Anda di halaman 1dari 5

KAPITALISME DAN REGULASI KETENAGAKERJAAN;

SEBUAH MANIFESTO BAGI PERJUANGAN KAUM BURUH

Abdul Munir

ABSTRACT

The employemeent policy that included within the government regulation of employemeent and the
another point inside it, becoming a new basic issue about the labour themself. As well as the outsourcing
methods being implemented, the works relationship between labours and the one who hired them,
dominantly just ended up to discrimination and exploitation to the labour rights such as: overtime
payment, standart fee, the lengthen of contract fee, welfare, also the forbid about going into such thing
like independent comittee of labourship.That logical point as well going to becoming a fundamental
reason for the labour repressive movement into the street, to claim their rights, and express their
disagremeent from the employeement policy that they claim as the reason about the abuse of their rights
just like what has written before.

Keywords:Capitalism, Employemeent Regulation, Labour and Labourhsip

ABSTRAK

Kebijakan ketenagakerjaan yang dirumuskan pemerintah melalui undang-undang ketenagakerjaan


lengkap dengan undang-undang turunannya, ternyata menjadi permasalahan baru yang amat mendasar.
Melalui praktek outsourcing, secara dominan hubungan kerja bermuara pada diskriminasi dan eksploitasi
terhadap hak-hak dasar buruh oleh pengusaha, menyangkut : upah lembur, upah pokok, biaya
perpanjangan kontrak, jamsostek serta larangan bergabung ke dalam serikat. Konsekuensi logis dari hal
itu menjadi dasar bagi pergerakan buruh turun kejalan menolak berbagai hal dari kebijakan
ketenagakerjaan yang dianggap sebagai cikal bakal mereduksi hak-hak dasar di atas.

Kata kunci: Kapitalisme, Regulasi Ketenagakerjaan, Buruh

PENDAHULUAN Dalam iklim persaingan usaha yang makin


ketat saat ini, memang ada kecenderungan dari
Dalam setiap momen perayaan Hari Buruh, pengusaha untuk berupaya melakukan efisiensi
satu pemandangan yang sangat tampak adalah biaya produksi dalam kegiatan usahanya. Dalam
kerumunan dan pawai para buruh sambil operasional perusahaan, hampir seluruh hal yang
mengumandangkan yel-yel dan tuntutan-tuntutan berkaitan dengan biaya produksi (seperti harga
atas hak-hak mereka yang dianggap belum bahan baku, pajak, listrik, dan telepon) itu berada
terpenuhi oleh pelaku usaha atau majikan tempat di luar kekuasaan perusahaan karena tarifnya
bekerja. Pemicu dari masalah itu acapkali ditentukan oleh mekanisme pasar atau ditentukan
dihubungan dengan sistem hubungan kerja yang oleh pemerintah, terkecuali komponen tenaga
dikemas dalam konsep “kontrak” dan kerja, satu-satunya komponen yang dapat
“outsourcing”. Resistensi para buruh atas diintervensi atau dimainkan oleh pengusaha
mekanisme outsourcing, dapat diduga bahwa (Syamsuddin : 2004). Kondisi itulah kiranya
sistem tersebut sarat dengan masalah. Utamanya mendorong pengusaha untuk lebih jauh dalam
menyangkut tentang perlakuan hak-hak dasar meminimalkan komponen biaya buruh
buruh. Dalam hubungan kerja melalui (penggunaan sistem outsourcing) dengan asumsi
outsourcing, dapat difahami bersama, bahwa tingkat upah yang diberikan relatif lebih rendah
hubungan kerja yang terjadi berada dalam dari sekiranya menggunakan buruh tetap. Dan
hubungan tiga pihak. Buruh dengan perusahaan dalam keadaan lain, perusahaan seakan tidak
pengguna (pemberi kerja) hanya sebatas kerja memiliki keharusan untuk mengeluarkan biaya
(tidak langsung). Selanjutnya menyangkut hak- tambahan guna pelatihan para pekerja disamping
hak dasar buruh dari proses kerja tersebut berada juga terhindar dari kewajiban pemberian
pada perusahaan penyalur (perusahaan pesangon, penghargaan masa kerja, lembur, dan
outsourcing). lain-lain (Munir : 2013).

8
Dapat dilihat, akibat dari praktik outsourcing buruh formal di Indonesia. (dalam : http://
yang berlangsung selama ini, terjadi peralihan hukumonline.com. Diakses tanggal
status buruh secara signifikan. Dari status tetap 29/5/2013).Disamping itu, dari hubungan kerja
menjadi kontrak dan outsourcing sebagaimana tiga pihak dalam praktik outsourcing tersebut,
data hasil riset yang dilakukan oleh Bank Dunia setidaknya telah membawa pergeseran terhadap
dan Organisasi Buruh Internasional beberapa komponen dalam hubungan industrial
(International Labour Organization) tahun 2012 dimana kesemuanya bermuara pada pengurangan
menunjukkan jumlah pekerja atau buruh hak-hak dasar buruh;
berstatus tetap hanya tinggal 25% dari 33 juta

Tabel 1.1 Kecenderungan Perubahan Komponen Hubungan Industrial

Komponen Hubungan Industrial Fakta di lapangan


- Buruh tetap yang masa kerjanya lama,
ditawari pesangon dan direkrut lagi menjadi
buruh kontrak atau outsourcing.
Status hubungan kerja
- PHK massal, kemudian direkrut kembali
dengan status kontrak dan outsourcing.
- Perpanjangan masa kontrak berulang-ulang.
- Upah maksimum sebesar UMK.
Besaran upah - Upah berdasarkan target produksi.
- Pemotongan upah oleh agen penyalur 10%.
- Waktu kerja semakin panjang.
Jam kerja - Kelebihan jam kerja tidak di hitung lembur.
- Sering berubah sesuai kebutuhan perusahaan.
- Tidak mendapatkan jaminan sosial dan
penggantian biaya kesehatan.
Jaminan sosial dan kesehatan
- Tidak diikutsertakan dalam program
Jamsostek
- Ruang gerak berorganisasi relatif terbatas
Keanggotaan dalam serikat buruh
dibandingkan buruh tetap.
Sumber : Diadaptasi dari Tesis Munir (2013)

PEMBAHASAN mengawal antara kepentingan pelaku usaha dan


kepentingan masyarakatnya.
Dalam rangka menjaga keseimbangan hak
dan kewajiban antara buruh dengan Inkonsitensional Undang-Undang
majikan,sebenarnya landasan filosofisnya sudah Ketenagakerjaan Mengatur Tentang Sistem
tertuang dalam Amandemen ke-empat Undang- Outsourcing
Undang Dasar 1945 terutama Pasal 27 ayat (2)
yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Meski dalam Pasal 66 Ayat 1 dijelaskan:
Negara berhak atas pekerjaan yang layak bagi “Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja
kemanusiaan”. Amanat Undang-Undang Dasar tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
Pasal 27 ayat (2) ini jelas merupakan dimensi melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan
Hak Asasi yang diarahkan pada warga Negara yang berhubungan langsung dengan proses
Indonesia. Dengan begitu, pada dasarnya warga produksi kecuali untuk kegiatan jasa penunjang
Negara Indonesia tidak cukup hanya memiliki atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung
pekerjaan saja, lebih jauh lagi, dengan pekerjaan dengan proses produksi”. Namun, ternyata
itu harus mampu memberikan kesejahteraan bagi redaksi bahasa Undang-Undang di atas tidaklah
kehidupannya dan keluarganya. Konsekuensinya mencerminkan maksud yang jujur dan jelas.
maka, Pemerintah harus menjamin tidak hanya Dalam penjelasan bunyi Pasal 66 Ayat 1, yang
menyediakan lapangan pekerjaan saja bagi dimaksud dengan kegiatan yang tidak
masyarakatnya, akan tetapi juga membangun berhubungan langsung dengan proses produksi
tatanan sistem ekonomi yang berimbang “antara lain”: cleaning service), catering,
security, jasa penunjang dipertambangan dan

9
perminyakan, serta penyediaan angkutan program pengendalian sosial dalam bentuk
pekerja/buruh. Artinya diluar kegiatan itu, tetap regulasi, maka sama sekali tidak mencerminkan
menjadi kegiatan pokok perusahaan, apalagi jika kehendak yang sungguh-sungguh dari
berpengaruh langsung terhadap proses produksi. Pemerintah agar bagaimana ketentuan dapat
berlaku seimbang. Akibat ketidaklengkapan asas
Nah, petikan kata atau frasa “antara lain” dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
untuk menyebutkan ke-5 jenis bidang kerja di utamanya menyangkut sanksi, membuat
atas, menyebabkan interprestasinya dapat kepastian hukum terhadap hak-hak buruh
dimaknai membebaskan semua bidang kerja outsourcing menjadi rentan untuk dilanggar oleh
untuk dapat di-outsouced-kan oleh perusahaan pengusaha. Hukum ketenagakerjaan yang
pengguna. Hal ini terlihat dari ungkapan Dirjen semestinya sebagai instrumen bagi Pemerintah
Disnakertrans yang menyatakan : sulitnya dalam rangka menjadi “juri” menjaga
menertibkan agar perusahaan tidak keseimbangan kepentingan antara pengusaha dan
menyerahkan semua bidang kerja kepada buruh, menjadi terdistorsi dan kehilangan
perusahaan penyalur, dikarenakan perusahaan hakikatnya dalam usaha menciptakan perubahan
pengguna dapat menginterpretasikan Pasal 66 sosial yang berkeadilan.
Ayat 1 terkait frasa “antara lain” hanya
sebagai contoh. Artinya di luar ke-5 bidang kerja Tidak Berfungsinya Peran Disnakertrans
yang dibunyikan dapat di outsourced-kan. Selain Sebagai Komponen Struktur Hukum
juga keterbatasan jumlah personil pengawas di Ketenagakerjaan Dalam Melakukan
masing-masing daerah masih jauh dari cukup Pengawasan.
sehingga pengontrolan tidak bisa optimal.
(dalam : http://hukumonline.com. Diakses Salah satu komponen personel dalam struktur
28/5/2013). hukum ketenagakerjaan adalah pegawai
pengawas ketenagakerjaan yang berfungsi
Alhasil, kalimat atau frasa “antara lain” untuk mengawasi dan menegakkan pelaksanaan
menyebutkan ke-5 jenis bidang pekerjaan peraturan perundang - undangan ketenagakerjaan
sebagaimana disebutkan di atas, tak lain di lingkungan kerja perusahaan serta
hanyalah sebuah pertarungan kepentingan memberikan perlindungan hak bagi buruh. Pada
dimana sebenarnya memiliki kandungan makna posisi itu, maka pengawasan ketenagakerjaan
tersembunyi yang di dalamnya terdapat unsur menjadi unsur yang amat penting dalam usaha
kepentingan. Disinilah konsep Hegemoni dari meniadakan atau memperkecil kemungkinan
“Gramci” menyangkut cara bekerjanya kaum terjadinya pelanggaran-pelanggaran oleh
kapitalis menjadi benar. Mengingat dominasi pengusaha sehingga proses hubungan industrial
terjadi tidak lagi melalui dimensi material dari dapat berjalan dengan baik dan harmonis.
sarana ekonomi dan relasi produksi semata,
melainkan pada kekuatan (force) lewat Sebagai sebuah sistem dengan mekanisme
kepemimpinan intelektual, moral, hukum, politik yang efektif dan vital dalam menjamin
serta institusi-institusi pemerintah, dalam efektivitas pelaksanaan Undang-Undang
mempermanenkan syahwat kapitalis (Eriyanto: Ketenagakerjaan, tugas pokok dan fungsi
2008). pegawai pengawas ketenagakerjaan menurut
Triyanto (2004) adalah : 1). Mengawasi
Kelemahan lain dalam substansi hukum pelaksanaan semua peraturan perundang-
ketenagakerjaan adalah masih terbukanya undangan dibidang ketenagakerjaan. 2).
peluang dan potensi yang dapat menghambat Memberikan informasi, peringatan dan nasehat
pemenuhan hak-hak dasar buruh outsourcing, hal teknis kepada pengusaha dan tenaga kerja dalam
ini disebabkan karena banyak ketentuan menjalankan peraturan perundang-undangan
mengenai hak-hak buruh outsourcing tidak ketenagakerjaan agar dapat berjalan dengan baik.
dilindungi dengan penerapan sanksi apabila 3). Melaporkan dan melakukan penyidikan
pengusaha tidak memenuhinya. Sebagai contoh, berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran yang
dalam BAB XVI Undang-Undang dilakukan pengusaha terhadap pelaksanaan
Ketenagakerjaan Tahun 2003 mengaenai aturan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
sanksi pidana dan administrasi, tidak ada satu kepada yang lebih berwenang, untuk
Pasalpun mengatur ketentuan sanksi pidana dan ditindaklanjuti ke proses hukum.
administrasi atas pelanggaran Pasal-Pasal
menyangkut outsourcing (Pasal 64, Pasal 65 dan Dengan demikian, Pegawai Pengawas
Pasal 66). Pada titik ini, bila ditinjau dari sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
perspektif kriminologi terkait upaya atau berkewajiban melakukan penyidikan dan

10
menindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum Corporate (perusahaan) melalui regulasi yang
yang berlaku (KUHP).Dalam konteks di atas, memberikan ruang terjadi penyimpangan karena
maka peran dari pengawas ketenakerjaan dalam adanya kolusi langsung antara pelaku bisnis dan
rangka melakukan pencegahan terhadap pemerintah dimana pengawasan dan sanksi tidak
perlakuan diskriminatif dan eksploitatif atas hak- tegas diatur disana (Green dan Tony: 2004).
hak buruh outsourcing, patut dipertanyakan.
Sekiranya hanya dengan dalih katakanlah tidak Dengan demikian, tidaklah diherankan jika
adanya sanksi untuk perusahaan yang melakukan kecenderungan yang merugikan pihak buruh
diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak-hak seperti yang telah diurai pada latar belakang
buruh outsourcing. Atau alasan lain karna (pemotongan upah 10% dari ketentuan UMK,
terbatasnya jumlah personil pengawas dan tidak mendapat jamsostek, bertambahnya jam
sebagainya, maka secara gamblang muncul kerja tidak dihitung lembur, tidak mendapatkan
sebuah pertanyaan yang mendasar, “apakah THR dan sebagainya), sebenarnya lebih
akan dibiarkan dan dibenarkan bagi perusahaan mengarah pada pembiaran oleh Negara terhadap
yang jelas-jelas melakukan kejahatan terhadap praktek eksploitasi besar-besaran yang dilakukan
hak dasar buruh ?”. Alih-alih saja berdalih atas pengusaha terhadap buruh. Hal ini persis seperti
subjektivitas hukum yang tidak memihak kepada yang pernah digambarkan Marx beberapa abad
buruh outsourcing, jumlah personil yang kurang lalu, kapitalis hanya jaya dengan menghisap
memadai dan sebagainya, namun pada setting buruh yang hidup dan semakin panjang
yang lain ada keengganan untuk melakukan hidupnya, akan semakin banyak pula buruh yang
upaya-upaya lain yang sebenarnya masih dapat dihisap atau di eksploitasi, melalui :
dilakukan dalam rangka pencegahan. Pada titik 1. Memperpanjang jam kerja,
ini memungkinkan sekali adanya konspirasi 2. Mengurangi kebutuhan hidup buruh
antara aparat Disnakertrans dengan pengusaha (tingkat upah),
baik itu perusahaan pengguna maupun 3. Meningkatkan produktivitas buruh dengan
perusahaan penyalur, dalam hal tidak diikuti kemajuan dibidang teknologi
menjalankan fungsinya untuk melakukan (menumpuk capital bagi kaum kapilis,
tindakan tegas guna memuluskan apa yang maka tidak boleh tidak, musti melibatkan
menjadi kepentingan pengusaha. Maka sekali dukungan lembaga suprastruktur (politik,
lagi perlu dipertanyakan, “Apa fungsi mereka?, hukum, ekonomi, budaya) (Ramly &
menjadi alat negara atau alat dari pihak bisnis?”. Muawiyah : 2007).
Disinilah ambiguitas dari posisi peran birokrat
yang selalu rentan dengan konflik kepentingan Relasi Yang Tidak Seimbang
ketika berhadapan dengan kepentingan bisnis
(Meliala:1993). Pertanyaan tegas seperti di atas Resistensi terhadap sistem kerja yang
tentunya memiliki dasar yang kuat, mengingat dianggap kurang adil, hanya dapat ditanggapi
peran pemerintah melalui petugas di lingkungan melalui aksi ntah dalam bentuk mogok kerja atau
Disnakertrans yang semula diharapkan dapat demonstrasi yang diorganisir oleh serikat buruh
memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak seperti sering terlihat saat para buruh
dasar buruh, menjadi tidak berarti sama sekali. memperingati hari buruh. Setidaknya itulah
Akibatnya tentu saja semakin momen atau hari untuk dapat mengekspresikan
terpermanenkannya apa yang menjadi orientasi keluhan-keluhan batin terhadap pemerintah atas
dan prinsip ekonomi kaum “utilitarian”, yang perlakuan pengusaha/majikan dari berlakunya
menekankan bahwa satu-satunya tugas dari sistem outsourcing. Namun, aksi-aksi yang
korporasi adalah menghasilkan profit (Prayoga : dilakukan tersebut pada dasarnya tidaklah
2008). mampu secara signifikan mempengaruhi
perubahan kebijakan ketenagakerjaan yang ada.
Ketidakberpihakan Negara Terhadap Buruh Bagaimanapun, Pemerintah tetap
memprioritaskan pertimbangan dari para pelaku
Kegagalan pemerintah memproteksi usaha. Dengan dalih perusahaan menarik modal
kepentingan buruh melalui aturan investasi dan sebagainya, sudah membuat
ketenagakerjaan seperti itu, mengacu pendapat Pemerintah merasa takut akan munculnya
Kramer dan Michalowski, dapat dikatakan masalah pengangguran. Logika seperti inilah
bagian dari pola keberpihakan Negara terhadap terkadang cenderung membuat rutinitas tuntutan
pengusaha. Keberpihakan tersebut digambarkan dan aksi demonstrasi menolak sistem
oleh Kramer dan Michalowski sebagai State outsourcing yang diorganisir secara massif oleh
Corporate Crime. Hal itu karena adanya serikat buruh menjadi kurang ada artinya.Dalam
kontribusi Negara dalam memfasilitasi hal lain, menyangkut perselisihan hubungan

11
kerja antara buruh dan majikan, utamanya Meliala, Adrianus. E, 1993, Menyingkap
menyangkut Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Kejahatan Kerah Putih, Jakarta,
dimungkinkan bagi kedua belah pihak Pustaka Sinar Harapan
(pengusaha dan buruh) menyelesaikannya
melalui jalur hukum yang diakomodir dalam UU Prayogo, Dody, 2008, Konflik Antara Korporasi
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Dengan Komunitas Lokal : Sebuah
Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Kasus Empirik Pada Industri Geotermal
Kondisi ini semakin mengkondisikan buruh Di Jawa Barat, Fisip UI Press
berada pada titik yang semakin lemah dalam hal
menuntut hak-haknya, mengingat keterbatasan Ritzer, G dan Goodman. D J, 2010, Teori
kemampuan buruh dan serikat buruh untuk Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik
memahami hukum acara perdata yang berlaku Sampai Perkembangan Muktahir Teori
dalam lingkungan peradilan umum, dan tidak Sosiologi Postmodern, (Terjemahan
adanya biaya untuk menyewa jasa pengacara. Oleh : Nurhadi, Edisi ke 5), Bantul,
Hal yang tak seimbang tentunya jika Kreasi Wacana
dibandingkan dengan pengusaha yang
mempunyai sumber daya dan sumber biaya Ramly, Andi dan Muawiyah, 2007, Peta
mumpuni untuk beracara atau beradu hukum di Pemikiran Karl Marx (Materialisme
pengadilan. Dialektis Dan Materialisme Historis),
Yogyakarta, LKiS
KESIMPULAN
Syamsuddin, M. Syaufii, 2004, Norma
Memang terkesan tendensius mengatakan Perlindungan Dalam Hubungan
bahwa Negara terlalu berpihak kepada Industrial, Jakarta, Sarana Bhakti
pengusaha dalam konteks praktek outsourcing di Persada
Indonesia. Akan tetapi jika dilihat dari produk
kebijakan ketenagakerjaan yang ada, terkesan Triyanto, Djoko, 2004, Hubungan Kerja di
tidak memberikan proteksi perlindungan Perusahaan Jasa Konstruksi, Bandung,
terhadap hak-hak dasar buruh sehingga praktek Mandar Maju
eksplotasi dan diskriminasi oleh pengusaha
Hasil Penelitian;
menjadi nyata meskipun melanggar ketentuan
yang ada. Munir, Abdul, 2013, Viktimisasi Struktural
Terhadap Buruh Melalui Sistem
Bukan hanya amanat UUD 1945 yang
Outsourcing (Kasus; Buruh Outsourcing
dilanggar melainkan regulasi ketenagakerjaan No
PT’X’ yang dipekerjakan pada PT ‘Y’.
13 Tahun 2003 sendiri juga banyak terlanggar
(Tesis Kriminologi, Fisipol – UI)
utamanya menyangkut tentang perlakuan hak
dasar buruh. Alhasil, baik regulasi Undang-Undang;
ketenagakerjaan yang secara konfrehensif telah
mengakomodir segala macam konvenan ILO Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang
menyangkut tentang kebijakan perburuhan yang Ketenagakerjaan Tahun 2003
adil dan berimbang, ditambah pula dibentuknya
perangkat struktur hukum seperti pengawas Artikel Online;
ketenagakerjaan yang bersifat indevenden,
menjadi sebatas formalitas belaka sekedar Anonimous.2010
mengisi kelengkapan administrasi Negara dalam (http://hukumonline.com./2010/15/07/pe
bidang ketenagakerjaan. rnyataan-Dirjen-Disnakertrans-
tentang-batasan-kerja- outsourcing/.
DAFTAR PUSTAKA Diakses 28/5/2013)

Buku; Anonimous.2012
(http://hukumonline.com./2012/08/09/tu
Eriyanto, 2008, Analisis Wacana : Pengantar ntutan-buruh-tentang-sistem-kerja-
Analisis Teks Media, (Cetakan ke 6), kontrak-dan-outsourcing/. Diakses
Yogyakarta, LKIS tanggal 29/5/2013

Green, Penny dan Tony Ward, 2004, State Crime


; Governments, Violence and
Corruption, London, Pluto Press

12

Anda mungkin juga menyukai