Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tentang

“MARFUAT AL-ASMA' (MUBTADA-KHABAR)”

Dosen Pembimbing : Dra. Asnah, M.Ag

DI SUSUN OLEH :

KIKI SALASTIA

AYUNI ARIYA SAFITRI

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS
2022
KATA PENGANTAR

          Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat
dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

            Dalam makalah “Marfuat Al-Asma' (Mubtada-Khabar)” penulis bermaksud


menjelaskan secara detail akan Penalaran. Adapun tujuan selanjutnya adalah untuk
memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah.

            Akhir kata tak ada gading yang tak retak, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Bengkalis, 31 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan Pembuatan Makalah..........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Marfuat Al-Asma' (Mubtada-Khabar)...........................................................2
B. Mubtada’........................................................................................................2
C. Khabar ...........................................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................8
B. Saran..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa Arab merupakan bahasa yang dipakai dalam Al Quran dan mayoritas kitab-kitab
hukum Islam. Dan bahasa yang bakal dipakai nantinya di akhirat. Oleh karenanya mempelajari
Bahasa Arab adalah poin penting agar bisa mengerti hukum Islam yang pada realitanya
mayoritas dicatat dengan Bahasa Arab.
Kosakata dalam Bahasa Arab sebenarnya tidak berbeda jauh dalam bahasa-bahasa yang
lain, tetapi kosakata dalam Bahasa Arab mempunyai wujud bentuk yang lebih kompleks dan
sedikit susah di pahami khususnya untuk pemula.
Mubtada’ khobar adalah kalimat yang sama-sama berhubungan keduanya, sehingga
tidaklah menjadi kalimat yang prima seandainya mubtada belum dilengkapi oleh khobar.
Mubtada dan Khobar mempunyai aturan-aturan yang telah baku, seperti harus sesuai antara
mubtada dan khobar dalam hal mufrod,  tasniyah,  jama’ serta muannats, dan mudzakkar-nya.
Pada makalah ini penulis akan memperdalam ulasan mengenai mubtada dan khobar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Marfuat Al-Asma?
2. Apa itu Mubtada?
3. Apa itu Khabar?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Marfuat Al-Asma
2. Untuk mengetahui Mubtada
3. Untuk mengetahui Khabar

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Marfuat Al-Asma'
Marfu’atul asma adalah isim-isim yang dibaca rofa’ , Isim yang dibaca rofa’ tandanya
adalah terdapatnya harokat dhommah pada kata tersebut.
Jadi dari nadhomat kitab jurumiyah tersebut bisa difahami bahwa marfu’atul asma itu ada
tujuh, yakni isim fail. Isim maf’ul yang tidak disebut fa’il, Mubtada’, Khobar mubtada,
Isim Kana Wa Akhowatuha, Khobar inna wa akhowatuha, dan lafadz yang mengikuti pada isim
yang dibaca Rofa’ seperti  Na’at, Athof, Taukid dan Badal.

B. Mubtada
1. Pengertian Mubtada’
Secara bahasa (‫ )مبتدأ‬berasal dari kata ((َ‫َِتبِاًَاد‬-‫َُِأدتـبـي‬-‫ أدتـبِا‬yang artinya memulai,
sehingga dalam istilah ilmu nahwu,mubtadamerupakan isim yang berada di awal kalimat,
walaupun terkadang yang menjadi mubtada’ini bukan isim sarih namun terkadang berupa al-
masdar al-mu’awwal. Dan hukum isim yang dimulai pada awal kalimat tersebut (‫ )مبتدأ‬adalah
Marfu’(dibaca akhir katanya dengan harakah dhamma), kecuali apabila isim tersebut
didahului oleh huruf jar tambahan atau yang menyerupainya maka hukumnya secara Lafadz
adalah majrur namun kedudukannya dalam kalimat tetaplah marfu’.Mubtada’adalah isim
yang dibaca rofa’ yang terhindar dari amil lafzhi (amil yang dapat terlihat dan dapat
dirasakan dalam ucapannya). Sedangkan yang dinamakan khabar ialah isim yang dibaca
rofa’yang disandarkan pada mubtada’ 1َ‫الجن ُو ِملسُلما‬
َ ‫ن ُو ِس‬.

2. Pembagian mubtada'
Pertama, MubtadaSharih/Mubtada yang jelas (َ‫ )أدتـبُ َمحيِرصـ‬yang mencakup semua isim

dhahir (kata benda yang nampak), contoh "َ‫رها َُمبِالطال‬


ِ " Dan juga terdiri dari isim dhamir,Yaitu

1
Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), Tarjamah Matan Jurumiyah.(Sinar
Baru,Bandung,1995) Hal,85

2
dhamir yang bisadijadikan mubtada’dan ada 12 macam, yaitu dhamir munfasil marfu’ abadan,

ِ ‫تنَأ‬.
salah satu contohnya: َ‫رباص‬

Kedua adalah Mubtada Muawwal( ‫ )مؤول‬dari An (‫ )أن‬dan fi’ilnya, maksudnya adalah

mubtada yang terdiri dari َ‫فعل‬+ ‫ نأ‬maka jadilah masdar muawwal atau fi'il (kata kerja) yang
mempunyai kedudukan seperti isim (kata benda).
Asal dari Mubtada adalah Ma’rifah (Mar'rifah2: kata khusus/sudah diketahui, contoh
nama orang yang sudah pasti tertuju pada orang tersebut, atau benda yang kemasukan alif
lam contohَُ ‫ ذيِملِِّتال‬maka maksudnya adalah 'murid itu', langsung tertuju pada benda yang
khusus) atau mubtada haruslah isim yang ma’rifah sebagaimana pada contoh-contoh di atas,
kecuali apabila didahului oleh nafyu (kata negatif) atau istifham (kata tanya) maka mubtada
boleh nakirah (kata umum/contoh 'seseorang' tidak diketahui siapa orangnya, masih sangat
umum, atau kata benda yang tidak kemasukan alif lam' َُ‫ 'ذيِملِِّتال‬seorang murid' maka masih
sangat umum).dengan catatan kenakirahannya tidaklah mengurangi dan mempengaruhi
makna yang dapat diperincikan sebagai berikut:
(a).Nakirah tersebut menunjukkan kekhususan baik dengan menyebutkan sifat atau
tidak, ataupun nakirah tersebut secara lafadznya bersandar pada ma’rifat contohnya : (
‫ )رجيلَعندنا‬dan contoh yang idhaf (‫;)خم َسصلواتَكتبهنَاللهَعلىَالعباد‬
(b).Nakirah yang menunjukkan pada sesuatu yang umum, baik mubtadanya adalah
bentuk yang umum, contohnya (َُْ‫ 'نَ َمهع َم ُمقَأ ُمقـي‬barangsiapa yang berdiri, maka saya berdiri
bersamanya'), kata mandi sini adalah bentuk nakirahyang umum. Maupun mubtadayang
nakirahtersebut terletak dalam kalimat yang didahului oleh nafyu(kata negatif) atau
istifham (kata tanya), contohnya : ‫هاَل حدَجالس‬.;
(c).Mubtada yang nakirah(umum) haruslah didahului oleh kalimat yang terdiri dari jar
‫الَف ُـ‬
majrurratau dharf,3contohnya ( ‫ي‬ ِ ‫)ذيملتَلصف‬, mubtada di sini adalahnakirah(umum) karena
di dahului oleh jar majrur,
(d).NakirahharusAthaf (mengikuti) pada ma’rifah atau diikutkan pada
ma’rifah,contohnya: َِ‫بطلماَفيَيل َع ََولجرـ‬.;

2
Fuad Ni’mah, Qowāidul Lughah Arabiya. (Darul Hikmah, Damsiq). Hal 28
3
Mustafa Ghalayani, Jamiiud Durus Al-Arabiyah, (Maktabah Taufiqiyah, Univ Al-Azhar) 2003. Hal 318

3
(e).Mubtadayang nakirah(umum) merupakan jawaban atas pertanyaan, contohnya, ada
yang bertanya (‫)كدنِ َعن ُـم‬maka jawabannya ( ُ‫)قيِدص‬ dengan menggunakan nakirah, takdirnya
adalah ;(‫)صديقَعنديـ‬.;

(f). Terletak setelah (‫)لوال‬,contoh (‫)لوالَرجلَلهل َكأخوكـ‬.;


(g). Jika khabarnya adalah sesuatu yang aneh yang keluar dari kebiasaan, contohnya (
‫ = شجرةَسجدت‬pohon bersujud).
Apabila kita melihat dari contoh-contoh di atas dapat dilihat perbedaan kedudukan
mubtada yang kadang didahulukan (mubtadamuqaddam) dan kadang diakhirkan (mubtada
muakkhar), itu kesemuanya mempunyai hukum yang wajib didahulukan maupun boleh
didahulukan. Mubtada’ itu wajib didahulukan apabila :4
(Pertama), Isim yang mempunyai kedudukan sebagai pendahuluan di dalam
kalimat, seperti isim syarat, atau istifham atau Mayang menunjukkan ketakjuban, contoh :
‫ منَيقرَأالكتاب‬kata Mandi sini adalah mubtada yang harus di dahulukan karena posisinya dalam
kalimat sebagai kata tanya dan pendahuluan, contoh lain (‫ =ماَأجملَهذهَالقرية‬alangkah
indahnya desa ini) Kata Madi sini adalah Matakjub yang mana harus dan wajib didahulukan.
(Kedua), Mubtada yang menyerupai isim syarat, contohnya (َ‫جهلفَُزوفيَيــذال‬
َ ‫ ةزئا‬yang
menang maka baginya piala), kata allazi dalam kalimat ini menyerupai isim syarat.
(Ketiga), Isimtersebut haruslah disandarkan kepada isim yang menempati posisi dan
kedudukan kata pendahuluan,contohnya (‫ )عملَمنَأعجبك‬kata ‘amal disandarkan pada Man yang
kedudukannya sebagai pendahuluan.
(Keempat), Apabila khabarnya adalah jumlah fi’liyah dan fa’ilnyaadalah dhamir yang
tersembunyi yang kembali kepada mubtada, contohnya (‫ = ممدَيكتبَالرسالة‬Muhammad menulis
surat) kata ‫ يكتب‬adalah khabar jumlah fi’liyah dan fa’ilnya dhamir tersembunyi kembali ke
Muhammad.
(Kelima), Mubtada dan khabarnya adalah Ma’rifat atau kedua-duanya nakirah dan tidak
adanya kata yang menjelaskannya, contohnya (َ‫ )دي َزكوخأ‬jika ingin memberitahukan tentang
saudaranya maka wajib didahulukannya, dan ( ‫)كوخَأديز‬ jika ingin memberitahukan
tentang zaid.

4
Fuadu Ni’mah, Mullakhas Al-Lughah Al-Arabiyyah. Damaskus : Darul Hikmah, 28

4
Sebab-sebab mubtada’ di hilangkan karena hal-hal sebagai berikut:5
(1). Apabila mubtada ikut kepada Sifatyang marfu’ dengan tujuan memuji atau
menghina atau sebagai rasa iba dan sayang, contohnya ( َُ
‫)رهالماَدومحب َمُتررم‬mubtadanyadihilangkan karena disifatioleh sifat yang rafa’, asalnya adalah (
‫ه َوالماهر‬.;
(2). Jika menunjukkan jawaban terhadap sumpah, contohnya (‫ )فيَذمتيَأققولنَالصدق‬asalnya
adalah (‫)في َذمتي َعهد‬dengan menghilangkan mubtadanya yaitu ‘ahd.;
(3).Jika khabarnya adalah mashdar yang mengganti fi’ilnya,contohnya (‫ )صب َرجميل‬asalnya
adalah (‫( صبريَصبر مجل‬maka wajib menghilangkan mubtadanya.;
(4). Jika khabarnya dikhususkan pada pujian atau cercaan setelah kata (‫( نعم‬dan Bi’sa (‫بئس‬
(dan terletak diakhir, contohnya ( ُ alangkah=‫ نعم الرجل علي‬baiknya orang yaitu ali) muhammad
pada contoh di tersebut adalah khabar dari mubtada yang dihilangkan, asalny adalah ( ُ (‫)هو علي‬

C. KHABAR
1. Pengertian Khobar
Khabar adalah isim yang dibaca rofa’ yang disandarkan pada mubtada’, contoh :‫ه ِد ُذ ُ ُمت ي‬
‫ ِلم ِّ ِ الت‬, dalam contoh tersebut ‫ ه ِد ُ ُمت‬sebagai ُ‫ذ‬khabarnya ‫ )ي ِلم ِّ ِ الت‬mubtada’).6

2. Pembagian khobar
Adapun khabar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
Pertama, Khabar Mufrad (‫( املفرد‬yaitu khabar yang bukan berbentuk kalimat atau yang
menyerupai kalimat, akan tetapi terdiri dari satu kata baik menunjukkan pada tunggal atau
mutsanna (bentuk dua) ataupun jamak, dan harus disesuaikan dengan Mubtada dalam
pentazkiran atau ta’nis juga dalam bentuk tunggal, mutsanna dan jamak. Contoh (َ‫مته َُجالفــالح‬
( petani itu bersungguh-sungguh
Kedua,Khabar Jumlah (‫ مجلة‬,(yaitu khabar yang berbentuk kalimat baik jumlah ismiah (
‫( امسية‬maupun fi’liyah(‫ فعليه‬.(Contoh khabar jumlahismiah(‫ انصـ َعلونهَالثوب‬: pakaian itu warnanya
bersih), ‫الثوب‬: adalah mubtada pertama, ‫ لـون‬:Mubtada kedua dan mudhaf,dhamir Hu=mudhaf
ilaih, ‫ ‘=انصع‬khabar mubtada kedua, Jumlah dari mubtada kedua dan khabarnya menempati

5
Ibid. 29
6
Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), Tarjamah Matan Jurumiyah. (Sinar Baru,Bandung,1995)
Hal. 87

5
posisi rafa’ yaitu khabar dari mubtada pertama. Adapaun contoh khabar mubtada dari jumlah
fi’liyah, (‫=امليــــــدانَيفَيلعبونَاقأطفال‬anak-anak bermain di lapangan), ‫يلعبــــــون‬adalah fi’il
mudhari’marfu’karena khabar mubtada yang berbentuk jumlah fi’liyah. Khabar jumlah baik
ismiah maupun fi’liyah haruslah berhubungan dengan mubtada.
Ketiga,Khabar syibhu jumlah(‫( اجلملة َشبه‬yaitu khabar yang bukan mufrad atau jumlah akan
tetapi menyerupai jumlah, terdiri dari Jarr walmajrur (‫( مرورُو َجار‬dan dharf =kata keterangan,(
‫ظرف‬.( Contoh khabar dari jar wal majrur ( ِ ِّ ‫=الكب يفً امال‬air itu di dalam. Contoh khabar dari
dharf (‫ =قِالطري جنب البيت‬rumah itu samping jalan).
Adapun hukum- hukum khabar menurut para ulama : 7(a). Wajib merafa’ (memberi
harakahdhamma) khabar, penyebab khabar itu marfu’adalah mubtada , contohnya ( (‫حنن مسلم‬
adalah ‫ مسلم‬khabar marfu’disebabkan oleh mubtada; (b). Khabar pada dasarnya haruslah nakirah,
contohnya (ُ‫مته َُدزيد(متهد‬adalah nakirah dan ia khabar mubtada.
Khabar wajib di dahulukan dari mubtada dalam keadaan sebagai berikut: (1). Apabila
mubtada nya adalah isim nakirah yang semata-mata tidak untuk memberitahukan dan khabarnya
adalah jar wal majrur atau dharf, contohnya (‫ =ذ تلمي املدرســة يف‬di sekolah ada murid), Jika
mubtadanya nakirah dengan maksud untuk memberitahukan maka hukumnya boleh didahulukan
atau pada tempatnya semula, (2). Jika khabarnya adalah istifham (kata Tanya) atau disandarkan
pada kata Tanya, contohnya (‫ =حالـك كيف‬bagaimana kabarmu), (3). Apabila ada dhamir yang
berhubungan atau bergandengan dengan mubtada sedangkan kembalinya dhamir tersebut kepada
khabarnya (4). Meringkas khabar dengan mubtada ,contohnya), ‫ )إمنا‬atau) ‫ )إال‬tiada =‫)ماَفائزَإالَممد‬
yang menang kecuali Muhammad), (‫ =ممــد َفــائز َإمنا‬yang menang adalah Muhammad), dalam
contoh ini kata faiz diringkas atau dipendekkan sebagai sifat dari Muhammad.
Adapun tempat-tempat dimana khabar itu wajib dihilangkan adalah sebagai berikut:
(pertama). apabila mubtadanya adalah isim yang sharih yang menunjukkan pada sumpah,
contohnya (‫ =احلق َقأشهدن َلعمرك‬demi hidupmu saya bersaksi dengan kebenaran), khabarnya wajib
dihilangkan, asalnya adalah (‫)قسميَلعمركـ‬
(kedua),Khabarnya menunjukkan pada sifat yang mutlak artinya sifat tersebut
menunjukkan akan keberadaan dari sesuatu, dan hal itu terdapat pada kata yang bergandengan
dengan jar majrur atau dharf, contohnya:, (‫ =املكتب َفــوق َالكتــاب‬buku berada di atas meja), yang
menunjukkan khabarnya telah dihilangkan yaitu (‫)موجود‬.
7
Mustafa Ghalayani, Jamiiud Durus Al-Arabiyah, (Maktabah Taufiqiyah, Univ Al-Azhar) 2003. Hal 324

6
(ketiga), apabila mubtadanya terletak setelah Lau la (‫( لوال‬maka khabarnya yang berarti
keberadaan pun wajib dihilangkan, contohnya ( ‫ =الطفل السيارة لصدمت هلال لـوال‬jika tidak ada Allah,
maka mobil akan menabrak anak itu), khabar yang dihilangkan adalah kata (‫( موجود‬pada contoh
ini.
(keempat), Jika mubtadanya adalah mashdar atau isim tafdhil yang disandarkan pada
mashdar dan setelahnya bukanlah khabar melainkan hal yang menduduki tempatnya khabar,
contohnya (: َ‫=العبدَصالةَأفضل خاشـعاـ‬sebaik-baik shalatnya sorang hamba dalam keadaan khusu’) .(
‫ )أفضلَصالةَالعبدَعندَخشوعه‬adalah asalnya
(kelima),Khabarnya terletak setelah huruf Wau(‫( واو‬yang berarti dengan/bersama (‫ مع‬,
(contohnya, (‫ =وزميلــه َطــالب َكل‬semua pelajar bersama kawanya), wau di sini berarti bersama
sehingga khabarnya dihilangkan, dan khabar yang dihilangkan adalah kata (‫)مقروانن‬.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Marfu’atul asma adalah isim-isim yang dibaca rofa’ , Isim yang dibaca rofa’ tandanya
adalah terdapatnya harokat dhommah pada kata tersebut. Marfu’atul asma itu ada tujuh,
termasuk mubtada’ dan khabar.
Mubtada’adalah isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat
(Subyek).      Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang syarih dan mubtada
yang muawwal.
Khobar adalah sesuatu yang dapat menyempurnakan makna mubtada’ (Predikat). Khabar
itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu khabar mufrad, khabar jumlah dan khabar shibhu jumlah..
Penggunaan mubtada’ dan khobar pada kalimat yaitu Mubtada dan khabar harus marfu /
rofa’.

B. Saran

Alhamdulillah makalah ini telah selesai saya buat. Saya mengakui makalah ini banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), Tarjamah Matan Jurumiyah.(Sinar
Baru,Bandung,1995) Hal,85
Fuad Ni’mah, Qowāidul Lughah Arabiya. (Darul Hikmah, Damsiq). Hal 28
Mustafa Ghalayani, Jamiiud Durus Al-Arabiyah, (Maktabah Taufiqiyah, Univ Al-Azhar) 2003.
Hal 318
Fuadu Ni’mah, Mullakhas Al-Lughah Al-Arabiyyah. Damaskus : Darul Hikmah, 28
Djawahir Djuha, Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu), Tarjamah Matan Jurumiyah. (Sinar
Baru,Bandung,1995) Hal. 87
Mustafa Ghalayani, Jamiiud Durus Al-Arabiyah, (Maktabah Taufiqiyah, Univ Al-Azhar) 2003.
Hal 324

Anda mungkin juga menyukai