyek.
beroperasi. Emisi gas H2S memenuhi Baku Mutu sesuai Gas H2S di udara ambien, yang berjarak: > 500 m dari cooling
PERMENLH No.21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi H2S (< tower. > 1.000 m dari cooling tower.
35 mg/Nm3).
Tingkat Kebauan memenuhi baku mutu H2S sesuai KEPMENLH F. Waktu dan Frekuensi Pemantauan Lingkungan Hidup
No.50 Tahun 1996 (Baku Tingkat Kebauan H2S < 28 µg/Nm3).
Jangka waktu pemantauan pada tahap operasi.
Frekuensi pemantauan adalah 6 (enam) bulan sekali.
c. Sumber Dampak
Pemboran sumur produksi, sumur injeksi, uji sumur produksi
serta emisi dan dispersi dari stack cooling tower saat operasi
PLTP.
Pengujian (commissioning). Operasi turbin dan kondesat.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Keanekaragaman Hayati


Flora dan Fauna
a. Jenis Dampak d. Metode Pengumpulan dan Analisis Data: Pengumpulan data
inventarisasi/pengamatan langsung terhadap luas area yang
Gangguan terhadap flora-fauna darat. dilakukan revegetasi. Analisis data analisis vegetasi.
b. Indikator/Parameter yang Akan Dipantau
Luas area yang direvegetasi, jenis flora/vegetasi e. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
yang ditanam,dan tingkat keberhasilan tumbuh Pemantauan dilakukan pada seluruh area yang dilakukan
rehabilitasi/revegetasi.
tanaman revegetasi, keberadaan flora yang
dilindungi dengan mengacu pada PP 07 f. Waktu dan Frekuensi Pemantauan Lingkungan Hidup
Tahun1999, serta indeks keanekaragaman jenis. Pada tahap pasca operasi, setiap 6 (enam) bulan sekali.

c. Sumber Dampak: Rehabilitasi/revegetasi.


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Penurunan Permukaan Tanah


Landsubsidence monitoring sistem
• INTEGRATED INSAR, OPTICAL REMOTE SENSING AND
PUMPING DATA
• INSAR dan GPS
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pemantauan Erosi dan Sedimentasi


a. Jenis Dampak d. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
• Perubahan erosi dan sedimentasi. Pengukuran erosi tanah dengan menggunakan metode
petak kecil.
b. Indikator/Parameter yang Akan Dipantau
• Laju erosi terkendali sesuai Keputusan e. Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup
Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Area rawan erosi di segmen jalan akses, area tapak
sumur dan area PLTP.
Kementerian Kehutanan
No.041/Kpts/V/1998 (< 15 ton/ha/tahun). f. Waktu dan Frekuensi Pemantauan Lingkungan Hidup
c. Sumber Dampak: Rehabilitasi/revegetasi. Pada tahap pasca operasi, setiap 6 (enam) bulan sekali.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

PENCEMARAN LINGKUNGAN
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Pencemaran Lingkungan dan Baku Mutu

1. Pencemaran Lingkungan : masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,


energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.

2. Baku Mutu LH : ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.

(UU LH No. 32 tahun 2009


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

1. PARAMETER PENCEMAR
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

1. TOTAL SUSPENDED SOLID


• Residu non-filterable (NFR), sebuah istilah yang
mengacu pada pengukuran identik: berat-kering
partikel terperangkap oleh penyaring, biasanya
ukuran pori tertentu.

• Pengukuran
TSS sampel air dituang melalui filter dgn
ukuran pori tertentu, kemudian filter ditimbang
pengeringan
Satuannya miligram per liter (mg/l)
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

2. pH
• pH = power Hidrogen
• Yaitu : pH adalah satuan guna mengukur tentang
apakah cairan tersebut bersifat asam atau basa.
• pH < 7 = asam,
• pH > 7 = basa
• Air dengan pH 6 - 8 masih memenuhi syarat
konsumsi.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

3. Besi (Fe)
• Kandungan zat besi dalam air tidak diperkenankan lebih dari 1mg/L, agar air
memenuhi syarat sebagai air bersih.
• Zat besi di dalam air berwarna coklat. Oksida besi akan mengeruhkan air dan
mampu merusak saringan air.
• Kandungan zat besi lebih dari ketentuan di atas akan mengubah rasa kopi dan
teh, jika air tersebut di minum.
• Besi akan menyebabkan noda berwarna coklat kemerahan pada cucian, porselen,
piring, peralatan, dan bahkan barang pecah belah.
• Besi diserap dengan cepat dalam saluran pencernaan. Sumber-sumber lain dari
besi adalah air minum, pipa besi, dan peralatan masak. Target organ adalah hati,
sistem kardiovaskular, dan ginjal.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

4. Mangan (Mn)
• Mangan adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Mn dan
nomor atom 25.
• Kandungan elemen mangan tidak diperkenankan lebih dari 0,1 mg/L, karena air akan
berwarna coklat kehitam-hitaman dan tidak dapat dipergunakan sebagai air cuci pakaian.
Kadar Mn antara 0,5 mg/L – 1 mg/L air akan berasa logam.
• Mangan menyebabkan noda hitam kecoklatan.
• Sabun dan detergen tidak menghilangkan noda ini, dan penggunaan pemutih malah
menambah noda.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

5. KESADAHAN AIR
• Penyebab kesadahan air : masuknya garam sulfat terlarut dari elemen Ca, Mg, selain
garam-garam klor ke dalam air. Garam-garam ini tidak dapat dihilangkan melalui perebusan.
• Kesadahan biasanya diukur dengan beberapa jumlah berat kalsium karbonat perliter air.
• Kesadahan air = 50 mg/L – 80 mg/L CaCO3 = air bersih, akan menyebabkan karat besi
• Kesadahan air = 80 mg/L – 150 mg/L CaCO3 = sudah mengganggu, untuk mencuci akan
memerlukan sabun cukup banyak
• Kesadahan air > 150 mg/L CaCO3 sama sekali tidak dapat diterima sebagai air pencuci
dan air proses industri.
• Tingginya kandungan logam tersebut dapat menyebabkan terbentuknya kristal pada ginjal.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

6. ALKALINITAS
• Kandungan kalsium karbonat akan menyebabkan air bersifat alkalis, pH lebih dari
7. Keadaan alkalis diperlukan dalam proses koagulasi agar Ca dan Mg mengikat
sulfat dari alumunium sulfat atau tawas yang biasa dipergunakan sebagai
koagulan.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

7. OKSIGEN TERLARUT (DO)


• Gas oksigen sangat diperlukan sebanyak-banyaknya terlarut dalam air.
• Oksigen terlarut diperlukan untuk hidupnya biota air selain itu juga penyegar
rasa air.
• Kandungan oksigen dipersyaratkan 2,5 mg/L, akan tetapi ikan akan mati jika air
mengandung oksigen kurang dari 5 mg/L karena ikan memerlukan oksigen
sedikitnya sejumlah itu untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhannya.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

8. TIMAH HITAM (Pb)


• Timah hitam tidak diperbolehkan terlarut atau tercampur dalam air
lebih dari 0,05 mg/L karena sangat toksik dan bersifat mematikan
bagi mereka yang meminumnya.
• Keterdapatan di air karena lepasnya elemen Pb dari peralatan
penyalur air yang di buat dari timah hitam.
• Timah hitam, kadmium, seng, tembaga, dapat larut dalam air yang
mengandung CO2 tinggi, seperti minuman coca-cola dan sejenisnya.
Kejadian yang sama jika larutan sangat asam (pH rendah).
• Setiap tahun, produksi timah hitam dunia mencapai 2,5 juta ton,
seperti untuk baterai, cat, penutup kabel, pipa, amunisi, bahan bakar
aditif, plastik PVC, perisai x-ray, dan pestisida.
• Biasanya Pb menyerang tulang, otak, darah, ginjal, dan kelenjar tiroid.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

9. Tembaga (Cu)
• Kadar tembaga dalam air tidak boleh lebih dari 1,0 mg/L . elemen tembaga dapat
tercampur dengan air akibat lepasnya elemen tembaga dari pipa tembaga
penyalur air atau dari dinding bak pengumpul air yang dibuat dari tembaga.
• Cu2+ = 0,2 - 0,3 mg/L dapat mempengaruhi bahkan menghilangkan rasa
minuman kopi dan teh.
• Cu2+ = 0,25 - 1 mg/L air sudah dapat mematikan ikan karena keracunan.
• Bila minum air dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan mengakibatkan
muntah, diare, kram perut dan mual.
• Bila intake Cu sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal,
bahkan sampai kematian.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

10. Zinc/Seng (Zn)


• Di alam, seng berwujud sebagai senyawa zinkite (ZnO) dan spalerit (ZnS)
• Kandungan seng dengan kadar 5 mg/L sudah membuat air berasa logam
• Zn > 5 mg/L, apabila direbus akan membentuk lapisan film keputih-keputihan.
• Toksisitas akut yang ditimbulkan oleh zink adalah kekeringan tenggorokan, batuk,
kelemahan, menggigil, demam, mual dan muntah.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

11. Fluorida (F)


• Unsur fluorida biasa ditemukan dalam air yang berasal dari air tanah.
• Kandungan fluor lebih dari 3 mg/L air mampu menghilangkan warna gigi atau
merusaknya, akan tetapi pada kadar 0,8 – 1,7 mg/L air ini akan membantu
pertumbuhan gigi pada balita.
• Fluoride merupakan zat beracun yang apabila tertelan akan menyebabkan gangguan
fisik dan psikologis.
• Fluoride adalah zat yang dapat menyebabkan pengeroposan gigi dalam jangka waktu
panjang.
• Fluoride dapat menyebabkan gangguan IQ, gangguan sistem saraf dan kekebalan tubuh
serta kerapuhan tulang dan terhambatnya pertumbuhan.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

12. Senyawa Organik


• Senyawa organik yang ada dalam air memerlukan oksigen yang dikenal dengan BOD atau
kebutuhan oksigen oleh bakteri guna merombak senyawa organik. Senyawa organik ini disebut
sebagai pencemar biologi.
• Kadar BOD dalam air yang diperbolehkan berdasarkan pada peruntukan air dan standar yang
ditetapkan.
• Sumber air baku dengan BOD 20 mg/L dianggap baik.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

13. Merkuri (Hg)


• Air dapat terkontaminasi oleh methylmerkuri dari alam atau kegiatan pengolahan
menggunakan merkuri seperti pemisahan emas secara tradisional. Dalam air ikan
tidak teracuni oleh merkuri, tetapi ikan yang dikonsumsi manusia ini akan
meracuni manusia, terakumulasi dalam tubuh.
• Kandungan merkuri dalam air tidak boleh melebihi 0,005 mg/L.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Tragedi Minamata, Jepang


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

14. Radioaktif
• Tingkat radioaktif tidak diperkenankan lebih dari
1000 mikro curi perliter, bebas dari sinar alpha +
strontium-90.
• Radium-226 tidak boleh melebihi 3 pcu/L (pico
curi) sedang strontium tidak boleh lebih dari 10
pcu/L.
• Paparan radiasi dapat meningkatkan resiko kanker
dan kelainan gen yang diwariskan juga luka bakar,
sterilitas, dan katarak
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

15. Kebisingan
• Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan
dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB).

• Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu
atau bunyi yang menjengkelkan.

• Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
kesehatan dan pendengaran.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Zona Kebisingan
• Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan
• Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, RS, tempat
perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
• Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat Pendidikan
dan rekreasi.
• Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, Perdagangan dan
pasar.
• Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun KA,
terminal bis dan sejenisnya.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

2. METODE ANALISIS
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
N Metode/Teknik yang /Metode/Teknik yang
Parameter No Parameter
o digunakan digunakan
Total
1 JIS K 0102 : 2002 12 Cl2 JIS K 0102 : 33.3, 2002
Nitrogen
2 TSS APHA 2540-D,2005 13 SO4 APHA 4500 SO42- E
3 TDS APHA 2540-C,2005 14 S2- JIS K 0102 : 39, 2002
1. PARAMETER 4 pH APHA 4500-H+,2005 15 Nitrat
JIS K 0102 : 43.2.4,
2002
PENCEMAR (AIR) 5 COD APHA 5220-D,2005 17 Nitrit APHA 4500 NO2 B
6 BOD SNI 06-2503-1991 18 Fenol APHA 5530-D, 2005
Minyak dan
7 DO SNI 06-6989.14-2004 19 JIS K 0102 : 24.2, 2002
lemak
APHA 3500 Fe B,
8 Fe Total 20 Cr6+ APHA 3500-Cr-b, 2005
2005
Total
9 APHA 2340-C, 2005 21 F- APHA 4500-F-D, 2005
Hardness
APHA 4500-Cl--B,
10 Cl- 22 NH3 JIS K0102 : 42, 2002
2005
JIS K 0102 : 33.3,
11 Cl2 23 Debu Total SNI 19-4840-2005
2002
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

METHOD
PARAMETER UNIT
REFERENCES
Temperature 0C MASA 3rd Edition
Barometric pressure mm.Hg MASA 3rd Edition
2. PARAMETER PENCEMAR Noise dBA MASA 3rd Edition
(UDARA AMBIEN) Total particulate mg/m3 MASA 3rd Edition
Ammonia- NH3 mg/m3 MASA 3rd Edition
Asbestos Fibre/m3 MASA 3rd Edition
Carbon Monoxide-CO Ppmv MASA 3rd Edition
• MASA = Method Air Sampling Chlorine-Cl2 mg/m3 MASA 3rd Edition
and Analysis, 3rd Edition,
Lewis Publishers Inc. HCl mg/m3 MASA 3rd Edition
• USEPA= United State
Environment Protection
HF mg/m3 MASA 3rd Edition
Agency Hydrogen Sulfide H2S mg/m3 MASA 3rd Edition
NO2 mg/m3 MASA 3rd Edition
NOX mg/m3 MASA 3rd Edition
SO2 mg/m3 MASA 3rd Edition
Metals and Heavy metals mg/m3 MASA 3rd Edition
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

3. PARAMETER PENCEMAR (UDARA EMISI)

PARAMETER
PARAMETER UNIT
UNIT METHOD REFERENCES
METHOD REFERENCES

Temperature ooC US-EPA METHOD


Temperature C US-EPA METHOD 5
5
Moisture
Moisture Content
Content %
% US-EPA METHOD
US-EPA METHOD 4
4
Velocity
Velocity m/s
m/s US-EPA METHOD
US-EPA METHOD 2
2
Carbon
Carbon Dioxide
Dioxide %
% US-EPA METHOD
US-EPA METHOD 6C
6C
Carbon
Carbon Monoxide
Monoxide %
% US-EPA METHOD
US-EPA METHOD 6C
6C
Oxygen
Oxygen %
% US-EPA METHOD
US-EPA METHOD 6C
6C
Ammonia mg/m 3 US- US-
EPA METHOD
Ammonia mg/m3 EPA METHOD 17
17
HCL mg/m 3 US- US-
EPA METHOD
HCL mg/m3 EPA METHOD 26
26
HF mg/m 3 US- US-
EPA METHOD
HF mg/m3 EPA METHOD 26
26
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

4. PARAMETER PENCEMAR (TANAH)


• Fisik : tekstur, struktur, kadar air tanah, drainase dan porositas tanah, dll.

• Kimia tanah : kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation tanah (KTK), kejenuhan basa
(KB), kemasaman dapat dipertukarkan (Al dan H), dan lain-lain. pH, kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium, fosfor,
kalsium, magnesium (hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan organik, tekstur tanah dan sebagainya

• Biologi tanah : bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya mikroorganisme penting : bakteri, fungi
dan algae), interaksi mikroorganisme tanah dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Inspeksi Lingkungan Hidup Pertambangan


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Aspek-aspek Pengawasan Pemantauan Lingkungan

Acuan Dasar Baku Mutu Lingkungan (BML)


Pengamatan Pemantauan Kualitas Udara, Air, Tanah
Pengamatan Pemantauan Biota Darat – Air
Pengamatan Pemantauan Geo – Fisik
Pengamatan Lokasi dan Frekuensi Pemantauan
Pengamatan Metoda dan Peralatan Pantau
Pengamatan Organisasi/SDM dan Tanggung jawab Pemantauan
Lingkungan
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

OBYEK INSPEKSI LINGKUNGAN


A. Pengelolaan Lahan Terbuka C. Pengelolaan Tanah Penutup (Over Burden)
• Luas Lahan Terbuka • Ketebalan dan Jenis Material
• Metoda Pengelolaan Lahan Terbuka • Pengelolaan Erosi dan Sedimentasi
• Metoda Pengelolaan Flora dan • Material Asam Tambang
Fauna • Lokasi dan Metoda Penimbunan
• Kestabilan Lereng Lapisan
B. Pengelolaan Tanah Zona Penimbunan
Pengakaran • Pengamanan dan Pemanfaatan OB
• Ketebalan dan Kualitas Tanah Zona • Kualitas Udara di Lokasi
Pengakaran Penimbunan
• Lokasi dan Cara Penimbunannya • Pengelolaan Air Larian / Penirisan
• Pengamanan Timbunan Tanah Zona
Pengakaran
• Pemeliharaan Tanah Zona Pengakaran
• Pemanfaatan Tanah Zona Pengakaran
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

D. Pengelolaan Dampak Penambangan


• Erosi dan Sedimentasi Padatan
• Limbah Padat dan Cair F. Pengelolaan Limbah Padat & Cair
• Sediment Pond atau Sediment Trap
• Kualitas Udara dan Iklim Mikro • Jenis dan Parameter Limbah Padat dan Cair
• Dampak Pengangkutan dan • Air Asam Tambang
Penimbunan Bahan Galian • Lokasi dan Metoda Pengelolaan Limbah
• Air Asam Tambang • Tahapan Pengelolaan Limbah
• Air Larian / Penirisan Tambang • Penurapan Padatan pada Tailing Pond
• Jarak Tailing Pond ke Badan Air & Permukaan
E. Pengelolaan Dampak Pengolahan dan • Konstruksi, Volume dan Kapasitas Tailing Pond
Pemurnian • Spillway, Discharge dan Freeboard
• Penanganan Limbah Padat • Perembesan pada Tanggul Tailing Pond
• Penanganan Limbah Cair • Erosi, Crack dan Longsor pada Tailing Pond
• Penanganan Udara Emisi • Sumur Pantau
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

G. Pengelolaan Dampak Kegiatan Fasilitas H. Pengelolaan Limbah B3


Penunjang (Pemukiman, Bengkel, • Jenis dan Jumlah Limbah B3
Powerhouse dll) • Sumber Limbah B3
• Pengelolaan Limbah Padat • Metoda dan Alat Pengelolaan
• Pengelolaan Limbah Cair • Pengelolaan Air Asam Tambang

I. Kegiatan Pemantauan Lingkungan


• Titik dan Lokasi Pemantauan
• Komponen dan Parameter Lingkungan yang dipantau
• Frekuensi Pemantauan
• Data Hasil Pemantauan
• Tindak Lanjut yang telah dilaksanakan
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Format Laporan
INSPEKSI LINGKUNGAN PERTAMBANGAN
BAB I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Data Perusahaan
C.Maksud dan Tujuan
D.Persetujuan RKL/RPL atau UKL/UPL
BAB II. SUMBER DAMPAK DAN RENCANA PENGELOLAAN /
PEMANTAUAN
A.Uraian Singkat Sumber Dampak
B.Ringkasan RKL atau UKL atau RTKPL
C.Ringkasan RPL atau UPL atau RTKPL
BAB III. HASIL INSPEKSI
A.Hasil Inspeksi Kelola Lingkungan (KL)
B.Hasil Inspeksi Pemantauan Lingkungan (PL)
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Hasil Inspeksi
B. Pendaftaran Buku Tambang
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Udara
• Gas Detector
• Mengukur Konsentrasi Senyawa udara
pencemar (H2S, CO, O2)
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Tanah
• pH Tanah
• Kelembaban Tanah
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Air
• pH Meter, TSS, Mn, Fe
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Kebisingan
• Alat : Sound level meter
• Satuan desibel (dB)
• Acuan Standard :
– SNI 19-1721-1989 : Tempat kerja
– JIS Z8731 [ISO1996-1.2] : udara ambien
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Radiasi
• Survei meter

Surveimeter digunakan untuk mengukur laju dosis (intensitas)


radiasi secara langsung.
Surveimeter mutlak diperlukan dalam setiap pekerjaan yang
menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi pengion lainnya
agar setiap pekerja mengetahui atau dapat memperkirakan dosis
radiasi yang akan diterimanya setelah melaksanakan kegiatan
tersebut.
Surveimeter harus bersifat portabel, mudah dibawa dalam
kegiatan survei radiasi di segala medan.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Peralatan Inspeksi-Radiasi
• Monitor Kontaminasi
Monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi zat radioaktif, baik di udara, di tempat
kerja, maupun yang melekat di tangan, kaki atau badan pekerja.

Peralatan ini mutlak diperlukan bagi fasilitas yang menggunakan zat radioaktif terbuka, misalnya untuk
keperluan teknik perunut menggunakan zat radioaktif.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

Instrumentasi Laboratorium
• Atomic Absorption • Low Volume Air Sampler
Spectrophotometer • High Volume Air Sampler
termasuk: • Emission Air Sampler-
– Hydride Generator AAS Isokinetic system.
– Flame AAS
• Apex Instrument –Isokinetic
– Graphite Furnace AAS source sampling equipment
• UV-Visible • Ecolline 6000 Gas Analyzer
Spectrophotometer for SOx, SO2, NOx,NO2,CO,
• Bomb Calorimeter CO2, and CxHy
• pH Meter • Sound Level Meter
• Dissolved Oxygen Meter • Thermohygrometer
• Distillation Unit • Altimeter
• Turbidimeter • TCLP (Toxicity Characteristic
• Analytical Balance and Leaching Procedure)
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

KESIMPULAN
• Pemantauan penting dilakukan untuk mengetahui keberhasilan
dari suatu proses pengelolaan yang sedang/telah dilakukan.
• Pemantauan dilakukan pada lingkungan udara, air, tanah,
kebisingan, dan radiasi.
• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA
Cocokkan alat pengukuran di bawah ini dengan
objek yang diukur:

Sound Level Meter Intensitas radiasi

pH meter Debu

Dust detector Kebisingan

Gass detector Asam-basa

Surveimeter Konsentrasi gas


• KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
• REPUBLIK INDONESIA

www.bpsdm.esdm.go.id

Anda mungkin juga menyukai