LANDASAN TEORI
A. KANKER PARU
Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Faktor risiko kanker paru meliputi
jenis kelamin laki-laki, perokok, dan usia lebih dari (>) 40 tahun. Penegakan
diagnosis kanker paru memerlukan multi modalitas dan multi disiplin ilmu
meliputi ahli paru, ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli
radioterapi, dan ahli terkait lainnya.15
Kanker paru sebagian besar berasal sel epitel bronkus cabang besar, bronkus
cabang sedang, bronkus kecil, dan bronkiolus terminalis. Kanker paru primer
adalah kanker atau sel ganas yang berasal dari epitel saluran napas. Metastasis
kanker paru adalah kanker yang berasal dari organ selain paru yang menyebar pada
jaringan paru. Klasifikasi WHO tahun 2015 membagi tumor epitelial paru menjadi
tumor ganas epitelial (karsinoma) dan tumor epitelial jinak. Tumor epitelial jinak
yaitu adenoma dan papiloma. Tumor epitelial ganas jenis karsinoma yang paling
sering ditemukan adalah adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa (KSS),
karsinoma neuroendokrin derajat keganasan tinggi, dan karsinoma sel besar.
World Health Organization mengelompokkan KSS menjadi tiga subtipe yaitu
keratinisasi, non keratinisasi, dan basaloid. Small cell lung carcinoma (SCLC)
merupakan golongan tumor neuroendokrin yang sangat sedikit mengalami
deferensiasi. Adenokarsinoma bronkogenik menyumbang sekitar 30% dari semua
kanker paru primer. Karsinoma sel besar mencapai sekitar 10% dari semua
karsinoma bronkogenik. Klasifikasi kanker paru berdasarkan pilihan jenis terapi
dibedakan menjadi Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) atau SCLC dan
KPBSK atau NSCLC. Klasifikasi tumor epitel paru menurut WHO tahun 2015
ditunjukkan pada tabel satu.15-21
5
6
akibat dari paparan zat karsinogen seperti bahan kimia, virus, dan radiasi. Paparan
zat karsinogen menyebabkan mutasi dan kegagalan pada Deoxyribonucleic acid
(DNA) repair. Sel mutan merupakan sel dengan komponen genetik yang
mengalami penambahan, pengurangan atau perpindahan basa nukleotida. Mutasi
gen menimbulkan gangguan proliferasi dan diferensiasi sel akibat perubahan
dalam pengaturan, ekspresi, serta penyimpangan gen pengkode protein.15,22,23
Sel normal berkembang menjadi sel kanker merupakan proses yang
kompleks dan bertahap. Tahap karsinogenesis terdiri dari inisiasi, promosi dan
progresi. Inisiasi adalah proses perubahan sel normal menjadi tumor. Tahap
inisiasi dapat terjadi secara spontan atau induksi oleh paparan karsinogen. Promosi
yaitu proses stimulasi pertumbuhan pada sel tumor yang telah terbentuk. Sel
tumor pada tahap inisiasi akan mengalami pertambahan ukuran sel dan
heterogenitas populasi sel. Progresi merupakan tahap akhir dari transformasi
neoplastik dengan tanda meliputi perubahan genetik, perubahan fenotip,
proliferasi, dan penyebaran sel menuju organ lain. Tumor primer dapat
berkembang menjadi tumor sekunder pada organ lain melalui penyebaran secara
hematogen dan limfogen. Tahap karsinogenesis dijelaskan pada gambar
satu.15,22,23
imun dan kanker terjadi pada semua tahap perkembangan sel kanker meliputi
inisiasi, progresi, invasi, dan metastasis. Cancer immunoediting terdiri dari tiga
fase yaitu elimination, equilibrium, dan escape. Fase elimination merupakan fase
penghancuran sel kanker oleh sistem imun alamiah dan adaptif yang kompeten.
Fase elimination disebut juga immunosurveillance. Fase equilibrium terjadi pada
kondisi sistem imun tidak mampu mengeliminasi sel kanker secara sempurna.
Fase equilibrium merupakan fase keseimbangan antara progresi kanker dan
kontrol sistem imunitas tubuh inang. Kondisi lingkungan mikro tumor dalam
kondisi supresi sistem imun menyebabkan berkembangnya sel kanker dengan
daya imunogenisitas rendah. Varian sel kanker dengan imunogenisitas rendah
memiliki resistensi tinggi terhadap serangan sistem sehingga mendukung
perkembangan kanker pada fase escape. Fase escape merupakan kondisi sel
kanker yang dapat menghindari sistem imun inang melalui pembentukan
lingkungan mikro yang bersifat imunosupresif sehingga sel kanker dapat tumbuh
dan berkembang. Proses cancer immunoediting dijelaskan gambar dua.15,24
Kanker paru secara sederhana dibagi menjadi KPKBSK atau NSCLC dan
KPKSK atau SCLC. Kanker paru dibagi menjadi empat berdasarkan jenis histologi
yaitu KSS, KPKSK, adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar. Karsinoma sel
skuamosa berasal dari perubahan pada sel tipe I yang membentuk 95% permukaan
alveolus. Sel tipe I merupakan sel skuamosa yang berperan pada pertukaran gas
dengan ciri yaitu berbentuk pipih, nukleus lebar, nukleus tipis, dan tebal sel 0.1-0.5
mikrometer (µm). Karsinoma sel skuamosa adalah keganasan epitel dengan
keratinisasi, intercellular bridges, dan squamous pearl formation seperti
ditunjukkan pada gambar tiga.26,27
bronkus lobaris. Gambaran jaringan karsinoma sel besar berupa sel besar dengan
sitoplasma granular dan jumlah makronukleolus yang banyak. Spesimen untuk
pemeriksaan sitologi dapat berasal dari dahak, bilasan bronkus, sikatan bronkus,
dan Fine needle aspiration biopsy (FNAB). Gambaran sitologi karsinoma sel besar
berupa sel besar dengan sitoplasma besar, inti sel besar, inti sel ganda yang bersifat
makronukleoli eosinofilik. Pemeriksaan IHK pada karsinoma sel besar
bronkogenik menunjukkan positif Carcinoembryonic antigen (CEA), positif
Cytokeratin 7 (CK7), positif Thyroid transcription factor 1 (TTF 1), dan negatif
CK20. Gambaran jaringan karsinoma sel besar dapat dijelaskan pada gambar
tujuh.21
memiliki tingkat nekrosis sebesar 2-10 mitosis setiap 2 mm2. Karsinoid atipikal
memiliki inti sel yang mengalami nekrosis sehingga menyerupai gambaran
comedonecrosis. Karsinoid atipikal menunjukkan inti sel polimorf lebih besar yang
terdiri dari nukleolus dan membran inti. Gambaran karsinoid tipikal dan atipikal
dijelaskan pada gambar delapan.21,28,29
Manifestasi klinis kanker paru primer tergantung pada lokasi. Tanda dan
gejala kanker paru disebabkan oleh pertumbuhan tumor lokal, invasi, penyumbatan
struktur yang berdekatan, perbesaran kelenjar getah bening regional melalui
penyebaran limfatik, pertumbuhan metastasis jauh melalui penyebaran hematogen,
dan sindrom paraneoplastik. Pertumbuhan primer secara lokal pada struktur
endobronkial menyebabkan batuk, hemoptisis, mengi, stridor, dispnea, dan
pneumonia paska obstruksi. Pertumbuhan tumor primer menuju pleura dan dinding
dada menyebabkan nyeri dada, batuk, dispneu, dan efusi pleura. Pertumbuhan
tumor primer pada jaringan paru dapat memicu pembentukan kavitas dan abses
paru. Gangguan restriksi disebabkan nyeri, kavitas, abses paru, dan efusi pleura.
Penyebaran tumor secara regional pada struktur dalam rongga torak menyebabkan
obstruksi trakea, kompresi esofagus dengan disfagia, kelumpuhan saraf laring
penyebab suara serak, kelumpuhan saraf frenik penyebab gangguan otot
diaphragma, dan kelumpuhan saraf simpatis. Kelumpuhan saraf ganglion simpatis
menyebabkan sindrom Horner dengan ciri enophthalmos, ptosis, miosis, dan
hilangnya produksi keringat ipsilateral. Tumor sulkus superior yang mengalami
ekstensi lokal pada apeks paru dapat menggangu fungsi anyaman saraf servikal dan
torakalis penyebab sindrom Pancoast. Sindrom Pancoast memiliki gejala klinis
nyeri bahu menjalar ke lengan, kerusakan radiologis tulang rusuk pertama, dan
kerusakan secara radiologis tulang rusuk kedua. Penyebaran regional pada vena
kava superior menyebabkan Sindrom vena kava superior (SVKS) dengan tanda
15
meliputi edema wajah, edema leher, edema lengan, pelebaran vena leher, dan
pelebaran vena dinding dada. Komplikasi SVKS yang mengancam jiwa meliputi
edema serebral, edema laring, dan ketidakstabilan hemodinamik. Karsinoma
bronkoalveolar dapat menyebar secara transbronkial sehingga menghasilkan tumor
yang tumbuh di beberapa permukaan alveolar penyebab gangguan pertukaran gas,
dispnea, dan hipoksemia.31-33
Efusi pleura pada keganasan terjadi melalui mekanisme langsung dan
mekanisme tidak langsung. Mekanisme langsung efusi pleura akibat keganasan
meliputi peningkatan permeabilitas permukaan pleura, obstruksi pembuluh limfe
pleura, sumbatan drainase limfe akibat pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum, sumbatan duktus torakikus, atelektasis paru, dan gangguan
perikardium. Mekanisme tidak langsung efusi pleura akibat keganasan meliputi
hipoproteinemia, emboli paru dan iatrogenik radioterapi. Efusi pleura
menyebabkan sesak napas akibat penurunan ketegangan paru, penurunan volume
paru ipsilateral, pendorongan mediastinum kontralateral, dan penekanan diafragma
ipsilateral.34
Sindrom paraneoplastik merupakan kumpulan gejala klinis yang berkaitan
dengan zat yang dihasilkan tumor atau respon dari tumor terhadap sistem imunitas
inang. Sindrom paraneoplastik yang umum ditemukan yaitu Sindrom inapropriate
anti diuretic hormone (SIADH) dengan gejala meliputi kelemahan, disgeusia, dan
euvolemia. Ectopic cushing syndrome dengan gejala meliputi yaitu kegemukan,
mudah mengantuk, dan kelelahan. Produksi hormon Adrenocorticotrophine
hormone (ACTH) menyebabkan peningkatan kadar kortisol darah, edema, miopati
proksimal, dan alkalosis hipokalemik. Lambert-Eaton Myasthenic syndrome
memiliki tanda klinis yaitu kelemahan ekstremitas bagian proksimal yang bersifat
berulang secara periodik dan gangguan sistem saraf otonom. The National
Comprehensive Cancer Network (NCCN) mengelompokkan tanda dan gejala klinis
sindrom paraneoplastik berdasarkan sistem organ secara rinci dapat dilihat pada
tabel dua.20,35,36
16
pemeriksaan NSE dan pro-GRP sangat bermanfaat pada pengelolaan kanker paru.
Pemantauan nilai NSE bermanfaat untuk menilai efek pengobatan KPKSK dan
mengevaluasi kekambuhan penyakit. 50,51
Pro-gastrin releasing peptide memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang
sangat baik sebagai tumor marker pada KPKSK. Pro-gastrin releasing peptide
meningkat pada KPKSK dan jarang meningkat pada KPKBSK serta tumor jinak
atau ganas lainnya. Kombinasi pemeriksaan Pro-GRP dan NSE memiliki
sensitivitas sebesar 88 % pada penegakan diagnosis KPKSK. Pro gastrin
releasing peptide serum > 200 pg/mL meningkatkan kemungkinan diagnosis
kanker paru dan kadar ProGRP > 300 pg/mL memiliki tingkat kemungkinan
diagnosis KPKSK.50,51
Cancer antigen-125 diekspresikan pada mesothelium peritoneum dan
pleura pada orang dewasa. Cancer antigen-125 diekspresikan terutama pada
adenokarsinoma dan kanker paru sel besar. Nilai CA-125 dapat digunakan
sebagai penanda prediktif untuk mengevaluasi prognosis, efek pengobatan, dan
respons pengobatan pada KPKBSK. Peningkatan indikator serum tumor marker
berperan dalam menunjukkan adanya tumor, membantu analisis patologis, dan
evaluasi perkembangan tumor.49,50
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menentukan jenis
secara histologi, lokasi tumor primer, metastasis, dan penentuan staging penyakit.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan khusus. Pemeriksaan radiologis yang dilakukan yaitu foto toraks,
Computed tomography (CT) scan toraks hingga abdomen atas dengan kontras,
Bone scan, Bone survey, Ultrasonography (USG) abdomen, CT otak, dan Positron
42,44,52
emission tomography (PET), serta Magnetic resonance imaging (MRI).
Modalitas diagnostic pada nodul paru yang terletak di bagian tengah paru
yaitu bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi forceps, dan Transbronchial lung
biopsy (TBLB). Nodul berukuran lebih dari 3 cm dan terletak di perifer dapat
dilakukan prosedur biopsi secara perkutan dengan TTNA, Transthoracic biopsy
(TTB), Aspirasi jarum halus (AJH), core biopsy, dan biopsi pleura. Prosedur biopsi
secara invasif dapat dilakukan dengan pleuroscopy, Video assisted thoracoscopic
20
Stage IA T1 N0 M0
Efusi pleura ganas (EPG) merupakan gambaran efusi dengan kandungan sel
ganas akibat metastasis atau perkembangan keganasan primer pleura. Efusi pleura
mencapai angka 66 % sebagai manifestasi awal keganasan paru maupun luar paru.
Efusi pleura ganas sebagian besar diakibatkan keganasan paru, kanker payudara,
dan limfoma. Analisis genom sel ganas pada tumor primer maupun metastasis pada
pleura menunjukkan bahwa efusi pleura sering terjadi pada sel kanker dengan
driver mutasi EGFR, KRAS, Phosphatidylinositol-4-5-bisphosphate 3-kinase
catalytic alpha (PIK3CA), B-raf (BRAF), EMT, EML4/ALK, dan Rearranged
during tranfection (RET).57,58
Efusi pleura ganas yang berkembang dari keganasan primer paru atau
metastasis pada jaringan pleura disebabkan oleh penyebaran sel ganas dalam
rongga pleura dan obstruksi pembuluh limfatik pleura. Ketidakseimbangan antara
sekresi dan reabsorpsi cairan pleura sebagian terjadi pada efusi pleura ganas. Sel
ganas dapat menyebar kedalam rongga pleura secara infiltrasi langsung,
hematogen, atau limfatik. Tumor yang melakukan infiltrasi secara langsung pada
jaringan pleura dapat menyebabkan efusi pleura melalui peningkatan produksi
cairan dan menghambat fungsi limfatik pleura parietal. Infiltrasi tumor pada
23
Gambar 10. Interaksi sel pejamu dan sel tumor dalam patogenesis efusi pleura ganas
Keterangan: CCL2 = Chemoattractant chemokine ligand 2; TNFα
= Tumor necrosis factor alpha; IFN = Interferone; NFkB = Nuclear
factor kappa beta; VEGF = Vascular endothelial growth factor; IL2
= Interleukine 2; MPE = Malignant pleural effusion ; KRAS = Kirsten
rat sarcoma; SPP1 = secreted phosphoproteins; MMP = Matrix
metalloproteinase.
Dikutip dari (57)
cytospin, preparat berbasis cairan dan cell block. Pengujian sitologi tambahan pada
ekstrak bahan seluler dapat berupa IMS dan tes molekuler. Cairan tubuh sebagian
besar dikirim ke laboratorium sitologi untuk keperluan analisis morfologi sel,
identifikasi keganasan, dan pemeriksaan tambahan 5,9
Pengkonsentrasian cairan pleura diperlukan untuk menghasilkan bahan
yang tepat dalam pemeriksaan sitologi. Teknik sentrifugasi pada spesimen cairan
pleura membentuk pelet berperan penting sebagai bahan pemeriksaan tambahan.
Teknik pengkonsentrasian komponen seluler meliputi cytospins, penyaring
Millipore, LBP, dan cell block. Metode LBP memiliki keunggulan yaitu cepat,
preparasi menghasilkan lapisan tipis, tumpang tindih sel minimal, kontaminasi
komponen darah minimal, dan menurunkan jumlah sediaan preparat. Teknik
pengkonsentrasian komponen seluler dengan metode LBP dijelaskan pada gambar
dua belas.5,9
Gambar 12. Metode LBP dalam pengkonsentrasian komponen seluler cairan pleura
Dikutip dari (5)
Diagnosis efusi pleura ganas melalui pemeriksaan sitologi cairan pleura
memiliki keakuratan sebesar 40% dan 87%. Faktor yang mempengaruhi tingkat
akurasi penegakan diagnosis efusi pleura ganas meliputi proses patofisiologi efusi,
jenis histologi tumor, teknik pemeriksaan spesimen cairan pleura, frekuensi
pengiriman spesimen cairan pleura, ketrampilan ahli sitologi, dan luas tumor pada
permukaan pleura. Penemuan sel ganas dalam cairan pleura penderita keganasan
27
paru akan menurun pada efusi yang disebabkan Congestive heart failure (CHF),
emboli paru, pneumonia, sumbatan pembuluh limfatik, dan hipoproteinemia.
Pemeriksaan sitologi pada cairan pleura penderita karsinoma skuamosa memiliki
angka temuan sel ganas yang sangat rendah. Efusi pleura pada karsinoma sel
skuamosa sebagian besar disebabkan karena atelektasis paru dan obstruksi
pembuluh limfatik. Pemeriksaan sitologi cairan pleura pada limfoma histiositik
difus memiliki angka akurasi temuan sel ganas sebesar 75% dan penyakit Hodgkin
dengan akurasi sebesar 25%. Akurasi penemuan sel ganas dalam cairan pleura pada
Adenokarsinoma lebih tinggi dibandingkan Sarkoma.5,9
Thoracentesis merupakan tindakan diagnostik pertama pada pasien dengan
kecurigaan keganasan paru yang disertai efusi pleura. Penentuan jenis efusi
berperan penting dalam penetapan staging keganasan paru dan pilihan modalitas
terapi. Pemeriksaan sitologi cairan pleura memiliki nilai sensitifitas lebih tinggi
dibandingkan biopsi pleura secara perkutan dalam diagnosis keganasan
dikarenakan sel ganas metastasis lebih sering melibatkan pleura visceral
dibandingkan pleura parietalis.5,9
Penelitian Garcia dkk pada tahun 1994 melaporkan bahwa tingkat
penemuan sel ganas pada spesimen cairan pleura pertama sebesar 65%, spesimen
kedua sebesar 27%, dan spesimen yang ketiga hanya 5%. American College of
Chest Physicians (ACCP) dan NCCN merekomendasikan tindakan torakoskopi
sebagai langkah tindak lanjut pada hasil negatif pada 2 kali tindakan thoracentesis.
Pedoman penyakit pleura menurut British Thoracic Society (BTS)
merekomendasikan pencegahan pengambilan spesimen cairan pleura > 2 kali dalam
kepentingan diagnosis dan melaporkan bahwa pemeriksaan sitologi cairan pleura
melalui kombinasi smear serta cell block memiliki nilai temuan sel ganas yang lebih
baik.5,9
Penemuan sel kanker yang terlepas pada cairan pleura memungkinan untuk
dilakukan klasifikasi keganasan berdasarkan tipe histologinya. Sel ganas memiliki
ciri yang berbeda dengan komponen sel lain pada cairan pleura. Sel ganas memiliki
ciri yaitu diameter inti sel ganas dapat melebihi 50 µm, nukleolus sel ganas
berukuran besar lebih besar dari 5 µm, dan rasio inti sel sitoplasma yang tinggi.
28
Gambaran morfologi sel ganas pada cairan pleura ditunjukan pada gambar tiga
belas.9
Gambar 13. Sel ganas berukuran besar dengan inti sel yang berukuran besar dan
berbeda dengan sel mesotelial
Dikutip dari (9)
Machevsky dkk pada tahun 1987 melaporkan bahwa temuan efusi pleura
ganas yaitu diameter sel efusi ganas melebihi 10,5 µm dan nilai rasio diameter inti
sel sitoplasma melebihi 0,74. Karakteristik sitologi antara mesotelioma dan
adenokarsinoma memiliki gambaran yang berbeda. Stevens dkk pada tahun 1992
melaporkan bahwa mesotelioma memiliki ciri yaitu agregasi berbentuk papiler,
multinukleasi atipikal, dan gambaran aposisi sel ke sel. Adenokarsinoma memiliki
gambaran struktur seperti asinus, gambaran vakuolasi berbentuk balon, gambaran
agregasi sel ganas, dan gambaran gumpalan sel. Gambaran sel ganas pada cairan
pleura ditunjukkan pada gambar empat belas.9
Gambar 14. Gumpalan sel ganas pada cairan pleura dengan adenokarsinoma
Dikutip dari (9)
Pemeriksaan FISH pada cairan efusi pleura yang difiksasi dengan larutan
Carnoy berperan dalam deteksi keganasan yang berkaitan dengan kelainan
kromosom 7, kromosom 11, dan kromosom 17. Larutan Carnoy merupakan
campuran metanol dan asam asetat dengan perbandingan 3:1. Larutan Carnoy dapat
digunakan pada kepentingan analisis gen p16 pada kromosom 9p12 yang
mengalami delesi pada keganasan pleura.5,9,58
Analisis FISH pada spesimen cairan pleura yang difiksasi dalam larutan
Carnoy dapat digunakan untuk menilai TTF1 pada karsinoma paru. Pemeriksaan
FISH kolorimetri pada preparat cell block berperan dalam melakukan analisis
ekspresi mRNA terkait kanker seperti molekul angiogenik dan MET. Analisis status
EGFR dapat dilakukan dengan metode PCR pada spesimen cairan efusi pleura segar
31
dan spesimen cairan pleura yang dibekukan pada suhu minus (-) 80°C. New
generation sequencing (NGS) terbukti sangat sensitif dalam penilaian status mutasi
EGFR. Spesimen sitologi dicampur dengan larutan buffer sebelum tahap
pembekuan berperan mencegah terjadinya degradasi RNA. Pemeriksaan RNA pelet
sel cairan pleura dengan metode PCR pada keganasan dengan status EGFR wild
type berperan penting untuk analisis gen fusi EML4-ALK.5,9,10,11,58
tekanan negatif, aspirasi menggunakan jarum suntik tanpa tekanan negatif, dan
aspirasi menggunakan syringe dengan tekanan negatif. 8,60
Aspirasi jarum halus dengan ukuran 21-25 G tanpa tekanan negatif atau
syringe merupakan teknik TTNA yang dikenal sebagai French technique. French
technique memiliki kelebihan yaitu kurang traumatis dan menghasilkan jumlah sel
diagnostik yang cukup berdasar tekanan kapiler. Aspirasi menggunakan jarum
suntik dan jarum tanpa tekanan negatif merupakan metode TTNA yang bertujuan
mendapat sampel sel yang cukup dengan meminimalkan risiko trauma tekanan
negatif. Jarum suntik dimanfaatkan dalam pengumpulan cairan pada lesi yang
mengandung komponen kistik. Aspirasi menggunakan syiringe dan jarum suntik 10
mililiter (ml) dengan tekanan negatif sebesar 2-3 centimeter Hydrargyrium (cmHg)
dengan tujuan mendapatkan sampel melalui infiltrasi jarum secara melingkar pada
seluruh area lesi. French technique dan teknik FNA dengan jarum suntik
bertekanan negatif dijelaskan pada gambar enam belas.8,60
Cell block
Cell block merupakan proses pembentukan butiran yang terdiri atas
kumpulan sel yang difiksasi dan dibenamkan dalam blok parafin. Blok parafin
dilakukan proses meliputi pengirisan dengan ketebalan 4-5 µm, pengecatan dengan
HE untuk menilai sel, pengecatan khusus pemeriksaan mikroba, dan IMS untuk
33
penegakan keganasan paru. Cell block memiliki kelebihan yaitu konsentrasi tinggi
komponen seluler pada area slide yang kecil, korelasi gambaran jaringan dari
komponen sitologi, penjelasan fragmen kecil, penyediaan bahan slide untuk uji
tambahan klasifikasi keganasan, pengujian molekuler, dan bahan arsip pemeriksaan
dimasa mendatang.5-7,60
Teknik cell block mempunyai kekurangan yaitu membutuhkan waktu lebih
lama dibanding teknik smear dalam proses penegakan diagnosis keganasan,
beresiko kehilangan spesimen selama pembuatan cell block, dan sel mesotel dapat
membentuk artefak pseudoacini serta pseudopapillae akibat proses sentrifugasi.
Penemuan beberapa spesimen dengan tingkat selularitas rendah menurunkan
akurasi nilai diagnostik pada teknik cell block. Rapid on site evaluation merupakan
protokol penilaian kecukupan sitologi dan jaringan kecil oleh ahli sitologi pada saat
proceduralist melakukan tindakan biopsi guna penentuan klasifikasi, pengujian
molekuler, serta pemeriksaan tambahan. Rapid on site evaluation dapat
meningkatkan kuantitas spesimen biopsi yang diperiksa dengan cell block untuk
pengujian molekuler dan pemeriksaan tambahan sehingga nilai akurasi diagnostik
semakin baik.1,6,60
Pedoman ROSE pada penyiapan spesimen teknik FNA untuk pembuatan
cell block meliputi metode pick and smear pada spesimen segar untuk memisahkan
fragmen jaringan dari komponen darah, smear langsung pada preparat yang
mengandung fragmen jaringan dengan teknik pengeringan udara dan fiksasi
alkohol, pembilasan spesimen pada jarum FNA dengan formalin untuk persiapan
cell block, serta penempatan preparat spesimen dengan tingkat selularitas tinggi dari
spesimen tidak bernilai diagnostik dalam wadah penyimpanan formalin terpisah.
Penerapan ROSE pada pengambilan spesimen dengan teknik FNA dan core biopsy
memiliki keuntungan meliputi hasil spesimen memiliki gambaran morfologi sel
yang adekuat, spesimen cukup untuk dilakukan pemeriksaan molekuler tambahan,
dan memudahkan dalam mengetahui kecukupan komponen parenkim normal,
komponen darah, serta jaringan lesi untuk bahan pemeriksaan penegakan
diagnostik.1,6,60
34
Core biopsy
Core biopsy adalah teknik biopsi transtorakal menggunakan jarum ukuran
lebih panjang dengan memiliki struktur pengait. Jarum core biopsy memiliki
struktur alat pemotong yang terletak pada ujung jarum atau sisi samping jarum
dengan tujuan mendapatkan potongan kecil jaringan sebagai bahan analisis patologi
pembedahan. Jenis jarum core biopsy meliputi Tru-Cut, Temno core biopsy, dan
Biopince core. Hasil spesimen jaringan dengan menggunakan jarum core biopsy
memiliki keunggulan bebas debris jaringan rusak, kualitas gambaran histopatologi
jaringan baik, akurasi diagnosis meningkat, dan menurunkan angka kehadiran ahli
patologi secara on site. 2,62-64
Fine needle aspiration biopsy (FNAB) memiliki tingkat akurasi diagnostik
antara 64%-97% dan angka hasil negatif palsu antara 6%-54% dari tindakan biopsi.
Core biopsy memiliki nilai sensitifitas sebesar 89%, nilai spesifisitas sebesar 97%,
37
dan nilai akurasi diagnostik sebesar 93%. Core biopsy memiliki nilai sensitifitas,
nilai spesifisitas, dan nilai akurasi diagnostik lebih tinggi dibanding FNAB.
Beberapa penelitian melaporkan biopsi menggunakan jarum pemotong jaringan
ukuran 18G dan 20G dengan teknik koaksial memiliki nilai akurasi diagnostik
keganasan sebesar 74%-95%. Schneider dkk pada tahun 2015 melaporkan bahwa
hasil pengambilan spesimen jaringan dengan core biopsy memiliki tingkat
kecukupan sampel untuk tes molekuler yang secara signifikan lebih baik secara
statistik dibanding hasil spesimen yang didapat dengan FNAB. Perbandingan
kecukupan sampel untuk kepentingan tes molekuler dari hasil pengambilan jaringan
dengan core biopsy dan FNAB yaitu core biopsy sebesar 67%, dan FNAB sebesar
46%, serta nilai probabilitas (P) sebesar 0,007 sehingga memiliki perbedaan
signifikan secara statistik. Gambaran alat core biopsy model semiotomatis
ditunjukkan pada gambar sembilan belas.14,62-64
Gambar 19. Core biopsy semiotomatis ukuran 18 G dengan dilengkapi kanula dan
trokar jarum koaksial
Dikutip dari (14)
Transthoracic biopsy (TTB) dengan penuntun modalitas pencitraan
Prosedur biopsi yang dikombinasikan dengan kemajuan teknologi
pencitraan menyebabkan nilai diagnostik keganasan menjadi lebih akurat dan
efisien. Teknik pencitraan sebagai penuntun prosedur TTB meliputi CT scan,
fluoroskopi, USG, dan MRI. Fluoroskopi menjadi modalitas pencitraan pertama
sebagai penuntun TTB. Keuntungan fluoroskopi sebagai penuntun TTB yaitu
38
Gambar 20. Potongan aksial pencitraan TTB dengan penuntun fluoroskopi pada
nodul soliter subpleura
Dikutip dari (64)
Transthoracic biopsy dengan panduan ultrasonography memiliki
keuntungan yaitu visualisasi lebih real-time, mengetahui area tanpa vaskularisasi
pada massa, visualisasi area padat pada massa, tidak memancarkan radiasi, biaya
lebih murah, dan portabel. Ultrasonography tidak dapat menggambarkan massa
mediastinum anterior dan massa paru perifer yang berbatasan dengan tulang kosta.
Di Bardino dkk pada tahun 2015 melaporkan bahwa TTB dengan penuntun USG
dalam diagnosis keganasan memiliki nilai akurasi diagnostik sebesar 88,7%,
sensitifitas sebesar 91,5%, spesifisitas sebesar 100 sedangkan TTB dengan
penuntun CT scan memiliki nilai akurasi 92,1%, sensitifitas 92,1%, spesifisitas
100% sehingga biopsi dengan penuntun CT scan lebih superior dibanding USG.
Teknik TTB dengan penuntun USG dijelaskan pada gambar dua puluh satu.63,64
39
Gambar 21. Transthoracic biopsy (TTB) dengan penuntun USG pada nodul paru
Dikutip dari (64)
Gambar 22. Prosedur TTB dengan penuntun CBCT pada nodul di lobus kiri atas
paru
Dikutip dari (64)
40
Liu dkk pada tahun 2015 melaporkan bahwa perbandingan TTB mengikuti
penuntun MRI dengan CT scan memiliki nilai yang sama pada akurasi diagnostik
dan lama rerata prosedur tindakan. Sakarya dkk pada tahun 2003 melaporkan
bahwa TTB dengan panduan fluoroskopi MRI memiliki gambaran pencitraan
yang mendekati real time, tidak ada radiasi, tidak dapat mendeteksi area
emfisema, tidak dapat mendeteksi bula, dan tidak dapat mendeteksi fisura.
Kualitas pencitraan MRI dipengaruhi oleh kepatuhan pasien untuk tidak bergerak
dan menahan posisi tubuh dalam jangka waktu lama selama prosedur. 63,64
Indikasi klinis biopsi dengan penuntun modalitas pencitraan meliputi
nodul soliter baru, nodul soliter yang membesar, nodul multipel tanpa diketahui
penyakit neoplastik primer, fokal infiltrat parenkim paru tanpa didapatkan kultur
mikroba, massa hilus tanpa kelainan gambaran hasil bronkoskopi, massa
mediastinum yang belum terdiagnosis, dan biopsi keganasan untuk kepentingan
terapi target. Kontraindikasi TTB dengan penuntun modalitas pencitraan meliputi
diatesis perdarahan, gambaran bula di jalur biopsi pada hasil pencitraan, gambaran
malformasi arteri vena, gambaran kista Hidatid pada pencitraan, pasien tidak
kooperatif, batuk tidak terkontrol, dan pasien dengan ventilasi mekanik. Penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) derajat berat, hipertensi paru, dan insufisiensi
jantung dapat meningkatkan angka komplikasi TTB.63-65
Langkah perencanaan TTB meliputi data riwayat penyakit pasien secara
lengkap, mengetahui riwayat pengobatan pasien, indikasi dilakukan TTB, dan
peninjauan gambaran pencitraaan pasien dengan cermat. Pertimbangan dalam
merencanakan TTB berdasarkan gambaran pencitraan yaitu tidak ada gambaran
bula pada jalur jarum biopsi, jalur jarum biopsi tidak melewati fisura interlobaris,
jalur jarum biopsi tidak melewati pembuluh darah besar, lesi perifer lebih dipilih
daripada lesi sentral, lesi pada lobus superior lebih dipilih daripada lobus inferior,
hindari lesi bersifat hemoragik, dan hindari bagian nekrotik dari lesi. Transthoracic
biopsy tidak dilakukan di bagian nekrotik pada lesi karena nilai diagnostik yang
rendah dan kecenderungan perdarahan.62-65
diperintahkan untuk menahan napas pada akhir ekspirasi normal pada saat prosedur
insersi jarum TTB. Tata urutan pengambilan spesimen yaitu konfirmasi posisi
jarum biopsi terhadap lesi dengan CT scan, pelepasan trokar jarum koaksial,
penutupan ujung kanula jarum koaksial dengan jari, insersi jarum core biopsy
dalam kanula jarum koaksial, dan lakukan aspirasi potongan spesimen jaringan
secara gentle.62-65
Pengawasan paska prosedur tindakan
Lakukan identifikasi paska prosedur TTB dengan CT scan untuk
mengetahui komplikasi meliputi pneumotoraks, hemotoraks, dan perdarahan
jaringan lunak area biopsi. Lakukan pemantauan tanda vital pasien selama 4 jam
paska prosedur TTB. Pemeriksaan serial foto toraks pada jam ke 1 serta 4 jam paska
prosedur biopsi dapat dilakukan untuk mengenali komplikasi pneumotoraks secara
dini paska prosedur tindakan. Prosedur tindakan core biopsy dengan penuntun CT
scan dijelaskan pada gambar dua puluh tiga.62-64
didapatkan hasil bahwa jumlah sampel yang diketemukan sel ganas melalui
kombinasi teknik cell block- smear adalah 2 kali lebih banyak dibandingkan hanya
dengan teknik smear. Analisis perbandingan pemeriksaan cell block dengan teknik
smear pada 190 subyek penelitian oleh Thapar dkk tahun 2009 dilaporkan bahwa
teknik kombinasi cell block-smear meningkatkan nilai temuan keganasan sebesar
13% dibanding teknik smear dan teknik cell block memiliki bentuk arsitektur
seluler yang baik, memudahkan pemeriksaan IHK, dan memiliki pola arsitektur
seluler yang terperinci. Shoba dkk pada tahun 2018 menyimpulkan bahwa teknik
cell block memiliki nilai temuan keganasan 46,15% lebih tinggi dibandingkan
teknik smear. Bhavana dkk pada tahun 2014 melaporkan bahwa teknik cell block
menemukan gambaran keganasan sebesar 11,2 % dari spesimen dengan hasil
negatif keganasan pada teknik smear. Penelitian Deniz dkk pada tahun 2013
melaporkan spesimen cairan pleura pada curiga keganasan yang diperiksa dengan
kombinasi cell block dan smear meningkatkan nilai temuan diagnosis keganasan
secara histologi sebesar 35%. Penelitian Santosphawar dkk tahun 2013
melaporkan spesimen efusi pleura, TTNA dengan penuntun pencitraan, dan
bilasan bronkus yang hasilnya diperiksa dengan teknik cell block memiliki nilai
sensitivitas 96% dan spesifisitas 92,59%. Penelitian Manjiri dkk pada tahun 2017
melaporkan kombinasi pemeriksaan TTNA dengan penuntun pencitraan yang
hasilnya diperiksa dengan kombinasi teknik smear dan cell block memiliki nilai
sensitivitas 95,4% dan spesifisitas 100 % sehingga nilai akurasi serta parameter
diagnostik mendekati teknik core biopsy. Penelitian sutanto dkk pada tahun 2018
melaporkan bahwa sitologi TTNA yang hasilnya diperiksa dengan teknik cell
block memiliki angka temuan sel kanker paru sebesar 57,7%, nilai sensitivitas
87,5%, dan nilai spesifitas 75%.1,4,6,12-14
B. KERANGKA TEORI
C. KERANGKA KONSEP
D. HIPOTESIS PENELITIAN