Anda di halaman 1dari 31

Pendahuluan

Bahan bakar minyak atau disingkat BBM merupakan salah satu kebutuhan
pokok bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kebutuhan akan bahan bakar minyak
terus meningkat seiring waktu selaras dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat
akan transportasi khususnya transportasi pribadi. Bahan bakar minyak khususnya
bahan bakar fosil dihasilkan oleh proses pengeboran pada kilang-kilang minyak yang
tersebar di berbagai titik di dunia baik di daratan atau lepas pantai. Hasil dari
pengoboran pada kilang minyak selanjutnya akan diproses kembali untuk
memisahkan beberapa bagian dari hasil pengeboran. Salah satu metode yang
digunakan dalam proses pemisahan hasil-hasil pengeboran minyak adalah dengan
destilasi bertingkat.
Proses destilasi bertingkat dalam pengolahan minyak merupakan proses yang
memanfaatkan perbedaan suhu guna memisahkan beberapa bagian dari minyak bumi.
Setidaknya, terdapat lima fraksi berdasarkan titik didihnya. Fraksi pertama
menghasilkan gas yang kemudian dapat dicairkan kembali yang dikenal dengan
Liquid Petroleum Gas atau LPG. Gas LPG dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar
kompor gas dan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar bagi kendaraan. Fraksi
kedua merupakan fraksi yang akan menghasilkan nafta. Nafta kemudian akan
diproses lebih lanjut dan akan menjadi produk bahan bakar minyak atau petrokimia
lainnya. Selanjutnya, fraksi ke tiga atau fraksi tengah akan menghasilkan kerosin dan
avtur yang digunakan sebagai bahan bakar pesawat bermesin jet. Keempat, fraksi
keempat menghasilkan solar yang umumnya dimanfaatkan untuk kendaraan-
kendaraan berat yang umumnya bermesin diesel. Terakhir, fraksi kelima yang dikenal
juga sebagai residu menghasilkan lilin dan aspal yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan jalan. Dengan demikian, hasil-hasil dari proses destilasi
minyak bumi mentah menjadi komoditas yang bernilai tinggi dan penting bagi
kehidupan manusia di seluruh dunia. Jika ketersediaannya tidak mencukupi, maka
dapat berdampak bagi seluruh lini kehidupan masyarakat di seluruh dunia
Ketersediaan dengan harga minyak dunia saling berkaitan satu sama lain. Jika
ketersediaannya melimpah di pasaran, maka harganya juga menjadi turun dan
terjangkau. Namun, jika persediaannya terbatas dan cenderung kurang di pasarannya,
maka harga minyak dunia dapat melambung tinggi dan tidak terjangkau lagi. Hal
tersebut dapat mengakibatkan tekanan bagi perekonomian dan secara tidak langsung
meningkatkan laju inflasi. Selain itu, kenaikan harga minyak dunia juga
menimbulkan tekanan cukup keras bagi anggaran belanja suatu negara yang
menerapkan subsidi bagi harga bahan bakar minyaknya (subsidi dalam bentuk
produk) guna meringankan beban ekonomi masyarakatnya yang tidak mampu. Skema
subsidi tersebut diadopsi dan dijalankan salah satunya di Indonesia.
Skema subsidi dengan barang yaitu berupa subsidi harga bahan bakar minyak
ditengah harga minyak dunia yang sangat tinggi sangat membebani APBN khususnya
di 2022. Ditengah kebangkitan dan pemulihan ekonomi pasca Covid-19, terjadi
gejolak harga minyak dunia yang meroket dengan rata-rata sekitar 98 dolar per barel
berdasarkan harga ICP. Hal tersebut berpotensi menyebabkan pembengkakan subsidi
energi yang berakibat pada penyusutan APBN yang tersedia setidaknya untuk akhir
tahun ini. Akibatnya, pada tanggal 3 September 2022 pemerintah memutuskan untuk
menaikkan harga bahan bakar bersubsidi (pertalite dan bio solar) dan non- subsidi
(pertamax). Kenaikan tersebut menuai pro dan kontra di seluruh lapisan masyarakat.
Kenaikan bahan bakar minyak yang saat ini berpotensi meningkatkan laju
inflasi di Indonesia. Sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak yang kemarin
terjadi, pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan lainnya, yakni kenaikan
pajak pendapatan negara menjadi 11% dan kenaikan bahan bakar non- subsidi berupa
pertamax dan pertamax turbo fase pertama. Kenaikan-kenaikan tersebut secara tidak
langsung membebankan perekonomian masyarakat dan menimbulkan gejolak harga-
harga bahan pokok di pasaran. Hal tersebut diperparah dengan adanya masyarakat
yang tergolong mampu juga akhirnya menikmati barang-barang subsidi yang
sebenarnya ditujukan untuk masyarakat golongan miskin dan menengah kebawah.
Berkat kejadian tersebut, pada akhirnya menyebabkan subsidi yang tidak tepat
sasaran yang justru menjadi bumerang bagi masyarakat yang sebenarnya
membutuhkan kesulitan untuk mendapatkan serta memberatkan APBN yang sudah
terdampak akibat biaya pemulihan dan penanganan Covid-19. Dengan kejadian-
kejadian tersebut, perlu adanya penanganan segera dan kecerdikan dari masyarakat
dan pemerintah untuk saling bekerja sama untuk setidaknya dapat menanggulangi
permasalahan tersebut. Selain itu, perlu kesadaran masyarakat khususnya bagi
masyarakat yang tergolong mampu agar tidak ikut serta menikmati apa yang
seharusnya dinikmati bagi masyarakat yang tidak mampu.

1. Pengertian BBM
BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang
dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak
mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dulu
untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), yang termasuk di
dalamnya adalah BBM. Selain menghasilkan BBM, pengilangan minyak
mentah menghasilkan berbagai produk lain terdiri dari gas, hingga ke produk-
produk seperti naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal. Pemakaian
BBM akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional
Indonesia Daryanto (2007) dan akan berkurang dari waktu ke waktu sesuai
dengan cadangan/persediaan nasional Indonesia kecuali ditemukan sumber
cadangan baru ataupun penggunaan energi baru terbarukan.
Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah hal yang sangat penting dalam
menopang dan mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari manusia, baik
masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Hampir semua sektor
lini kehidupan ditopang oleh ketersediaan dari BBM, yakni industri, pertanian,
perikanan, pertambangan, dan lainnya. Oleh karenanya pemerintah melalui
Pertamina harus menjamin dan menyediakan BBM, sehingga masyarakat
umum dapat melaksanakan kehidupan sehari harinya.
Indonesia berhasil menduduki posisi ke 9 sebagai penghasil minyak
terbesar dalam G20. Berdasarkan data Trading Economics, produksi minyak
mentah di Indonesia telah masuk 10 besar di antara negara G20 lainnya.
Indonesia menempati posisi ke-9 dalam daftar ini dengan produksi minyak
mentah sebesar 644 ribu barrel per hari periode September 2021.
Sumber : Trading Economics
Walaupun begitu Indonesia masih menjadi pengimpor BBM. Seperti yang
berselisih hal ini tentu akan berdampak nantina ke Indonesia khususnya kepada
impor minyak, meskipun Indonesia tidak langsung mengimpor minyak dari
Rusia. Hanya saja sebagian besar migas Rusia di ekspor ke Negara pengekspor
migas Republik Indonesia (RI). Mengingat ketergantungan BBM sangat besar,
Indonesia berpotensi terjadi krisis enegrgi di tengah kelangkaan pasokan dan
harga sangat mahal. fluktuasi harga minyak dunia uncomfortable by Pemerintah.
Oleh karena itu, langkah controllable yang bisa dilakukan satu-satunya dengan
meningkatkan lifting Migas. Yang mana pemerintah saat ini memiliki target 1
juta barrel minyak per hari (Pengamat Energi dan Ekonomi dari Universitas
Gadjah Mada, Fahmy Radhi kepada CNBC Indonesia).
Kelangkaan adalah kondisi di mana manusia dihadapkan pada sumber
daya ekonomi yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas.
Indonesia saat ini sedang mengalami kelangkaan BBM di beberapa Wilayah. hal
ini menyebabkan kenaikan beberapa bahan pokok. menurut luhut kemenko
Kelangkaan bahan bakar karena masalah distribusi. Sejak Pertamina menaikkan
harga BBM Pertamax menjadi Rp 12.500 per liter, masyarakat berbondong-
bondong membeli Pertalite yang lebih murah. Pasalnya, antrian panjang terjadi di
beberapa SPBU. Kenapa bisa out of stock? Hal ini dikarenakan di lapangan ada
distribusi yang buruk.
Berdasarkan Data Total kendaraan di Indonesia
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Provinsi dan Jenis Kendaran (unit) 2021
Wilayah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Kendaraan Kendaraa Kendaraan Kendaraan Kendaraan
Bermotor- n Bermotor- Bermotor- Bermotor
Mobil Bermotor- Truk Sepeda
Penumpang Bus Motor
Aceh 166 570x 1 103x 67 817x 2 089 319x 2 324 809x
Sumatera 690 543x 5 893x 271 352x 6 062 939x 7 030 727x
Utara
Sumatera 278 705x 4 239x 135 086x 2 118 305x 2 536 335x
Barat
Riau 367 515x 6 060x 207 390x 3 485 246x 3 035 480x
Jambi 296 892x 35 646x 182 830x 2 520 112x 3 035 480x
Sumatera 393 952x 6 546x 321 422x 3 129 275x 3 851 195x
Selatan
Bengkulu 146 691x 1 080x 61 263x 1 102 024x 1 311 058x
Lampung 291 889x 3 060x 182 364x 3 330 039x 3 807 352x
Kepulauan 86 748x 1 234x 47 434x 988 859x 1 124 275x
Bangka
Belitung
Kepulauan 149 694x 2 146x 27 375x 894 495x 1 073 710x
Riau
DKI 3 548 304x 36 486x 714 278x 16 734 986x 21 034 054x
Jakarta
Jawa Barat 3 834 886x 24 329x 434 706x 12 863 918x 17 157 839x
Jawa 1 405 390x 34 590x 588 593x 16 783 247x 18 811 820x
Tengah
DI 382 095x 3 966x 63 944x 2 574 060x 3 024 065x
Yogyakarta

Jawa 2 022 394x 38 049x 762 410x 20 038 439x 22 861 292x
Timur
Banten 252 588x 3 707x 82 407x 2 361 467x 2 700 169x
Bali 467 085x 9 438x 154 887x 3 874 311x 4 505 721x
Nusa 100 115x 2 661x 75 103x 1 731 860x 1 909 739x
Tenggara
Barat
Nusa 88 892x 4 274x 73 092x 1 021 610x 1 187 868x
Tenggara
Timur
Kalimantan 152 179x 1 588x 100 604x 2 472 946x 2 727 317x
Barat
Kalimantan 113 676x 1 651x 76 762x 1 384 220x 1 576 309x
Tengah
Kalimantan 238 537x 3 127x 142 263x 2 408 399x 2 792 326x
Selatan
Kalimantan 282 455x 6389x 189 748x 2 703 779x 3 182 371x
Timur
Kalimantan 13 668x 128x 8 654x 144 319x 166 769x
Utara
Sulawesi 126 881x 1 389x 67 705x 792797x 988771x
Utara
Sulawesi 91 671x 922x 50 299x 1 085 671x 1 228 563x
Tengah
Sulawesi 529 206x 3 860x 196 373x 3 661 385x 4 390 824x
Selatan
Sulawesi 188 501x 522x 36 771x 749 638x 975 432x
Tenggara
Sulawesi 20 710x 37x 12 408x 329 916x 363 071x
Barat
Gorontalo 50 501x 423x 34 646x 471 287x 556 857x

Maluku 30 467x 455x 13 239x 306 050x 350 211x

Maluku 20 954x 135x 12 680x 270 566x 304 211x


Utara
Papua 36 863x 352x 17 789x 308 791x 363 795x
Barat
Papua 35 877x 869x 24 781x 415 029x 476 556x

Indonesia 16 903 094x 24 354x 5 438 475x 121 209 143 797 227x
304x
Dari data diatas terlihat total kendaraan di setiap daerah . di indonesia pada
tahun 2021 total kendaraan bermotor mencapai 143.797.227 unit . Energi yang
digunakan oleh sektor transportasi di Indonesia hampir 90 % merupakan energi
yang berupa BBM. Energi dimaksud merupakan energi yang bersumber dari fosil
sehingga disebut fossil- oil yang merupakan sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui (unrenewableresources). Sampai pada batas waktu tertentu sumber
energi (cadangan) bahan bakar transportasi jenis minyak ini akan habis, sehingga
perlu adanya beberapa program/langkah nyata yang harus diambil untuk
penggunaan sumber energi minyak dimaksud. Konsumsi energi di sektor
transportasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pergerakan dan aktivitas manusia
dalam menunjang kegiatan ekonomi. Bentuk pergerakan tersebut pada akhirnya
akan memberikan dampak terhadap jenis angkutan, konsumsi energi dan prasarana
sistem transportasi. Pertumbuhan sektor transportasi diperkirakan masih cukup
tinggi di masa yang akan datang yang berakibat pada tingginya laju pertumbuhan
permintaan akan BBM.
2. Indeks ketersediaan Hulu Migas
Target Indeks Ketersediaan Hulu Migas 2020-2024

Sumber : LAKIN Ditjen Migas 2020


Data diatas merupakan ketersediaan hulu migas (migas) dibandingkan
dengan kebutuhan dalam negeri. Pencapaian target Indeks Ketersediaan
Minyak dan Gas Bumi memerlukan peningkatan pembinaan dan pemantauan
untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi, distribusi dan pemanfaatan
sistem hulu gas/LNG, serta ekspor minyak mentah dan LNG yang ditetapkan
oleh KKKS. Peningkatan pembinaan dan pengawasan untuk peningkatan
produksi minyak dan gas bumi adalah pembinaan dan pengawasan terhadap
kemampuan penyediaan minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan
minyak dan gas dalam negeri yang timbul dari kegiatan eksplorasi di sektor
minyak dan gas bumi.
Selain itu, Indeks Ketersediaan Minyak dan Gas Bumi diukur
melalui pembinaan dan pemantauan penetapan alokasi, dalam
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya gas bumi secara bijaksana untuk
kebutuhan dalam negeri dan menjamin kelangsungan pasokannya.
Rencanakan penerapan Andan . Melakukan perencanaan pemberian
kuota/rekomendasi ekspor minyak mentah dan LNG berdasarkan perhitungan
yang cermat dan tepat dengan memperhatikan kebutuhan minyak mentah dan
LNG dalam negeri juga termasuk tujuan indikator pengukuran ketersediaan
hulu migas.
Target indeks Ketersediaan BBM 2020-2024

Sumber : LAKIN Ditjen Migas 2020


Berdasarkan target ketersediaan dan produksi berdasarkan BPOD (
Barrel of Oil per day) BBM 2020- 2024 meningkat. Target yang dibuat
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan domestik baik dari produksi dalam
negeri maupun impor.
Target jumlah hari cadangan BBM Operasional 2020-2024

Sumber : LAKIN Ditjen Migas 2020


Berdasarkan target dari jumlah hari cadangan BBM operasional yaitu
2020-2024 yaitu 23 hari . untuk saat ini perseroan memiliki cadangan
operasional BBM untuk kurun waktu 20-30 hari. Berdasarkan data pertamina
stok BBM nasional masih berkecukupan berdasarkan data 27 Maret lalu.
Khusus bahan bakar diesel, stok jenis Solar adalah 1,9 juta kiloliter, sedangkan
stok Pertamina Dex sebanyak 29 ribu lebih kiloliter. Sedangkan untuk bahan
bakar bensin, stok Pertalite sekitar 1,16 juta kiloliter, sementara stok Pertamax
berjumlah 927 ribu lebih kiloliter. Cadangan stok BBM itu tersebar di kilang,
transit kapal, dan depot minyak (ujar Direktur Utama Pertamina, Nicke
Widyawati).

Pertamax menargetkan safety stock hingga 26 hari, berdasarkan data


stok lama per 27 Maret. Sementara itu, Pertalite memiliki resistance terendah,
hanya bertahan 15,7 hari. Seluruh stok BBM tetap aman, namun khusus untuk
Pertalit, level stok belum sesuai dengan keinginan BPH Migas. Peraturan
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 9 Tahun 2020,
Pasal 4 mengatur bahwa pemegang izin usaha niaga minyak harus memiliki
cadangan pengoperasian BBM paling sedikit 17 hari untuk periode 2022-2023.
Selain itu, banyaknya pihak yang memprediksi kenaikan harga Pertamax
membuat konsumen tertarik pada Pertalite. Artinya, kenaikan harga Pertamax
pada 1 April bisa mempercepat pengurangan persediaan Pertalite.( Direktur
Utama Pertamina, Nicke Widyawati).
Harga minyak pada bulan April 2022
WILAYAH PERTALITE PERTAMAX
Prov. Nanggroe Aceh7.650 12.500
Darussalam
Prov. Sumatera Utara 7.650 12.750
Prov. Sumatera Barat 7.650 12.750
Prov. Riau 7.650 13.000
Prov. Kepulauan Riau 7.650 13.000
Kodya Batam (FTZ) 7.650 13.000
Prov. Jambi 7.650 12.750
Prov. Bengkulu 7.650 13.000
Prov. Sumatera Selatan 7.650 12.750
Prov. Bangka-Belitung 7.650 12.750
Prov. Lampung 7.650 12.750
Prov. DKI Jakarta 7.650 12.500
Prov. Banten 7.650 12.500
Prov. Jawa Barat 7.650 12.500
Prov. Jawa Tengah 7.650 12.500
Prov. DI Yogyakarta 7.650 12.500
Prov. Jawa Timur 7.650 12.500
Prov. Kalimantan Barat 7.650 12.750
Prov. Kalimantan Tengah 7.650 12.750
Prov. Bali 7.650 12.500
Prov. Nusa Tenggara7.650 12.500
Barat
Prov. Nusa Tenggara7.650 12.500
Timur
Prov. Kalimantan Selatan 7.650 12.750
Prov. Kalimantan Timur 7.650 12.750
Prov. Kalimantan Utara 7.650 12.750
Prov. Sulawesi Utara 7.650 12.750
Prov. Gorontalo 7.650 12.750
Prov. Sulawesi Tengah 7.650 12.750
Prov. Sulawesi Tenggara 7.650 12.750
Prov. Sulawesi Selatan 7.650 12.750
Prov. Sulawesi Barat 7.650 12.750
Prov. Maluku 7.650 12.750
Prov. Maluku Utara 7.650 12.750
Prov. Papua 7.650 12.750
Prov. Papua Barat 7.650 12.750
Sumber : Pertamina
Dari data diatas terlihat perbedaan harga minyak yang cukup jauh
yaitu sekitar 5000 . tentu saja dengan rentang yang jauh ini membuat
masyarakat memilih untuk menggunakan pertalite . dengan kapasitas yang
sedikit membuat persediaan dari pertalite pun terbatas . seperti yang
disampaikan oleh direktur pertamina Pertalite memiliki resistance terendah,
hanya bertahan 15,7 hari. Seluruh stok BBM tetap aman, namun khusus untuk
Pertalite tidak.

3. Subsisdi BBM
Bahan bakar minyak dalam penentuan harganya terbagi menjadi dua,
yakni subsidi dan non-subsidi. Jenis BBM yang disubsidi akan didistribusikan
dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah, dengan ketentuan jenis
BBM ini mengalami penurunan harga dengan menggunakan dana dari APBN,
sedangkan harga jenis non- subsidi bebas ditentukan oleh penyedia BBM.
Pertamina sebagai BUMN yang diberi amanat dalam produksi dan distribusi
BBM di Indonesia memliki dua produk BBM subsidi yakni Pertalite dan
Biosolar, dan lima produk non-subsidi yakni Pertamax, Pertamax Turbo,
Pertamax Racing, Pertamina Dex dan Dexlite.
Tabel. Harga BBM terkait subsidi
Jenis BBM Harga Jual Harga non Besar Subsidi
Subsidi
Biosolar Rp.5.150/ Rp.18.150/liter Rp.13.000/liter
liter
Petralite Rp.7.650/ Rp.17.200/liter Rp.9.550/ liter
liter
Sumber : Kompas.com
Besar subsidi yang diambil dari APBN tergolong cukup besar,
sehingga BBM di Indonesia tergolong murah. Tabel diatas memaparkan
informasi besar subsidi oleh pemerintah pada jenis BBM Petralite dan
Biosolar, jika dihubungkan dengan jumlah kendaraan pada uraian diatas, jelas
dana subsidi tidak kecil setiap tahun nya. Besar alokasi APBN untuk subsidi
tahun 2022 ialah Rp. 502 triliun, jumlah ini terus membengkak dikarenakan
harga minyak dunia yang fluktuatif. Sementara beberapa jenis BBM lain
seperti Pertamax juga dijual lebih rendah dari harga sebenarnya, namun tidak
termasuk subsidi.

4. Konsumsi BBM Indonesia


Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-9 sebagai pengahasil
minyak terbesar dalam jajaran negara G20, meski demikian hal tersebut tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi BBM Indonesia. Indonesia per
Febuari 2022 mencapai 1,4-1,5 juta bph, sedangkan produksi minyak mentah
di waktu yang sama mencapai 700.000 bph., sehingga untuk memenuhi
konsumsi indonesia masih memerlukan impor dari luar negri. Impor dalam
kata lain mengikuti dinamika harga minyak dunia, sehingga ketika kondisi
pasar minyak tidak stabil dan melonjak naik, maka dana yang digunakan
untuk subsidi juga akan meningkat oleh karena itu dana subsidi yang sudah
direncanakan bisa tidak sesuai dengan keadaan lapangan, dan salah satu
wacana penaggulangan nya ialah pengurangan subsidi atau kenaikan harga
BBM
5. Kenaikan Harga Petralite
Petralite merupakan jenis BBM yang saat ini menahan daya beli
masyarakat, Indonesia yang sebagian besar kalangan menengah ke bawah
bergantung pada subsidi Petralite, ditambah kegiatan sehari hari yang
membutuhkan akses kendaraan yang tinggi. Petralite juga menjadi BBM
dengan subsidi yang tinggi, dengan harga asli Rp.17.200 /liter nya, Petralite
dijual dengan harga Rp.7.650/liter oleh Pertamina. Meningkatnya harga
minyak diikuti dengan membengkaknya dana subsidi memunculkan wacana
dari Pemerintah untuk menaikan harga BBM, guna mengurangi alokasi APBN
untuk subsidi.
Wacana kenaikan harga Petralite sudah terdengar sejak beberapa
minggu lalu, ini semakin diperjelas oleh Menteri Koordinator Bidang
Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, Presiden
Joko Widodo akan mengumumkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
jenis pertalite dan solar pada pekan depan, Kembali dinyatakan oleh beliau
alasan utama kenaikan ini ialah dana subsidi APBN yang tidak sanggup lagui
menganggung fluktuasi minyak dunia. Selain fluktuasi minyak dunia, tidak
tepatnya sasaran subsidi juga menjadi penyebab bengkaknya dana subsidi,
dalam hal ini Pertamina selaku distributor punya tanggung jawab untuk
menyampaikan subsidi ke tangan yang tepat. Upaya ini sebenarnya sudah
diusahakan oleh Pertamina, salah satunya dengan aplikasi My Pertamina yang
pertama kali dirilis Agustus 2017 lalu. Bertujuan mengendalikan konsumen
BBM subsidi dengan cara membatasi hanya konsumen yang sudah terdaftar
yang bisa membeli BBM subsidi. Sudah lama rilis namun gencar di
sosialisasikan beberapa waktu lalu, bertepatan dengan munculnya wacana
kenaikan BBM. Beberapa orang berasumsi gencarnya sosialisasi My
Pertamina memang diikuti dengan naiknya BBM, terkecuali Pertalite, karena
memang bertujuan menyampaikan subsidi di tangan yang pas. Namun wacana
saat ini juga mengikutkan Petralite dalam jenis BBM yang akan naik harga.

BBM Tidak Harus naik


Beberapa pertimbangan alasan berikut menjelaskan bahwa naiknya BBM
tidak menjadi satu-satunya solusi dari pemasalahan diatas. Tidak tepatnya sasaran
subsidi menjadi satu dari alasan, dalam hal ini My Pertamina bisa menjadi solusi
yang bagus, dengan catatan sosialisasi dan penerapan yang jelas dan tidak
mempersulit. Melonjaknya harga minyak dunia juga menjadi alasan naiknya BBM,
padahal nyatanya harga minyak mentah dunia kini mulai stabil, dengan harga USD
94,68 per 24 Agustus 2022, dan diperkirakan akan terus menurun. Pertimbangan ini
semakin kuat dengan meningkatnya penerimaan dan surplus pada triwulan pertama,
dan diperkirakan meingkat pada triwulan kedua oleh BPS. Pertumbuhan ekonomi ini
dibuktikan dengan peningkatan besar 0,43% (yoy) dari triwulan sebelumnya Daya
beli masyarakat yang mulai membaik juga menjadi alasan kenapa BBM tidak boleh
naik harga, dikhawatirkan pulihnya ekonomi masyarakat secara berkala di tengah
gejolak pandemi ini kembali terganggu. Naiknya BBM jelas mengganggu daya beli
masyarakat, pasalnya BBM sebagai bahan bakar utama dalam transportasi dan
distribusi bahan pokok.

Akibat Naiknya BBM


Naiknya harga BBM tidak hanya berbicara soal daya beli masyarakat, namun
ekonomi secara keseluruhan serta bidang lain. Berikut adalah akibat naiknya harga
BBM:
1) inflasi, naiknya inflasi dikarenakan BBM merupakan hal wajib dan utama
dalam distribusi dan transportasi, naiknya BBM jelas menaikan biaya
produksi dan biaya distribusi suatu produk, naiknya biaya tadi jelas
meningkatkan harga produk tersebut, dan naiknya harga banyak, atau bahkan
semua produk akan diikuti dengan inflasi. Stabilitas bahan pokok yang belum
selesai akan diperparah dengan naiknya BBM, harga pangan, sandang, dan
papan jelas akan melambuung tinggi, karena ketiga bahan pokok tadi perlu
biaya produksi dan biaya transportasi yang bergantung pada harga BBM
2) Daya beli masyarakat menurun, setelah inflasi dan harga tinggi, ekonomi
masyarakat yang tidak stabil atau bahkan memang sudah rendah akan
kesulitan bertahan sebab biaya yang dibutuhkan meningkat, sementara
penghasilan mereka tetap bahkan menurun. Keadaan diperparah dengan
pengangguran yang semakin terbelakang, biaya hidup mahal diikuti minimnya
pemasukan
3) Kemiskinan meningkat, setelah maraknya dua hal diatas, jelas akan diikuti
dengan meningkatnya angka kemiskinan, dan kemiskinan akan diikuti dengan
permasalahan sosial dan kriminalitas yang meningkat
Miris di Negeri Agraris (Subsidi Pupuk)
Pada 8 Juli Kementrian Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) No. 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penebusan Alokasi dan Harga
Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Hal yang harus diapresiasi
adalah tujuan dari peraturan tersebut yaitu untuk menstabilkan harga dan distribusi
pupuk subsidi. Namun terdapat kebijakan yang dapat mengkhawatirkan para petani,
yaitu dipangkasnya jumlah komoditi pertanian yang mendapatkan subsidi pupuk
menjadi 9 komoditi, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih,
tebu rakyat, kopi dan kakao. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut, tentu
mengundang kekecewaan petani-petani komoditi lainnya.
Para petani mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi dan mahalnya harga
pupuk non-subidi. Padahal kebutuhan pupuk akan terus meningkat bagi para petani
seiring musim tanam. Jomplangnya harga pupuk non-subsidi dengan pupuk subsidi
mengakibatkan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan petani sehingga
berkurangnya pendapatan. Swasembada pangan yang pertanian yang dicita-citakan
oleh pemerintah, seharusnya diimbangi dengan kesediaan pupuk bersubsidi yang
cukup. Tidak dapat dipungkiri, permasalahan distribusi pupuk subsidi memang
menjadi polemik. Pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang dapat
menyelesaikan masalah tersebut tanpa merugikan petani. Akan tetapi pada realitanya,
melalui Permentan No. 10 Tahun 2022 ini, akan banyak petani yang akan merasakan
dampak penurunan ekonomi.

Isu Energi Riau (Blok Rokan)


Blok Rokan merupakan salah satu blok migas terbesar yang dimiliki
Indonesia, terletak di lima Kabupaten di Riau, yaitu Siak, Bengkalis, Rokan Hilir,
Rokan Hulu, dan Kampar sebagai pemilik reservoir (oil field), serta Kota Pekanbaru
sebagai main office dan Kota Dumai sebagai shipping line. Blok Rokan memiliki 96
lapangan utama, 11 lapangan secondary, 1 tertiary¸ dan 24 lapangan tidak aktif,
dengan total luas 6.629 Km2 (cakaplah.com). Blok Rokan dimulai dari eksplorasi
yang dilakukan oleh lembaga cikal bakal Chevron pada tahun 1924, yang selanjutnya
pada tahun 1941 field Duri ditemukan sebagai field pertama di Riau, dan mulai
berproduksi pada tahun 1954. Selain field Duri, field lain turut ditemukan seperti
field Minas pada tahun 1944,dan field Bekasap pada tahun 1955. Blok Rokan
memasuki masa kejayaanya pada tahun 1973 dengan hasil produksi 1 juta barel per
harinya. Blok Rokan merupakan salah satu blok terbesar di Indonesia dengan
kontribusi 24% dari total produksi minyak nasional. Blok Rokan dikelola oleh PT.
Chevron Pasific Indonesia (CPI) dengan perkiraan Oil Original In Place (OOIP) atau
perkiraan total cadangan minyak sebesar 27,3 miliar barel. Sejak mulai berproduksi
pada field Minas pada tahun 1952, hingga sebelum serah terima kelola kepada
Pertamina Hulu Roakn (PHR), Blok Roakn ditangan CPI sudah memproduksi minyak
sebesar 11,75 miliar barel. Cadangan minyak pada Blok Rokan kini diperkirakan
sekitar 500 juta barel hingga 1,5 miliar barel, dengan produksi pada tahun 2020
mencapai 174.000 barel per harinya.
Blok raksasa ini kini Kembali dalam perlukan ibu pertiwi dengan hak
mengelola diberikan dari PT. Chevron Pacific Indonesia kepada PT Pertamina
(Persero) dengan anak perusahaanya Pertamina Hulu Rokan (PHR). PT. Pertamina
ditetapkan sejak 31 Juli 2018 sebagai pengelola Blok Rokan selama 20 tahun (2021-
2041), dengan dasar Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 1923K/10/MEM/2018 tentang Persetujuan Pengelolaan Penetapan Bentuk
dan Ketentuan- Ketentuan Pokok (Term and Conditions) Kontrak Kerja Sama Pada
Wilayah Kerja Rokan, dan Blok Rokan secara resmi dikelola oleh PHR sejak 8
Agustus 2021 lalu. Pindahnya Blok Rokan ke tangan BUMN menerbitkan asa baru
untuk lokal dan nasional, setidaknya ada beberapa harapan dengan alih Kelola Blok
Rokan kepada PHR:
1) Pemasukan negara dari sektor migas meningkat, selain dari DBH, Pemerintah
Daerah juga diharapkan mendapatkan pemasukan lebih dari Participating
Interest (PI 10%), serta pemberdayaan tenaga kerja lokal melalui pengelolaan
BUMD pemegang PI 10%. Permasalahan mengenai DBH, besaran DBH
sudah diatur dalam legislasi sedangkan hal yang mempengaruhi besar
masukan kepada Pemerintah adalah tingkat produksi dan kondisi pasar
minyak dunia. Sayangnya pasca alih kelola blok rokan mengalami penurunan
produksi di beberapa Blok. Pada proses penyerahan PI 10%, proses yang
diatur dalam Permen ESDM No 37 Tahun 2016 memang belum melewati
batas waktunya, namun seharusnya semua pihak khususnya pihak SKK
Migas, Pemda Riau dan BUMD bisa bekerja sama untuk mempercepat proses
alih kelola, namun permasalahanya apakah semua pihak ini memberikan
dukungan untuk hal ini?
2) Meningkatnya kesejahteraan rakyat dengan lapangan kerja untuk masyarakat
lokal dan nasional meningkat, dengan BUMN sebagai pengelola diharapkan
lebih memperhatikan masyarakat lokal, terserapnya tenaga kerja lokal akan
secara bertahap memperbaiki perekonomian rakyat. Selain lapangan
pekerjaan, kesejahteraan juga didukung dengan ketersediaan Bahan Bakar
Minyak (BBM). BUMN sebagai pengelola sumber daya migas, diharapkan
dapat meningkatkan sektor hilir migas nasional. Permasalahan terkait
kesejahteraan ialah langka nya Bahan Bakar Minyak (BBM), mirisnya bahkan
Indonesia menduduki peringkat ke-9 produksi minyak dalam G20, tapi
masih terkendala dalam ketersediaan dan distribusi BBM. Kekeceaan semakin
membesar ketika Riau, salah satu penghasil minyak terbesar di Indonesia
justru mengalami kelangkaan BBM. Begitu pula dalam penyerapan tenaga
kerja, PHR masih beberapa kali membuka lowongan, namun terkesan tidak
jelas dan setengah hati
3) Riau hijau yang menjadi fokus kerja Gubernur juga diharapkan tercapai
dengan pengelolaan dari BUMN, mengingat salah satu warisan dari CPI
berupa limbah B3 yang harus segera ditangani. Badan perairan juga elemen
penting dalam perekonomian masyarakat. Pencemaran akibat limbah juga
menjadi permasalahan yang ditinggalkan CPI kepada PHR, setidaknya
terdapat 1.6 juta m3 tanah yang tercemar sejak 2017 silam, disertai banyaknya
laporan masyarakat terkait operasi di Blok Rokan yang merugikan
masyarakat. Bagaimana Blok Rokan di tangan PHR? Kurang lebih 10 bulan
telah berlalu, apakah ke-tiga harpan ini bisa terjawab? Atau justru berbanding
terbalik dengan yang diharapkan?
Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan pada daerah, dengan tujuan pelaksanaan desentralisasi. Dasar DBH
didasarkan pada UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. DBH punya prinsip, diantaranya:
1) By Origin, Kota atau Kabupaten penghasil mendapatkan porsi lebih banyak
dari Kota lain yang tergabung dalam Provinsi yang sama
2) Realisasi, DBH dialokasikan sesuai dengan realisasi penerimaannya Perlu
diketahui juga stakeholders penentu DBH, ialah sebagai berikut:
- Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran.
- Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Anggaran
(angka DBH Migas).
- Direktorat Jenderal Bea Cukai (angka Cukai Hasil Tembakau)
- Badan Kebijakan Fiskal (angka Penerimaan Perpajakan).
- Direktorat Jenderal Perimbangan keuangan
- DPD/DPR
DBH dibagi menjadi DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam, DBH Migas
termasuk ke dalam DBH Sumber Daya Alam. Perhitungan DBH SDA khususnya
sektor minyak dan migas diatur dalam UU No 33 tahun 2004 pasal 14 (e) pembagian
penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam sektor minyak bumi yang
dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, untuk minyak
bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk
Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk gas bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk
Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah. Kemudian pada Pasal 19 ayat
(2) dan (3) dalam UU tersebut dijelaskan secara terperinci terkait Dana Bagi Hasil
(DBH) Migas yang diterima Pemerintah Daerah. DBH Minyak Bumi sebesar 15,5%
dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6%
Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang
bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran
pendidikan dasar.
Sementara itu untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi dengan rincian,
6% UNTUK Provinsi yang bersangkutan, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil,
12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan
sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
Secara terperinci alokasi DBH Migas diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 55/2005 tentang Dana Perimbangan.
Perhitungan diatas berlaku hingga realisasi DBH 2021, sedangkan untuk
realisasi DBH 2022 diatur dalam UU No 1 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat-
Daerah (HKPD) yang diberlakukan sejak 5 Januari 2022. Perubahan DBH hanya
terjadi pada rincian pembagian di daerah, sementara pembagian antara pusat dan
daerah tetap. Perubahan untuk pembagian minyak bumi di tingkat provinsi dari 3%
menjadi 4%, untuk Kabupaten/Kota penghasil dari 6% menjadi 6.5%. Sementara
untuk gas bumi, pada tingkat Provinsi dari 6% menjadi 4%, Kabupaten/Kota
penghasil dari 12% menjadi 13.5%. Realisasi DBH berdasarkan UU No 1 2022
meningkatkan porsi untuk Kabupaten/Kota penghasil, serta tambahan
Kota/Kabupaten pengolah 1%, dalam kasus blok rokan ialah kota Pekanbaru dan
Dumai turut mendapat jatah. Permasalahan nya ialah 1% ini 0,5% nya diambil dari
jatah Provinsi, dan 0,5 lagi diambil dari alokasi untuk pendidikan dasar.
Pengurangan pembagian menurut UU No 1 2022 memang terlihat sedikit,
namun angka yang kecil tersebut mewakilli nominal dalam satuan triliun, yang tentu
tidak sedikit. Contohnya, jika dihitung pengurangan alokasi untuk pendidikan dasar
dari DBH migas (0,5% + 0,5%), ialah 980 M (diandaikan dengan penerimaan DBH
migas 2021). Begitu pula pengurangan untuk Provinsi sebanyak 1% juga memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pemasukan daerah, yang dalam hal ini Pemerintah
Riau. Pertanyaan nya adalah apakah Pemerintah Riau bersama ESDM sudah siap dan
sudah memperhitungkan kemungkinan yang disebabkan oleh pengurangan-
pengurangan ini?
Kondisi pasar minyak yang sedang dalam kondisi harga tinggi juga patut kita
perhitungkan, pasalnya harga minyak melonjak hampir dua kali lipat dari estimasi
APBN. APBN 2022 memperkirakan harga minyak bumi 63$ per barelnya, sedangkan
harga minyak per 27 Juni 2022 mencapai angka 113,12$ per barelnya. Akibat
naiknya harga minyak, pemasukan pada sektor migas juga ikut naik, oleh karena itu
Indonesia khususnya Riau seharusnya bisa mengambil keuntungan dari selisih harga
pasar dengan estimasi APBN. Sebaliknya, naiknya minyak dunia juga menyebabkan
ongkos energi turut naik, berikut bahan bakar minyak yang diimpor justru bisa
menyebabkan menigkatnya defisit neraca perdagangan. Kedua kondisi ini harus
didiskusikan oleh Pemerintah, pertanyaanya ialah, apakah Pemerintah mendiskusikan
dan siap menghadapi kedua situasi ini? Pemasukan negara dari migas, yang sudah
ditetapkan besaran pembagianya, berikutnya sangat dipengaruhi kondisi teknis
maupun non-teknis dari hulu migas. Pemasukan akan menyesuaikan dengan hasil
produksi migas yang terjual atau , semakin besar penjualan maka semakin besar
pemasukan SDA migas, begitu pula sebaliknya. Selain tingkat produksi, besar DBH
juga dipengaruhi oleh hal non teknis diluar dari kegiatan hulu migas, sederhananya
hasil dari produksi akan dijual belikan, dalam jual beli ini harga pasar saat itu akan
berpengaruh terhadap hasil dari penjualan hasil produksi tadi, harga tadi biasa disebut
Indonesian Crude Price (ICP). Selain tingkat harga ICP, kurs rupiah juga ikut
mempengaruhi besar pemasukan, karena migas dijual belikan ke pasar minyak dunia
dengan valuta asing (US$). Kesepakatan-kesepakatan yang diambil juga dipengaruhi
oleh ICP dan kurs rupiah, contohnya pada asumsi makro APBN 2021, ditetapkan ICP
sebesar 45 US$ per barel nya, dan asumsi makro untuk kurs rupiah dengan nilai tukar
14.350/US$ nya. Asumsi makro tadi bisa meleset yang menyebabkan tidak
tercapainya target, atau malah sebaliknya. Kontrak dengan kontraktor, seperti
penggantian biaya pengelolaan migas oleh kontraktor (cost recovery) juga
dipengaruhi ICP dan nilai tukar rupiah. Karenanya tingkat produksi memiliki
pengaruh yang besar dalam segala bentuk transaksi migas setelahnya.
Menurut Kementerian Keuangan, penurunan lifting minyak sebanyak 10.000
barel bisa menyebabkan pemasukan migas berkurang hingga 3 triliun. Sebelum
dibagikan sesuai ketentuan DBH, besar kecilnya pemasukan migas (PNBP) terlebih
dahulu ditentukan dari bagi hasil antara kontraktor yang dalam hal ini PHR, dengan
Pemerintah. Bagi hasil antar keduanya ditentukan oleh bentuk kerja sama dan skema
yang disepakati, umumnya bentuk kerja sama sektor migas di Indonesia
menggunakan bentuk Product Sharing Contract (PSC), dimana hasil migas yang
didapat dibagi sesuai persenan yang sudah disepakati. Sistem PSC juga terbagi
menjadi beberapa skema, umumnya di Indonesia menggunakan skema cost recovery,
dan perlahan beralih ke skema gross split. Skema cost recovery memberatkan biaya
eksplorasi dan eksploitasi kepada kontraktor, dan akan diganti bila sudah memberikan
hasil. Skema ini merupakan langkah Pemerintah untuk mencegah segala resiko bisnis
hulu migas, namun imbasnya, kontraktor bisa menyepakati biaya recovery yang
besar, sehingga semakin besar cost recovery makan semakin kecil bagian Pemerintah.
Sementara skema gross split memiliki pembagian yang lebih jelas dan stabil, karena
biaya produksi diberikan kepada kontraktor, dan biaya ganti produksi sudah termasuk
kedalam pembagian yang disepakati, sehingga bagaimanapun produksinya,
pembagianya tetap sesuai dengan kesepakatan.
Pembagian skema gross split hasil minyak bumi antara Pemerintah dan PHR
adalah 65% dan 35% untuk field Duri, lalu 61% dan 35% untuk field lain. Sedangkan
untuk gas bumi, PHR dan Pemerintah membagi 70% dan 30% di filed Duri, serta
66% dan 34% untuk field lain. Bagian Pemerintah inilah yang akan menjadi
pemasukan migas (PNBP) lalu dibagikan dalam bentuk DBH migas setelah dipotong
komponen pengurang. Setelah menerima bagian dari total hasil produksi, bagian
Pemerintah akan dikurangi dengan ”komponen pengurang” yang terdiri dari pajak
dan pungutan selama proses produksi. Pajak dan pungutan ini sudah diatur dalam
kontrak, komponen ini terdiri dari reimbursement PPN, PBB Migas, dan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Pajak Air Tanah dan Air Permukaan, serta Pajak
Penerangan Jalan Non PLN). Sedangkan pungutan lainnya terdiri dari fee kegiatan
hulu (Anggaran SKK Migas) dan fee penjual migas,serta pungutan lainya. Bagian
Pemerintah yang sudah dikurangi komponen pengurang, inilah yang menjadi
pemasukan migas bersih (PNBP).
Permasalahan dalam perhitungan DBH, salah satunya terdapat dalam
komponen pengurang, dikarenakan sejak 2018, “pungutan lain” seperti
reimbursement PPN, PBB Migas, dan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
tidak pernah ditampilkan dalam kertas kerja perhitungan realisasi DBH Migas tahun
2018, 2019 dan 2020, diperparah dengan tidak ditampilkanya data proporsional
lifting migas bagian Pemerintah oleh Ditjen Migas-ESDM. Ketidakjelasan tadi
menyebabkan Pemerintah Daerah dan pihak diluar Pemerintah Pusat sukar mendapat
kejelasan perhitungan dan transparansi DBH migas. Pertanyaan nya adalah, kenapa
semakin kesini produksi migas semakin semakin tidak transparan?
6. Participating Interest 10%
Participating interest sendiri bisa disebut hak kelola, sedangkan 10%
merupakan besaran hak kelola yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri
ESDM No 37 Tahun 2016 pasal 2, bagi KKKS yang mengolah wilayah kerja
minyak dan gas kepada BUMD di daerah pelemperan reservoir. Dalam hal ini
10% adalah hak mengelola blok rokan pada skema kerja sama gross split,
dimana pengelolaan seluruhnya dipegang oleh PHR, dan apabila PI10% telah
diserah terimakan, maka hak kelola menjadi 90% PHR dan 10% BUMD.
Selain hak kelola, BUMD yang dipilih juga berhak terhadap hasil produksi
migas sebesar 10% jatah PHR dari bagi hasil PHR dan Pemerintah.
Penawaran PI10% merupakan langkah dalam memajukan perekonomian
daerah, hal pertama yang menjadi tanggungan bagi daerah yang terdapat
pelemparan reservoir adalah menyiapkan BUMD yang disahkan dan dimiliki
oleh Pemda, serta memiliki spesifikasi yang cukup untuk menanggung PI
10%. Selain menyiapkan BUMD yang memadai, penyerahan PI10% juga
memiliki tahapan yang panjang, tahapan ini diatur dalam Permen ESDM No
37 Tahun 2016, dimana tahapan-tahapan tersebut ialah:
Pasal 8
1) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya persetujuan rencana pengembangan lapangan yang pertama,
Kepala SKK Migas wajib menyampaikan surat kepada gubernur untuk
penyiapan Badan Usaha Milik Daerah yang akan menerima penawaran PI
10%.
2) Jangka waktu untuk penyiapan Badan Usaha Milik Daerah yang akan
menerima penawaran PI 10% sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
lama 1 (satu) tahun kalender sejak tanggal diterimanya surat Kepala SKK
Migas kepada gubernur.
3) Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), gubernur menyampaikan surat penunjukan Badan Usaha Milik
Daerah yang akan menerima penawaran PI 10% kepada Kepala SKK Migas
dengan tembusan Menteri.
4) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya surat gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala SKK
Migas wajib menyampaikan surat kepada Kontraktor untuk dapat segera
memulai penawaran PI 10% kepada Badan Usaha Milik Daerah yang telah
memenuhi ketentuan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Bagian Kedua
Penawaran kepada Badan Usaha Milik Daerah
Pasal 9
1) Kontraktor wajib menyampaikan penawaran secara tertulis PI 10% kepada
Badan Usaha Milik Daerah yang telah ditunjuk oleh gubernur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dengan tembusan kepada Direktur Jenderal,
Kepala SKK Migas, dan gubernur.
2) Penyampaian penawaran secara tertulis PI 10% kepada Badan Usaha Milik
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
diterimanya surat Kepala SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (4).
3) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah berminat dengan penawaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha Milik Daerah wajib
menyampaikan pernyataan minat dan kesanggupan secara tertulis kepada
Kontraktor dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala SKK Migas,
dan gubernur dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender
sejak tanggal diterimanya surat penawaran dari Kontraktor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah menyatakan minat dan kesanggupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan Usaha Milik Daerah dapat
melakukan uji tuntas (due diligence) dan akses data terkait dengan Wilayah
Kerja dan Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari
kalender sejak disampaikannya pernyataan minat dan kesanggupan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
5) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah melakukan uji tuntas (due diligence)
dan akses data terkait dengan Wilayah Kerja dan Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Badan Usaha Milik Daerah wajib
menyampaikan surat meneruskan atau tidak meneruskan minat dan
kesanggupan sebagaiman dimaksud pada ayat (3) kepada Kontraktor dengan
tembusan Menteri dan Kepala SKK Migas paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari kalender setelah dilakukan uji tuntas (due diligence) dan akses
data.
6) Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah meneruskan pernyataan minat dan
kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kontraktor dan Badan
Usaha Milik Daerah menindaklanjuti dengan proses pengalihan PI 10% sesuai
dengan Kontrak Kerja Samanya
Participating interest 10% Blok Rokan telah ditawarkan, dalam hal ini
Pemerintah Daerah Riau telah sepakat untuk menunjuk PT. Riau Petroleum
melalui anak perusahaannya Riau Petroleum Rokan (RPR). Sejauh ini tahapan
kemungkinan berada pada penyampaian penawaran tertulis dari kontraktor ke
KKKS. Memerlukan waktu selama 1.109 hari kalender atau 3 tahun 14 hari
dalam mengikuti sepuluh langkah yang telah diatur dalam Permen ESDM No 37
Tahun 2016 jika mengikuti batasan waktu maksimumnya, atau 180 hari paling
cepat. Penawaran PI 10% harus dilakukan dengan segera, selain dikejar batasan
waktu pada setiap tahapanya, munculnya kebijakan-kebijakan baru bisa
mempersulit bahkan menggagalkan akuisisi PI 10%. Pemindahan PI 10%
memerlukan dukungan yang penuh dari semua pihak, dalam hal ini Gubernur
memiliki peran penting, begitu juga SKK Migas dan Kementerian ESDM. PI
10% menjadi harapan baru untuk masyarakat Riau, diharapkan ini dapat
meningkatkan pemasukan, dan menjadi potensi pendukung untuk Riau lebih
maju. Pertanyaannya adalah apakah Pemerintah Riau dan SKK Migas sudah
memberikan dukungan kepada BUMD yang telah ditunjuk?
7. Penurunan Produksi Blok Rokan
PT. Pertamina Hulu Rokan, unit usaha PT Pertamina (Persero), telah
resmi melakukan alih kelola Wilayah Kerja Blok Rokan, terhitung sejak
Senin, 9 Agustus 2021. Kelola Blok Rokan dilakukan secara bidding, yang
diikuti oleh Pertamina dan Chevron. Setelah Pertamina mengajukan
penawaran harga yang lebih tinggi ketimbang harga ditawarkan Chevron,
Pertamina memenangkan bidding untuk mengelola Blok Terminasi itu. Kelola
Blok Rokan yang waktunya bersamaan dengan “Bulan Kemerdekaan
Republik Indonesia” dimaknai sebagai kembalinya kedaulatan energi negeri.
Sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 ayat 3 yang berbunyi: “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kalau
mendasarkan pada “dikuasai negara” Kelola itu bisa bermakna kembalinya
kedaulatan energi dari Perusahaan Asing Chevron ke Pertamina, sebagai
representasi negara.
Pemaknaan kembalinya kedaulatan energi yang sesuai amanah
konstitusi itu harus kaffah alias utuh. Tidak hanya dikuasai oleh Pertamina,
tetapi Blok Rokan juga harus memberikan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat. Salah satu indikatornya adalah produksi Migas Blok Rokan tidak
mengalami penurunan pasca alih Kelola. Kalau tidak bisa menaikkan produksi
Migas saat diambil alih, Pertamina paling tidak mempertahan produksi Migas
Blok Rokan tetap sama dengan produksi pada saat dikelola oleh Chevron.
Namun, data Blok Teriminasi, Blok Mahakam dan Blok ONWJ, sebelumnya
ternyata produksinya mengalami penurunan sejak diambil alih oleh Pertamina.
Target produksi Blok Mahakam pada 2019 sebesar 85.869 barrel per hari
(bph) hanya dapat dicapai sebesar 75.879 bph atau 83,3% dari target.
Penurunan produksi tidak hanya terjadi di Blok Mahakam, tetapi terjadi juga
di Blok ONWJ. Pada 2017, target produksi minyak di Blok ONWJ ditetapkan
sebesar 33.002 bph, namun produksi dicapai sebesar 30.457 bph atau sekitar
92,29% dari target.
Berdasarkan data produksi di Blok Mahakam dan Blok ONWJ,
produksi Blok Rokan berpotensi juga mengalami penurunan setelah dikelola
Pertamina. Kalau penurunan produksi Migas Blok Rokan benar-benar terjadi,
alih kelola itu justru akan mencederai kedaulatan energi negeri. Pasalnya,
penurunan produksi Blok Rokan saat dikelola Pertamina akan mengurangi
kemampuan negara untuk mempergunakan Blok Rokan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, sesuai dengan amanah konstitusi.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas) membeberkan sejumlah alasan rontoknya produksi
minyak dari Wilayah Kerja (WK) Rokan pada awal tahun 2022. Rontoknya
produksi Blok Rokan itu berimbas juga pada capaian produksi minyak
nasional pada awal tahun ini. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan yang
tak direncanakan (unplanned shutdown) di blok minyak yang saat ini dikelola
oleh Pertamina.Seperti diketahui, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) selaku
operator Blok Rokan di Riau, berencana melakukan pengeboran 500 sumur
pada tahun ini. Atas rencana tersebut, produksi lapangan minyak peninggalan
PT Chevron Pacific Indonesia itu ditargetkan bisa mencapai rata-rata 180 ribu
bph pada 2022. Adapun target produksi minyak siap jual atau lifting pada
tahun ini sebesar 703 ribu bph. Adapun target ini mengalami peningkatan
dibandingkan tahun lalu yang hanya terealisasi 660 ribu bph. Namun
sayangnya, pada awal tahun ini berdasarkan catatan SKK Migas, realisasi
produksi lifting minyak baru mencapai 632 ribu bph. Saat mulai alih kelola,
internal PHR harus memahami bahwa Blok Rokan adalah salah satu
kontributor utama dalam produksi minyak nasional hingga 25%. Bahkan di
masa silam, Blok Rokan memberi kontribusi terbesar minyak bagi Indonesia,
lebih dari 400.000 barel per hari. Seiring usia lapangan yang mature dan
adanya penurunan alamiah (natural decline), produksi Blok Rokan kini turun
menjadi berada di level 160.000 barel per hari.
Saat ini produksi Blok Rokan hanya sekitar 160.000-an bph, dan
berpotensi hanya menghasilkan minyak sekitar 140.000-an bph pada 2021.
Kondisi tersebut, akibat kelalaian dan pelanggaran peraturan oleh CPI dan
Pemerintah, terutama SKK Migas dalam kondisi produksi migas nasional
yang terus menurun pada 6-7 tahun terakhir Indonesia harus mengimpor
minyak (dan BBM) lebih banyak dari yang mampu diproduksi. Saat harga
minyak dunia naik, meningkatnya impor minyak berdampak pada naiknya
defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan (current account
deficit). Bagi Indonesia, pulihnya harga minyak dunia akan menjadi runyam
akibat terus turunnya produksi minyak, termasuk dari Blok Rokan.
8. Pencemaran Lingkungan
Sedikitnya terdapat 1,6 juta meter kubik tanah masyarakat yang
terkontaminasi limbah B3 Chevron dan 279 pengaduan masyarakat terkait
pencemaran limbah B3 minyak di tanah mereka, yang hingga kini belum
dipulihkan..Faktanya pencemaran limbah B3 minyak Chevron jelas
merugikan masyarakat, karenanya perusahaan harus bertanggung jawab
mutlak. Sesuai yang diatur dalam Undang-undang No.32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Sejauh ini
sebanyak 1,6 juta meter kubik tanah terkontaminasi limbah B3 minyak dari
2017 hingga Februari 2021, yang sampai saat ini perlu pemulihan. Pengaduan-
pengaduan silih beganti dilaporkan tentang rusaknya lahan dan ladang
masyarakat yang dirugikan akibat operasi PT Chevron Pacific Indonesia di
Blok Rokan. Sayangnya Pemerintah justru lalai, Pemerintah justru abai,
Pemerintah justru diam mendengar tangisan maysarakat terkait kerusakan
hutan dan pencemaran lingkungan hidup tersebut Alih kelola Blok Rokan oleh
PHR menimbulkan secercah harapan baru bagi masyarakat untuk keluar dari
permalasahan pencemaran lingkungan, namun sayangnya PHR justru tidak
jelas dalam menindaklanjuti perkara tersebut. Ketidakjelasan ini dimulai
dengan dikirimkanya email dari Lembaga Pencegah Perusak Hutan (LPPH),
terkait perihal konfirmasi dan informasi. Keanehan semakin berlanjut dimana
PHR dengan sengaja memilih perusahaan yang tidak berpengalaman di bidang
pengelolaan limbah B3, dalam artian PHR takut atau tidak mau bertemui
dengan instansi yang memang bisa memberikan kritik dan saran untuk
prengelolaan limbah B3.Keresahan keresahan diatas menimbulkan
pertanyaan, kenapa PHR justru tidak jelas dalam mengolah limbah B3,
pertanyaanya ialah dilemparkan kepada Pemerintah Provinsi Riau sebagai
Provinsi dengan misi dari Gubernurnya yaitu Riau hijau, justru seolah tutup
mata soal pencemaran dan keresahan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dihni, V.A. 2022. Indonesia Masuk Daftar Negara dengan Produksi Minyak Mentah
Terbesar di G20. URL: https:///indonesia-masuk-daftar-negara-dengan-
produksi-minyak-mentah-terbesar-di-g20. Diakses pada tanggal 3 September
2022
Poerwadi, S.C. 2022. Daftar Harga BBK TMT 01 April 2022. URL:
https://www.pertamina.com/id/news-room/announcement/daftar-harga-bbk-
tmt-01-april-2022-Zona-3. Diakses pada tanggal 3 September 2022
BELUM SELESAI

Anda mungkin juga menyukai