Anda di halaman 1dari 5

1.

Pembelajaran Berdiferensiasi 
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya,
karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa
diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru
perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena
apembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan
perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang
membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar. Pembelajaran
berdiferensiasi tidak hanya berfokus pada produk pembelajaran (hasil tugas, ujian,
dsb), tapi juga fokus pada aspek diferensiasi yang lain, yaitu proses dan juga
konten/materi. Penerapan aspek-aspek pembelajaran diferensiasi ini dapat diterapkan
hampir pada semua mata pelajaran.

Untuk dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, hal yang harus


dilakukan oleh guru antara lain:
a. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu:
kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan
melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll)
b. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan
(memberikan berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar)
c. Mengevaluasi dan refleksi pembelajaran yang sudah berlangsung.

Contoh Implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam pembelajaran Bahasa


Inggris “Procedure Text”.
a. Guru melakukan Profiling peserta didik untuk mengetahui kebutuhan belajaran murid
seperti karakteristik dan gaya belajar peserta didik. Hasil dari kegiatan profiling ini
digunakan sebagai panduan dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) atau Modul Ajar. Berdasarkan hasil profiling peserta didik yang telah kami
lakukan di kelas IX C SMP N 4 Sumbang dengan jumlah 30 murid, maka diperoleh
hasil bahwa terdapat 62,3% (17 murid) memiliki gaya belajar visual, 36,6% (10
murid) gaya belajar kinestetik dan 1,1% (3 murid) gaya belajar auditory.
b. Setelah melakukan profiling peserta didik, langkah selanjutnya adalah menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut ini merupakan rancangan
pembelajaran berdierensiasi berdasarkan hasil profiling yang telah kami lakukan.
1. Guru mengajukan pertanyaan pemantik terkait procedure text melalui
gambar (share screen) Observe the picture!, What comes to your mind
when looking at the pictures?, Do you have a favourite food?, Have you
ever made instant noodles?, Have you ever made juice?, What things do
you need to make it?
2. Guru menyampaikan materi terkait procedure text sesuai dengan gaya
belajar peserta didik. untuk peserta didik gaya belajar visual melalui
gambar dan video. Untuk gaya belajar auditory guru menjelaskan
materinya secara langsung atau dengan metode ceramah, sedangkan untuk
gaya belajar kinestetik guru melakukan demonstrasi dengan mengajak
siswa untuk praktik secara langsung how to make a cup of cofee.
3. Guru selanjutnya membagi siswa menjadi 5 kelompok berdasarkan gaya
belajarnya yaitu auditory, visual, dan kinestetik.
4. Bersama kelompok peserta didik diminta untuk menyusun procedure text,
dengan tema yang sesuai dengan keinginan mereka.
5. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
6. Pada akhir kegiatan pembelajaran, Guru meminta peserta didik bersama
kelompok untuk  membuat produk dari procedure text yang telah mereka
susun dan presentasikan sebelumya. Bentuk produk dari procedure text
dibuat sesuai keinginan mereka, dapat berupa poster, audio, video tutorial,
maupun gambar, yang diunggah di media social mereka masing-masing
dan mengirimkan linknya kepada guru.

Contoh Implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam pembelajaran Bahasa


Indonesia materi Surat Dinas dan Surat Pribadi
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi (developmentally appropriate
practice) yang diterapkan yaitu pembelajaran berdiferensiasi konten, proses dan
produk.
a. Pembelajaran berdiferensiasi konten
Pembelajaran berdiferensiasi konten terlihat adanya perbedaan konten atau isi
LKPD yang dikerjakan oleh peserta didik. Konten atau isi LKPD disesuaikan
dengan minat peserta didik itu sendiri. 
b. Pembelajaran berdiferensiasi proses 
Pembelajaran berdiferensiasi proses dilakukan dalam penyampaian materinya
yang menggunakan berbagai media guna mengakomodasi berbagai kebutuhan
dan gaya belajar peserta didik. Peserta didik pada kelas 7B diketahui memiliki
gaya belajar visual sebanyak 13 anak, gaya belajar auditori sebanyak 12 anak,
dan gaya belajar kinestetik sebanyak 6 anak. Berdasarkan hasil profiling
tersebut dibuatlah dengan berbagai kegiatan seperti penyampaian materi
menggunakan power point untuk mengakomodasi peserta didik dengan gaya
belajar visual. Pendalaman materi disampaikan dengan metode ceramah untuk
mengakomodasi peserta didik dengan gaya belajar auditori. Peserta didik
dengan gaya belajar kinestetik juga diakomodasi kebutuhannya melalui
kegiatan diskusi kelompok dan pengerjaan LKPD
c. Pembelajaran berdiferensiasi produk
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi produk diketahui dari hasil karya
peserta didik untuk membuat surat. Peserta didik diberi kesempatan untuk
memilih membuat surat dinas atau surat pribadi berdasarkan minat peserta
didik. Produk atau hasil karya yang beragam dari peserta didik ini
mencerminkan penerapan pembelajaran berdiferensiasi produk.

2. Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy)

Adalah pengajaran yang berlandaskan budaya & berperan dalam membentuk gaya
belajar siswa sehingga menuntut adanya pengajaran yang sejalan dengan lensa budaya
tersebut. Prinsip pengajaran yang responsif kultur yaitu 

1. pentingnya budaya; 
2. pengetahuan terbentuk sebagai bagian dari konstruksi sosial; 
3. inklusivitas budaya; 
4. prestasi akademis tidak terbatas pada dimensi intelektual; 
5. keseimbangan dan keterpaduan antara kesatuan dan keragaman. 
Dalam pandangan Gay (2002) terdapat lima elemen esensial dalam pendidikan tanggap
budaya, yakni: 

1. developing a knowledge base about cultural diversity, 


2. including ethnic and cultural diversity content in the curriculum, 
3. demonstrating caring and building learning communities, 
4. communicating with ethnically diverse students, 
5. responding to ethnic diversity in the delivery of instruction.”  

Contoh Implementasi pengajaran yang Responsif Kultur dalam pembelajaran


Bahasa Inggris dengan materi  “Passive Voice”.
1. Guru menayangkan video tentang passive voice. Siswa menyimak &
menganalisis kalimat pasif apa saja yang terdapat dalam video tersebut.
2. Guru menampilkan gambar gethuk. Siswa diminta menyebutkan nama
makanan, bahan,  dan cara membuatnya.
3. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi 8 kelompok. Masing-masing
kelompok terdiri dari 4 siswa. Siswa berkelompok sesuai dengan instruksi
guru.
4. Guru membagikan LKPD kepada masing-masing kelompok. Siswa secara
berkelompok mencermati pertanyaan yang ada pada LKPD. LKPD tersebut
berisi penugasan untuk membuat mindmap yang berisi kalimat pasif
berdasarkan gambar makanan khas Banyumas (Risol, Sate, Keripik Tempe,
Lanting, Cimplung, Cenil, Lumpia Boom, & Combro)
5. Guru memberikan instruksi kepada siswa untuk mengidentifikasi dan
menyusun kalimat pasif sesuai dengan instruksi yang ada di LKPD.
6. Guru membimbing dan mengarahkan kelompok yang mengalami kesulitan.
Siswa secara berkelompok mengidentifikasi dan membuat mindmap yang
berisi kalimat pasif berdasarkan LKPD.
7. Guru memantau pekerjaan siswa dalam berdiskusi kelompok. Siswa secara
berkelompok melakukan presentasi. 
8. Guru mengevaluasi diskusi kelompok, memberikan penguatan, saran dan
masukan terhadap hasil diskusi. Siswa mendengarkan penjelasan evaluasi dari
guru.

Contoh Implementasi pengajaran yang Responsif Kultur dalam pembelajaran Bahasa


Indonesia ???????
Berikut adalah beberapa contoh pendekatan responsif budaya di sekolah:

1. Memperhatikan keanekaragaman budaya dalam kurikulum: Guru dapat memperkaya


pembelajaran mereka dengan memasukkan materi yang mencerminkan berbagai budaya.
Misalnya, memasukkan buku atau cerita dari Banyumas seperti Babat Banyumasan.

2. Mengakomodasi kebutuhan siswa yang berbeda: Setiap siswa memiliki kebutuhan yang
berbeda, termasuk kebutuhan budaya mereka. Guru dapat mengakomodasi siswa dengan
memberikan bantuan yang sesuai untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi.
Misalnya, mereka dapat menyediakan terjemahan atau panduan dalam bahasa asli siswa,
memfasilitasi forum diskusi kelompok kecil, atau memberikan waktu tambahan untuk siswa
yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk memahami materi. Khususnya apabila ada
siswa dari luar Banyumas.

3. Memperkenalkan pengalaman budaya: Sekolah dapat memperkenalkan siswa pada


pengalaman budaya yang berbeda, seperti mengunjungi tempat-tempat bersejarah atau
kegiatan-kegiatan di luar kelas yang menunjukkan keberagaman budaya. Seperti diajak ke
Baturaden, Menara pandang Teratai maupun budaya Banyumas lainnya.

4. Mengakomodasi perbedaan gaya belajar: Siswa memiliki gaya belajar yang berbeda.
Beberapa siswa lebih suka belajar melalui pengalaman praktis, sementara yang lainnya lebih
suka belajar melalui bacaan atau diskusi. Guru dapat mengakomodasi perbedaan ini dengan
menawarkan berbagai jenis pengalaman pembelajaran. Bisa Video, audio atauapun
mengajak peserta didik yang kinestetik sebagai pemeran dalam pembelajaran.

3.Pengajaran Sesuai Level (Teaching at The Right Level)

Teaching at the right level merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu
padatingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik.
Rancanganpembelajaran disusun berdasarkan capaian pembelajaran

Strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan teaching at the right level
adalah:

1. Melakukan tes diagnostik untuk mengetahui kompetensi peserta didik sesuai fase
pembelajaranya. Tes diagnostik dapat dilakukan di awal tahun ajaran atau setiap
awal memasuki semester baru. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar
pengelompokan siswa sesuai tingkat kemampuan.
2. Selanjutnya hasil dari tes diagnostik digunakan untuk mengelompokkan peserta
didik pada tingkat yang sama dan merancang pembelajaran yang sesuai guna
memberikan pendampingan yang tepat.
3. Memberikan kebebasan pada peserta didik untuk belajar dari berbagai sumber dan
menggunakan gawai tetapi masih dalam aturan yang telah disepakati bersama. Pada
proses pembelajaran, peserta didik juga diberi kebebasan untuk memilih produk
hasil belajar sesuai dengan minat mereka.
4. Menentukan proporsi jumlah soal dari masing-masing tingkat kesulitan dan
menyesuaikannya dengan tingkat kemampuan peserta didik agar dapat mencapai
hasil belajar yang diinginkan. Sehingga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi
peserta didik untuk terus meningkatkan kemampuannya.
5. Membuat refleksi pembelajaran yang ditulis oleh setiap peserta didik untuk
mengetahui tanggapan peserta didik selama pembelajaran. Sehingga dapat menjadi
bahan refleksi guru pada pembelajaran selanjutnya

Kaitan dengan mata pembelajaran Bahasa Inggris yaitu guru dapat menerapkan
pembelajaran berdiferensiasi konten. Contoh: guru akan mengajar materi Passive Voice
untuk kelas IX. Guru memberikan materi berupa kalimat-kalimat yang tingkat
kesulitan vocabulary-nya disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Ada kalimat yang
masuk kategori mudah dan kategori sedang, mengingat kemampuan siswa di kelas tersebut
dalam memahami bahasa Inggris masih dalam level beginner dan baru sedikit kosa kata yang
mereka kuasai kaitanya dengan bentuk kata kerja (Verb 1, Verb 2, Verb ) dalam materi yang
diberikan.

Teaching at the right level jika dikaitkan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia dapat
diterapkan melalui materi drama. Pada materi drama guru dapat melakukan diferensiasi
konten dan produk. Pada diferensiasi konten guru menyajikan PPT yang memuat tulisan
maupun video sebagai bahan pembelajaran. Selanjutnya pada diferensiasai produk siswa
dapat menyajikan hasil drama dengan berbagai kemampuan yang dimiliki, misalnya peserta
didik diperkenankan menyajikan darama dalam bentuk podcast, video, atau membuat naskah.
Sehingga capain pembelajaran peserta didik disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki.
Produk yang dihasilkanpun menjadi lebih beragam. Peserta didik akan lebih dalam
mengeksplorasi kemampuan yang beragam.

Anda mungkin juga menyukai