Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

PERUSAHAAN KEPADA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM


BENTUK LAYANAN BANTUAN HUKUM

(Oleh: Fridolin Theodory)

I. PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan lini usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan
dapat berperan dalam proses pemerataan serta peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional mengingat sebaran pelaku
UMKM yang cukup tinggi di masyarakat. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah
satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan,
perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada
kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik
Negara.

Salah satu aspek yang harus menjadi perhatian bersama adalah perlindungan hukum kepada
para pelaku UMKM. Sering kali permasalahan para pelaku UMKM dalam menjalankan kegiatan
usahanya adalah permasalah yang berkaitan dengan hukum, seperti terjadinya wanprestasi,
pemenuhan legalitas usaha, sengketa Hak Kekayaan Intelektual, dan berbagai permasalahan hukum
lainnya. Sementara itu di sisi lain banyak pelaku UMKM dalam menghadapi berbagai permasalahan
yang berkaitan dengan hukum tidak memiliki kemampuan secara finansial untuk penyelesaian perkara
maupun mencari bantuan hukum dari lembaga-lembaga bantuan hukum, sehingga seringkali
permasalahan hukum tersebut menghambat kegiatan usaha para pelaku UMKM dan berujung pada
kerugian bagi para pelaku UMKM. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan
peran dari berbagai stakeholder mulai dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan. Dari sisi pemerintah upaya yang
dilakukan salah satunya adalah penerapan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan,
Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam Pasal 48
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 diatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memberikan layanan bantuan dan pendampingan hukum kepada UMKM tanpa dipungut biaya.

Lalu bagaimanakah dunia usaha dalam hal ini pihak swasta seperti perusahan-perusahaan
berskala besar baik Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun Perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) dapat berperan dalam pemberdayaan dan
perlindungan UMKM sebagai upaya mendorong perkembangan kegiatan UMKM terutama dalam
aspek perlindungan hukum bagi UMKM?

II. PEMBAHASAN

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.1

Definisi UMKM di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 tentang UMKM (“UU UMKM”). Disebutkan dalam Pasal 1 UU UMKM bahwa:

a. Usaha Mikro
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008.
b. Usaha Kecil
Usaha kecil adalah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.
c. Usaha Menengah 
Usaha Menengah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.

UMKM dibedakan kriterianya menurut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021
tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah yang menyatakan bahwa kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah dikelompokan
berdasarkan kriteria modal usaha atau hasil penjualan tahunan yang terdiri:

a. Usaha Mikro memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; 

1
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
b. Usaha Kecil memiliki modal usaha lebih dari Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; dan
c. Usaha Menengah memiliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.

Sedangkan berdasarkan kriteria hasil penjualan terdiri atas:

a. Usaha Mikro memiliki hasil penjualan tahunan sampai dengan Paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
b. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) sampai dengan Paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan 
c. Usaha Menengah memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).

Pada pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 dinyatakan bahwa untuk kepentingan
tertentu kementerian/lembaga dapat menggunakan kriteria omzet, kekayaan bersih, nilai investasi,
jumlah tenaga kerja, insentif dan disentif, kandungan lokal, dan/atau penerapan teknologi ramah
lingkungan sesuai dengan kriteria setiap sektor usaha yang harus mendapatkan pertimbangan dari
Menteri. 

Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di
Indonesia masih mendapatkan cukup banyak tantangan, salah satunya dalam aspek perlindungan
hukum, dimana masih banyak UMKM yang masih membutuhkan pendampingan hukum terutama
dalam kasus-kasus seperti sengketa wanprestasi dimana pembeli tidak melakukan pembayaran sesuai
dengan prestasi ataupun pengusaha UMKM tidak memproduksi sesuai dengan prestasi, lalu
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual para pelaku UMKM yang mana seringkali para pelaku
UMKM abai dalam melindungi hasil karya mereka dengan mendaftarkan merek sehingga terdapat
potensi ide produksi mereka dengan mudah “dicuri” oleh pihak-pihak tertentu, kemudian yang paling
mendasar yang dibutuhkan oleh para pelaku UMKM yaitu terkait pemenuhan legalitas dan perizinan
kegiatan usaha mereka dan permasalahan hukum lainnya.

Pemerintah dalam PP Nomor 7 Tahun 2021 sudah mencoba mengakomodir permasalahan


tersebut dengan ketentuannya dalam pasal 48 yang berbunyi

“(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan layanan bantuan dan
pendampingan hukum kepada pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil”,
“(2) Layanan bantuan dan pendampingan hukum kepada pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya.” Dalam pasal ini dinyatakan bahwa
pemerintah wajib memberikan layanan bantuan hukum tanpa dipungut biaya kepada pelaku UMKM.
Namun jika kita melihat kondisi di lapangan pada saat ini penerapan pasal tersebut belum terlalu
efektif. Hal ini dapat dipahami karena keterbatasan informasi yang dimiliki para pelaku UMKM
terkait dengan keberlakuam peraturan tersebut. Kondisi inilah yang mendorong munculnya gagasan
bahwa pihak swasta juga harus dapat hadir untuk ikut berkontribusi dalam upaya perlindungan
UMKM. Gagasan ini dinilai memiliki dasar pemikiran yang cukup rasional, mengingat jika melihat
dinamika kehidupan berusaha para pelaku UMKM jauh lebih dekat kepada pihak-pihak swasta
dibandingkan dengan birokrasi pemerintahan, sehingga hal ini dinilai akan lebih efektif menyetuh
langsung ke UMKM. Sebagai contohnya adalah para pelaku UMKM yang merupakan binaan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).

Dalam hal ikut berkontribusi dalam upaya memberikan perlindungan hukum kepada para
pelaku UMKM, perusahaan-perusahaan dengan skala besar baik itu BUMN maupun perusahaan
swasta Penanaman Modal Asing (PMA) ataupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) memiliki
peluang untuk berkontribusi melalui kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)
maupun dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) bagi BUMN. Di Indonesia
pelaksanaan TJSL tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, sedikitnya terdapat 4
(empat) UU yang menyebutkan pelaksanaan TJSL di dalamnya yaitu UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kemudian untuk PKBL diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2003
tentang BUMN dan Peraturan Menteri BUMN.

Ruang lingkup pelaksanaan TJSL sendiri, secara keseluruhan peraturan yang disebutkan di
atas belum ada yang menjelaskan secara spesifik ruang lingkup pelaksanaannya. Tidak ada yang
menjelaskan kegiatan seperti apa yang dapat dikategorikan sebagai pelaksanaan TJSL. Dalam Pasal
74 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan

“(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan” “(2) Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran”

Dalam pasal tersebut bentuk pelaksanaan TJSL diserahkan kembali kepada masing-masing Perseroan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Sedangkan untuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), berdasarkan Pasal 2 pada Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
PER09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraaan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha
Milik Negara yang mewajibkan Perum dan Persero untuk mengikuti peraturan ini, dan untuk
Perseroan Terbatas (swasta) dapat menggunakan peraturan ini sebagai acuan dengan dengan
penetapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu dalam melaksanakan program
Bina Lingkungan (BL) yang dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dimana
berdasarkan Pasal 9 disebutkan bahwa Dana Bina Lingkungan dapat disalurkan dalam bentuk bantuan
korban bencana alam, Pendidikan dan/atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan sarana
dan/atau prasarana umum, sarana ibadah, pelestarian alam, dan bantuan sosial kemasyarakatan dalam
rangka pengentasan kemiskinan, serta bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,
promosi, dan bentuk bantuan lain yang terkait dengan upaya peningkatan kapasitas Mitra Binaan
Program Kemitraan. Sedangkan untuk besarannya sendiri, berdasarkan Pasal 8, Peraturan Menteri
Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/07/2015 adalah maksimal sebesar 4% (empat
persen) dari laba bersih setelah pajak tahun buku sebelumnya. Selanjutnya dalam Pasal 5 huruf (d)
Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/04/2021 disebutkan bahwa pelaksanaan program TJSL BUMN
harus didasarkan pada tujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan tata kelola yang efektif,
transparan, akuntabel dan partisipatif untuk menciptakan stabilitas keamanan dan mencapai negara
berdasarkan hukum. Bahwa berbagai peraturan sebagaimana diatas dapat dijadikan acuan tidak saja
bagi BUMN namun juga Perseroan Terbatas yang lainnya selain BUMN.

Merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER/05/BUM/04/2021 tersebut bahwa
yang menjadi salah satu target pelaksanaan program TJSL/PKBL adalah perlindungan hukum dan
penegakan hukum maka hal ini menjadi sejalan dengan inisiatif pemerintah untuk turut memberikan
bantuan layanan hukum bagi pengusaha UMKM sebagaimana diatur dalam PP Nomor 7 Tahun 2021.
Berangkat dari ketentuan-ketentuan sebagaimana dijelaskan sebelumnya maka pihak perusahaan
dapat turut serta berkontribusi dalam upaya perlindungan hukum bagi para pelaku UMKM. Layanan
bantuan hukum yang diberikan dapat berupa pendampingan kuasa hukum di pengadilan baik pada
perkara pidana, tata usaha negara maupun perdata. Sedangkan untuk kegiatan non-litigasi dapat
berbentuk kegiatan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi,
pemberdayaan hukum masyarakat, pendampingan di luar pengadilan, dan lain-lain. Bantuan
konstribusi nyata tersebut diharapkan dapat semakin memberikan nilai tambah (value added) bagi
perusahaan baik secara jangka pendek, menegah maupun jangka panjang. Bahkan dapat terjalinnya
hubungan yang harmonis antara masyarakat dan perusahaan. Ada beberapa model pelaksanaan
program TJSL yang dipraktikkan oleh sejumlah perusahaan di Indonesia yaitu: 2

2
Nur Jamal Said, Apa itu CSR: Pengertian, Tujuan, Model, Manfaat, dan Contohnya,
https://money.kompas.com/read/2022/03/11/081900326/apa-itu-csr-pengertian-model-tujuan-manfaat-dan-
contohnya?page=all, diakses pada 6 Desember 2022, pukul 19.00 WIB
1. Self- implementation, yaitu melaksanakan sendiri program TJSL tersebut melalui unit khusus
yang dibentuk oleh perusahaan dan pelaksanaanya dilakukan langsung oleh perusahaan
dengan menempatkan staf yang khusus bertugas melaksanakan program TJSL.

2. Corporate Foundation, yaitu pelaksanaan TJSL dengan cara pihak perusahaan mendirikan
suatu yayasan yang khusus untuk menangani semua program TJSL yang ada di dalam
perusahaan tersebut.

3. Independent Organization, yaitu pelaksanaan TJSL dengan cara menyerahkan sebagian atau
seluruh dana TJSL untuk membiayai program-program tertentu yang pelaksanaannya
dilakukan oleh lembaga-lembaga independen dan tidak terkait secara langsung dengan pihak
perusahaan. Pelaksanaan TJSL dengan model ini dilakukan melalui kerjasama dengan pihak
lembaga konsultan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun perguruan tinggi.

III. SIMPULAN DAN SARAN

Perlindungan hukum bagi para pelaku UMKM menjadi penting mengingat dampak yang
dapat diberikan dari kegiatan usaha UMKM terhadap perekonomian negara sangat luas serta masif.
Perlindungan hukum terhadap UMKM tidak saja menjadi tugas pemerintah sendiri namun perlu
dukungan dari berbagai stakeholder, salah satunya pihak-pihak swasta dalam hal ini perusahaan-
perusahaan berskla besar serta BUMN. Perusahaa-perusahan tersebut dimungkinkan berkontribusi
dalam upaya perlindungan hukum UMKM melalui Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang
diamanatkan salah satunya dalam UU Nomor UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Belum adanya acuan yang tegas tekait bentuk pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJSL) bagi perusahaan memberikan keleluasaan bagi perusahaan untuk menentukan program-
program yang hendak mereka lakukan sebagai perwujudan TJSL. Keleluasaan ini memberikan
peluang bagi perusahaan untuk dapat turut serta berkontribusi dalam memberikan perlindungan
hukum bagi para pelaku UMKM sebagai bentuk pelaksanaan TJSL Perusahaan. Bantuan
perlindungan sebagaimana dimaksud dapat berupa pendampingan hukum di pengadilan baik pada
perkara pidana, tata usaha negara maupun perdata. Sedangkan untuk kegiatan nonlitigasi dapat
berbentuk kegiatan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi,
pemberdayaan hukum masyarakat, pendampingan di luar pengadilan. Teknis pelaksanaannya dapat
dilakukan melalui kerjasama antara perusahaan dengan pihak lembaga konsultan, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), maupun organ bantuan hukum lainnya, untuk kepentingan bantuan hukum kepada
para pelaku UMKM.

Saran kepada pihak pemerintah untuk dapat mengkaji lebih lanjut regulasi terkait TJSL,
mengingat belum adanya aturan yang pasti yang mengatur bentuk pelaksanaan TJSL. Akan lebih baik
jika dana TJSL peruntukannya dapat difokuskan kepada kegiatan-kegiatan yang bersifat non-fisik
seperti pembangunan kapasitas (capacity building), seminar, pelatihan, workshop, bantuan hukum,
bantuan pendidikan serta bentuk kegiatan-kegiatan non-fisik lainnya. Sehingga pemerintah dapat
fokus untuk melaksanakan program pembangunan fisik seperti pembangunan sarana jalan, sekolah,
rumah sakit dan infrastruktur fisik lainnya. Jika sinergitas dari segi perencanaan program tersebut
dapat tercapai maka akan semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya penerima
manfaat utama disekitar lingkungan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. 2021. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang
Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 17. Jakarta

Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106. Jakarta

Indonesia. 2003. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70. Jakarta

Indonesia. 2008. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93. Jakarta

Menteri BUMN. 2021. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/BUM/04/2021 tentang


Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Badan Usaha Milik Negara

Menteri BUMN. 2015. Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/BUM/07/2015 tentang


Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara

Internet

kompas.com, Apa itu CSR: Pengertian, Tujuan, Model, Manfaat, dan Contohnya, 10 Oktober
2022, https://money.kompas.com/read/2022/03/11/081900326/apa-itu-csr-pengertian-model-tujuan-
manfaat-dan-contohnya?page=all [diakses pada 6 Desember 2022.]

Anda mungkin juga menyukai