Anda di halaman 1dari 26

IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

MODUL PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS


(IND413)

MODUL SESI #13


PENENTUAN TATA LETAK FASILITAS DENGAN LINE BALANCING

DISUSUN OLEH
TAUFIQUR RACHMAN, ST., MT

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 0 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Mampu menerapkan matematika, sains dan prinsip rekayasa untuk
menyelesaikan masalah rekayasa kompleks pada sistem terintegrasi (meliputi manusia,
material, peralatan, energi, dan informasi).

Indikator Penilaian
Ketepatan dalam menerapkan matematika, sains dan prinsip rekayasa untuk
menyelesaikan masalah rekayasa kompleks pada sistem terintegrasi (meliputi manusia,
material, peralatan, energi, dan informasi).

Uraian Materi
13.1. Perencanaan Tata Letak (Layout)
Terdapat beberapa hal yang dapat membantu dalam perencanaan tata letak
(layout), antara lain:
1) Atap cukup tinggi
Hal ini akan memudahkan perusahaan di dalam mengatur penerangan dan sirkulasi
udara.
2) Gang-gang cukup lebar
Akan memudahkan arus barang dan manusia, dan juga memudahkan perawatan
fasilitas perusahaan.
3) Daya tahan lantai dan bangunan
Sangat berguna apabila perusahaan memilih bangunan berlantai lebih dari satu
(bangunan bertingkat). Penting juga bila perusahaan menggunakan mesin atau
fasilitas lain yang berat.
4) Dudukan mesin yang fleksibel
Penting untuk memudahkan perawatan dan pergantian mesin.
5) Fleksibel untuk kondisi “emergency”, dll.

Adapun tujuan dari perencanaan tata letak (layout), antara lain:


1) Pemanfaatan fasilitas dan peralatan dengan optimal, terutama bagi perusahaan yang
tidak memiliki lahan atau bangunan yang luas.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 1 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

2) Aliran manusia dan material menjadi lancer.


3) Pemakaian ruang dengan efisien, dalam arti memudahkan pergerakan bahan dan
manusia.
4) Memberi ruang gerak yang cukup, untuk kelancaran dan kenyamanan operasional
perusahaan.
5) Biaya investasi dan produksi yang rendah.
6) Fleksibilitas untuk perubahan.
7) Keselamatan kerja.
8) Suasana kerja yang baik.
9) Penggunaan tenaga kerja dan persediaan yang efisien.

13.2. Jenis-jenis Tata Letak


Dalam merencanakan tata letak, perusahaan dapat memilih beberapa tipe tata
letak, dengan tidak mengesampingkan tipe dan karakteristik aktivitas dan operasional
perusahaan. Tipe tata letak yang cocok dan tepat bagi sebuah perusahaan, belum tentu
cocok dan tepat bagi perusahaan lainnya.

Secara umum terdapat beberapa jenis tata letak (layout), antara lain:
1) Tata Letak Proses/Fungsional (Process Layout)
Adalah jenis tata letak yang berorientasi pada proses, dimana mesin-mesin dan
peralatan-peralatan yang sama dikelompokkan dan ditempatkan dalam satu
tempat/ruang tertentu. Penyusunan tata letak dimana alat yang sejenis atau memiliki
fungsi yang sama ditempatkan pada bagian yang sama.

Tata letak proses biasanya dipergunakan untuk perusahaan yang memenuhi


pesanan dimana banyak terdapat pesanan-pesanan yang berbeda baik bentuk, kualitas
maupun jumlahnya. Atau dengan kata lain merupakan tipe tata letak untuk variasi
produk tinggi dan volume rendah. Fasilitas produksi yang mempuyai karakter atau
fungsi yang sama ditempatkan dalam satu bagian. Untuk contoh perusahaan yang
umumnya menggunakan tata letak proses, yaitu: pembuat roti, mebel, bengkel, dll. Pada
Gambar 13.1 merupakan contoh tata letak proses.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 2 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Gambar 13.1. Tata Letak Proses/Fungsional (Process Layout)

2) Tata Letak Produk (Product Layout)


Adalah jenis tata letak yang berorientasi pada produk, dimana mesin-mesin dan
peralatan-peralatan disusun berdasarkan urutan operasi yang diperlukan bagi produk
yang dibuat. Dalam hal ini biasanya perusahaan memproduksi satu macam produk
secara terus menerus dan dalam jumlah besar.

Tata letak produk umumnya digunakan untuk proses produksi standar dan masal.
Atau dengan kata lain merupakan jenis tata letak untuk variasi produk rendah dan
volume tinggi. Penyusunan fasilitas dan peralatan disesuaikan dengan urutan proses.
Untuk contoh perusahaan yang umumnya menggunakan tata letak produk, yaitu: mie
instan, pemintalan, surat kabar, semen, minuman, dll. Pada Gambar 13.2 merupakan
contoh tata letak produk.

Gambar 13.2. Tata Letak Produk (Product Layout)

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 3 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

3) Tata Letak Kelompok (Group Layout)


Adalah jenis tata letak yang memisahkan daerah/tempat serta kelompok mesin
yang membuat serangkaian komponen yang memerlukan pemrosesan yang sama. Untuk
setiap komponen akan diselesaikan di tempat tersebut.

Tata letak kelompok merupakan jenis tata letak untuk variasi produk sedang dan
volume sedang. Fasilitas produksi dikelompokkan untuk pembuatan produk yang
memerlukan proses operasi yang sama. Untuk contoh perusahaan yang umumnya
menggunakan tata letak kelompok, yaitu: universitas, tempat hiburan, dll. Pada Gambar
13.3 merupakan contoh tata letak kelompok.

Gambar 13.3. Tata Letak Kelompok (Group Layout)

4) Tata Letak Posisi Tetap (Fixed Layout)


Pada tata letak posis tetap, produk tidak bergerak, namun bahan baku dan alat
produksi yang mendatangi produk. Perusahaan yang memilih tata letak posisi tetap
harus memiliki beberapa pertimbangan, antara lain:
1) Karakteristik produk yang tak bisa dipindahkan
2) Risiko pemindahan
3) Perlu ketelitian

Merupakan jenis tata letak dengan variasi produk rendah dan volume rendah.
Pengaturan material atau komponen produk akan tetap pada posisinya, sedangkan

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 4 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

fasilitas produksi yang bergerak berpindah menuju lokasi material tersebut. Pada
Gambar 13.4 merupakan contoh tata letak posisi tetap.

Gambar 13.4. Tata Letak Posisi Tetap (Fixed Layout)

13.3. Line Balancing


Atau keseimbangan lini atau keseimbangan lintasan atau assembly line
balancing, merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun
kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap
stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja
tersebut.

Terdapat beberapa gejala ketidakseimbangan lintasan produksi, antara lain:


(Biegel, 1992)
1) Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang menyolok.
2) Adanya work in process (produk setengah jadi) pada beberapa stasiun kerja.

Sedangkan hal-hal yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada lintasan


produksi, antara lain: (Biegel, 1992)
1) Rancangan lintasan yang salah.
2) Peralatan atau mesin sudah tua sehingga seringkali breakdown dan perlu di set-up
ulang.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 5 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

3) Operator yang kurang terampil dan metode kerja yang kurang baik.

Adapun tujuan dari kesimbangan lintasan (line balancing), yaitu: (Elsayed,


1985)
1) Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasi pada setiap stasiun kerja
sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah
terjadinya bottleneck.
2) Menjaga lini perakitan agar tetap lancar dan kontinu berlangsung.

Terdapat beberapa cara untuk usaha pencapaian keseimbangan lintasan, antara


lain: (Elwood, 1984)
1) Penumpukan material
Caranya dengan membuat tumpukan material pada stasiun kerja yang lambat.
Kemudian pada stasiun kerja ini harus melakukan kerja lembur atau menambah tenaga
kerja. Cara ini merupakan cara yang paling mudah, tetapi tidak menjadikan lebih baik
karena dengan adanya penumpukan material akan mengakibatkan pemborosan waktu
pada stasiun kerja yang lain dan pemborosan ruangan yang dipakai.

2) Pergerakan operator
Caranya adalah apabila seorang operator mempunyai waktu operasi yang lebih
cepat dari operator lainnya, maka operator tersebut dapat bergerak sepanjang lini
produksi tersebut untuk membantu operator lainnya yang waktu operasinya lebih lama.

3) Pemecahan elemen pekerjaan


Cara ini dilakukan jika suatu operasi membutuhkan waktu yang lebih singkat
daripada stasiun kerja lainnya. Operator tersebut dapat menangani lebih dari satu
operasi, misalnya menyusun sub rakitan jika operasi ini dilakukan di luar lininya atau
membantu operasi lainnya maupun bekerja pada lini yang lain.

4) Perbaikan operasi
Cara ini harus ditempuh melalui perbaikan metode kerja khususnya jika terdapat
operasi yang lebih lama dibandingkan dengan yang lainnya dan memerlukan waktu set-

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 6 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

up yang lama. Studi gerakan akan selalu menghasilkan cara yang lebih baik untuk
melakukan pekerjaan dan akan mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan.

5) Perbaikan performansi operator


Pada umumnya operasi yang mengalami kemacetan (bottleneck) dapat
diseimbangkan melalui penambahan latihan pada operator yang bersangkutan atau
pergantian operator dengan operator yang bekerja lebih cepat atau lebih baik.
Performansi keseimbangan lini produksi yang baik dapat diketahui melalui efisiensi lini
dan efisiensi dari stasiun kerja.

6) Pengelompokan operasi
Cara ini berusaha untuk mengelompokkan beberapa operasi atau elemen kerja
hasil pembagian ke dalam grup-grup atau stasiun-stasiun kerja secara seimbang,
sehingga setiap grup memiliki waktu kerja yang sama panjang.

Untuk kriteria ukuran yang umum digunakan dalam suatu keseimbangan


lintasan, antara lain:
1) Minimum waktu menganggur.
2) Minimum keseimbangan waktu senggang (balance delay).
3) Maksimum efisiensi.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan


lintasan tersebut didasarkan pada beebrapa hubungan, antara lain:
1) Kecepatan produksi (production rate).
2) Operasi-operasi yang diperlukan dan urutan-urutan kebergantungan (sequnce).
3) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi (work element time).
4) Jumlah operator/pekerja yang melakukan operasi tersebut.

Langkah-langkah yang perlu diketahui dalam melakukan penyeimbangan


lintasan, antara lain: (Chase dan Aquilano, 1995)
1) Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini
produksi.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 7 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Hubungan atau keterkaitan antara pekerjaan tersebut digambarkan dalam


precedence diagram.

2) Menentukan waktu siklus (c) yang dibutuhkan


Persamaan yang digunakanadalah sebagai berikut.

3) Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis


Persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah minimum stasiun kerja yang
dibutuhkan untuk memenuhi pembatas waktu siklus adalah sebagai berikut.

4) Memilih metode untuk melakukan penyeimbangan lintasan.


Beberapa metode yang dapat digunakan untuk keseimbangan lintasan, antara lain:
a) Metode Analitik (Matematika)
‒ Linear programming
‒ Dynamic programming
b) Metode Heuristic
‒ Metode Helgesson-Birnie (Ranked Positional Weight/ RPW)
‒ Metode Region Approach
‒ Metode Largest Candidate Rule
‒ Metode J-Wagon
c) Metode Probabilistik

5) Menghitung performansi (kinerja) keseimbangan lintasan


Ukuran kriteria yang dapat digunakan yaitu: efisiensi lini, efisiensi stasiun kerja,
waktu menganggur dan balance delay yang diukur berdasarkan metode yang dipilih
untuk melihat performansi keseimbangan lintasan produksi.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 8 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

13.4. Metode Helgesson-Birnie / Ranked Positional Weight (RPW)


Yang dimaksud dengan bobot posisi dari suatu tugas adalah jumlah waktu
pelaksanaan semua tugas-tugas yang mengikutinya. Cara penentuan bobot dari
precedence diagram dimulai dari proses akhir. Persamaan untuk menentukan bobot
pada metode Ranked Positional Weight (RPW) adalah sebagai berikut.

Untuk contoh penentuan bobot pada metode Ranked Positional Weight (RPW)
dapat dilihat dari precedence diagram pada Gambar 13.5 berikut ini.

Gambar 13.5. Precedence Diagram Contoh Pembobotan

Berdasarkan Gambar 13.5 maka hasil bobot metode Ranked Positional Weight
(RPW) untuk masing-masing operasi adalah sebagai berikut.
1) Bobot operasi 4

2) Bobot operasi 3

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 9 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

3) Bobot operasi 2

4) Bobot operasi 1

Adapun metode Ranked Positional Weight (RPW) memiliki prosedur yang dapat
dijelaskan sebagai berikut: (Bedworth, 1982; Elsayed, 1985; Elwood, 1978)
1) Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2) Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaan.
3) Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada langkah ke-2. Elemen
pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama kali.
4) Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki positional weight
tertinggi hingga ke yang terendah ke setiap stasiun kerja.
5) Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu, dalam hal ini waktu stasiun
melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam stasiun
kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi diagram
precedence.
6) Ulangi langkah ke-4 dan ke-5 di atas sampai seluruh elemen pekerjaan sudah
ditempatkan ke dalam stasiun kerja.

13.5. Metode Largest Candidate Rule


Merupakan metode yang paling sederhana. Adapun prosedur dari metode largest
candidate rule secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga yang paling
kecil.
2) Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang paling atas.
Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya, apabila jumlah elemen kerja telah
melebihi waktu siklus.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 10 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

3) Lanjutkan proses langkah 2, hingga semua elemen kerja telah berada dalam stasiun
kerja dan memenuhi ≤ waktu siklus (cycle time).

13.6. METODE J-WAGON


Metode heuristik ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak,
dimana elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan
dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah elemen
kerja yang lebih sedikit. (Aquilano dan Chase, 1995)

Apabila terdapat dua elemen kerja yang meiliki nilai bobot yang sama, maka
prioritas akan diberikan kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan lebih
besar. Untuk prosedur selanjutnya sama dengan metode Helgesson-Birnie (Ranked
Positional Weight/RPW), hanya saja dalam menentukan bobot yang dihitung adalah
jumlah operasi (bukan waktu operasi). Untuk perhtungan bobot pada metode J-Wagon
dapat menggunakan persamaan berikut ini.

Untuk contoh penentuan bobot pada metode J-Wagon dapat dilihat dari
precedence diagram yang terdapat pada metode RPW pada Gambar 13.5, dengan hasil
bobot untuk masing-masing operasi adalah sebagai berikut.
1) Bobot untuk operasi 4 = 0
2) Bobot untuk operasi 3 = 1 (operasi 4)
3) Bobot untuk operasi 2 = 2 (operasi 3 dan 4)
4) Bobot untuk operasi 1 = 2 (operasi 3 dan 4)

13.7. Contoh Kasus Line Balancing


Suatu perusahaan menghasilkan barang melalui suatu departemen perakitan dengan
hasil produksi sebesar 10 unit per jam. Data-data lainnya dapat dilihat pada Tabel 13.1
berikut ini.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 11 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Tabel 13.1. Data Elemen Kerja Contoh Kasus Line Balancing

Elemen Kerja Waktu (menit) Elemen Kerja Prasyarat Yang Mendahului

1 3,2 ‒

2 0,8 1

3 3,0 2

4 3,0 1

5 1,6 1

6 1,2 5

7 1,8 2

8 3,0 3

9 2,8 4

10 2,8 6 dan 7

11 0,8 8

12 2,0 10

13 1,6 9, 11 dan 12

Jumlah 27,6

13.7.1. Solusi Contoh Kasus Line Balancing


Tahapan solusi dari permasalahan yang terdapat pada contoh kasus line
balancing adalah sebagai berikut:
1) Mencari pekerjaan, dan mendata elemen-elemen kerja yang ada serta mencari waktu
setiap elemen kerja (lihat Tabel 13.1).

2) Menyusun precedence diagram.


Berdasarkan Tabel 13.1 maka dapat dibuat precedence diagram seperti yang tertera
pada Gambar 13.6

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 12 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Gambar 13.6. Precedence Diagram Contoh Kasus Line Balancing

3) Menghitung cycle time (c)


Yaitu waktu maksimum untuk mengerjakan satu unit produk di suatu work station,
dengan persamaan berikut ini.

4) Menghitung jumlah work station.


Dengan persamaan yang digunakan adaah sebagai berikut.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 13 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

5) Mencari alternatif anggota work station.


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih alternatif anggota work
station, antara lain:
a) Jumlah minimal work station (n = 5 work station).
b) Penjumlahan waktu alternatif anggota work station tidak boleh melebihi dari
waktu siklus (c = 6 menit).
c) Alternatif anggota work station yang dipilih tidak boleh menyalahi precedence
diagram.
Hasil pemilihan alternatif anggota work station dapat di lihat pada kolom 2
(Alternatif Elemen Kerja) dari Tabel 13.2.

Tabel 13.2. Alternatif Anggota Stasiun Kerja Contoh Line Balancing

Elemen Waktu Waktu


Work Alternatif Waktu
Kerja Elemen Mengganggur
Station Elemen Kerja Kumulatif
Terpilih Kerja (Idle Time)

a) 1 – 5 – 6 1 3,2 3,2 2,8

S1 b) 1 – 2 – 7 5 1,6 4,8 1,2


c) 1 – 2 – 5 6 1,2 6,0 0,0

2 0,8 0,8 5,2


a) 2 – 3 – 7
S2 3 3,0 3,8 2,4
b) 2 – 7 – 10
7 1,8 5,6 0,4

4 3,0 3,0 3,0


S3 a) 4 – 9
9 2,8 5,8 0,2

a) 8 – 11 10 2,8 2,8 3,2


S4 b) 8 – 10
c) 10 – 12 12 2,0 4,8 1,2

8 3,0 3,0 3,0

S5 a) 8 – 11 – 13 11 0,8 3,8 2,2

13 1,6 5,4 0,6

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 14 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

6) Menentukan pilihan anggota work station.


Waktu kumulatif dari anggota work station yang dipilih tidak boleh melebihi cycle
time dan yang paling mendekati cycle time. Hasil pemilihan anggota work station
dapat di lihat pada kolom 3 (Elemen Kerja Terpilih) dari Tabel 13.2.

7) Menghitung waktu komulatif setiap anggota work station yang terpilih.


Hasil perhitungan waktu kumulatif setiap anggota work station dapat di lihat pada
kolom 5 dari Tabel 13.2. Untuk tata letak dari hasil line balancing dapat di lihat
pada Gambar 13.7 berikut ini.

Gambar 13.7.Tata Letak Hasil Line Balancing

8) Menghitung tingkat pengangguran dan tingkat efisiensi.


a) Jumlah waktu menganggur kumulatif tiap work station (i)
Waktu menganggur kumulatif tiap work station dapat di lihat pada kolom 6
(Waktu Menganggur) dari Tabel 13.2. Sehingga jumlah waktu menganggur
kumulatif tiap work station (i) adalah sebagai berikut.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 15 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

b) Tingkat pengangguran
Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

c) Tingkat efisiensi
Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

Jadi, dengan cara line balancing, maka operasional perusahaan 92% telah dilakukan
secara efisien. Semakin besar % efisiensi yang dicapai, semakin optimal perusahaan
tersebut.

13.7.2. Solusi Contoh Kasus Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional
Weight (RPW)
Tahapan solusi contoh kasus line balancing dengan metode Ranked Positional
Weight (RPW) adalah sebagai berikut:
1) Menggambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Precedence diagram dapat di lihat pada Gambar 13.6.

2) Menentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaan.


Contoh perhitungan bobot posisi (positional weight) adaah sebagai berikut.

Hasil perhitungan bobot posisi (positional weight) untuk setiap elemen kerja dapat
dilihat pada Tabel 13.3.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 16 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Tabel 13.3. Bobot Posisi Elemen Kerja Metode RPW


Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja Yang Mendahului Bobot Posisi
1 3,2 - 37,2
2 0,8 1 17,4
3 3,0 2 8,4
4 3,0 1 7,4
5 1,6 1 9,2
6 1,2 5 7,6
7 1,8 2 8,2
8 3,0 3 5,4
9 2,8 4 4,4
10 2,8 6 dan 7 6,4
11 0,8 8 2,4
12 2,0 10 3,6
13 1,6 9, 11 dan 12 1,6

3) Mengurutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada langkah ke-2.


Elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama kali.
Berdasarkan Tabel 13.3 dapat diperoleh hasil urutan bobot posisi (positional weight)
elemen kerja dari tertinggi ke terendah seperti yang tertera pada Tabel 13.4.

Tabel 13.4. Urutan Bobot Posisi Elemen Kerja Metode RPW


Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja Yang Mendahului Bobot Posisi
1 3,2 - 37,2
2 0,8 1 17,4
5 1,6 1 9,2
3 3,0 2 8,4
7 1,8 2 8,2
6 1,2 5 7,6
4 3,0 1 7,4
10 2,8 6 dan 7 6,4
8 3,0 3 5,4
9 2,8 4 4,4
12 2,0 10 3,6
11 0,8 8 2,4
13 1,6 9, 11 dan 12 1,6

4) Menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi hingga


ke yang terendah ke setiap stasiun kerja.
Pengelompokkan elemen kerja dalam metode RPW harus memperhatikan beberapa
hal, antara lain:

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 17 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

a) Prioritaskan elemen kerja yang memiliki bobot posisi tertinggi.


b) Jumlah minimal stasiun kerja (n = 5 stasiun kerja)
c) Pengelompokkan elemen kerja ke dalam stasiun kerja ketika waktunya
dijumlahkan tidak boleh melebihi dari waktu siklus (c = 6 menit).
d) Pengelompokkan elemen kerja tidak boleh menyalahi precedence diagram.
Hasil pengelompokkan elemen kerja dengan metode RPW dapat diihat pada Tabel
13.5.

Tabel 13.5. Hasil Line Balancing Metode RPW


Stasiun Kerja Elemen Kerja Waktu Stasiun Kerja Idle
1
1 2 5,6 0,4
5
3
2 7 6,0 0,0
6
4
3 5,8 0,2
10
8
4 5,8 0,2
9
12
5 11 4,4 1,6
13

5) Menghitung performansi line balancing dengan metode RPW.


a) Jumlah waktu menganggur komulatif tiap stasiun (i)

b) Tingkat pengangguran

c) Tingkat efisiensi

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 18 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

13.7.3. Solusi Contoh Kasus Line Balancing Dengan Metode Largest Candidate
Rule
Tahapan solusi contoh kasus line balancing dengan metode largest candidate
rule adalah sebagai berikut:
1) Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga yang paling
kecil.
Hasil pengurutan elemen kerja dengan metode largest candidate rule dapat dilihat
pada Tabel 13.6.

Tabel 13.6. Urutan Elemen Kerja Metode Largest Candidate Rule


Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja Yang Mendahului Bobot Posisi
1 3,2 - 1
3 3,0 2 3
4 3,0 1 4
8 3,0 3 8
9 2,8 4 9
10 2,8 6 dan 7 10
12 2,0 10 12
7 1,8 2 7
5 1,6 1 5
13 1,6 9, 11 dan 12 13
6 1,2 5 6
2 0,8 1 2
11 0,8 8 11

2) Menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki waktu elemen kerja tertinggi hingga
ke yang terendah (dari urutan teratas pada Tabel 13.6) ke setiap stasiun kerja dengan
memperhatikan tata cara pengelompokkan seperti pada metode RPW.
Hasil pengelompokkan elemen kerja dengan metode largest candidate rule dapat
diihat pada Tabel 13.7.

3) Menghitung performansi line balancing dengan metode largest candidate rule.


a) Jumlah waktu menganggur komulatif tiap stasiun (i)

b) Tingkat pengangguran

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 19 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

c) Tingkat efisiensi

Tabel 13.7. Hasil Line Balancing Metode Largest Candidate Rule


Stasiun Kerja Elemen Kerja Waktu Stasiun Kerja Idle
1
1 5 6,0 0,0
6
4
2 5,8 0,2
9
2
3 3 5,6 0,4
7
8
4 5,8 0,2
10
12
5 11 4,4 1,6
13

13.8. Solusi Contoh Kasus Line Balancing Dengan Metode J-Wagon


Tahapan solusi contoh kasus line balancing dengan metode J-Wagon adalah
sebagai berikut:
1) Menentukan bobot posisi untuk setiap elemen pekerjaan dengan menghitung jumlah
elemen kerja sesudahnya.
Contoh perhitungan bobot posisi J-Wagon adaah sebagai berikut.
‒ Bobot untuk operasi 13 = 0
‒ Bobot untuk operasi 12 = 1 (operasi 13)
‒ Bobot untuk operasi 11 = 1 (operasi 13)
‒ Bobot untuk operasi 10 = 2 (operasi 12 dan 13)
‒ Bobot untuk operasi 9 = 1 (operasi 13)

Bobot posisi J-Wagon untuk setiap elemen kerja dapat dilihat pada Tabel 13.8.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 20 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Tabel 13.8. Bobot Posisi Elemen Kerja Metode J-Wagon


Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja Yang Mendahului Bobot Posisi
1 3,2 4, 9, 5, 6, 2, 7, 3, 8, 10, 11, 12, 13 12
2 0,8 3, 8, 11, 7, 10, 12, 13 7
3 3,0 8, 11, 13 3
4 3,0 9, 13 2
5 1,6 6, 10, 12, 13 4
6 1,2 10, 12, 13 3
7 1,8 10, 12, 13 3
8 3,0 11, 13 2
9 2,8 13 1
10 2,8 12, 13 2
11 0,8 13 1
12 2,0 13 1
13 1,6 - 0

2) Mengurutkan elemen pekerjaan berdasarkan bobot posisi pada langkah ke-1.


Elemen pekerjaan yang memiliki bobot posisi tertinggi diurutkan pertama kali.
Berdasarkan Tabel 13.8 diperoleh hasil urutan bobot posisi elemen kerja dari
tertinggi ke terendah seperti pada Tabel 13.9.

Tabel 13.9. Urutan Bobot Posisi Elemen Kerja Metode J-Wagon


Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja Yang Mendahului Bobot Posisi
1 3,2 4, 9, 5, 6, 2, 7, 3, 8, 10, 11, 12, 13 12
2 0,8 3, 8, 11, 7, 10, 12, 13 7
5 1,6 6, 10, 12, 13 4
3 3,0 8, 11, 13 3
6 1,2 10, 12, 13 3
7 1,8 10, 12, 13 3
4 3,0 9, 13 2
8 3,0 11, 13 2
10 2,8 12, 13 2
9 2,8 13 1
11 0,8 13 1
12 2,0 13 1
13 1,6 - 0

3) Menempatkan elemen pekerjaan yang memiliki positional weight tertinggi hingga


ke yang terendah ke setiap stasiun kerja dengan memperhatikan tata cara
pengelompokkan seperti pada metode RPW.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 21 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Hasil pengelompokkan elemen kerja dengan metode J-Wagon dapat diihat pada
Tabel 13.10.

Tabel 13.10. Hasil Line Balancing Metode J-Wagon


Stasiun Kerja Elemen Kerja Waktu Stasiun Kerja Idle
1
1 2 5,6 0,4
5
3
2 6 6,0 0,0
7
4
3 6,0 0,0
8
10
4 5,6 0,4
9
11
5 12 4,4 1,6
13

4) Menghitung performansi line balancing dengan metode J-Wagon.


a) Jumlah waktu menganggur komulatif tiap stasiun (i)

b) Tingkat pengangguran

c) Tingkat efisiensi

LINK Pengayaan Materi


Peserta harus membuka dan membaca LINK jurnal ini agar dapat berpartisipasi dalam
FORUM. LINK ini berisi jurnal yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk
berpartisipasi pada FORUM dan untuk mengerjakan TUGAS.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 22 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

Untuk memahami materi yang terdapat dalam MODUL, silahkan buka dan baca jurnal
pada LINK berikut ini.
http://ejournal.lppm-unbaja.ac.id/index.php/intent/article/view/744/420

FORUM Diskusi
Peserta dapat berpartisipasi dalam FORUM ini jika telah membuka dan membaca LINK
yang terdapat pada pertemuan ini dan peserta harus berpartisipasi dalam FORUM ini
agar dapat mengerjakan QUIZ.
Peserta harus menuliskan judul jurnal yang terdapat pada LINK pertemuan ini. Selain
itu, peserta juga dapat memberikan komentar pada jawaban peserta lainnya, dan jika
terdapat pertanyaan atau apapun yang terkait dengan MODUL dan TUGAS dapat juga
dituliskan pada FORUM ini.

QUIZ
Peserta dapat membuka dan mengerjakan QUIZ ini jika telah membuka MODUL dan
berpartisipasi pada FORUM yang terdapat pada pertemuan ini dan peserta harus
mengerjakan QUIZ ini agar dapat membuka dan mengerjakan TUGAS.
Kerjakan QUIZ berikut sebaik-baiknya agar nilai yang diperoleh maksimal. Terdapat 3
(tiga) kali kesempatan percobaan dengan nilai akhir adalah nilai rata-rata dari
kesempatan percobaan yang digunakan.

1. Gejala ketidakseimbangan lintasan produksi, adalah:


a. Rancangan lintasan yang salah
b. Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang menyolok
c. Peralatan atau mesin sudah tua
d. Operator yang kurang terampil dan metode kerja yang kurang baik

2. Jenis tata letak yang produknya tidak bergerak, namun bahan baku dan alat
produksi yang mendatangi produk, adalah:
a. Tata letak proses
b. Tata letak posisi tetap
c. Tata letak kelompok

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 23 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

d. Tata letak produk

3. Salah satu cara pencapaian line balancing, adalah:


a. Maksimum efisiensi
b. Pengelompokkan operasi
c. Minimum waktu menganggur
d. Minimum keseimbangan waktu senggang (balance delay)

4. Hal yang dapat membantu dalam perencanaan layout untuk memudahkan arus
barang dan manusia, adalah:
a. Atap cukup tinggi
b. Gang-gang cukup lebar
c. Daya tahan lantai dan bangunan
d. Dudukan mesin yang fleksibel

5. Jenis metode line balancing yang memiliki prosedur menghitung bobot posisi
dengan menjumlahkan proses operasi-operasi yang bergantung pada operasi
tersebut, adalah:
a. Metode Ranked Positional Weight
b. Metode J-Wagon
c. Metode Region Approach
d. Metode Largest Candidate Rule

TUGAS
Peserta dapat mengerjakan TUGAS ini jika telah mengerjakan QUIZ yang terdapat pada
pertemuan ini.
Jawab pertanyaan berikut ini yang bersumber dari jurnal yang terdapat pada LINK
pertemuan ini.
1) Tuliskan judul, nama peneliti dan institusi dari peneliti yang terdapat pada jurnal
tersebut.
2) Sebutkan kata kunci (keyword) yang terdapat pada jurnal tersebut.
3) Sebutkan tujuan penelitian yang terdapat pada jurnal tersebut.

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 24 / 26
IND413-Perancangan Tata Letak Fasilitas Materi Sesi #13

4) Sebutkan tahapan penelitian pada jurnal tersebut secara singkat dan jelas.
5) Sebutkan hasil penelitian yang terdapat pada jurnal tersebut.

Jawaban tugas dapat langsung ditulis pada tempat yang telah disediakan (bersifat online
text) dan isi jawaban maksimal 200 kata.

Daftar Pustaka
Apple. James M., 1990, Tataletak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Penerbit ITB,
Bandung
Groover. Mikell P., 2001, Automation, Production Systems, and Computer Integrated
Manufacturing, Second Edition, New Jersey, Prentice Hall Inc.
Gunawan. W., 2019, Usulan Perbaikan Kinerja Proses Produksi Hot Metal Treatment
Plant dengan Menggunakan Metode Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) di
PT. KS Cilegon, Jurnal InTent, Vol. 2, No.2, Juli-Desember 2019, P-ISSN: 2654-
9557, E-ISSN: 2654-914X
Meyers. Fred E., 1993, Plant Layout and Material Handling, Prentice Hall, USA
Tompkins. James A., et.al., 1996, Facilities Planning, John Wiley & Sons, Canada
Wignjosoebroto. S, 2009, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, PT. Guna Widya,
Jakarta, Indonesia

Universitas Esa Unggul 6623 – Taufiqur Rachman


http://esaunggul.ac.id Halaman 25 / 26

Anda mungkin juga menyukai