Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH NUTRASETIKA

“MYCOTOXIN”

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

Dosen Pengampu: Dr. Apt. Endang Setyowati, M.Sc

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022

1
1. Jauharotul Firdausiyah (82022050099)

2
2. Wara Palupi (82022050101)

3. Maysita Anggie Nurhaliza (82022050103)

4. Niken Prihasanti (82022050105)

5. Syaidah Yuliza Usfah (82022050107)

6. Davva Ra'uf Raynadi (82022050109)

7. Putri Ulfatun Ni'mah (82022050111)

8. Khoirul Umami (82022050113)

9. Wulandari Pramuda Wardani (82022050115)

10. Lingga Salimna Khafidin (82022050117)

11. Robah Muhammad Najim (82022050119)

12. Arina Al Haq (82022050121)

13. Dela Munika Sari (82022050123)

14. Niken Maya Suryani (82022050125)

15. Elsa Revalinda D.S (82022050127)

16. Arika Putri Wardani (82022050129)

17. Safina Salma Safitri (82022050131)

18. Sukma Arisindy (82022050133)

19. Syah Rizal Faiz (82022050137)

20. Armanaura Silvia Indriyani (82022050139)

21. Astrit Sulastri (82022050141)

3
22. Puput Syah Inta P. (82022050143)

23. Dea Safira (82022050145)

24. Rike SeptiAnanta (82022050147)

25. Alin Wulandari (82022050153)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah dengan tema "Mycotoxin" tepat pada waktunya. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Endang Setyowati selaku dosen pengampu mata
kuliah nutrasetika dan semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Supaya dalam penyusunan
makalah berikutnya dapat lebih baik.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak dan membantu dalam perkembangan dunia pendidikan.

Kudus, 5 Desember 2022

Penyusun

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 4
BAB I.......................................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN....................................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................5
2.1 Rumusan Masalah...........................................................................................................................6
3.1 Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
2.1 Pengertian dan Fungsi Mycotoxin..................................................................................................7
2.2 Jenis-jenis Mycotoxin......................................................................................................................8
2.3 Dampak Mycotoxin.......................................................................................................................12
2.4 Faktor penyebab kontaminasi......................................................................................................14
2.5 Upaya Pencegahan dan Penanganan Mycotoxin.........................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................18
3.2 Saran...............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................19

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder hasil metabolisme kapang serta


bersifat sitotoksik, merusak struktur sel seperti membran, dan merusak proses
pembentukan sel yang penting seperti protein, DNA, dan RNA. Mikotoksikosis adalah
kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau makanan yang mengandung
toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis mikotoksin yang berbahaya
bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin, trikotesena, dan zearalenon
(Zainuddin, 2019)
Mikotosin teridentifikasi setelah menyebabkan berbagai masalah kesehatan pada
berbagai macam organ dan sistem tubuh hewan ternak dan manusia. Mikotoksin terdapat
alami pada lingkungan yang ditumbuhi jamur dan merupakan kontaminan yang tidak
diinginkan pada bahan makanan dan pakan ternak. Aflatoksin merupakan salah satu
kelompok mikotoksin yang mengakibatkan keracunan akut dan kronis yangbersifat
karsinogenik, teratogenik dan mutagenik serta menyebabkan karsinomahepatoseluler
(Arif. 2020).
Ada berbagai jenis Aflatoksin, Aflatoksin B1 dan G1 adalah yang paling banyak
dijumpai. Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan Aflatoksin yang paling berpotensi
menyebabkan karsinoma hepatoseluler oleh karena itu paparan kronis jangka panjang.
Aflatoksin dalam konsentrasi rendah menjadi perhatian dalam kesehatan manusia
(Fatimah, 2019). AFB1 dalam pakan ternak dapat berpindah ke air susu sebagai metabolit
hidroksilasi yaitu Aflatoksin M1 (AFM1). AFM1 memiliki toksisitas yangsama dengan
AFB1, dapat meracuni sel hati manusia dalam pengamatan invitro dan menyebabkan
keracunan akut pada berapa makhluk hidup. Berdasarkan karakteristik toksikologis dan
akibat karsinogenik yang ditimbulkan AFM1, International Agency for Research on
6
Cancer (IARC) merubah kategori karsinogenik AFM1 dari golongan 2B menjadi
golongan 1, yaitu golongan zat karsinogenik yang telah terbukti (Kandita, 2022).
Kontaminasi mikotoksin pada makanan sulit dihindari dan merupakan masalah
global, terutama di Indonesia yang mempunyai iklim yang sangat mendukung
pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin. Umumnya kontaminasi mikotoksin terjadi
pada komoditi pertanian dan hasil olahannya.
2.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan apa fungsi mycotoxin?
2. Apa jenis-jenis mycotoxin?
3. Bagaimana dampak mycotoxin bagi manusia?
4. Apa faktor penyebab kontaminasi?
5. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan mycotoxin?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan fungsi mycotoxin
2. Untuk mengetahui jenis-jenis mycotoxin
3. Untuk mengetahui dampak mycotoxin bagi manusia
4. Untuk mengetahui faktor penyebab kontaminasi
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanganan mycotoxin

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Fungsi Mycotoxin


A. Pengertian Mycotoxin
Mycotoxin merupakan agen kimia yang diproduksi oleh moulds/molds.
Mycotoxin bisa didefinisikan sebagai senyawa toksik metabolit sekunder dari beberapa
genus kapang toksigenik yang tumbuh pada bahan dan pangan. Mikotoksin merupakan
metabolit sekunder toksik yang diproduksi oleh jamur. Mikotoksin biasa
mengkontaminasi pakan dan pangan terutama produk biji-bijian.

Kontaminasi mikotoksin dari hijauan dan sereal sering terjadi di lapangan setelah
infeksi tanaman dengan jamur patogen tertentu atau dengan endofit simbiotik.
Kontaminasi juga dapat terjadi selama pemrosesan dan penyimpanan produk yang
dipanen dan memberi makan setiap kali kondisi lingkungan sesuai untuk jamur

8
pembusuk. Kadar air dan suhu sekitar adalah sebagai penentu utama kolonisasi jamur dan
produksi mikotoksin. Mycotoxin berhubungan dengan penyakit, baik akut maupun
kronis. Sebagai contoh Mycotoxin adalah aflatoxine, tricothecene, ochratoxins dan
citrinin. Paparan mikotoksin ke dalam tubuh dapat melalui rute ingesti (melalui
mulut/saluran pencernaan), dermal (kulit) dan inhalasi (saluran pernafasan).

Struktur Kimia Mycotoxin

B. Fungsi Mycotoxin

Mycotoxins sangat menekan fungsi kekebalan tubuh dan bersifat neurotoxic,


artinya beracun pada sistem nerves dan otak, membahayakannya, menyebabkan
kelainan fungsi neurology dan penyakit sclerosis, parkinson, alzheimers dan lain-lain.
Fungsi lain yaitu memberikan manfaat kebugaran dalam hal adaltasi fisiologis,
persaingan mikroba, dan jamur lain (atau turunannya) digunakan secara medis.

2.2 Jenis-jenis Mycotoxin


Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksinyang
menyebabkanTurkey X –disease pada tahun 1960. Hingga saat ini telah dikenal 300
jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit
baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon,
trikotesen (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin.
1. Aflatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan aspergillus flavustoxin. Toksin ini pertama kali
9
diketahui berasal dari jamur aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun
1960. Aspergillus flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya
memproduksi aflatoksin b1 dan b2 (afb 1 dan afb 2) sedangkan aspergillus
parasiticus memproduksi afb 1, afb 2, afg 1, dan afg 2

Gambar. Aspergillus flavus

2. Citrinin
Citrinin pertama kali diisolasi dari penicillium citrinum oleh thom pada tahun
1931. Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung,
beras,gandum, barley, dan gandum hitam (rye).
3. Fumonisin
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkanoleh jamur
fusarium spp., terutama fusarium moniliforme dan fusariumproliferatum.
Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali di isolasi dari fusarium
moniliforme. Pada tahun 1988. Selain fusarium moniliforme dan fusarium
proliferatum, terdapat pula jamur lain yang juga mampu memproduksi fumonisin,
yaitu fusarium nygamai, fusariumanthophilum, fusarium diamini dan fusarium
napiforme.

10
4. Deoksinivalenol
Deoksinivalenol (don, vomitoksin) adalah mikotoksinjenis trikotesena tipe b yang
paling polar dan stabil. Jenismikotoksin ini diproduksi oleh jamur fusarium
graminearium ( gibberella zeae) dan fusarium culmorum, dimana keduanya
merupakan patogen pada tanaman.
5. Patulin
Patulin dihasilkan oleh penicillium, aspergillus, byssochlamys,dan spesies yang
paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah penicillium expansum.
Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama
adalah apel dan produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan
tertentuuntuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhancontohnya
adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin.
6. Ocharotoxin
Ochratoxin dihasilkan oleh jamur dari genus aspergillus, fusarium, Dan
penicillium dan banyak terdapat diberbagai macam makanan, mulai dari serealia,
babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga
macam ochratoxin yang disebut ochratoxin
a, b, dan c, namun yangpaling banyak dipelajari adalah ochratoxin a karena
bersifat paling toksik diantara yang lainnya.

11
7. Zearalenon
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium
graminearum, F. tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu
optimum 20-25 0C dan kelembaban 40-60 %. Mikotoksin ini cukup stabil dan
tahan terhadap suhu tinggi. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah
jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.

8. Trikotesena
Trikotesena dihasilkan oleh Fusarium spp, Trichoderma, Myrothecium,
Tricothecium dan Stachybotrys. Ciri utama dari trikotesena adalah adanya
intiterpen. Gejala klinik yang muncul akibat keracunan trikotesena antara lain

12
tidak nafsu makan, nekrosis pada kulit, gangguan pencernaan, dan gangguan
imun.

2.3 Dampak Mycotoxin

Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan
untuk melangsungkan kehidupannya. Namun, makanan dapat menjadi sumber penyakit
jika tidak memenuhi kriteria sebagai makanan baik, sehat, dan aman. Berbagai
kontaminan dapat mencemari bahan pangan dan pakan sehingga tidak layak untuk
dikonsumsi. Kualitas makanan atau bahan makanan di alam ini tidak terlepas dari
berbagai pengaruh seperti kondisi lingkungan, yang menjadikan layak atau tidaknya
suatu makanan untuk dikonsumsi. Berbagai bahan pencemar dapat terkandung di dalam
makanan karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi, proses pengolahan, dan
proses penyimpanan. Di antara kontaminan yang sering ditemukan adalah mikotoksin
yang dihasilkan oleh kapang (Maryam 2002).
Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang
tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan (Fox dan Cameron
1989). Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan
Turkey X –disease pada tahun 1960 (Maryam 2002). Hingga saat ini telah dikenal 300
jenis mikotoksin (Cole dan Cox 1981), lima jenis diantaranya sangat berpotensi
menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A,
zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan
Miller (1991) sekitar 25%-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin
tersebut. Penyakit yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut
mikotoksikosis.
Mutu biji kakao kering dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya
kerusakan yang disebabkan oleh jamur kontaminan penghasil toksin (mikotoksin).
Keberadaan jamur tersebut dapat dideteksi sejak kegiatan panen dan pasca panen, seperti
sortasi, fermentasi, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan. Jenis jamur kontaminan
yang sering ditemukan selama tahapan ini berlangsung antara lain marga Aspergillus,
Penicillium, Fusarium, Rhizopus, dan Mucor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan jamur antara lain: suhu dan kelembaban, kadar air, aktivitas serangga, dan

13
penanganan pascapanen. Mikotoksin dihasilkan dari metabolit jamur-jamur kontaminan,
dan jenis yang mendominasi pada biji kakao adalah aflatoksin dan okratoksin. Kedua
jenis mikotoksin tersebut selain dapat menurunkan mutu maupun kuantitas biji dan
produk olahannya, juga bersifat toksik/racun yang berbahaya bagi manusia karena dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker hati dan ginjal. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap jamur kontaminan penghasil
mikotoksin pada semua tahapan kegiatan untuk memperoleh biji kakao kering dengan
mutu terbaik.
Penyakit yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis.
Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik, dan toksikologik tiap mikotoksin menyebabkan
adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu, toksisitas ini juga
ditentukan oleh:
1) Dosis atau jumlah mikotoksin yang dikonsumsi
2) Rute pemaparan
3) Lamanya pemaparan
4) Spesies
5) Umur
6) Jenis kelamin
7) Status fisiologis, kesehatan dan gizi
8) Efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada bahan
pangan

Jika terkonsumsi, mikotoksin akan sangat berbahaya bagi tubuh, hal ini karena
mikotoksin bersifat mutagenik, terratogenik, dan karsinogenik. Bahan pangan yang rawan
terhadap kontaminasi mikotoksin adalah jagung, kopi, dan serealia. Contohnya adalah
aflatoksin yang banyak mengkontaminasi jagung dan kacang tanah, serta ochratoksin
yang dihasilkan oleh kapang A. Ochraceus dan Penicillium verrucosum yang banyak
terdapat pada kopi. Terhadap tubuh, organ yang menjadi target dari mikotoksin pun
berbeda-beda. Aflatoksin toksik terhadap hati, sedangkan target spesifik ochratoksin
adalah menyerang organ ginjal.
Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada hewan

14
manusia melalui makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju
karena proses fermentasi keju yang melibatkan P.citrinum dan P.expansum penghasil
citrinin. Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di
antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang
berperan dalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat
memicu timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur
yang terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat
kontaminasi aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan
industri hasil pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu
tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis.

2.4 Faktor penyebab kontaminasi


1. Kontrol biologis
Pencegahan infestasi kapang toksigenik pada tanaman dapat pula dilakukan
melalui pengendalian secara biologis dengan menebarkan Aspergillus spp. non-
toksigenik yang akan berkompetisi dengan A. flavus dan A . parasiticus toksigenik,
sehingga perkembangan kapang tersebut akan terhambat. Cara ini memperlihatkan basil
yang memuaskan pada tanaman kacang tanah, dimana kontaminasi aflatoksin dapat
ditekan hingga 90% (COLE dan DORNER, 1999). Untuk menjamin keberhasilan
tersebut, PITT (1999) menyarankan agar perbandingan penggunaan A .flavus dan
A .parasiticus dengan kapang non-toksigenik yang ditebarkan pada tanah dengan A .
flavus dan A . parasiticus toksigenik adalah 100 :I.

2. Pengendalian saat panen

Panen sebaiknya dilakukan pada musim kering dan setelah biji benar-benar siap
untuk dipanen . Biji atau bulir yang masih muda banyak mengandung air yang sangat
menguntungkan untuk pertumbuhan kapang. Kandungan air pada saat panen sebaiknya
diatur pada kisaran tertentu, misalnya untuk jagung pipilan 23 - 25%, sorgum 12 - 17%,
kacang kedelai 11 - 15% dan kacang tanah 35 - 50% (DEPARTMENT OF CROP
SCIENCES UNIVERSITY OF ILLINOIS, 1997; KASNO, 2004) . Panen yang terlalu
cepat atau terlambat panen menyebabkan meningkatnya kontaminasi mikotoksin pada

15
produk pertanian. Peralatan yang digunakan saat panen atau untuk transportasi ke tempat
pengeringan dan penyimpanan dibersihkan sehingga bebas dari serangga dan kapang .
Sedapat mungkin hasil panen dijaga dari kerusakan mekanik dan kontak dengan bagian
tanaman yang terinfeksi kapang. Selanjutnya, basil panen segera dikeringkan dengan
menggunakan sinar matahari, pengasapan atau mesin pengering, jika panen dilakukan
pada musim hujan hingga mencapai kadar air yang memadai untuk penyimpanan .

3. Pemisahan secara fisik


Pemisahan dilakukan melalui pengamatan visual pada produk pertanian yaitu,
dengan memisahkan produk yang baik dari produk yang rusak akibat kerusakan mekanik,
serangga, infeksi kapang atau busuk. Pemisahan dengan cara tersebut dapat menurunkan
konsentrasi aflatoksin dan fumonisin pada jagung atau kacang tanah, dan patulin pada
apel secara nyata (MURPHY et al., 1993).

4. Pencucian dan pengenceran

Pada produk pertanian seperti kacang tanah, cemaran kapang dapat dikurangi
dengan pencucian yang diikuti dengan pengeringan. Cara ini dapat mengurangi jumlah
kapang, namun tidak menghilangkan/mengurangi toksin yang telah terbentuk. Upaya
mengurangi konsentrasi mikotoksin dapat pula dilakukan pengenceran (dilution), yaitu
dengan menambahkan bahan yang masih baik sehingga kandungan cemaran tersebut
menjadi sangat rendah.

2.5 Upaya Pencegahan dan Penanganan Mycotoxin

A. Pencegahan
Kontaminasi mikotoksin dapat dicegah dengan penerapan manajemen yang baik
(good management practices) dimulai dari proses penanaman, pemanenan dan
penyimpanan produk pertanian (Grenier & Applegate 2012). Manajemen pencegahan dan
teknologi dekontaminasi untuk mengurangi efek mikotoksin juga perlu dikembangkan,
dengan cara fisik (pencucian, pemanasaan, radiasi ultraviolet), pencegahan kontaminasi
(penanaman, pemanenan, penyimpanan, dan distribusi), detoksifikasi dalam pakan ternak
16
dengan penambahan feed aditif, penambahan bahan kimia (kalsium hidroksid,
monoethilamin, amonia) dan bahan pengikat mikotoksin sehingga dapat menghasilkan
produk pertanian, pakan dan pangan yang berkualitas serta terhindar dari kontaminasi
mikotoksin (Kolossova et al. 2009).
Konsentrasi aflatoksin B1 pada 35 sampel masih di bawah regulasi yang telah
ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan batas maksimum residu (BMR) 50
ppb, namun 2 dari 35 sampel (5,7%) melebihi regulasi yang ditetapkan Food and Drug
Administration (FDA) dengan batas maksimum residu (BMR) 20 ppb. Konsentrasi
fumonisin (B1, B2, B3) pada 22 dari 35 sampel (63%) melebihi regulasi yang ditetapkan
Food and Drug Administration (FDA) dengan batas maksimum residu (BMR) 100 ppm.

B. Penanganan
Cara penanganan cemaran mikotoksin umumnya dilakukan dengan pencegahan,
dilanjutkan dengan pemberantasan atau mengurangi kapang dan mikotoksin yang
dihasilkan. Pengendalian dimulai di tempat penyimpanan dilanjutkan pada pakan atau
bahan penyusun pakan. Pengendalian cemaran dimulai dengan menyingkirkan cemaran
kapang dari pakan, lalu mencegah perkembangbiakan kapang pada pakan. Selanjutnya
dilakukan reduksi kapang yang ada dalam pakan untuk mencegah kontaminasi ulang, dan
terakhir desinfeksi pada area yang tercemar kapang. Semua benda yang tercemar
dibersihkan dengan desinfektan seperti sodium hipoklorit (Workers Health Center 2005).
Pencegahan dan pengendalian pada tempat penyimpanan dalam bentuk bangunan atau
gedung dilakukan dengan berbagai cara untuk mengurangi pertumbuhan kapang. Bila ada
cemaran kapang yang teridentifikasi segera dikendalikan.
Pencegahan dan penanganan cemaran kapang pada tempat-tempat tersebut
dilakukan dengan mengurangi kelembapan hingga di bawah 70%. Berbagai upaya
tersebut dimaksudkan untuk mencegah kerusakan bahan pakan akibat serangan hama,
mikroba, dan tungau. Selanjutnya dilakukan pemberian CO2, kedap udara, fumigan
(fosfin/PH3), dan metil bromida untuk menurunkan populasi cemaran kapang. Pemberian
ventilasi yang memadai pada tempat-tempat penyimpan bahan pakan juga dapat
mengurangi pertumbuhan dan mencegah metabolism kapang. Dinding permukaan
bangunan penyimpan bahan pakan harus rata dan pada cat tembok ditambahkan zat

17
antikapang untuk mengurangi pertumbuhan kapang pada dinding. Pembersihan tempat
penyimpanan bahan pakan dengan air harus dilakukan hingga benar-benar kering.
Pekerja di tempat penyimpanan pakan dan bahan pakan dan di peternakan hendaknya
menggunakan masker agar terhindar dari cemaran kapang. Penyimpanan pakan dan
penyusunnya hendaknya juga tidak terlalu lama. Pengurangan kelembapan, penambahan
ventilasi dan pengaturan suhu dilakukan karena komponen pakan seperti jagung terdiri
atas air, karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin yang dibutuhkan cendawan
untuk kelangsungan hidupnya (Dharmaputra et al. 1997; Dharmaputra 2004). Faktor
kondisi dan lingkungan juga berpengaruh terhadap tingginya cemaran kapang, misalnya
pada jagung.
Jagung yang dibeli dari pedagang tradisional dan pengeringan dengan panas
matahari sering kali mengandung kadar air 16-17%. Pada musim hujan, pengeringan
dengan sinar matahari sulit dilakukan sehingga kadar air jagung di atas 17%. Selama
penyimpanan di gudang pabrik pakan, suhu dan kelembapan yang tinggi akan
mendukung pertumbuhan kapang. Tidak semua pabrik pakan mempunyai silo
penyimpanan yang dilengkapi pengering sehingga jagung yang berkadar air tinggi
tersebut hanya disimpan di gudang sehingga memacu pertumbuhan kapang. Kadar air
jagung yang aman untuk disimpan adalah 14%. Pada kadar air tersebut, kapang sulit
tumbuh dan tidak menyebarkan spora (Suharja 2008). Untuk mengurangi cemaran
kapang pada bangunan penyimpan bahan pakan, lingkungan, serta pakan dan bahan
penyusun pakan dapat digunakan fungisida. Namun, penggunaan fungisida harus cermat
dan teliti agar hasilnya maksimal dan mengurangi resistensi kapang terhadap fungisida.
Oleh karena itu, penggunaan fungisida yang benar sangat penting, selain mengetahui
jenis fungisida, cara kerja, dan risiko yang ditimbulkan. Strategi penggunaan fungisida
pada budi daya tanaman, termasuk tanaman bahan pakan dan spesifikasi beberapa jenis
fungisida disajikan.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mycotoxin bisa didefinisikan sebagai senyawa toksik metabolit sekunder dari
beberapa genus kapang toksigenik yang tumbuh pada bahan dan pangan. Mikotoksin
merupakan metabolit sekunder toksik yang diproduksi oleh jamur. Mikotoksin biasa
mengkontaminasi pakan dan pangan terutama produk biji-bijian.
Mycotoxins sangat menekan fungsi kekebalan tubuh dan bersifat neurotoxic,
artinya beracun pada sistem nerves dan otak, membahayakannya, menyebabkan kelainan
fungsi neurology dan penyakit sclerosis, parkinson, alzheimers dan lain-lain.
Kontaminasi mikotoksin dapat dicegah dengan penerapan manajemen yang baik
(good management practices) dimulai dari proses penanaman, pemanenan dan
penyimpanan produk pertanian (Grenier & Applegate 2012). Manajemen pencegahan dan
teknologi dekontaminasi untuk mengurangi efek mikotoksin.

3.2 Saran
Banyaknya mikotoksin yang dapat menyerang sejumlah bahan pangan, sebagai
petani perlu terus memantau kualitas hasil pertaniannya serta ransum untuk hewan ternak
mereka. Bila perlu dilakukan pemantauan secara berkala dan dilakukan pula pembersihan
pada penyimpanan. Usahakan tempat penyimpanan tidak lembab dan bersih serta tidak
terjangku dari hewan-hewan lain yang dapat menurunkan kualitas hasil pertanian.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bahri S., Maryam, R dan Widiastuti, R. 2002. Materi Kuliah pada Workshop on “Grain and Feed
Quality”, Bogor 30 Januari – 1 Pebruari 2002.

Cole R.J., Cox R.H (Eds.). 1981. Handbook of Toxic Fungal Metabolites. Academic press,
New York, pp 1850.

Bhat R.V. and J.D.Miller. 1991. Mycotoxins and food supply. FAO, Food, Nutrition and
Agriculture, 1: 27-31.

Yenny.2006. Aflatoksin Dan Aflatoksikosis Pada Manusia.Jakarta. Universa Medicina Januari-


Maret 2006, Vol.25 No.1: 43-48.

Widi Amaria, Tajul Iflah, Rita Harni. 2014. Bunga Rampai Inovasi Teknologi Bioindustri
Kakao. IAARD Press. Jakarta

Agriopoulou, S., Stamatelopoulou, E., & Varzakas, T. (2020). Kemajuan dalam kejadian,
pentingnya, dan strategi pengendalian mikotoksin: Pencegahan dan detoksifikasi dalam
makanan. Makanan , 9 (2), 137.

20

Anda mungkin juga menyukai