Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN POST OPERASI


LAPARATOMI ATAS INDIKASI PERITONITIS DI RUANG MARWA RUMAH
SAKIT BAKTI TIMAH KOTA PANGKALPINANG

DISUSUN OLEH :
FERTHA HANANI
IHZA SYAFIRA
IRVANDI NOVIAN
GITA FAULINA
ANISA
ANNISA STYAWATI
VALENCI PEBRIANISHA
ADINDA RISKA YANTI
LEO SAPUTRA
SELI WELIYANI
ULLY FAUZIAH MAHARANI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
seminar Keperawatan Medikal Bedah ini dengan judul “”Asuhan Keperawatan pada Ny.
N dengan Post Operasi Laparatomi atas Indikasi Peritonitis Di Ruang Marwa Rumah
Sakit Bakti Timah Kota Pangkal Pinang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Dalam penyusunan tugas seminar ini, kami sangat menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan,
pengalaman, serta kekhilafan yang kami miliki. Dalam penyusunan tugas seminar ini
kami banyak mendapatkan bimbingan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak maka
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih.

Pangkalpinang, November 2022


DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan...........................................................................................ii

Kata Pengantar...................................................................................................v
Daftar Isi............................................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Peritonitis
1. Pengertian........................................................................................5
2. Klasifikasi........................................................................................5
3. Etiologi.............................................................................................6
4. Tanda dan gejala..............................................................................7
5. Patofisiologi.....................................................................................7
6. Pathways..........................................................................................9
7. Penatalaksanaan...............................................................................9
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Peritonitis
1. Riwayat kesehatan...........................................................................11
2. Pengkajian pola fungsional Gordon.................................................11
3. Pemeriksaan Fisik............................................................................14
4. Pemeriksaan Penunjang...................................................................14
5. Pengkajian pasca operasi.................................................................14
6. Diagnosa Keperawatan....................................................................15
7. Intervensi Keperawatan...................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian..............................................................................................23
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................29
C. Rencana Keperawatan............................................................................30
D. Implementasi Keperawatan...................................................................31
E. Evaluasi..................................................................................................32
BAB 1V PEMBAHASAN
A. Pengkajian..............................................................................................36
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................37
C. Rencana Keperawatan............................................................................37
D. Implementasi Keperawatan...................................................................42
E. Evaluasi..................................................................................................44
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................46
B. Saran......................................................................................................47

Daftar Pustaka
Daftar lampiran
Pathways
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di


rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intra abdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis (WHO 2010, dikutip dalam sabiston 2012, h.192).
Peritonitis awalnya terjadi setelah kebocoran mikroorganisme dari organ yang
sakit atau trauma. Perluasan infeksi ke dalam cavitas peritonealis tergantung dari
banyaknya faktor, termasuk lokasi dan luas kebocoran primer, sifat luka atau
penyakit yang mendasarinya, adanya perlekatan akibat operasi sebelumya,
lamanya penyakit sekarang, serta efisiensi mekanisme imun penderitanya
(Sabiston 2012, h.192).
Peritonitis adalah inflamasi membran peritonium. Peritonium adalah
kantong berlapis dua yang semipermeabel dengan cairan bervolume 1.500 ml.
Kantong ini membungkus semua organ yang ada di dalam rongga perut. Oleh
karena itu diinervasi oleh saraf somatik, stimulus peritonium parietal yang
membungkus rongga perut dan pelvis menyebabkan nyeri yang tajam dan
terlokalisasi (Black & Hawks 2014, h.1041 ). Inflamasi peritonium-lapisan
membran serosa rongga abdomen dan meliputi viserela. Biasanya akibat dari
infeksi bakteri seperti organisme yang berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal (Brunner &
Sudarth 2002, dikutip dalam Nurarif & Kusuma 2015, h.59).
Peritonitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri yang menginvasi
atau masuk kedalam rongga peritonium pada saluran makanan
yang mengalami perforasi. Kuman yang paling sering adalah bakteri E Colli,
streptokokus α dan β hemolitik, strapilokokus aurens, enterokokus dan yang
paling berbahaya adalah clostridium wechii. Salah satu penanganan peritonitis
adalah operasi laparatomy, yaitu pembedahan perut sampai membuka selaput
perut atau peritonium (Padila 2012, h.198). Pelaksanaan operasi laparatomy
dapat dilakukan apabila ada beberapa indikasi yang mendasarinya, seperti terjadi
trauma abdomen (tumpul atau tajam), perdarahan saluran pencernaan (internal
blooding), sumbatan pada usus halus dan usus besar, terdapat massa pada
abdomen dan terjadi peritonitis atau inflamasi lapisan peritonium (Padila 2012,
h.198).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008, jumlah
pasien yang menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah
penduduk di Indonesia atau sekitar 199.000 orang. Sedangkan berdasarkan data
Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2009, jumlah kasus peritonitis dilaporkan
sebanyak 7.785 dan 270 diantaranya menyebabkan kematian (Dinkes Jateng,
2009).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
b. Mampu mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi peritonitis.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi eritonitis.
e. Melakukan evaluasi dan dokumentasi keperawatan pada klien post
operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
3. Manfaat

1. Bagi kelompok.
a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
b. Untuk menambah keterampilan mahasiswa dalam menerapkan
asuhan keperawatan klien post operasi Laparatomi atas indikasi
peritonitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan.
Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan bagi mahasiswa
keperawatan khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
3. Bagi Lahan Praktek.
Dengan adanya pengkajian asuhan keperawatan ini, dapat menambah
bahan referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik
khususnya klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Peritonitis

1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan peritonium yang merupakan
komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen
(apendisitis, pankreatitis, dll) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen
(Padila 2012,). Peritonitis adalah inflamasi rongga peritonium yang
disebabkan oleh infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks,
perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis (Padila 2012,).
Berdasarkan kedua penjelasan di atas, kelompok dapat menyimpulkan
peritonitis adalah peradangan peritonium yang diakibatkan oleh penyebaran
infeksi dari organ abdomen seperti apendisitis, pankreatitis, ruptur apendiks,
perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis.
2. Klasifikasi.
a. Peritonitis Primer.
Peritonitis yang terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga
peritonium, kuman masuk ke dalam rongga peritonium melalui aliran
darah / pada pasien perempuan melalui area genital.
b. Peritonitis Sekunder.
Terjadi bila kuman masuk ke dalam rongga peritonium dengan jumlah
yang cukup banyak. Biasanya dari lumen saluran cerna, bakteri biasanya
masuk melalui saluran getah bening diafragma tetapi bila banyak kuman
yang masuk secara terus-menerus akan terjadi peritonitis. Biasanya
terdapat campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis, yang
sering adalah kuman aerob dan kuman anaerob. Peritonitis juga terjadi
apabila ada sumber intraperitoneal
seperti appendiksitis, diverkutilitis, salpingitis, kolesistisis, pankreasitis
dan sebagainya.
Bila ada trauma yang menyebabkan ruptur pada saluran cerna/perforasi
setelah endoskopi maka dilakukan kateterisasi. Biopsi atau polipektomi
endoskopi, tidak jarang pula setelah perforasi spontan pada tukak peptik
atau keganasan saluran cerna, tertelanya benda asing yang tajam juga
dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke rongga peritonium.
misalnya pemasangan kateter Ventrikula – peritoneal, pemasangan
kateter peritoneal – juguler, continous ambulatory peritoneal dyalisis
(Soeparman 1993, dikutip dalam Padila 2012,)
3. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi Peritonitis

a. Anatomi
1) Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh
yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ
yang ada didalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal yaitu bagian
peritoneum yang melapisi dinding abdomen dan peritoneum yaitu lapisan
yang menutup viscera (misalnya gaster dan intestinum). Cavitas peritonealis
adalah ruangan sebuah potensi karena organ-organ tersusun amat berdekatan.
Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi
permukaan peritoneum sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak
satu terhadap yang ain tanpa adanya gerakan. Organ intraperitoneal adalah
abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan organ ekstraperitoneal
(retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran peritoneum pariatale
dan dinding abdomen dorsal (Pearce, 2019).
2) Mesinterium Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan
peritoneum visceral pembungkus sebuah organ.
3) Omentum Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster
dan bagian proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2
yaitu omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan
curvatura minor gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan
ementum mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal
yang melapisi dinding abdomen.
4) Ligamentum Peritoneal Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar
dihubungkan pada dinding abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme
dan aster dihubungkan pada permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum
gatrophenicul lien yang melipatkan balik pada hilum splenicum dan colon
tranversum oleh ligamentum gastroconicum. Plica peritonealis adalah
peritoneum yang terangkat dari abdomen oleh pembuluh darah, saluran, dan
pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi dan resucessus peritonealis
adalah sebuah kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis
(Pearce, 2019).
b. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh.
Peritoneum terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum
viseral. Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam
peritoneum sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak
bergantung di sebelah depan lambung (Pearce, 2019) Omentum minor berjalan
dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke bawah kurvatura minor lambung
dan di sini bercabang menyelaput lambung. Peritoneum ini kemudian berjalan
keatas dan berbelok kebelakang sebagai mesokolon ke arah posterior abdomen
dan sebagian peritoneum membentuk mesentrium usus halus. Omentum besar
dan kecil, mensenterium sebagian besar organ-organ abdomen dan pelvis, dan
membentuk perbatasan halus (Pearce, 2019).
4. Etiologi
a. Infeksi bakteri, disebabkan invasi atau masuknya bakteri ke dalam rongga
peritonium pada saluran makanan yang mengalami perforasi Bakteri itu
adalah mikroorganisme yang berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal, appendisitis yang meradang dan perforasi, tukak peptik
(lambung / dudenum), tukak thypoid, tukak disentri amuba / colitis, tukak
pada tumor, salpingitis, divertikulitis.
Kuman yang paling sering adalah bakteri E Colli, streptokokus α dan β
hemolitik, strapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar.
1) Operasi yang tidak steril.
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfanomida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati.
4) Melalui tuba fallopi seperti cacing enterobius vermikularis, terbentuk
pila peritonitis granulomatosa.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernafasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis, penyebab utamanya adalah streptokokus dan
pnemokokus.
d. Peritonitis kimiawi
Disebabkan karena keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau
empedu sebagai akibat cedera atau perforasi usus/ saluran empedu
(Harison 2000, dikutip dalam padila 2012,).
5. Tanda dan gejala.
Menurut Price (1995) tanda dan gejala peritonitis yaitu sakit perut
(biasanya terus menerus), mual dan muntah, abdomen yang tegang, kaku,
nyeri, demam, leukositosis dan dehidrasi. Menurut Long (1996) kemerahan,
adema, dehidrasi. Menurut Mubin (1994) pasien tidak mau bergerak, perut
kembung, nyeri tekan abdomen, bunyi usus berkurang atau menghilang, syok
(neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada penderita peritonitis
umum, bising usus tidak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya, nausea, vomiting, penurunan
peristaltik (Padila 2012,).
6. Patofisiologi.
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia,
trauma atau perforasi tumor (Dahlan 2004, dikutip dalam padila 2012,).
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril
tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul
edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen
menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih,
sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal
adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara
dan cairan di dalam usus besar.
Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritonium terhadap invasi
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses)
terbentuk di antara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrinosa yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium dapat menimbulkan
peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi
atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit menghilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oligouria, perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus sehingga menyebabkan obstruksi
usus. Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis
dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utamanya adalah sakit
perut (biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku,
nyeri dan tanpa bunyi, dan demam (Price 1995, dikutip dalam Padila 2012,).
Peritonitis (peradangan dari peritonium) terjadi akibat apendik yang
mengalami perforasi, secara cepat perlengketan terbentuk dalam usaha untuk
membatasi infeksi dan membantu untuk menutup daerah peradangan,
membentuk suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa
dapat terbentuk dan mengakibatkan obstruksi usus. Reaksi-reaksi lokal dari
peritonium meliputi kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah
besar berisi elektrolit dan protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi
hipovolemia, ketidakseimbangan elektolit, dehidrasi dan akhirnya syok.
Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi peritonium yang berat (Long
1996, dikutip dalam Padila 2012,
6. Pathways.

paparan bakteri pada Infeksi akut atau paparan bakteri pada trauma penetrasi
cavum peritoneum perforasi tractus GI cavum peritoneum

Menyebar ke peritoneum

aktivasi magrofag yang berperan pada proses inflamasi

mengaktifkan neutrofil dan PNM

mengaktifkan sitokinin: IL 1, II 6 TNF, Leukosit, dan lain lain

inflamasi local pada cavum abdomen

terbentuk benang fibrin

memblok reabsorbsi cairan menjerat bakteri

Inflamasi pada peritoneum

(PERITONITIS)
mengaktifkan
neutrofil dan
magrofag
bakteri pelepasan permeabilitas ↓
depolarisasi
mengeluarkan toxio mediator membrane kapiler merangsang pirogen
bakteri dan virus
↓ kimiawi meningkat dan bocor di hipotalamus
ke sistem GI
menghambat plexux (histamine, ↓ ↓

myentrikus bradikinin.IL) akumulasi cairan di memicu engeluaran
gangguan
↓ ↓ rongga peritoneum prostalglandin
lambung
ileus paralitik merangsang ↓ ↓
(meningkat HCl
↓ saraf nyeri asites memacu kerja

usus meregang ↓ ↓ thermostat
Reaksi mual dan
↓ nyeri kehilangan sejumlah hipotalamus
muntah
malabsorbsi air cairan ↓
hipertermi
pada colon dan ↓
makanan dehidrasi
Reaksi mual dan malabsorbsi air pada Peningkatan dehidrasi
muntah colon dan makanan tekanan intra
↓ abdomen
ketidak seimbangan ↓
mual nutrisi kurang dari penekanan
kebutuhan tubuh diafragma

sulit bernafas

ketidakefektifan
Resiko kekurangan pola nafas
volume cairan

kurang mengetahui
tindakan oprative prosedur pembedahan


kerkusakan intergritas kawatir dengan rasa sakit
jaringan
dan kondisinya


perawatan luka ansietas

perawatan luka kurang
inadekuat

resiko infeksi

7. Penatalaksanaan.
a. Theraphy umum.
Istirahat, Tirah baring dengan posisi fowler. Penghisapan nasogastrik.
Diet, diet cair ataupun nasi. Medikamentosa, cairan infus cukup dengan
elektrolit, antibiotik dan vitamin.
b. Laparatomi.
1) Pengertian.
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara, antara
lain:
a) Midline incision.
b) Paramedian, yaitu sedikit ke tepi garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
c) Transverse upper abdomen incision,yaitu insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistomy dan splenektomy.
d) Transverse lower abdomen incision, yaitu insisi melintang di
bagian bawah ± 4 cm diatas anterior spinal iliaka, misalnya pada
operasi appendictomy.
2) Indikasi.
Trauma abdomen (tumpul atau tajam), ruptur hepar, peritonitis,
perdarahan saluran pencernaan (internal blooding), sumbatan pada
usus halus dan usus besar, masa pada abdomen.
c. Teraphy komplikasi.
Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan
sumber infeksi. Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik
yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik
atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara
intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dan sebagainya) atau
penyebab radang lainya bila mungkin dengan
mengalirkan nanah keluar dan tindakan menghilangkan nyeri (Price 1995,
dikutip dalam Padila 2012,).
d. Pasca operasi Laparatomy
Perawatan pasca operasi laparatomy adalah bentuk pelayanan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani pembedahan perut.
1) Tujuan perawatan pasca laparatomy yaitu mengurangi komplikasi
akibat pembedahan, mempercepat proses penyembuhan,
mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi, mempertahankan konsep diri pasien, dan mempersiapkan
pasien pulang.
2) Proses penyembuhan luka.
a) Fase pertama, berlangsung sampai hari ke 3. Batang leukosit
banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang
menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan
sebagai kerangka.
b) Fase kedua, di hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh
kolagen, seluruh pingiran sel epitel timbul sempurna dalam 1
minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c) Fase ketiga, sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus menerus
ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan
kembali.
d) Fase keempat, fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan
mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan yaitu dengan
meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C,
menghindari obat-obatan anti radang seperti steroid, pencegahan
infeksi (Jitowiyono & Kristianasari 2010)
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Peritonitis.

Pengkajian klien dengan peritonitis menurut Padila (2012,)


1. Riwayat Kesehatan:
a) Keluhan Utama.
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala apa yang menyebabkan
pasien berobat atau keluhan saat awal dilakukan pengkajian pertama kali
masuk rumah sakit. Pada klien dengan peritonitis biasanya mengeluh
nyeri di bagian perut sebelah kanan.
 Riwayat kesehatan Sekarang.
Riwayat kesehatan sekarang adalah menggambarkan riwayat
kesehatan saat ini. Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami
nyeri tekan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang,
demam, mual, muntah, bising usus menurun bahkan hilang, takikardi,
takipnea.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu.
Riwayat kesehatan dahulu adalah riwayat penyakit yang merupakan
predisposisi terjadinya penyakit saat ini. Pada klien dengan peritonitis
mempunayai riwayat ruptur saluran cerna, komplikasi pasca operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan
seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
2. Pada kelompokan ini menggunakan pendekaatan pola fungsi kesehatan
menurut Gordon:
a) Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan. Menggambarkan
persepsi klien terhadap keluhan apa yang
dialami klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah
sakit. Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan
tindakan dengan obat anti-nyeri.
b) Pola Nutrisi-Metabolik.
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit
dan rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,
instruksi diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang
masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat
gizinya, dan lain-lain. Pada pasien peritonitis akan mengalami mual.
Vomitus dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti
obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal, selain itu terjadi
distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltik usus
turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair seperti
bubur saring dan diberikan melalui NGT.
c) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem
pencernaan, perkemihan, integumen, dan pernafasan. Pada klien dengan
peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan defekasi,
turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea.
d) Pola Kognitif Perseptual.
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat
kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan
mencium, serta sensori nyeri. Pada klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.
e) Pola Aktivitas/Latihan.
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain
itu, fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi. Pada klien dengan peritonitis
mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular (RR> 20x/menit),
klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
f) Pola Istirahat dan Tidur.
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat
istirahat tidur. Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan
tidur karena nyeri.
g) Pola Nilai dan Kepercayaan.
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam
agama selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya. Adakah
gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal.
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan
terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan mengalami hambatan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
i) Pola Persepsi atau Konsep Diri.
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-
masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian
terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan
identitas tentang dirinya. Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan
emosional.
j) Pola Koping/Toleransi Stres.
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada klien dengan
peritonitis didapati tingkat kecemasan pada tingkat berat.
k) Pola Reproduksi dan Seksual.
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan pemerikasaan
payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang berhubungan
dengan penyakit. Pada laki-laki berhubungan dengan
kebiasaan seks, sehingga penting untuk menghindari aktivitas seksual
yang bebas. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan.
3. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien Peritonitis:
Kesadaran dan Keadaan Umum Klien.
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk
ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian
secara kualitatis seperti kompos mentis, apatis, somnolen, spoor, koma dan
delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow Coma Scale).
4. Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium.
1) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis.
2) Cairan peritoneal.
3) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus
2) USG
3) Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus
perforasi organ viceral. Foto tersebut menunjukan udara bebas di
bawah diafragma.
4) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma
5. Pengkajian pasca operasi
Pada umumnya klien dengan pasca operasi akan mengalami nyeri yang hebat
sehingga diperlukan pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin
2008).
a) Provoking Incident.
Merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya nyeri,
biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur
pembedahan.
b) Quality of Pain.
Merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien. Klien dengan pasca
operasi laparatomy biasa menghasilkan sakit yang bersifat menusuk atau
seperti disayat-sayat.
c) Region, Radiation, Relief.
Area yang dirasakan nyeri pada klien terjadi di area luka operasi.
Imobilisasi atau istirahat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
agar tidak menjalar atau menyebar.
d) Severity (Scale) of Pain.
Biasanya klien pasca operasi akan menilai sakit yang dialaminya dengan
skala 5-7 dari skala pengukuran 0-10.
e) Time.
Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam kondisi
seperti apa nyeri bertambah buruk. Klien akan merasa lebih nyeri saat
bagian yang mengalami pembedahan dilakukan pergerakan.
6. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan pasca operasi
Laparatomy adalah (Herdman 2012) :
a) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh.
b) Nyeri akut
c) Gangguan mobilitas fisik
d) Resiko infeksi

7. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari asuhan keperawatan
Observasi :
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam,
berhubungan diharapkan status  Identifikasi status nutrisi
dengan nutrisi membaik  Identifikasi alergi dan
ketidakmampuan dengan kriteria hasil intoleransi makanan
mencerna :  Identifikasi makanan yang
makanan. - Porsi makan disukai
dihabiskan  Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat dan jenis nutrient
- Nafsu makan  Identifikasi perlunya
membaik penggunaan selang nasogastric
- Frekuensi
makan  Monitor asupan makanan
membaik  Monitor berat badan
- Berat badan  Monitor hasil pemeriksan
membaik laboratorium
- IMT membaik
Terapeutik :
- Nyeri abdomen
menurun  Lakukan oral hygiene sebelum
- Nafsu makan makan, jika perlu
membaik  Fasilitasi menentukan pedoman
- Bising usus diet
membaik  Sajikan makanan secara
menarik dansuhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi :

 Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungkan asuhan keperawatan Observasi :
dengan agen selama 3x24 jam,  lokasi, karakteristik,
pencedera fisik diharapkan tingkat durasi, frekuensi, kualitas,
(prosedur operasi) nyeri menurun intensitas nyeri
dengan kriteria hasil  Identifikasi skala
: nyeri
- Keluhan nyeri  Identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
- Gelisah menurun  Identifikasi faktor
- Meringis menurun yang memperberat dan
- TTV membaik memperingan nyeri
 Identifikasi
pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi
pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
 Identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek
samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan
yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
3. Gangguan Mobilitas fisik Dukungan ambulasi
Observasi :
mobilitas fisik meningkat dengan
 Identifikasi adanya
berhubungan kriteria hasil:
nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan nyeri - Kekuatan otot
 Identifikasi toleransi
meningkat
fisik melakukan ambulasi
- ROM
 Monitor frekuensi
meningkat
jantung dan tekanan darah
- Pergerakan
sebelum memulai ambulasi
ektremitas
 Monitor kondisi umum selama
meningkat
melakukan ambulasi
- Nyeri menurun
Terapeutik :
- Kelemahan
 Fasilitasi aktivitas
fisik menurun.
ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan
melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus dilakukan
(mis. berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan asuhan keperawatan Observasi :
efek prosedur selama 3x24 jam, - Monitor tanda dan
invasif diharapkan tingkat gejala infeksi lokal dan sistemik
infeksi menurun Terapeutik :
dengan kriteria hasil - Batasi jumlah
: pengunjung
- Nyer - Berikan perawatan
i menurun kulit pada area edema
- Dem - Cuci tangan sebelum
am menurun dan sesudah kontak dengan pasien
- Kem - Pertahankan teknik
erahan menurun aseptic pada pasien berisiko tinggi
- Beng Edukasi :
kak menurun - Jelaskan tanda dan
- Drai gejala infeksi
nase purulen - Ajarkan mencuci
menurun tangan dengan benar
- Kada - Ajarkan cara
r sel darah putih memeriksa kondisi luka atau luka
membaik operasi
Kolaborasi :-
Perawatan Luka
Observasi :
- Monitor
karakteristik luka
- Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan
dan plester secara perlahan
- Cukur rambut
disekitar daerah luka
- Bersihkan dengan
Nacl, Pasang balutan sesuai
dengan jenis luka
- Pertahankan teknik
steril saat melakukan perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan drainase
Edukasi :
- jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
- kolaborasi
pemberian antibiotic

BAB III
TINJAUAN KASUS

Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi
Peritonitis Di Ruang Marwa Rumah Sakit Bakti Timah Kota Pangkalpinang

Tanggal ketika
a.Masuk : 25 November 2022
b.Pengkajian : 28 November 2022

Identitas pasien Penanggung Jawab


Nama : Ny. N Nama : Ny. N
Umur : 63 tahun Umur : 36 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : S1
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status pernikahan : Menikah Hubungan : Anak
Alamat :Pintu Air Alamat : Pintu Air
Dx.Medik : Peritonitis

A. Pengkajian
Alasan utama datang ke RS: Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan bawah
sejak 7 jam SMRS, Mual (+), Muntah (+)
Riwayat penyakit saat ini (P,Q,R,S,T) : Klien menjalani operasi laparotomy tanggal
28 November 2022. Post op Laparatomy klien masuk ke recovery room terlebih
dahulu, setelah 1 jam di RR pasien masuk ke ruang rawat pada pukul 13.00 WIB.
Pada saat pengkajian didapatkan data sebagai berikut:
P: Nyeri luka post op Laparatomy saat bergerak/beraktivitas, berkurang saat istirahat.
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri diperut bagian kanan bawah diarea luka operasi
S: Skala nyeri 6
T: Nyeri dirasakan hilang timbul

Keluhan utama saat pengkajian: Klien post op laparotomy, klien mengeluh nyeri pada
luka operasi diperut dan badan terasa lemas.

Riwayat kesehatan lalu: Klien mengatakan tidak ada riwayat hipertensi, diabetes
melitus.

Riwayat kesehatan keluarga: Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti dirinya. Namun ada anggota keluarga yang menderita
hipertensi.

Riwayat pengobatan dan alergi: Klien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan
makanan.

PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum
Sakit/nyeri: Klien mengatakan nyeri pada luka operasi diperut, nyeri sedang skala
6. Terdapat luka operasi ±20 cm pada abdomen sebelah kanan bawah.
Status Gizi : Klien memiliki BB normal yaitu BB : 60 kg, TB : 155 cm.
IMT: 24,97 (underweight).
Sikap klien tenang.
Personal Hygiene : Klien dibersihkan di tempat tidur 1x sehari dibantu oleh
keluarga. Kuku, rambut dan kulit tampak bersih.
Masalah Keperawatan: Nyeri akut

2. Data Sistemik
a. Sistem Persepsi Sensori
Pendengaran dan penglihatan : Pendengaran dan Penglihatan klien normal,
klien tidak menggunakan alat bantu untuk mendengar maupun melihat. Tidak
ada kelainan pada pendengaran dan penglihatan klien.
Peraba dan pengecap : Tidak ada kelainan pada indera peraba dan pengecap.
Pasien bisa merasakan asam, manis, asin dan bisa membedakan rasa panas
ataupun dingin.
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

b. Sistem Penglihatan
Pasien tidak mengalami nyeri tekan pada mata kanan dan mata kiri, lapang
pandang normal bisa melihat jarak 4 meter, mata simetris, kelopak mata
normal tidak ada kelainan, konjungtiva tidak anemis, palbebra merah muda ,
sklera OD/OS arna putih, kornea normal (jernih), pupil isokor, respon cahaya
OD/OD ada, bisa melihat tanpa alat bantu seperti kacamata, softlens atau alat
bantu penglihatan lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan

c. Sistem Pernafasan
Frekuensi : 22 x/menit, SPO2 97 %, kualitas pernapasan klien tampak
normal, batuk tidak ada, suara nafas vesikuler, sumbatan jalan nafas tidak ada.
Penggunaan otot bantu pernafasan (-), Tacipnue (-). Ronchi -/-, whezing -/-
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
d. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan Darah : 142/81 mmHg
Denyut nadi : 71 x/menit, irama jantung teratur, Bunyi jantung normal. Tidak
terdengar bunyi suara jantung tambahan. Akral hangat, pengisian kapiler
(CRT) < 3 detik. Tidak ada edema pada klien.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

e. I. Sistem Saraf Pusat


Kesadaran: Compos Mentis, GCS 15 dengan E4, M6, V5. Berbicara spontan,
koordinasi baik, status motorik normal, kekuatan otot derajat 5 tetapi pasien
mengeluh badan terasa lemas dan nyeri luka operasi bila banyak bergerak.
Klien masih bedrest, belum melakukan mobilisasi. Rangsangan meningeal
seperti kaku kuduk (-), Brudzinski 1 dan 2 (-), Kernig (-), Laseque (-).
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

II. Syaraf-syaraf otak


Nervus Olfactorius (N I) : Klien dapat mencium berbagai macam bau,
misalnya :minyak kayu putih dan minyak wangi. Klien tidak mengalami
anosmia, hyposmia dan parosmia.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Optikus (N II) : Visus dan lapang pandang normal, klien bisa
mengenali orang dengan jarak pandang 6 meter.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Oculomotorius, Trochlearis dan Abdusen (N III, IV,VI) : Klien


mampu menggerakkan bola mata ke kanan dan ke kiri, pada saat diberi cahaya
pupil mengecil (isokor), klien dapat membuka dan menutup mata dengan
spontan dan tidak tampak strabismus

Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan


Nervus Trigeminus (N V) : Klien dapat mengunyah, membuka mulut,
menggigit dan klien masih merasakan rasa raba, suhu dan getar pada wajah,
dagu dan pipi
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Fasialis (N VII) : Klien dapat mengerutkan dahi, menutup mata,


menunjukkan gigi dan menjulurkan lidah 2/3 bagian lidahnya
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Vestibulo Kokhlearis : Klien dapat mendengarkan suara bisikan dan


detik arloji
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Glasofaringeus (N IX) : Klien mengatakan tidak ada mual muntah,


batuk (-), disartria (-), disfagia (- ),disfonia (-), takikardia (+) HR 71 x/m.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Vagus (N X) : Posisi uvula klien berada di tengah, suara normal,


masih ada reflek menelan, dan denyut jantung teratur.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Aksesorius (N XI) : Klien dapat memutar kepala dan mengangkat


bahu kanan dan kiri.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

Nervus Hipoglosus (N XII) : Klien dapat menjulurkan lidah dan menariknya


kembali.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

f. Sistem Gastrointestinal
Klien mengatakan nafsu makan menurun, klien di RS klien mendapatkan
makanan cair. Porsi makanan yang dihabiskan setengah porsi. Klien
mengatakan perut terasa mual, muntah (-). Bibir klien tidak kering. Mulut
klien bersih, lidah tidak kotor, klien mengatakan tenggorokan tidak terasa
kering. Klien tampak mampu mengunyah makanan. Klien mampu menelan
makanan. Makanan cair yang dihabiskan setengah porsi. Klien mengatakan
merasakan sakit pada perutnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

g. Sistem Muskuloskeletal
Rentang gerak klien terbatas. Aktivitas sehari-hari seluruhnya dibantu oleh
keluarga, klien mampu menyuap makanan sendiri. Klien baru belajar
mobilisasi duduk pelan-pelan. Genggaman tangan klien sama kuat, Otak kaku
klien smam kuat baik kiri maupun kanan. Akral klien teraba hangat. Klien
tidak ada mengalami fraktur.
Masalah Keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik

h. Sistem Integument
Warna kulit klien tampak normal sawo matang, terdapat luka post operasi
pada bagian abdomen. Luka operasi kering, tidak ada kemerahan, bengkak
pada area bekas operasi. Temp: 36,7 C. Leukosit 11.1 10ᵔ3/ul.
Masalah Keperawatan: Risiko Infeksi

i. Sistem Reproduksi
Saat dilakukan pengkajian didapatkan tidak ada masalah di sistem reproduksi.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

j. Sistem Perkemihan
Urine klien berwarna kuning, klien Terpasang cateter untuk kebutuhan
eliminasi BAK dan BAB.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

3. Data Penunjang
a. Laboratorium (Tanggal pemeriksaan 26 November 2022)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi Rutin

Jumlah Leukosit 11,1 10ᵔ3/ul 4.8-10.0


Jumlah Eritrosit 4,4 10ᵔ6/uL 4.2 - 5.4

Hemoglobin 12,8 g/dL 10-14

Hematokrit 38 % 37 – 47

MCV 85 fL 80 – 90

MCH 29,1 Pg 26.0-34.0

MCHC 34.1 g/dL 32.0-36.0

Jumlah Trombosit 234 10ᵔ3/ul 150 – 450

RDW-SD 40,1 fL 37-47

RDW-CV 12,7 fL 11.5-14.5

PDW 10,9 fL 9.0-13.0

MFV 10,1 fL 7.2-11.1

P-LCR 24,9 % 15.0-25.0

Kimia Darah

Kimia Darah 19 mg/dL 17-43

Kreatinin Darah

Kreatinin Darah 0,7 mg/dL 0.5-1.2

eGFR 84,245 ml/min/1.73m3 Nornal or minimal


kidney >90 damage
with normal GFR

 Hasil expertise Ro Thorax tanggal 27 November 2022: Kardiomegali, tak tampak


infiltratdi kedua lapangan paru.
 Hasil expertise USG Abdomen tanggal 26 November 2022 : Appendicitis Akut,
Hepar/GB/Gaster/Lien/Pankreas/Kedua Ginjal/Bladder/Uterus dan kedua adneksa tak
tampak kelainan.
 Hasil expertise EKG tanggal 25 November 2022 : Sinus bradycardia with fusion
complrxes.
4. Terapi yang diberikan

Obat/ Golongan Dosis Indikasi Kontra Indikasi


Tindakan
Inj.Ceftazidine Antibiotik 2x1 gr Injeksi Membantu Pasien yang memiliki
mengobati hipersensitivitas
septikemia dan terhadap antibiotic
bakteriemia cephalosporin.
Inj. Proton 1x40 Injeksi Menurunkan asam Pasien yang
Pantoprazole pump mg berlebih pada hipersensitivitas
inhibitor lambung terhadap obat ini
Inj.Metronidazo Antibiotik 3x500m Injeksi Mengobati infeksi Pasien yang
le g dan parasit hipersensitivitas
terhadap obat ini
Tramadol Analgetik 1 amp Drip Mengurangi nyeri Pasien yang
hipersensitivitas
terhadap obat ini
Keterolac Anti 1 amp Drip Meredakan nyeri. Pasien yang
inflamasi hipersensitivitas
Nonsteroi
terhadap obat ini dan
d
(OAINS). perdarahan
serebrovaskular aktif.
Amlodipin Anti 3x Tablet Hipertensi dan Pasien yang
Hipertensi 10mg angina stabil hipersensitivitas
terhadap obat ini, syok
kardiogenik, angina
tidak stabil, gagal
jantung.
Candesartan Angiotensi 1x8mg Tablet Hipertensi dan gagal Pasien yang
n jantung hipersensitivitas
terhadap obat ini,
hamil, anak usia
kurang dari 1 tahun.

5. PENGKAJIAN MASALAH PSIKOSOSIO BUDAYA DAN SPIRITUAL


a. PSIKOLOGIS
Perasaan klien setelah mengalami penyakit ini adalah klien tampak tenang,
klien menerima penyakit yang dialaminya, klien banyak berdoa supaya
penyakitnya cepat pulih. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
adalah klien ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarganya yang ada
di rumah dan akan rajin kontrol kedokter. Jika rencana ini tidak dapat
dilaksanakan klien hanya bisa pasrah dan berserah diri kepada Allah SWT.
Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada adalah klien tahu akan
penyakitnya, dan pasien masih tetap ingin melakukan perawatan dan
pengobatan sampai sembuh.
b. SOSIAL
Klien aktif dimasyarakat. Klien mengatakan tidak ada kebiasaan lingkungan
yang tidak disukai, semua kebiasaan lingkungan yaitu sangat positif, ada
kebiasaan gotong royong dan nganggung. Pandangan klien tentang aktivitas
sosial di lingkungannya adalah klien mengatakan aktivitas sosial
lingkungannya bersifat baik/positif.
c. BUDAYA
Klien mengatakan mengikuti budaya melayu yang aktivitasnya nganggung
dan gotong royong.
Klien mengatakan tidak keberatan sama sekali dalam mengikuti kebudayaan
tersebut. Klien mengatakan tidak ada yang perlu diatasi.
d. SPIRITUAL
Aktifitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari adalah sholat 5 waktu dan
mengaji walaupun. Aktifitas ibadah sekarang tidak dapat dilaksanakan karena
sedang sakit. Klien hanya bisa berdoa semoga penyakitnya cepat sembuh.
keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami adalah klien meyakini ini adalah anugrah yang diberikan dari allah,
untuk memperbesar kesabaran dan ketabahan pasien.
ANALISA DATA

No. Data senjang Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS : Agen pencidera Nyeri Akut


- Klien mengatakan nyeri pada luka post fisik (prosedur (D.0077)
operasi, nyeri saat beraktivitas dan operasi)
berkurang saat istirahat, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri diperut kanan
bawah diarea luka operasi, skala nyeri
6, nyeri dirasakan hilang timbul
DO :
- Klien tampak meringis menahan sakit
- Klien bersikap berhati-hati bila mau
bergerak
- Frekuensi nadi meningkat dengan:
TD : 142/81 mmHg
P : 71 x/mnt
RR : 20 x/mnt
T : 36,7 C

2. DS: Klien mengatakan luka operasi Nyeri luka post Gangguan


terasa nyeri bila beraktivitas jadi belum operasi Mobilisasi
berani bila banyak gerak. Fisik (D.0054)
DO : ROM menurun, Gerakan terbatas,
fisik Nampak lemah

3. DS : Klien mengatakan nyeri pada luka Efek prosedur Risiko Infeksi


post operasi, nyeri saat beraktivitas invasif (D.0142)
DO : Terdapat luka operasi didaerah
abdomen ±20 cm tertutup kassa, luka
tampak kemerahan, bengkak (-), pus (-),
Temp: 36,7 C. Leukosit 11,1 10ᵔ3/ul.
Leukosit : 11.1 10ᵔ3/ul

I. MASALAH KEPERAWATAN
a) Nyeri Akut
b) Gangguan mobilitas fisik
c) Risiko Infeksi
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungna dengan nyeri luka post operasi
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.

III. DIAGNOSA PRIORITAS


a) Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)
b) Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan (L.08066) Observasi :
dengan agen Setelah dilakukan  lokasi, karakteristik,
pencidera fisik asuhan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
(prosedur selama 3x24 jam, intensitas nyeri
operasi) diharapkan nyeri akut  Identifikasi skala
(D.0077) teratasi, dengan nyeri
kriteria hasil :  Identifikasi respon
- Keluhan nyeri nyeri non verbal
menurun  Identifikasi faktor
- Gelisah menurun yang memperberat dan
- Meringis menurun memperingan nyeri
- Frekuensi nadi  Identifikasi
membaik pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Control lingkungan
yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

2. Gangguan Mobilitas fisik Dukungan ambulasi (I.06171)


Observasi :
mobilitas fisik (L.05042)
 Identifikasi adanya
berhungan Setelah dilakukan
nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan nyeri asuhan keperawatan
 Identifikasi toleransi
luka post operasi selama 3x24 jam,
fisik melakukan ambulasi
(D.0054) diharapkan gangguan
 Monitor frekuensi
mobilitas fisik
jantung dan tekanan darah
teratasi, dengan
sebelum memulai ambulasi
kriteria hasil:
 Monitor kondisi umum selama
- Kekuatan otot
melakukan ambulasi
meningkat
Terapeutik :
- ROM meningkat
 Fasilitasi aktivitas
- Pergerakan
ambulasi dengan alat bantu (mis.
ektremitas
tongkat, kruk)
meningkat
 Fasilitasi melakukan
- Nyeri menurun
mobilisasi fisik, jika perlu
- Kelemahan fisik
 Libatkan keluarga
menurun.
untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi).
3. Risiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan (L.14137) Observasi :
dengan efek Setelah dilakukan - Monitor tanda dan
prosedur invasif. asuhan keperawatan gejala infeksi lokal dan sistemik
(D.0142) selama 3x24 jam, Terapeutik :
diharapkan resiko - Batasi jumlah
infeksi teratasi dengan pengunjung
kriteria hasil : - Berikan perawatan
- Nyeri kulit pada area edema
menurun - Cuci tangan sebelum
- Kemer dan sesudah kontak dengan pasien
ahan menurun - Pertahankan teknik
- Bengk aseptic pada pasien berisiko tinggi
ak menurun Edukasi :
- Draina - Jelaskan tanda dan
se purulen menurun gejala infeksi
- Cairan - Ajarkan mencuci
berbau busuk tangan dengan benar
menurun - Ajarkan cara
memeriksa kondisi luka atau luka
operasi

Kolaborasi :
-
Perawatan Luka (I.14564)
Observasi :
- Monitor karakteristik
luka
- Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
- Cukur rambut
disekitar daerah luka
- Bersihkan dengan
Nacl
- Pasang balutan sesuai
dengan jenis luka
- Pertahankan teknik
steril saat melakukan perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan drainase
Edukasi :
- jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian
antibiotik
IMPLEMENTASI

Nama pasien : Ny. N Diagnosa Medis :Post op. Laparatomi


Jenis Kelamin: Perempuan Hari/Tanggal : Senin, 28 November 2022
Kamar/Bed : 332/3 Shif : Sore

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Nyeri akut 15.15 - Mengidentifikasi Jam: 16.43 Adinda
beruhubungan lokasi, S: klien mengatakan
dengan agen cidera karakteristik, nyeri luka diperut
fisik (prosedur durasi, frekuensi, menurun dengan
operasi) kualitas, dan skala nyeri 5
intensitas nyeri. O: Meringis
Hasil: Nyeri pada berkurang,
luka post op di TD: 142/81 mmhg
perut bagian N: 76 x/m
kanan bawah, RR: 20 x/m
dengan intensitas A:Masalah nyeri
nyeri berlanjut. akut belum teratasi
15.20 - Mengidentifikasi P: Intervensi
skala nyeri dilanjutkan
Hasil: Skala - Identifikasi
nyeri 6 Numeric. lokasi,

15.25 - Mengidentifikasi karakteristik,


respon nyeri non durasi, frekuensi,
verbal kualitas, dan
Hasil: Pasien intensitas nyeri
meringis - Identifikasi skala
menahan rasa nyeri
sakit - Identifikasi
- Memberikan respon nyeri non
15.30
teknik verbal
nonfarmakologi - Fasilitasi
untuk istirahat dan
mengurangi rasa tidur
nyeri dengan - Jelaskan
terapi imajinasi penyebab,
Hasil: periode, dan
Melakukan pemicu nyeri
teknik rileksasi - Jelaskan strategi
nafas dalam meredahkan
nyeri
- Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Kolaborasi
pemberian
analgesic
2. Gangguan mobilitas 15.30 - Mengidentifikasi Jam: 16.30 Irvandi
fisik berhubungan adanya nyeri atau S: - Klien
dengan nyeri keluhan fisik mengatakan luka
dibuktikan dengan lainnya. operasi terasa nyeri
nyeri saat bergerak Hasil: Nyeri di bila beraktivitas jadi
perut bagian kanan belum berani bila
bawah banyak gerak.
15.35 - Mengidentifikasi O: Gerakan terbatas
toleransi fisik -k.u tampak lemah
melakukan Td : 142/81 mmhg
ambulasi N: 76 x/m
Hasil: Saat RR: 20 x/m
pengkajian pasien A: Masalah
hanya mampu gangguan mobilitas
miring kiri dan fisik belum teratasi
kanan saja. P: Intervensi
- Memonitor dilanjutkan
15.40 frekuensi jantung - Identifikasi
dan tekanan darah adanya nyeri atau
sebelum memulai keluhan fisik
ambulasi lainnya
Hasil: Nadi: - Identifikasi
87x/m, Tekanan toleransi fisik
darah: 142/81 melakukan
mmHg. ambulasi
- Memonitor kondisi - Monitor frekuensi
15.45 umum selama jantung dan
melakukan tekanan darah
ambulasi sebelum memulai
Hasil: Pasien ambulasi
masih kesakitan - Monitor kondisi
saat ambulasi, jadi umum selama
ambulasi yang melakukan
diberikan hanya ambulasi
sebentar. - Fasilitasi aktivitas
- Melibatkan ambulasi dengan

15.50 keluarga untuk alat bantu (mis.


membantu pasien tongkat, kruk)
dalam - Fasilitasi
meningkatkan melakukan
ambulasi mobilisasi fisik,
Hasil: Keluarga jika perlu
selalu membantu - Libatkan keluarga
dan mensupport untuk membantu
pasien dalam pasien dalam
kesembuhannya meningkatkan
ambulasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda,
berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
3. Risiko infeksi 16.30 - Mem Jam: 17.30 Seli
berhubungan dengan onitor tanda dan S:-
efek prosedur invasif gejala infeksi lokal O: - kulit klien
dan sistemik tampak kemerahan
Hasil: Adanya luka - tampak adanya
operasi di perut cairan pada bekas
bagian kanan jahitan
16.40 bawah. A: Masalah belum
- Menc teratasi
uci tangan sebelum P: Intervensi
dan sesudah kontak dilanjutkan
dengan pasien - Moni
Hasil: Perawat tor tanda dan
mencuci tangan gejala infeksi lokal
sebelum dan dan sistemik
sesudah kontak - Moni

16.45 kepada pasien tor karakteristik


- Mem luka
onitor - Lepa
karakteristik luka skan balutan dan
Hasil: Luka basah plester secara
dan jahitannya perlahan
rapi, tidak ada - Cuku
nanah dan darah r rambut disekitar
yang keluar daerah luka
- Bersi
hkan dengan Nacl
- Pasa
ng balutan sesuai
dengan jenis luka
- Perta
hankan teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka
- jelas
kan tanda dan
gejala infeksi
IMPLEMENTASI

Nama pasien : Ny. N Diagnosa Medis :Post op. Laparatomi


Jenis Kelamin: Perempuan Hari/Tanggal : Selasa, 29 November 2022
Kamar/Bed : 332/3 Shif : Pagi

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Nyeri akut 09.15 - Mengidentifikasi Jam: 10.30 Ully
berhubungan dengan lokasi, S: klien mengatakan
agen cidera fisik karakteristik, nyeri luka operasi
(prosedur operasi) durasi, frekuensi, ada berkurang,nyeri
kualitas, dan dirasakan hilang
intensitas nyeri timbul, skala nyeri 4
Hasil: Nyeri pada O: klien tampak
luka post op di tenang, meringis (-)
perut bagian TD : 139/75 mmhg
kanan bawah, N: 78 x/m
dengan nyeri RR: 20 x/m
hilang timbul. A:Masalah nyeri
- Mengidentifikasi akut teratasi
09.20
skala nyeri sebagian
Hasil: Skala P: Intervensi
nyeri 5 Numeric dilanjukan

09.25 - Mengidentifikasi - Identifikasi


respon nyeri non lokasi,
verbal karakteristik,
Hasil: Pasien durasi, frekuensi,
tampak merigis kualitas, dan
dan mengerutkan intensitas nyeri
dahinya saat - Identifikasi skala
nyeri nyeri
- Memberikan - Identifikasi
09.30
teknik respon nyeri non
nonfarmakologi verbal.
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Hasil:
Memberikan
rileksasi nafas
dalam
- Menjelaskan
09.35 penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
Hasil: Nyeri
diakibatkan
proses
pembedahan dan
akan berlangsung
tidak terus
menerus
- Berkolaborasi
dalam pemberian
09.40 analgesik
Hasil: Pemberian
Keterolac dan
Tramadol drip
kepada pasien
2. Gangguan mobilitas 10.00 - Mengidentifikasi Jam: 11.30 Leo
fisik berhubungan adanya nyeri atau S: - Klien
dengan nyeri luka keluhan fisik mengatakan masih
post operasi lainnya nyeri pada luka
Hasil: Nyeri di operasi bila
perut bagian kanan beraktivitas.
bawah O: klien baru belajar
10.10 - Mengidentifikasi mobilisasi duduk
toleransi fisik TD : 139/75 mmhg
melakukan
ambulasi N: 78 x/m
Hasil: Pasien RR: 20 x/m
mampu miring A: Masalah
kanan kiri dengan gangguan mobilitas
sedikit rasa sakit fisik teratasi
- Memonitor sebagian.
10.15
frekuensi jantung P: Intervensi
dan tekanan darah dilanjutkan
sebelum memulai - Identifikasi adanya
ambulasi nyeri atau keluhan
Hasil: TD : 139/75 fisik lainnya
mmHg dan Nadi - Identifikasi
78x/m toleransi fisik
- Memonitor kondisi melakukan
10.20 umum selama ambulasi
melakukan - Monitor frekuensi
ambulasi jantung dan
Hasil: Pasien tekanan darah
tampak enahan sebelum memulai
nyeri dan memberi ambulasi
respon verbal saat - Monitor kondisi
nyeri muncul umum selama
- Melibatkan melakukan
10.25
keluarga untuk ambulasi
membantu pasien - Libatkan keluarga
dalam untuk membantu
meningkatkan pasien dalam
ambulasi meningkatkan
Hasil: Keluarga ambulasi
selalu membantu
pasien saat
ambulasi
- Menjelaskan
10.30
tujuan dan
prosedur ambulasi
Hasil: Perawat
menjelaskan tujuan
dari ambulasi ini
untuk menjaga
tubuh dan melatih
anggota gerak agar
tetap berfungsi
secara baik
- Menganjurkan
melakukan
10.35 ambulasi dini
Hasil: Perawat
menganjurkan
pasien untuk
miring kanan kiri 1
jam sekali dalam
10 menit
- Mengajarkan
ambulasi
10.40
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur
ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
Hasil: Perawat dan
keluarga
membantu pasien
untuk ke kamar
mandi
3. Risiko infeksi 11.00 - Mem Jam: 12.55 Anisa
berhubungan dengan onitor tanda dan S:-
efek prosedur invasif gejala infeksi lokal O: Luka tampak
dan sistemik kemerahan, bengkak
Hasil: Memonitor (-), pus(-). Luka
adanya nanah, kering.
kemerahan dan A: Masalah belum
bengkak pada luka teratasi
pasien, tidak P: Intervensi
ditemukan tanda dilanjutkan
gejala infeksi pada - Moni
hari kedua tor tanda dan
pengkajian. gejala infeksi lokal
11.15
- Menc dan sistemik
uci tangan sebelum - Cuci
dan sesudah kontak tangan sebelum
dengan pasien dan sesudah
Hasil: Perawat kontak dengan
mencuci tangan pasien
sebelum dan - Ajark
sesudah kontak an cara memeriksa
kepada pasien kondisi luka atau
11.25 - Mem luka operasi
onitor - Moni
karakteristik luka tor karakteristik
Hasil: Luka luka
tampak kering saat
11.30 ganti perban
- Mele
paskan balutan
dan plester secara
perlahan
Hasil: Perawat
melepas balutan
luka dengan hati-
hati agar pasien
tidak merasa
11.35 kesakitan
- Mem
bersihkan luka
dengan Nacl
Hasil: Perawat
membersihkan
luka selalu dengan
Nacl dan
memberikan
supratul untuk

11.40 mempercepat
kesembuhan luka
- Mem
asang balutan
sesuai dengan
jenis luka
Hasil: Perawat
memasang balutan
dan kassa sesuai
dengan jenis,
11.45
karakteristik dan
ukuran luka
- Mem
pertahankan
teknik steril saat
melakukan
perawatan luka
Hasil: Saat
melakukan ganti
perban perawat
selalu
menggunakan
11.55 teknik steril dan
bersih agar luka
tetap terjaga
- Menj
elaskan tanda dan
gejala infeksi.
Hasil: Perawat
menjelaskan
kepada pasien jika
luka bengkak,
nyeri terus
menerus,
kemerahan dan
bernanah itu
tandanya luka
sudah terinfeksi
IMPLEMENTASI

Nama pasien : Ny. N Diagnosa Medis :Post op. Laparatomi


Jenis Kelamin: Perempuan Hari/Tanggal : Rabu, 30 November 2022
Kamar/Bed : 332/3 Shif : Pagi

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Nyeri akut 08.00 - Mengidentifikasi Jam: 09.10 Valenci
Ihza
berhubungan dengan lokasi, S: klien
agen pencedera fisik karakteristik, mengatakan nyeri
(prosedur operasi) durasi, frekuensi, luka operasi
kualitas, dan diperut sudah
intensitas nyeri berkurang, nyeri
Hasil: Nyeri pada skala 3
luka post op di O: klien tampak
perut bagian tenang, meringis
kanan bawah, (-)
dengan nyeri TD : 153/88 mmhg
hilang timbul. N: 73 x/m
08.25 - Mengidentifikasi RR: 22 x/m
skala nyeri A:Masalah nyeri
Hasil: Skala akut teratasi
nyeri 4 Numeric sebagian
- Menganjurkan P: Intervensi
monitor nyeri dilanjukan
08.35 secara mandiri - Identifikasi
Hasil: Pasien lokasi,
memantau nyeri karakteristik,
secara mandiri, durasi, ffrekuensi,
jika nyeri tidak kualitas, dan
bisa diatasi intensitas nyeri
dengan - Identifikasi skala
nonfarmakologis nyeri
(nafas dalam), - Identifikasi
maka pasien respon nyeri non
langsung verbal
melaporkan - Jelaskan strategi
kepada perawat meredahkan nyeri
yang bertugas - Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
2. Gangguan mobilitas 10.00 - Mengidentifikasi Jam: 12.30 Fertha
Gita
fisik berhubungan adanya nyeri atau S: - Klien
dengan nyeri keluhan fisik mengatakan nyeri
dibuktikan dengan lainnya luka operasi sudah
nyeri saat bergerak Hasil: Nyeri di berkurang bila
perut bagian kanan posisi duduk.
bawah O: Posisi klien
10.46 - Mengidentifikasi foler, belum
toleransi fisik berani
melakukan mobilisasi turun
ambulasi dari TT.
Hasil: Pasien K.u tenang, TTV
kooperatif dalam stabil
berambulasi TD : 153/88 mmhg
- Memonitor N: 73 x/m
11.00
frekuensi jantung RR: 22 x/m
dan tekanan darah A: Masalah
sebelum memulai gangguan mobilitas
ambulasi fisik teratasi
Hasil: TD: 153/88 sebagian
mmHg dan Nadi P: Intervensi
73x/m dilanjutkan
- Memonitor kondisi - Identifikasi
11.20
umum selama adanya nyeri atau
melakukan keluhan fisik
ambulasi lainnya
Hasil: Pasien - Monitor
kooperatif dan frekuensi jantung
mulai dan tekanan
menyelesaikan darah sebelum
latihan sesuai memulai
waktu ambulasi
- Menganjurkan - Monitor kondisi
11.35
melakukan umum selama
ambulasi dini melakukan
Hasil: Ambulasi ambulasi
dini yang - Libatkan
dianjurkan perawat keluarga untuk
adalah miring membantu pasien
kanan kiri, duduk dalam
dan berjalan di meningkatkan
sekitar tempat ambulasi
tidur - Jelaskan tujuan
11.50 - Ajarkan ambulasi dan prosedur
sederhana yang ambulasi
harus dilakukan - Anjurkan
(mis. berjalan dari melakukan
tempat tidur ke ambulasi dini
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur
ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi).
Hasil: Perawat
mengajarkan
ambulasi
sederhana seperti
pindah dari tempat
tidur ke kursi roda
dan sebaliknya

3. Risiko infeksi 13.00 - Mem Jam: 14.00 Annisa


Atyawati
berhubungan dengan onitor tanda dan S:-
efek prosedur invasif gejala infeksi lokal O: Luka tampak
dan sistemik kemerahan,
Hasil: Memonitor bengkak (-), pus(-).
adanya nanah, Luka kering.
kemerahan dan A: Masalah belum
bengkak pada luka teratasi
pasien, tidak P: Intervensi
ditemukan tanda dilanjutkan
gejala infeksi pada - Mo
hari ketiga nitor tanda dan
13.15 pengkajian. gejala infeksi
- Menc lokal dan sistemik
uci tangan sebelum - Cuc
dan sesudah kontak i tangan sebelum
dengan pasien dan sesudah
Hasil: Perawat kontak dengan
mencuci tangan pasien
sebelum dan - Ajar
sesudah kontak kan cara
kepada pasien memeriksa
- Mem kondisi luka atau
13.30 onitor luka operasi
karakteristik luka - Mo
Hasil: Luka mulai nitor
kering dan bagus karakteristik
luka

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Setiadi, 2012). Berdasarkan dari hasil pengkajian pada Ny. N memiliki keluhan yang
sama dengan teori yaitu Klien mengatakan Klien post op laparotomy hari pertama, klien
mengeluh nyeri pada luka operasi diperut sebelah kanan bawah dan badan terasa lemas.
Tanda dan gejala peritonitis yaitu sakit perut (biasanya terus menerus), mual dan muntah,
abdomen yang tegang, kaku, nyeri, demam, leukositosis dan dehidrasi. kemerahan, adema,
dehidrasi. Pasien tidak mau bergerak, perut kembung, nyeri tekan abdomen, bunyi usus
berkurang atau menghilang, syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada
penderita peritonitis umum, bising usus tidak terdengar pada peritonitis umum dapat
terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya, nausea, vomiting, penurunan
peristaltik (Padila 2012,).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik berlangsung
secara aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis menurut SDKI ada
4 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan klien untuk mencerna
makanan
2. Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)
3. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. N dengan post operasi
laparotomi atas indikasi Peritonitis ada 4 diagnosa keperawatan yaitu
1. Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi) di buktikan
dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, skala nyeri 6, frekuensi nadi
meningkat dari 71 x/m menjadi 82 x/m, pasien hanya bergerak sedikit saja sudah
mengeluh sakit pada bagian operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi di buktikan
dengan kekuatan otot menurun, ROM menurun, kelemahan fisik, pasien tidak
mampu menggerakkan tubuhnya disebabkan nyeri dan semua aktivitas dilakukan
diatas tempat tidur, pasien juga menggunakan kateter dan BAB dengan pispot.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif dibuktikan dengan adanya
bekas luka sayatan operasi yang berukuran ±20 cm di perut sebelah kanan bawah,
leukosit pasien sebelum tindakan pembedahan adalah 11,1 10ᵔ3/ul, luka tampak
basah.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha
membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Setiadi, 2012).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kedua klien belum
menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran
keperawatan indonesia (SLKI). Adapun tindakan pada standar intervensi keperawatan
indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).
Rencana keperawatan yang kelompok lakukan sama dengan landasan teori,
karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa International Association for the Study of Pain;
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi ringan berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan (Herdman, 2012)
Kelompok menegakkan diagnosa nyeri (akut), berdasarkan karakteristik:
provoking (P): nyeri pasca operasi laparatomy, quality (Q): nyeri seperti ditusuk-
tusuk, region (R): perut kanan sebelah bawah, severity (S): skala 6, time (T): hilang
timbul. Sedangkan data obyektif yang didapat, yaitu klien tampak menahan nyeri.
Oleh sebab itu kelompok mengangkat diagnosa ini menjadi prioritas yang kedua
sehingga tindakan pengurangan nyeri harus segera ditangani.
Alasan kelompok mengangkat diagnosa ini prioritas pertama karena gangguan
rasa nyaman/nyeri. Pada saat pengkajian keluhan klien adalah nyeri. Jika tidak segera
ditangani maka akan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh yang lain,
seperti gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman, gangguan nutrisi sehingga akan
menurunkan daya tahan tubuh dan dapat memperlambat proses penyembuhan dan
akan semakin memperparah keadaan psikologis pasien. Kelompok membuat
intervensi dan rasional dari rencana tindakan yang dipilih untuk mengatasai masalah
keperawatan adalah sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, ffrekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
d) Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri dengan terapi
imajinasi
e) Memfasilitas istirahat dan tidur
f) menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
g) menjelaskan strategi meredahkan nyeri
h) menganjurkan monitor nyeri secara mandiri
i) mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
j) Berkolaborasi pemberian analgesic
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
Mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam Gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri. Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif
yang mendukung yaitu klien mengatakan luka operasi terasa nyeri bila beraktivitas
jadi belum berani bila banyak gerak, Rom menurun, Gerakan terbatas, fisik Nampak
lemah. . Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena pada saat pengkajian klien
tampak terbaring di tempat tidur dan kekuatan otot menurun. Apabila kelemahan
tidak segera ditangani, maka dapat memperburuk keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan aktifitas klien. Kelompok merumuskan
intervensi dan rasional rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah keperawatan
sebagai berikut.

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


b) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
d) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
e) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
f) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
g) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
h) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
i) Anjurkan melakukan ambulasi dini
j) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi).

3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan kerusakan integeritas kulit efek prosedur invasif
Resiko tinggi infeksi adalah suatu keadaan dimana mengalami peningkatan resiko
terserang organisme patogenik (Herdman 2012)
Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif yang mendukung yaitu
klien mengatakan ada luka pasca operasi di perut sebelah kanan bawah dan obyektif
terlihat luka pasca operasi dengan panjang kurang lebih 15 cm, adanya luka pasca
operasi yang tertutup kassa. Diagnosa ini menjadi prioritas ketiga karena pada saat
pengkajian terdapat luka. Apabila luka tidak segera ditangani.
Maka dapat memperburuk keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan luka karena terjadi infeksi. Kelompok merumuskan intervensi dan
rasional rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah keperawatan sebagai berikut.
a) Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
c) Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
d) Memonitor karakteristik luka
e) Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
f) Mencukur rambut disekitar daerah luka
g) Membersihkan dengan nacl
h) Memasang balutan sesuai dengan jenis luka
i) Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
j) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
k) Mengajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
l) Berkolaborasi pemberian antibiotic

D. Implementasi Keperawatan
Kelompok melakukan implementasi sesuai dengan diagnosa keprawatan pada Ny. N pada
tanggal 28-30 November 2022 adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengkaji TTV, mengkaji keluhan nyeri, lokasi,
karakter nyeri, mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
mendorong pasien menggunakan teknik manajemen nyeri, dengan mengajarkan
teknik imajinasi, mengatur posisi yang nyaman bagi klien, memeberikan obat sesuai
indikasi analgetik.
Kekuatan dari implementasi ini adalah klien kooperatif dan mau melakukan
teknik relaksasi serta mau di suntik ketorolac 2 x 30 mg. Kelemahannya adalah klien
merasa kesulitan untuk menunjukan skala intensitas nyeri yang disarankan, sehingga
menyulitkan perawat dalam menentukan tindakan yang akan diambil terlebih dahulu
solusi yang digunakan kelompok untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah
mengajarkan cara menunjukan skala intensitas nyeri dengan skala 0-10.
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengkaji TTV, mengkaji keluhan nyeri, lokasi,
karakter nyeri, mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, memfasilitasi aktifitas
ambulasi dengan alat bantu missal tongkat, melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi,
menganjurkan melakukan ambulasi dini, mengajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan misal berjalan dari tempat tidur ke kursi roda. Kekuatan dari implementasi
ini adalah klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan keprawatan melakukan
ambulasi serta situasi yang mendukung sehingga tindakan dapat dilakukan dengan
lancar. Kelemahan dari implementasi ini adalah kien mengeluh luka operasi terasa
nyeri bila beraktivitas jadi belum berani bila banyak gerak, sehingga dalam
melakukan ambulasi harus pelan-pelan. Solusi untuk mengatasi kelemahan
implementasi adalah mengajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan misal
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka trauma jaringan
Tindakan keperawatan yang dilakukan kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengobservasi luka pembentukan bula, perubahan
warna kulit kecoklatan, bau yang tidak enak atau asam, mengganti balutan dengan
teknik aseptik dan antiseptik, menjaga kebersihan daerah sekitar operasi. Kekuatan
dari implementasi ini adalah klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan
keprawatan merawat luka serta situasi yang mendukung sehingga tindakan dapat
dilakukan dengan lancar. Kelemahan dari implementasi ini adalah kien mengeluh
nyeri jika dirawat lukanya, sehingga dalam melakukan perawatan luka harus pelan-
pelan. Solusi untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah mengajarkan teknik
relaksasi nyeri dengan cara nafas dalam.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011).
Evaluasi keperawatan yang dilakukan sudah sesuai dan tidak ada kesenjangan
dengan teori. Evaluasi dilakukan pada setiap akhir Shift pagi dan sore berdasarkan
diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode SOAP.
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3 hari didapatkan hasil ke 4 diagnosa
keperawatan dapat teratasi.
BAB V
PENUTUP

Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pasca operasi laparatomy di Ruangan Marwa Rumah


Sakit Bakti Timah Kota Pangkalpinang selama tiga hari, berdasarkan pelaksanaan asuhan
keperawatan tersebut maka dapat kelompok simpulkan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Dalam pengkajian Ny. N yang menderita pasca operasi laparatomy, pada saat
pengkajian klien telah menjalani prosedur bedah, dan data yang didapat
diantaranya klien mengeluh mual dan tidak nafsu makan, nyeri pada perut sebela
kanan bawah dengan skala 6, klien tampak menahan nyeri, terdapat luka bekas
operasi pada perut tengah sepanjang ± 20 cm.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin terdapat pada klien dengan pasca operasi
laparatomy tidak dapat kelompok temukan semua. Sesuai dengan data yang
didapat kelompok pada saat pengkajian, ditemukan 3 diagnosa yang dapat
ditegakkan pada kasus, diagnosa tersebut antara lain : nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik, gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) berhubungan
dengan nyeri, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka trauma jaringan.
3. Perencanaan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah sekaligus memperhatikan
kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam kerjasama.
4. Dalam melakukan perawatan pada klien dengan pasca operasi laparatomy,
kelompok telah berusaha melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan dan ditujukan untuk mencegah masalah yang diderita klien.
5. Evaluasi yang telah diterapkan selama tiga hari sesuai dalam teori didapatkan tiga
diagnosa, yang berhasil di atas adalah resiko infeksi yang belum teratasi gangguan
mobilitas fisik dan nyeri akut (3 nyeri sedang).
B. Saran
1. Bagi Kelompok
diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan berkaitan dengan pasien dengan post operasi laparotomi atas
indikasi peritonitis dan menambah wawasan sebagai acuan bagi kelompok
selanjutnya dalam mengembangkan studi kasus lanjutan terhadap pasien dengan
post operasi laparotomi atas indikasi peritonitis
2. Bagi Rumah Sakit Bakti Timah Kota Pangkalpinang
Diharapkan dapat melaksanakan 5 tahap proses asuhan keperawatan dan
meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, khususnya pasien
dengan post operasi laparotomi.
3. Bagi STIKES Citra Delima Bangka Belitung
Diharapkan dapat meningkatkan referensi dan sumber – sumber untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan dan pelaksanaan 5 tahap proses
asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pasien dengan post operasi
laparotomi atas indikasi peritonitis
DAFTAR PUSTAKA
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah edisi 2, Jakarta : EGC
Herdman, T Heather. 2012. Nanda International Diagnosa keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC
Jitowiyono & Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha
medika
Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction
Padila. 2012. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha medika
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,Ed.6, volume
1&2. Jakarta : EGC
Sabiston. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai