Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PENELITIAN OPERASIONAL TAMBANG

“Transportasi di Bidang Pertambangan”

Oleh Kelompok 5 :

1. JORDI ANDIKA PUTRA SALIM (19137053)


2. ERSHA MAIDORY (19137045)
3. FARIQ DWI SATRIA DIANSA (19137049)

Dosen Pengampu:
Tri Gamela Saldy, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah yang berjudul “ Transportasi di Bidang Pertambangan ” ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya, khususnya kepada Dosen pengampu
mata kuliah Penelitian Operasional Tambang yaitu kepada ibu  Tri Gamela Saldy,
S.T., M.T., yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 13 Februari 2022

Penyusun Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II DASAR TEORI
A. Pengertian Transportasi...................................................................... 3
B. Peranan Transportasi di Bidang Pertambangan.................................. 4
C. Undang-Undang yang Mengatur tentang Transportasi dalam Bidang
Pertambangan..................................................................................... 5
D. Transportasi Batubara ........................................................................ 5
E. Transportasi Tambang Bawah Tanah................................................. 10
BAB III STUDI KASUS
A. Studi Kasus ........................................................................................ 21
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN.......................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan ekonomi yang belum menentu memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap kelangsungan operasi seluruh perusahaan. Berbagai
masalah yang timbul akan membuat perusahaan sulit untuk tetap bertahan.
Masalah transportasi sendiri merupakan salah satu masalah serius yang
sering dihadapi perusahaan karena tidak adanya koordinasi dalam pengiriman
barang. Sehingga memungkinkan terjadinya pembengkakan biaya.
Dalam penambangan umumnya memerlukan investasi kapital yang
besar, namun memiliki produktivitas tinggi, biaya operasi rendah, dan kondisi
yang aman. Penggalian dan pemuatan batubara biasanya dilakukan dengan
menggunakan shovel, baik frontend loader, rope shovel, atau hydraulic
backhoe. Pemilihan alat dilakukan berdasarkan metode penambangan, kondisi
front kerja, geologi endapan, dan penunjang produksi lainnya (Thompson,
2005).
Metode transportasi adalah metode yang digunakan dalam mengatur
distribusi produk dari sumber yang menyediakan produk yang sama, ke suatu
tempat yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini diatur dengan
sedemikian rupa, karena adanya perbedaan biaya dalam alokasi suatu produk
dari satu sumber ke tempat tujuan yang berbeda-beda, dan juga dari beberapa
sumber ke suatu tempat tujuan yang berbeda-beda juga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu transportasi di bidang pertambangan?
2. Apa saja peranan transportasi di bidang pertambangan?
3. Apa saja undang-undang yang mengatur tentang transportasi di
bidang pertambangan?
4. Bagaimana transportasi batubara?
5. Bagaimana transportasi batubara tambang bawah tanah?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian transportasi di bidang pertambangan
2. Mengetahui peranan transportasi di bidang pertambangan
3. Mengetahui undang-undang yang mengatur tentang transportasi di
bidang pertambangan
4. Mengetahui transportasi batubara
5. Mengetahui transportasi tambang bawah tanah

2
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Transportasi
Transportasi berasal dari kata transportation, dalam bahasa Inggris yang
memiliki arti angkutan, yang menggunakan suatu alat untuk melakukan
pekerjaan tersebut, atau dapat pula berarti suatu proses pemindahan manusia
atau barang dari satu tempat ketempat lain dengan menggunakan suatu alat
bantu kendaraan darat, laut, maupun udara, baik umum maupun pribadi
dengan menggunakan mesin atau tidak mengguanakan mesin. Bisa juga di
artikan sebagai kegiatan mengangkut dan memindahkan muatan (barang dan
orang/manusia) dari satu tempat (tempat asal) ketempat lainnya (tempat
tujuan).
Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan
perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya
transportasi menyebabkan, adanya spesialisai atau pembagian pekerjaan
menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat, dan budaya suatu
bangsa atau daerah. Suatu barang atau komoditi mempunyai nilai menurut
tempat dan waktu, jika barang tersebut dipindahkan dari satu tempat ke
tempat lain. Dalam hal ini, dengan menggunakan transportasi dapat
menciptakan suatu barang atau komoditi berguna menurut waktu dan tempat.
Transportasi mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu
menentukan keberhasilan pembangunan. Perekonomian diartikan sebagai
kondisi yang meliputi berbagai kegiatan yang dikelompokkan dalam kegiatan
produksi, transaksi, distribusi dan konsumsi. Kondisi perekonomian terdiri
dari beberapa tahapan, yaitu perekonomian tradisional, perekonomian yang
transisi. Perkembangan perekonomian menurut tahapannya mencerminkan
kondisi transportasinya. Dalam tahap perekonomian modern, kondisi
transportasinya mengalami sangat maju. Kondisi perkembangan transportasi
dan pembangunan melihatkan arah yang sama atau hubungan yang sangat
positif.

3
B. Peranan Transportasi di Bidang Pertambangan
Transportasi yang lancar membantu terciptanya harga pasar yang stabil.
Kekurangan barang-barang yang dipasarkan (exess demand) disuatu daerah
dimana tingkat harga adalah tinggi (mahal) akan diatasi oleh pengiriman
barang dari daerah lain yang berlebihan (exess supply), dimana tingkat harga
barang lebih rendah (murah). Dengan masuknya banayak barang kesuatu
daerah tersebut, maka persediaan barang menjadi lebih besar, menyebabkan
tingkat harga barang menurun. Sebaliknya didaerah lain dengan demikian
dikirmnya banyak barang keluar daerah, maka persediaan barang berkurang,
mengakibatkan tingkat harga barang meningkat. Dampak dari menurunnya
harga suatu daerah dan meningkatnya harga didaerah lain, maka tingkat harga
barang di kedua daerah tersebut (yaitu daerah yang kekurangan dan
daerahyang berlebihan ) menjadi relatif sama, atau dapat dikatakan tingkat
harga menjadi stabil.
Dalam rangka mendukung penyelenggaraan kegiatan pengusahaan
pertambangan , sarana transportasi merupakan sarana yang sangat penting
dan strategis dalam memperlancar kegiatan pengusahaan
pertambangan.Dimana secara natural bahan galian yang telah dilakukan
pengambilan (mine excavating) di mulut tambang perlu diangkut oleh sarana
transportasi. Pengangkutan hasil tambang dari mulut tambang tersebut lebih
lanjut dilakukan dalam rangka untuk melakukan tahapan kegiatan
pertambangan lainnya seperti pengolahan dan pemurnian (crushing, sizing,
blending, dan lain-lain) serta penjualan.
Distribusi bahan tambang di Indoneisa tidak bisa jika hanya dilakukan
melalui transportasi darat. Kondisi geografis negara indonesia yang terdiri
dari banyak pulau membuat jalur transportasi laut harus dilalui. Itulah kenapa
pentingnya transportasi untuk tambang di Indonesia. Kemampuan dari alat
transportasi tersebut pun perlu diperhatikan. Kemampuan produktivitas alat
mekanis dapat digunakan untuk menilai kinerja dari alat gali-muat dan alat
angkut. Semakin baik tingkat penggunaan alat mekanis maka semakin besar
produksi yang dihasilkan alat tersebut (Tenriajeng, 2003).

4
C. Undang- Undang yang Mengatur tentang Transportasi dalam Bidang
Pertambangan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16


TAHUN 1965 TENTANG
PENGANGKUTAN KEBUTUHAN DAN HASIL-HASIL
PERUSAHAAN INDUSTRI DAN TAMBANG NEGARA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. Bahwa dalam rangka pelaksanaan rencana industrialisasi untuk
menjamin kontinuitas serta kelancaran produksi dari perusahaan-
perusahaan industri dan tambang negara, pengangkutan merupakan salah
satu segi yang utama yang harus mendapat perhatian khusus agar
pelaksanaan industrialisasi, dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan selancar-lancarnya;
b. Bahwa pengangkutan kebutuhan dan hasil-hasil dari perusahaan-
perusahaan industri dan tambang negara adalah bersifat vital, karena
bertugas memberikan jasa-jasa kepada perusahaan-perusahaan industri
dan tambang negara yang vital pula, dan juga merupakan bagian yang
integral dari pada kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha dalam
penyelenggaraan dan pencapaian untuk peningkatan produksi dari
perusahaan-perusahaan industri dan tambang negara;
c. Bahwa pengangkutan kebutuhan hasil-hasil perusahaan-perusahaan
industri dan tambang negara mempunyai peranan dan sifat yang khas dan
spesialistik baik ditinjau dari segi teknis maupun dari segi usaha,
menjamin kelancaran dan kontinuitas produksi perusahaan-perusahaan
industri dan tambang negara;
d. Bahwa dengan melihat keadaan perusahaan-perusahaan industri dan
tambang negara yang mempunyai volume muatan yang besar, maupun
dari segi ekonomi dan effisiensi dan dari segi organisatoris di mana
angkutan industri belum terkoordinir, maka perlulah mengatur
pelaksanaannya melalui suatu badan yang dapat mewujudkan dan
melaksanakan suatu angkutan industri negara dengan seefektip-
efektipnya;

D. Transportasi BatuBara
Tranportasi batubara adalah keseluruhan sistem angkutan batubara baik
lalu lintas darat maupun lalu lintas air. Penyediaan sarana angkutan yang
mendukung sangat diperlukan agar produksi yang diinginkan bisa tercapai.
Pemilihan sarana angkutan batubara yang tepat dan sesuai dengan kondisi
yang diperlukan sangat penting demi kelancaran pengiriman batubara ke

5
tempat tujuannya. Pada umumnya transportasi untuk pengangkutan batubara
ini adalah transportasi darat dan air.
 Transportasi Darat
Transportasi darat adalah transportasi batubara menggunakan truk
dan kereta api sebagai sarana angkutan untuk membawa batubara ke
tempat tujuannya.
 Truk
Menurut Peraturan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun
2014 Tentang Angkutan Jalan yang dimaksud mobil barang adalah
kendaraan bermotor yang dirancang sebagian atau seluruhnya
untuk mengangkut barang. Truk sendiri termasuk jenis mobil
barang, jenis truk yang dipakai untuk angkutan batubara adalah
jenis dump truk. Dump truk adalah jenis truk bak terbuka yang
muatannya dapat dikosongkan dengan bantuan hidraulik, hidraulik
ini berfungsi mengangkat bagian bak depan truk sehingga muatan
yang diangkut turun ke tempat yang diinginkan.

 Kereta Api
Kereta api menurut Peraturan Menteri 121 Tahun 2017
adalah sarana perkereta apian dengan tenaga gerak, baik berjalan
sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian
lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang
terkait dengan perjalanan kereta api. Sedangkan angkutan kereta
api adalah proses pemindahan orang atau barang dari tempat satu
ke tempat lainnya dengan menggunakan kereta api.

6
 Transportasi Air
Sebagaimana diketahui selama ini jenis sarana transportasi air yang
digunakan untuk mengangkut batubara secara umum adalah tongkang tarik
(towing barge), tongkang bermesin (self propeller barge), dan kapal curah
(bulk carrier). Masing-masing dari sarana transportasi tersebut
mempunyai karakteristik sendiri dari segi operasionalnya, bentuk
konstruksinya, penanganan muatan diatas kapalnya, perawatan maupun
biaya yang dibutuhkan dalam pengadaan sarana transportasi batubara
tersebut.
 Tongkang tarik (Towing Barge)
Tongkang ( Barge ) kapal dengan lambung datar, baik memiliki sistem
penggerak atupun tidak, yang digunakan untuk mengangkut muatan di
kanal ataupun sungai (Astanugraha, 2017). Sedangkan pengertian
Tongkang tarik adalah berupa tongkang (barge) yang berfungsi sebagai
tempat/ruang muat dan kapal tarik (tugboat) sebagai alat penarik. Dengan
jenis angkutan ini biasanya muatan (batubara) ditempatkan di atas geladak
(Sjafril Karana, 2015). sebagai mana ditunjukkan pada gambar di bawah.
Bila menggunakan tongkang tarik, waktu yang diperlukan untuk
mencapai tujuan lebih lama dibandingkan dengan penggunaan
kapal, karena tongkang mempunyai bentuk yang hampir menyerupai
balok, sehingga hambatan tongkang di air menjadi besar. Dengan sistem
tongkang yang ditarik, tongkang dapat bergerak kemana saja dan bisa saja
kapal tongkang tersebut menabrak tugboat yang ada di depannya atau
bahkan bisa menabrak kapal lain. Sehingga perlu diatur kecepatan berlayar

7
dan jarak aman antara tongkang dengan tugboat.

 Tongkang Bermesin (Self Propeller Barge)


Secara umum dapat digambarkan bahwa Self Propelled Barge (SPB)
adalah kapal yang mempunyai bentuk seperti tongkang namun
menggunakan tenaga pendorong sendiri. Apabila dibandingkan dengan
biaya pembangunan kapal pada umumnya terlebih dengan kapal bulk
carier, SPB mempunyai biaya pembangunan yang lebih rendah 1/3 kali
dari kapal bulk carier (Harryadi Mulya, 2006 ). Sehingga tongkang
bermesin ini dapat berlayar dan bermanouver dengan bebas, karena
memiliki sistem permesinan sendiri. Penggunaan tongkang bermesin ini
lebih menguntungkan karena dapat digunakan sebagai alat angkut
dengan kapasitas yang lebih besar pada alur pelayaran yang
memiliki kedalaman air terbatas. Demikian pula dari segi
pembangunan, kapal self propeller barge lebih mudah dibandingkan
dengan kapal lainnya seperti bulk carier. Hal ini dikarenakan bentuk
konstruksinya relatif lebih sederhana sehingga akan lebih mudah pada
proses pembangunan dan perbaikan kapal (Sjafril Karana, 2015).

Untuk barang yang diangkut melalui sungai yang waktu


bongkar muatnya cepat dan berlayar pada kecepatan rendah maka
akan lebih menguntungkan untuk menggunakan tongkang bermesin.

8
Pertimbangan untuk menggunakan mesin pada tongkang adalah
keekonomian, pada tongkang yang bongkar muatnya cepat akan lebih
menguntungkan menggunakan tongkang bermesin sedang bila bongkar
muatnya membutuhkan waktu yang lama maka akan lebih menguntungkan
menggunakan tongkang biasanya.
 Kapal Curah Batubara (Bulk Carier)
` Bulk carier merupakan kapal khusus yang digunakan untuk
mengangkut muatan bentuk curah seperti: biji tambang (biji besi
atau batubara), dan biji tanaman (Sjafril Karana, 2015). Umumnya
kapal jenis ini mempunyai ukuran besar seperti terlihat pada
gambar dibawah. Kapal ini dilengkapi dengan peralatan bongkar
muat (loading/unloading) sendiri dengan kapasitas tertentu. Bentuk
konstruksi ruang muat kapal jenis ini lebih rumit karena setiap
jenis muatan curah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Dimana mempunyai kecenderungan akan memadat selama kapal
berlayar, dan kemungkinan terjadi pergeseran muatan pada
permukaan kearah samping dan kemungkinan tidak balik ke posisi
semula akibat pengaruh olah gerak kapal, sehingga akan mempengaruhi
stabilitas kapal.

Kapal jenis ini memiliki perlakuan khusus dalam perawatan,


reparasi, maupun survei yang dilakukan surveyor terhadapnya seperti
pemeriksaan ruang muat yang dipilih pada kapal yang berumur lebih dari
10 tahun. Selain itu dilihat dari konstuksi lambungnya, bulk carrier
memiliki sistem konstruksi lambung campuran, yaitu konstruksi melintang
pada bagian sisi lambung dan memanjang pada bottom dan deck sehingga

9
konstruksi double bottom pada kapal jenis ini merupakan konstruksi
intercostal (Ponco Bagio, et al. 2015). Dari berbagai jenis tongkang diatas,
pada studi kasus ini akan digunakan jenis tongkang yang ditarik dengan
tug boat. Hal yang menjadikan alat transportasi ini digunakan karena biaya
murah dalam pemuatan dan pengoperasiannya (Handoyo, 2015).
Tongkang yang ditarik juga tidak menjadi masalah yang besar untuk
transportasi batubara yang dilakukan di sungai, karena tongkang ini bisa
menyesuaikan lebar sungai.
E. Transportasi Batubara Tambang Bawah Tanah
Ada banyak jenis transportasi dalam tambang batubara bawah
tanah. Di sini akan disajikan beberapa alat transportasi yang biasa
digunakan dalam pengangkutan tambang batubara bawah tanah.
 Conveyor
Conveyor adalah jenis unit mesin yang dipergunakan sebagai alat angklut
material/batubara didalam tambang, dimana jenis coveyor dapat dibagi
dalam dua bagian besar yaitu :
 Chain Conveyor;
 Belt Conveyor.
 Chain Conveyor
Chain conveyor adalah jenis alat angkut yang mempergunakan sistem
rantai, dimana jenis ini biasanya dipergunakan pada lokasi penambangan.
Jenis chain conveyor yang ada di Tambang dalam pada saat sekarang ini
antara lain adalah :
 Armoured Flexible Conveyor ( AFC).
 Stage Loader.
 Panzer Conveyor
 Small Chain.
Pada dasarnya cara kerja dari keempat jenis chain conveyor ini adalah
sama, sedangkan perbedaannya hanya pada kapasitas, bentuk dan
penggunaannya. Secara umum dari masing-masing jenis chain conveyor
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Armoured Flexible Conveyor (AFC).

10
Armoured Flexible Conveyor adalah jenis chain conveyor yang
mempunyai kapasitas tinggi, dimana AFC ini selain berfungsi sebagai alat
angkut juga berfungsi sebagai tempat kedudukan jalannya mesin Shearer.
Panjang unit mesin ini untuk satu face adalah 150 meter, dengan dua buah
penggerak ( double drive).
Dari segi pemakaiannya AFC mempunyai dua macam jenis yaitu :
1) Jenis AFC untuk sistem Semi mekanis.
1) Jenis AFC untuk sistem Full Mekanis.
Untuk AFC jenis sistem semi mekanis jalannya mesin Shearer disepanjang
AFC dengan cara mempergunakan : Chain Haulage” dan mempergunakan
Desfor Chock, sedangkan untuk AFC jenis Full mekanis jalannya Shearer
disepanjang AFC adalah dengan mempergunakan Power Roof Support
( PRS).

b. Stage Loader
Stage Loader adalah jenis chain conveyor yang dipergunakan
untuk memindahkan muatan batubara dari AFC ke Belt Conveyor dimana
untuk satu Unit mesin ini biasanya dipasangkan paling panjang 30 meter.
Alat kelengkapan dari Stage Loader ini seperti Pans dan unit Drive
sama dengan ASFC hanya saja yang berbeda adalah dalam hal besartnya
KW motor penggerak yang dipasangkan, kerapatan dari pasangan Flight
bar dan jenis Tail End yang dipasangkan.
- Panzer conveyor (Chain conveyor tipe H)
Ini adalah conveyor yang mengangkut batu bara dan lain-lain di

11
dalam trough berbentuk H untuk menaikkan kemampuan pengangkutan di
permuka kerja, seiring dengan berkembangnya mekanisasi tambang batu
bara. Ini adalah peralatan mesin di mana berbagai jenis rantai disambung
tanpa ujung (endless), untuk mengangkut berbagai bentuk barang
seperti barang curahan berupa batu bara, ampas batuan, biji-bijian atau
barang kemasan, seperti karung, kotak, suku cadang mesin, di atas pelat
yang dipasang pada rantai atau langsung dengan rantai.
Pada umumnya, di Jepang digunakan untuk mengangkut batu bara
dan bijih tambang. Seperti ditunjukkan pada gambar , ada beberapa jenis
chain, yaitu double chain, single center chain dan double center chain.

c. Belt Conveyor
Lingkup penggunaan belt conveyor biasanya datar atau sampai
kemiringan 18~20 derajat, tetapi akhir-akhir ini dengan digunakannya belt
conveyor yang berpenahan (melintang), belt conveyor dapat digunakan
untuk sudut kemiringan yang lumayan curam. Ciri dari conveyor ini
adalah kemampuan pengangkutannya ditentukan oleh lebar dan
kecepatannya, dan tidak ada hubungan dengan jarak pengangkutan. Oleh
karena itu, sekali alat ini dipasang, apabila suatu saat jarak angkutan
bertambah atau bercabang, tinggal memperpanjang belt atau melakukan
penyambungan tahapan (stage) untuk membentuk kumpulan belt, yang
memungkinkan melakukan pengangkutan kontinu sebagai satu kesatuan
belt conveyor, dari permuka kerja, kemudian melalui butt level, sumuran
miring bawah tanah, level, menanjak sumuran miring utama hingga
mencapai fasilitas di permukaan.

12
3. Rel dan Lori
- Jalur Rel
a. Pemilihan rel
Ancar-ancar ukuran rel yang digunakan di dalam tambang bawah
tanah ditentukan oleh berat lori tambang dan lokomotif, serta kecepatan
operasinya. Pemilihan rel sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan,
bahwa umumnya di dalam tambang bawah tanah tidak dilakukan
perlindungan jalur rel dengan baik.
b. Metode penggelaran rel
Sebagai metode penggelaran rel di dalam tambang bawah tanah
ada cara seperti gambar. Sistem topang selang-seling adalah sistem yang
sederhana, tetapi untuk lorong pengangkutan utama sedapat mungkin
menggunakan sistem gantung berhadapan. Selain itu, dengan
pertimbangan terjadinya pemuaian akibat perubahan temperatur, maka
sambungan rel harus diberi jarak sekitar 3~6mm.

c. Kemiringan rel di level


Jalur rel di level, umumnya dibuat berkemiringan sedikit naik mengarah
ke dalam tambang bawah tanah, dengan maksud memudahkan menarik
turun lori isi dan menarik naik lori kosong. Besarnya kemiringan level
yang standar, pada pengangkutan dorong tangan adalah kurang lebih 1/80,
pada lorong yang ada pancaran air adalah 1/100~1/200, dan pada
pengangkutan lokomotif adalah 1/200~1/500.

13
d.Gauge, slack dan cant pada jalur rel

Jarak bagian dalam 2 buah rel disebut gauge. Gauge rel kereta negara-
negara Eropa dan Amerika adalah 1435mm, namun gauge rel kereta
Jepang adalah 1067mm. Sedangkan gauge jalur rel di dalam tambang
tambang lebih kecil lagi, umumnya digunakan gauge 457mm, 508mm,
610mm dan 762mm.
Sekali gauge ini ditetapkan, sangatlah sulit merubahnya di kemudian
hari. Oleh karena itu, penentuan gauge harus dipikirkan baik-baik. Pada
roda lori tambang terdapat daun yang berfungsi mencegah roda keluar dari
rel. Oleh karena itu, apabila radius di bagian tikungan dibuat terlalu kecil,
lori mengalami kesulitan untuk melalui tikungan tersebut. Radius tikungan
jalur rel harus ditentukan dengan melihat jarak poros roda (wheel base)
lori tambang dan lokomotif, di mana batas minimumnya seperti tabel 6.
Tabel
Radius tikungan minimum jalur rel di lorong

Pengangkutan lokomotif 10 m
Selain itu 7m
Kasus khusus 5m

Apabila lori tambang tidak menggunakan bogi, yakni roda depan


dan belakang sejajar dan dibuat tetap, maka kalau gauge di tikungan tidak
dilebarkan sedikit, lori akan mengalami kesulitan waktu melewati
tikungan.
Besarnya pelebaran gauge ini disebut slack. Tidak dibenarkan
membuat slack melebihi 25mm. Kemudian, slack tidak diperlukan untuk
tikungan beradius lebih dari 60m. Untuk mencari slack tikungan, dapat
memakai rumus berikut.

e : Slack (mm)
R : Radius tikungan jalur rel (m)
L : Jarak poros roda lori tambang atau lokomotif (m)
Selain itu, pada waktu lori tambang melewati tikungan, ada
kecenderungan lepas keluar dari rel akibat gaya sentrifugal. Untuk

14
mencegah hal ini, rel sebelah luar sedikit ditinggikan dari pada rel sebelah
dalam. Besarnya peninggian ini disebut cant jalur rel.
4. Lokomotif
Berdasarkan cara memperoleh sumber tenaganya, maka lokomotif
dapat dibagi menjadi :
 Lokomotif Uap
 Lokomotif motor bakar
 Lokomotif listrik
 Lokomotif udara bertekanan tinggi
- Gaya traksi lokomotif (Tractive force of locomotive)
Gaya yang bekerja terhadap batang penarik (drawbar) pada waktu lori
tambang ditarik lokomotif disebut tarikan batang penarik (drawbar pull).
Untuk menghitungnya, digunakan rumus berikut.
Jadi, agar lokomotif dapat beroperasi dengan menarik lori tambang, bukan
saja diperlukan drawbar pull untuk menarik lori tambang, akan tetapi
diperlukan juga gaya untuk menggerakkan lokomotif sendiri. Artinya,
gaya yang diperlukan lokomotif untuk beroperasi dengan menarik
rangkaian lori adalah gabungan drawbar pull dengan gaya yang
diperlukan untuk menggerakkan lokomotif sendiri. Gaya ini disebut gaya
traksi (tractive force) lokomotif.
- Daya lokomotif (Horse power of locomotive)
Apabila tractive force dan kecepatan operasi lokomotif diketahui, maka
daya lokomotif dapat dihitung.

5. Rope Haulage
Rope Haulage merupakan sistem pengangkutan rel dengan menggunakan
wire rope dan suatu drum hoist yang diperlengkapi motor penggerak

15
untuk menarik rangkaian lori dan muatannya.

- Rope Haulage dibagi menjadi empat macam, yaitu :


• endless rope haulage
• main-and-tail rope system
• main or direct rope system
• balance main-rope haulage

- Endless-Rope Haulage
Konstruksi endless-rope haulage terdiri dari :
• sebuah motor penggerak
• sebuah surge wheel
• sebuah return wheel (dilengkapi dengan tension)
• sebuah spreader wheel (dilengkapi dengan tension)
• sebuah rope
• dua buah track
• rangkaian kereta (tub) kosong
• rangkaian kereta (tub) isi

- Main-and-Tail Rope Haulage


Konstruksi main-and-tail rope haulage terdiri dari :

 sebuah drum untuk menggulung rope


 sebuah motor penggerak
 sebuah return wheel
 sebuah main rope
 sebuah tail rope
• sebuah track
• sebuah rangkaian kereta

16
- Main or Direct Rope Haulage
Konstruksi main or direct rope haulage terdiri dari :
 sebuah track
 sebuah rope
 sebuah rope untuk menggulung rope
 sebuah motor penggerak
 rangkaian kereta (tub)

Untuk menggerek turun lori kosong diperlukan gaya turun yang lebih
besar dari dari pada gabungan antara lahanan gesek lori tambang dan berat
serta tahanan gesek rope. Olehn karena itu, batas minimum kemiringan
inclined shaft pada direct haulage adalah sekitar 4°. Sementara kalau lebih
dari 25°, ada kemungkinan bahaya muatan tumpah dari lori tambang.
Batas maksimumnya adalah 30°, dan lebih dari itu sebaiknya
menggunakan metoda skip hoisting. Kemiringan inclined Shaft yang
paling sesuai adalah 10-15°.
- Balance Main-Rope Haulage Konstruksi
Konstruksi balance main-rope haulage tersusun dari :
 dua track
 dua drum
 dua rope, masing-masing rope dilekatkan pada drum
 sebuah motor penggerak

17
6. Scraper
Seperti ditunjukkan pada gambar di bawah, pengangkutan scraper
tersusun dari 1 drum, 2 drum atau 3 drum scraper hoist 1, 2 atau 3
buah tali kawat (wire rope) yang menghubungkan hoist dengan
scraper. Dengan menjalankan scraper hoist, scraper dipindahkan ke
depan dan ke belakang secara bergantian untuk menggaruk dan
mengumpulkan ampas batuan atau batu bara dari permuka kerja yang
dimuat ke lori tambang dan dijatuhkan ke chute. Selain itu, dahulu
scraper digunakan secara luas pada pengisian ampas batuan di gob,
pekerjaan perataan lantai dan penggalian di sumuran miring yang
landai.

7. Cage Hoisting
Cage hoisting dilakukan dengan menggunakan cage berdek 2-4
tingkat, di mana setiap dek ditempati oleh 1 atau 2 lori batubara, yang
kemudian dikerek keluar. Cage hoisting mempunyai keuntungan, yaitu
bersama pengerekan batubara, dapat digunakan untuk menaik-
turunkan pekerja, trasportasi bahan dan pengerekan limbah. Namun,
karena lorinya juga turut dikerek bersama batubara, bobot matinya
menjadi besar, sehingga diperlukan pekerja lebih dari 3 orang per shift

18
di mulut tambang dan dasar vertikal shaft untuk pengendalian lori
batubara serta sinyal.

Pada Skip hoisting diperlukan pocket berkapasitas tertentu di dasar


vertikal shaft dan mulut terowongan, tetapi karena bobot matinya lebih
kecil dari pada cage hoisting dan karena pemuatan serta pembongkarannya
dilakukan dengan alat otomatik, maka diantara fasilitas yang digunakan
akhir-akhir ini, ia termasuk fasilitas yang pekerja di dasar shaft dan mulut
tambang dalam cukup 1-2 orang, sehingga biaya operasinya lebih rendah
dari pada cage hoisting. Selain itu, tidak diperlukan waktu untuk
pengendalian lori batubara, serta mempunyai keunggulan lain, yaitu
jumlah angkutan yang dikerek setiap kali juga banyak, sehingga kapasitas
hoistingnya tinggi. Namun, dilain pihak sulit menaik-turunkan pekerja
berjumlah besar.
Biarpun di bagian atas skip dilengkapi dengan dek untuk menaik-
turunkan pekerja, kapasitas sekali angkutnya paling-paling belasan orang
saja. Selain itu, transportasi bahan dan limbah hampir tidak mungkin
dilakukan. Sedangkan, persentase degradasi (menjadi serbuk) batubara
sedikit meningkat bila dibanding cage hoisting, namun saat ini hampir
tidak menjadi masalah. Selain itu, pada waktu pemuatan di dasar vertikal
shaft dan pembongkaran di mulut tambang dalam mudah timbul debu
batubara, tetapi hal ini dapat dicegah dengan menempatkan dust collector.
Apakah pada vertikal shaft akan digunakan cage hoisting atau skip
hoisting adalah masalah besar. Namun, kalau kita mempertimbangkan
transportasi pekerja, bahan dan limbah, maka harus menggunakan cage
hoisting. Oleh karena itu, pada vertikal shaft skala besar, pernah
digunakan cage hoisting dan skip hoisting bersama-sama pada satu
vertikal shaft dengan membuat diameter dalamnya menjadi 6,5-7,5 m

19
BAB III
STUDI KASUS

A. Studi Kasus 1

Judul : ANALISIS PENERAPAN CONTINUOUS COAL TRANSPORT


MODE UNTUK ANGKUTAN BATUBARA DI SUNGAI
Penulis : Erzad Iskandar Putra dan Ir. Tri Achmadi, Ph.D
Continuous Coal Transport Mode adalah mode transportasi batubara
secara kontinyu atau berulang-ulang. Metode yang digunakan adalah dengan
model simulasi untuk mencari kapasitas maksimum sungai. Setelah itu
melakukan desain konseptual serta perhitungan investasi coal slurry pipeline dan
conveyor belt. Ditinjau dari unit cost, mode trasportasi yang tepat untuk
angkutan batubara di sungai adalah coal slurry pipeline.
Coal Slurry Pipeline adalah salah satu jenis transportasi batubara yang
menggunakan pipa. Teknologi ini pertama kali digunakan pada tahun 1957 untuk
mengangkut batubara dari tambang di Ohio, Amerika Serikat menuju
pembangkit listrik di Cleveland. Proses pengangkutan batubara dengan sistem ini
mencampur batubara dengan air sehingga berubah bentuk menyerupai bubur.
Secara garis besar, proses pengangkutan batubara dengan coal slurry pipeline
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu slurry preparation, transmission, dan dewatering
and delivery.
Data:
 Kapasitas Sungai dan Jumlah Tongkang
Sesuai dengan kondisi eksisting, proses pengiriman batubara
menggunakan tongkang dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama batubara
diangkut menggunakan tongkang berukuran 270 feet dari daerah pedalaman
sungai barito di Muarateweh menuju Damparan. Setelah sampai di Damparan,
batubara ditimbun di area ISP (Intermediate Stockpile). Tahap kedua yaitu
batubara dari ISP dimuat dengan tongkang yang lebih besar, yaitu 300 – 330 feet
menuju transhipment point di Taboneo untuk diekspor dan menuju konsumen

20
dalam negeri. Karena pengiriman batubara terjadi dalam dua tahap, maka
peneliti membagi proses pengiriman dalam dua zona, yaitu zona 1 dan zona 2.

Untuk menghitung kapasitas sungai, dilakukan dengan menggunakan


metode simulasi, dipilih karena penyelesaian masalah dengan metode matematis
tidak bisa dilakukan.
Berdasarkan kondisi eksisting, lebar masing-masing sungai hanya dapat
dilayari oleh dua kapal secara sejajar. Setiap zona memiliki empat buah dermaga
untuk bongkar dan muat. Untuk menyerdahanakan model yang dibuat, empat
kapal yang dapat dilayani secara bersama-sama dalam satu dermaga
dikelompokkan menjadi 1 yang diberi nama paket.
Untuk menentukan panjang paket, dihitung terlebih dulu spacing antara
kapal satu dengan kapal lainnya. Spacing dihitung untuk mencari jarak aman
antara dua kapal yang beriiringan agar tidak terjadi tubrukan. Konsep
perhitungan spacing menganut konsep gerak lurus berubah beraturan, di mana
akan dihitung jarak yang dibutuhkan oleh tongkang dari kecepatan 3 knot sampai
berhenti.

21
Simulasi dilakukan dengan melakukan input pada setiap kolom input
yang ada pada program simulasi yang telah dibuat. Simulasi dilakukan lebih dari
satu kali dengan tujuan mendapatkan nilai kapasitas maksimum sungai yang
dihitung. Apabila input dimasukkan dan simulasi dijalankan lalu terjadi stuck,
maka simulasi dihentikan dan diperoleh hasil kapasitas maksimum sungai untuk
masing-masing zona. Berikut ini adalah ringkasan hasil simulasi(Tabel 8).

Berdasarkan hasil simulasi, kapasitas angkut maksimum yang dapat dilayani pada
zona 1 adalah 14.729.000 ton dan pada zona 2 adalah 15.592.200 ton. Produksi
batubara pada tahun 2013 sebesar 17.905.106 ton tidak dapat terangkut
seluruhnya, hal ini dikarenakan jumlah produksi batubara lebih besar dari pada
kapasitas angkut maksimum batubara dengan tongkang melalui sungai.

22
 Desain Coal Slurry Pipeline
Desain dari coal slurry pipeline divariasikan dengan lima jenis ukuran diameter
dalam yang berbeda, yaitu 150, 250, 300, 400, dan 500 mm. Dalam penelitian ini,
sistem pipa yang dirancang memiliki panjang 710 km.. Jarak antar stasiun pompa
diasumsikan 50.000 m. Material pipa yang akan digunakan adalah carbon steel.
Pada umumnya allowable stress untuk carbon steelpipe adalah 10.000 psi. Untuk
memenuhi standar schedule 160 dilakukan koreksi pada jarak antar stasiun
pompa. Asumsi jarak stasiun pompa sebesar 50.000 m dianggap tidak memenuhi
kriteria pipa schedule 160. Jarak stasiun pompa dikurangi agar nilai schedule pipa
berada di bawah atau sama dengan 160. Peneliti menghitung jarak antar stasiun
pompa menggunakan fasilitas goal seek pada Microsoft Excel 2010.

 Desain Conveyor Belt


Model desain conveyor belt adalah multi stage conveyor. Hal ini dikarenakan
jarak pengiriman batubara sangat jauh yaitu 710 km. Data yang dimiliki oleh
peneliti adalah conveyor belt sepanjang 40 km. Sehingga conveyor belt sepanjang
40 km akan dihubungkan dengan hopper agar muatan dapat diangkut conveyor
belt selanjutnya.

 Komparasi antar mode


Untuk unit cost tongkang, terdapat lima macam unit cost. Lima macam unit cost
tersebut terdiri atas kombinasi antara unit cost tongkang 270 feet di zona 1
dengan tongkang 180, 230, 270, 300, dan 330 feet di zona 2.

23
Pada grafik di atas terlihat bahwa unit cost conveyor memiliki nilai yang tinggi.
Sedangkan kurva unit cost pipeline dengan kurva unit cost tongkang saling
berpotongan. Kurva unit cost tongkang memiliki persamaan Y = 27,136X -0,084.
Sedangkan kurva unit cost pipeline memiliki persamaan Y = 63,745X -0,398.
Perpotongan dua kurva tersebut terjadi pada titik (15.15;21,60). Dapat
disimpulkan bahwa apabila produksi batubara lebih besar dari 15,15 juta ton per
tahun, armada yang paling murah untuk mengangkut batubara adalah pip

BAB IV
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa kapasitas maksimum
sungai pada zona 1 adalah 512 kapal dan pada zona 2 adalah 388 kapal. Hasil
simulasi juga menunjukkan besarnya batubara yang dapat diangkut. Pada
hasil simulasi terlihat bahwa kapasitas maksimum sungai hanya dapat
mengangkut produksi batubara sampai tahun 2013. Produksi batubara yang
terus meningkat tidak dapat terangkut oleh tongkang karena kapasitas angkut
maksimum dengan tongkang lebih kecil dari pada angka produksi batubara.
Sehingga dapat disimpulkan 5 tahun ke depan kepadatan tongkang mencapai
nilai maksimum.
2. Perbandingan unit cost antara tongkang, pipa, dan conveyor belt adalah :

24
3. Berdasarkan hasil simulasi kapasitas angkut maksimum menggunakan
tongkang adalah 14.729.000 ton dan pada akhir tahun 2013 nilai produksi
batubara sudah melebihi kapasitas angkut maksimum tongkang. Ditinjau dari
unit cost, pipa merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikan tongkang
batubara sebagai alat angkut batubara di sungai.

DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, P. P. R. O., & Simarmata, S. L. (2005). Jakarta. Indonesia: Erlangga.

Arif, Irwandy. 2000. Tambang Terbuka. Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas


Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung.
Abrar Saleng (1), 2004, Hukum Pertambangan, cet. 1, Yogyakarta: UII Press

Putra, Erzad Iskandar, and Ir Tri Achmadi. "Analisis Penerapan Continoun Coal
Transport Mode Untuk Angkutan Batubara di Sungai." Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (2012).

Susanto, Randy Lukito. Pemilihan Metode Transportasi Batu Bara untuk PT X


dengan Metode Analisa Finansial, Analisa Kelayakan, dan Manajemen Resiko.
Diss. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2019.

25
Widodo, Slamet, and Rudi S. Suyono. "ANALISIS PEMILIHAN KORIDOR
JALUR KERETA API BARANG DI KALIMANTAN BARAT BERBASIS
KAWASAN PERTAMBANGAN (STUDI KASUS KABUPATEN
MEMPAWAH–KABUPATEN KETAPANG)." JeLAST: Jurnal PWK, Laut,
Sipil, Tambang 7.1.

https://www.academia.edu/39035339/Sistem_Transportasi_TBBT.Diakses tanggal
14 Februari 2022

https://batulicinnusantaramaritim.com/transportasi-pengangkutan-batubara-di-
indonesia/. Diakses tanggal 14 Februari 2022

LAMPIRAN

Gambar 2. Pembagian Zona Pengiriman Batubara


Gambar 3. Spacing antar Barge
Tabel 8. Ringkasan Hasil Simulasi
Gambar 4. Produksi Batubara dan Kapasitas Angkut
Gambar 6. Grafik Unit Cost
Tabe 9 Perbandingan Unit Cost

Sumber: Putra, Erzad Iskandar, and Ir Tri Achmadi. "Analisis Penerapan


Continoun Coal Transport Mode Untuk Angkutan Batubara di Sungai." Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (2012).

26
27

Anda mungkin juga menyukai