DISUSUN OLEH :
FERTHA HANANI
IHZA SYAFIRA
IRVANDI NOVIAN
GITA FAULINA
ANISA
ANNISA STYAWATI
VALENCI PEBRIANISHA
ADINDA RISKA YANTI
LEO SAPUTRA
SELI WELIYANI
ULLY FAUZIAH MAHARANI
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
seminar Keperawatan Medikal Bedah ini dengan judul “”Asuhan Keperawatan pada Ny.
N dengan Post Operasi Laparatomi atas Indikasi Peritonitis Di Ruang Marwa Rumah
Sakit Bakti Timah Kota Pangkal Pinang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Dalam penyusunan tugas seminar ini, kami sangat menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan dan kesalahan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan,
pengalaman, serta kekhilafan yang kami miliki. Dalam penyusunan tugas seminar ini
kami banyak mendapatkan bimbingan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak maka
pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih.
Lembar Persetujuan...........................................................................................ii
Kata Pengantar...................................................................................................v
Daftar Isi............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Peritonitis
1. Pengertian........................................................................................5
2. Klasifikasi........................................................................................5
3. Etiologi.............................................................................................6
4. Tanda dan gejala..............................................................................7
5. Patofisiologi.....................................................................................7
6. Pathways..........................................................................................9
7. Penatalaksanaan...............................................................................9
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Peritonitis
1. Riwayat kesehatan...........................................................................11
2. Pengkajian pola fungsional Gordon.................................................11
3. Pemeriksaan Fisik............................................................................14
4. Pemeriksaan Penunjang...................................................................14
5. Pengkajian pasca operasi.................................................................14
6. Diagnosa Keperawatan....................................................................15
7. Intervensi Keperawatan...................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian..............................................................................................23
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................29
C. Rencana Keperawatan............................................................................30
D. Implementasi Keperawatan...................................................................31
E. Evaluasi..................................................................................................32
BAB 1V PEMBAHASAN
A. Pengkajian..............................................................................................36
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................37
C. Rencana Keperawatan............................................................................37
D. Implementasi Keperawatan...................................................................42
E. Evaluasi..................................................................................................44
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................46
B. Saran......................................................................................................47
Daftar Pustaka
Daftar lampiran
Pathways
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
b. Mampu mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi Peritonitis.
c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi peritonitis.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada klien post operasi
Laparatomi atas indikasi eritonitis.
e. Melakukan evaluasi dan dokumentasi keperawatan pada klien post
operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
3. Manfaat
1. Bagi kelompok.
a. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
b. Untuk menambah keterampilan mahasiswa dalam menerapkan
asuhan keperawatan klien post operasi Laparatomi atas indikasi
peritonitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan.
Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan bagi mahasiswa
keperawatan khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
3. Bagi Lahan Praktek.
Dengan adanya pengkajian asuhan keperawatan ini, dapat menambah
bahan referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik
khususnya klien post operasi Laparatomi atas indikasi peritonitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan peritonium yang merupakan
komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen
(apendisitis, pankreatitis, dll) ruptur saluran cerna dan luka tembus abdomen
(Padila 2012,). Peritonitis adalah inflamasi rongga peritonium yang
disebabkan oleh infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks,
perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis (Padila 2012,).
Berdasarkan kedua penjelasan di atas, kelompok dapat menyimpulkan
peritonitis adalah peradangan peritonium yang diakibatkan oleh penyebaran
infeksi dari organ abdomen seperti apendisitis, pankreatitis, ruptur apendiks,
perforasi/trauma lambung dan kebocoran anastomosis.
2. Klasifikasi.
a. Peritonitis Primer.
Peritonitis yang terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga
peritonium, kuman masuk ke dalam rongga peritonium melalui aliran
darah / pada pasien perempuan melalui area genital.
b. Peritonitis Sekunder.
Terjadi bila kuman masuk ke dalam rongga peritonium dengan jumlah
yang cukup banyak. Biasanya dari lumen saluran cerna, bakteri biasanya
masuk melalui saluran getah bening diafragma tetapi bila banyak kuman
yang masuk secara terus-menerus akan terjadi peritonitis. Biasanya
terdapat campuran jenis kuman yang menyebabkan peritonitis, yang
sering adalah kuman aerob dan kuman anaerob. Peritonitis juga terjadi
apabila ada sumber intraperitoneal
seperti appendiksitis, diverkutilitis, salpingitis, kolesistisis, pankreasitis
dan sebagainya.
Bila ada trauma yang menyebabkan ruptur pada saluran cerna/perforasi
setelah endoskopi maka dilakukan kateterisasi. Biopsi atau polipektomi
endoskopi, tidak jarang pula setelah perforasi spontan pada tukak peptik
atau keganasan saluran cerna, tertelanya benda asing yang tajam juga
dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis.
c. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke rongga peritonium.
misalnya pemasangan kateter Ventrikula – peritoneal, pemasangan
kateter peritoneal – juguler, continous ambulatory peritoneal dyalisis
(Soeparman 1993, dikutip dalam Padila 2012,)
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
1) Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh
yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ
yang ada didalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal yaitu bagian
peritoneum yang melapisi dinding abdomen dan peritoneum yaitu lapisan
yang menutup viscera (misalnya gaster dan intestinum). Cavitas peritonealis
adalah ruangan sebuah potensi karena organ-organ tersusun amat berdekatan.
Dalam cavitas terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi
permukaan peritoneum sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak
satu terhadap yang ain tanpa adanya gerakan. Organ intraperitoneal adalah
abdomen yang meliputi peritoneum vesiceral dan organ ekstraperitoneal
(retroperitoneal) adalah vesicelera yang terletak antaran peritoneum pariatale
dan dinding abdomen dorsal (Pearce, 2019).
2) Mesinterium Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan
peritoneum visceral pembungkus sebuah organ.
3) Omentum Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster
dan bagian proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2
yaitu omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan
curvatura minor gaster dan bagian proksimal duodeneum dengan hepar dan
ementum mencegah melekatnya peritoneum visceral pada peritoneum parietal
yang melapisi dinding abdomen.
4) Ligamentum Peritoneal Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar
dihubungkan pada dinding abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme
dan aster dihubungkan pada permukaan kaudal diafragma oleh ligamentum
gatrophenicul lien yang melipatkan balik pada hilum splenicum dan colon
tranversum oleh ligamentum gastroconicum. Plica peritonealis adalah
peritoneum yang terangkat dari abdomen oleh pembuluh darah, saluran, dan
pembuluh fetal yang telah mengalami oblitersi dan resucessus peritonealis
adalah sebuah kantong peritoneal yang dibentuk oleh plica peritonealis
(Pearce, 2019).
b. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh.
Peritoneum terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum
viseral. Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam
peritoneum sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak
bergantung di sebelah depan lambung (Pearce, 2019) Omentum minor berjalan
dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke bawah kurvatura minor lambung
dan di sini bercabang menyelaput lambung. Peritoneum ini kemudian berjalan
keatas dan berbelok kebelakang sebagai mesokolon ke arah posterior abdomen
dan sebagian peritoneum membentuk mesentrium usus halus. Omentum besar
dan kecil, mensenterium sebagian besar organ-organ abdomen dan pelvis, dan
membentuk perbatasan halus (Pearce, 2019).
4. Etiologi
a. Infeksi bakteri, disebabkan invasi atau masuknya bakteri ke dalam rongga
peritonium pada saluran makanan yang mengalami perforasi Bakteri itu
adalah mikroorganisme yang berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal, appendisitis yang meradang dan perforasi, tukak peptik
(lambung / dudenum), tukak thypoid, tukak disentri amuba / colitis, tukak
pada tumor, salpingitis, divertikulitis.
Kuman yang paling sering adalah bakteri E Colli, streptokokus α dan β
hemolitik, strapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar.
1) Operasi yang tidak steril.
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfanomida, terjadi
peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati.
4) Melalui tuba fallopi seperti cacing enterobius vermikularis, terbentuk
pila peritonitis granulomatosa.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernafasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis, penyebab utamanya adalah streptokokus dan
pnemokokus.
d. Peritonitis kimiawi
Disebabkan karena keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau
empedu sebagai akibat cedera atau perforasi usus/ saluran empedu
(Harison 2000, dikutip dalam padila 2012,).
5. Tanda dan gejala.
Menurut Price (1995) tanda dan gejala peritonitis yaitu sakit perut
(biasanya terus menerus), mual dan muntah, abdomen yang tegang, kaku,
nyeri, demam, leukositosis dan dehidrasi. Menurut Long (1996) kemerahan,
adema, dehidrasi. Menurut Mubin (1994) pasien tidak mau bergerak, perut
kembung, nyeri tekan abdomen, bunyi usus berkurang atau menghilang, syok
(neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada penderita peritonitis
umum, bising usus tidak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya, nausea, vomiting, penurunan
peristaltik (Padila 2012,).
6. Patofisiologi.
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia,
trauma atau perforasi tumor (Dahlan 2004, dikutip dalam padila 2012,).
Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril
tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul
edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen
menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih,
sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal
adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara
dan cairan di dalam usus besar.
Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritonium terhadap invasi
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses)
terbentuk di antara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrinosa yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritonium dapat menimbulkan
peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi
atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit menghilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oligouria, perlekatan
dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya pergerakan usus sehingga menyebabkan obstruksi
usus. Gejala berbeda-beda tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis
dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Gejala utamanya adalah sakit
perut (biasanya terus menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku,
nyeri dan tanpa bunyi, dan demam (Price 1995, dikutip dalam Padila 2012,).
Peritonitis (peradangan dari peritonium) terjadi akibat apendik yang
mengalami perforasi, secara cepat perlengketan terbentuk dalam usaha untuk
membatasi infeksi dan membantu untuk menutup daerah peradangan,
membentuk suatu abses. Ketika penyembuhan terjadi, perlengketan fibrosa
dapat terbentuk dan mengakibatkan obstruksi usus. Reaksi-reaksi lokal dari
peritonium meliputi kemerahan, edema, dan produksi cairan dalam jumlah
besar berisi elektrolit dan protein. Jika infeksi tidak teratasi dapat terjadi
hipovolemia, ketidakseimbangan elektolit, dehidrasi dan akhirnya syok.
Peristaltik usus dapat terhenti dengan infeksi peritonium yang berat (Long
1996, dikutip dalam Padila 2012,
6. Pathways.
paparan bakteri pada Infeksi akut atau paparan bakteri pada trauma penetrasi
cavum peritoneum perforasi tractus GI cavum peritoneum
Menyebar ke peritoneum
(PERITONITIS)
mengaktifkan
neutrofil dan
magrofag
bakteri pelepasan permeabilitas ↓
depolarisasi
mengeluarkan toxio mediator membrane kapiler merangsang pirogen
bakteri dan virus
↓ kimiawi meningkat dan bocor di hipotalamus
ke sistem GI
menghambat plexux (histamine, ↓ ↓
↓
myentrikus bradikinin.IL) akumulasi cairan di memicu engeluaran
gangguan
↓ ↓ rongga peritoneum prostalglandin
lambung
ileus paralitik merangsang ↓ ↓
(meningkat HCl
↓ saraf nyeri asites memacu kerja
↓
usus meregang ↓ ↓ thermostat
Reaksi mual dan
↓ nyeri kehilangan sejumlah hipotalamus
muntah
malabsorbsi air cairan ↓
hipertermi
pada colon dan ↓
makanan dehidrasi
Reaksi mual dan malabsorbsi air pada Peningkatan dehidrasi
muntah colon dan makanan tekanan intra
↓ abdomen
ketidak seimbangan ↓
mual nutrisi kurang dari penekanan
kebutuhan tubuh diafragma
↓
sulit bernafas
↓
ketidakefektifan
Resiko kekurangan pola nafas
volume cairan
kurang mengetahui
tindakan oprative prosedur pembedahan
↓
↓
kerkusakan intergritas kawatir dengan rasa sakit
jaringan
dan kondisinya
↓
↓
perawatan luka ansietas
↓
perawatan luka kurang
inadekuat
↓
resiko infeksi
7. Penatalaksanaan.
a. Theraphy umum.
Istirahat, Tirah baring dengan posisi fowler. Penghisapan nasogastrik.
Diet, diet cair ataupun nasi. Medikamentosa, cairan infus cukup dengan
elektrolit, antibiotik dan vitamin.
b. Laparatomi.
1) Pengertian.
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara, antara
lain:
a) Midline incision.
b) Paramedian, yaitu sedikit ke tepi garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
c) Transverse upper abdomen incision,yaitu insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistomy dan splenektomy.
d) Transverse lower abdomen incision, yaitu insisi melintang di
bagian bawah ± 4 cm diatas anterior spinal iliaka, misalnya pada
operasi appendictomy.
2) Indikasi.
Trauma abdomen (tumpul atau tajam), ruptur hepar, peritonitis,
perdarahan saluran pencernaan (internal blooding), sumbatan pada
usus halus dan usus besar, masa pada abdomen.
c. Teraphy komplikasi.
Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan
sumber infeksi. Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik
yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik
atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara
intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dan sebagainya) atau
penyebab radang lainya bila mungkin dengan
mengalirkan nanah keluar dan tindakan menghilangkan nyeri (Price 1995,
dikutip dalam Padila 2012,).
d. Pasca operasi Laparatomy
Perawatan pasca operasi laparatomy adalah bentuk pelayanan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani pembedahan perut.
1) Tujuan perawatan pasca laparatomy yaitu mengurangi komplikasi
akibat pembedahan, mempercepat proses penyembuhan,
mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi, mempertahankan konsep diri pasien, dan mempersiapkan
pasien pulang.
2) Proses penyembuhan luka.
a) Fase pertama, berlangsung sampai hari ke 3. Batang leukosit
banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang
menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan
sebagai kerangka.
b) Fase kedua, di hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh
kolagen, seluruh pingiran sel epitel timbul sempurna dalam 1
minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c) Fase ketiga, sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus menerus
ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan
kembali.
d) Fase keempat, fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan
mengkerut.
Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan yaitu dengan
meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C,
menghindari obat-obatan anti radang seperti steroid, pencegahan
infeksi (Jitowiyono & Kristianasari 2010)
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Peritonitis.
7. Intervensi Keperawatan
Edukasi :
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Post Operasi Laparatomy Atas Indikasi
Peritonitis Di Ruang Marwa Rumah Sakit Bakti Timah Kota Pangkalpinang
Tanggal ketika
a.Masuk : 25 November 2022
b.Pengkajian : 28 November 2022
A. Pengkajian
Alasan utama datang ke RS: Klien mengatakan nyeri perut sebelah kanan bawah
sejak 7 jam SMRS, Mual (+), Muntah (+)
Riwayat penyakit saat ini (P,Q,R,S,T) : Klien menjalani operasi laparotomy tanggal
28 November 2022. Post op Laparatomy klien masuk ke recovery room terlebih
dahulu, setelah 1 jam di RR pasien masuk ke ruang rawat pada pukul 13.00 WIB.
Pada saat pengkajian didapatkan data sebagai berikut:
P: Nyeri luka post op Laparatomy saat bergerak/beraktivitas, berkurang saat istirahat.
Q: Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri diperut bagian kanan bawah diarea luka operasi
S: Skala nyeri 6
T: Nyeri dirasakan hilang timbul
Keluhan utama saat pengkajian: Klien post op laparotomy, klien mengeluh nyeri pada
luka operasi diperut dan badan terasa lemas.
Riwayat kesehatan lalu: Klien mengatakan tidak ada riwayat hipertensi, diabetes
melitus.
Riwayat kesehatan keluarga: Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit seperti dirinya. Namun ada anggota keluarga yang menderita
hipertensi.
Riwayat pengobatan dan alergi: Klien tidak mempunyai riwayat alergi obat dan
makanan.
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan Umum
Sakit/nyeri: Klien mengatakan nyeri pada luka operasi diperut, nyeri sedang skala
6. Terdapat luka operasi ±20 cm pada abdomen sebelah kanan bawah.
Status Gizi : Klien memiliki BB normal yaitu BB : 60 kg, TB : 155 cm.
IMT: 24,97 (underweight).
Sikap klien tenang.
Personal Hygiene : Klien dibersihkan di tempat tidur 1x sehari dibantu oleh
keluarga. Kuku, rambut dan kulit tampak bersih.
Masalah Keperawatan: Nyeri akut
2. Data Sistemik
a. Sistem Persepsi Sensori
Pendengaran dan penglihatan : Pendengaran dan Penglihatan klien normal,
klien tidak menggunakan alat bantu untuk mendengar maupun melihat. Tidak
ada kelainan pada pendengaran dan penglihatan klien.
Peraba dan pengecap : Tidak ada kelainan pada indera peraba dan pengecap.
Pasien bisa merasakan asam, manis, asin dan bisa membedakan rasa panas
ataupun dingin.
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
b. Sistem Penglihatan
Pasien tidak mengalami nyeri tekan pada mata kanan dan mata kiri, lapang
pandang normal bisa melihat jarak 4 meter, mata simetris, kelopak mata
normal tidak ada kelainan, konjungtiva tidak anemis, palbebra merah muda ,
sklera OD/OS arna putih, kornea normal (jernih), pupil isokor, respon cahaya
OD/OD ada, bisa melihat tanpa alat bantu seperti kacamata, softlens atau alat
bantu penglihatan lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
c. Sistem Pernafasan
Frekuensi : 22 x/menit, SPO2 97 %, kualitas pernapasan klien tampak
normal, batuk tidak ada, suara nafas vesikuler, sumbatan jalan nafas tidak ada.
Penggunaan otot bantu pernafasan (-), Tacipnue (-). Ronchi -/-, whezing -/-
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
d. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan Darah : 142/81 mmHg
Denyut nadi : 71 x/menit, irama jantung teratur, Bunyi jantung normal. Tidak
terdengar bunyi suara jantung tambahan. Akral hangat, pengisian kapiler
(CRT) < 3 detik. Tidak ada edema pada klien.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
Nervus Optikus (N II) : Visus dan lapang pandang normal, klien bisa
mengenali orang dengan jarak pandang 6 meter.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
f. Sistem Gastrointestinal
Klien mengatakan nafsu makan menurun, klien di RS klien mendapatkan
makanan cair. Porsi makanan yang dihabiskan setengah porsi. Klien
mengatakan perut terasa mual, muntah (-). Bibir klien tidak kering. Mulut
klien bersih, lidah tidak kotor, klien mengatakan tenggorokan tidak terasa
kering. Klien tampak mampu mengunyah makanan. Klien mampu menelan
makanan. Makanan cair yang dihabiskan setengah porsi. Klien mengatakan
merasakan sakit pada perutnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
g. Sistem Muskuloskeletal
Rentang gerak klien terbatas. Aktivitas sehari-hari seluruhnya dibantu oleh
keluarga, klien mampu menyuap makanan sendiri. Klien baru belajar
mobilisasi duduk pelan-pelan. Genggaman tangan klien sama kuat, Otak kaku
klien smam kuat baik kiri maupun kanan. Akral klien teraba hangat. Klien
tidak ada mengalami fraktur.
Masalah Keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik
h. Sistem Integument
Warna kulit klien tampak normal sawo matang, terdapat luka post operasi
pada bagian abdomen. Luka operasi kering, tidak ada kemerahan, bengkak
pada area bekas operasi. Temp: 36,7 C. Leukosit 11.1 10ᵔ3/ul.
Masalah Keperawatan: Risiko Infeksi
i. Sistem Reproduksi
Saat dilakukan pengkajian didapatkan tidak ada masalah di sistem reproduksi.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
j. Sistem Perkemihan
Urine klien berwarna kuning, klien Terpasang cateter untuk kebutuhan
eliminasi BAK dan BAB.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3. Data Penunjang
a. Laboratorium (Tanggal pemeriksaan 26 November 2022)
Hematologi Rutin
Hematokrit 38 % 37 – 47
MCV 85 fL 80 – 90
Kimia Darah
Kreatinin Darah
I. MASALAH KEPERAWATAN
a) Nyeri Akut
b) Gangguan mobilitas fisik
c) Risiko Infeksi
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungna dengan nyeri luka post operasi
c) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
Edukasi :
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor
nyri secara mandiri
Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
Kolaborasi :
-
Perawatan Luka (I.14564)
Observasi :
- Monitor karakteristik
luka
- Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
- Cukur rambut
disekitar daerah luka
- Bersihkan dengan
Nacl
- Pasang balutan sesuai
dengan jenis luka
- Pertahankan teknik
steril saat melakukan perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan drainase
Edukasi :
- jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian
antibiotik
IMPLEMENTASI
11.40 mempercepat
kesembuhan luka
- Mem
asang balutan
sesuai dengan
jenis luka
Hasil: Perawat
memasang balutan
dan kassa sesuai
dengan jenis,
11.45
karakteristik dan
ukuran luka
- Mem
pertahankan
teknik steril saat
melakukan
perawatan luka
Hasil: Saat
melakukan ganti
perban perawat
selalu
menggunakan
11.55 teknik steril dan
bersih agar luka
tetap terjaga
- Menj
elaskan tanda dan
gejala infeksi.
Hasil: Perawat
menjelaskan
kepada pasien jika
luka bengkak,
nyeri terus
menerus,
kemerahan dan
bernanah itu
tandanya luka
sudah terinfeksi
IMPLEMENTASI
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Setiadi, 2012). Berdasarkan dari hasil pengkajian pada Ny. N memiliki keluhan yang
sama dengan teori yaitu Klien mengatakan Klien post op laparotomy hari pertama, klien
mengeluh nyeri pada luka operasi diperut sebelah kanan bawah dan badan terasa lemas.
Tanda dan gejala peritonitis yaitu sakit perut (biasanya terus menerus), mual dan muntah,
abdomen yang tegang, kaku, nyeri, demam, leukositosis dan dehidrasi. kemerahan, adema,
dehidrasi. Pasien tidak mau bergerak, perut kembung, nyeri tekan abdomen, bunyi usus
berkurang atau menghilang, syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada
penderita peritonitis umum, bising usus tidak terdengar pada peritonitis umum dapat
terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya, nausea, vomiting, penurunan
peristaltik (Padila 2012,).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik berlangsung
secara aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis menurut SDKI ada
4 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan klien untuk mencerna
makanan
2. Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi)
3. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. N dengan post operasi
laparotomi atas indikasi Peritonitis ada 4 diagnosa keperawatan yaitu
1. Nyeri akut beruhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur operasi) di buktikan
dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, skala nyeri 6, frekuensi nadi
meningkat dari 71 x/m menjadi 82 x/m, pasien hanya bergerak sedikit saja sudah
mengeluh sakit pada bagian operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi di buktikan
dengan kekuatan otot menurun, ROM menurun, kelemahan fisik, pasien tidak
mampu menggerakkan tubuhnya disebabkan nyeri dan semua aktivitas dilakukan
diatas tempat tidur, pasien juga menggunakan kateter dan BAB dengan pispot.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif dibuktikan dengan adanya
bekas luka sayatan operasi yang berukuran ±20 cm di perut sebelah kanan bawah,
leukosit pasien sebelum tindakan pembedahan adalah 11,1 10ᵔ3/ul, luka tampak
basah.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha
membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien
(Setiadi, 2012).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kedua klien belum
menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran
keperawatan indonesia (SLKI). Adapun tindakan pada standar intervensi keperawatan
indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018).
Rencana keperawatan yang kelompok lakukan sama dengan landasan teori,
karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan.
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa International Association for the Study of Pain;
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi ringan berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan (Herdman, 2012)
Kelompok menegakkan diagnosa nyeri (akut), berdasarkan karakteristik:
provoking (P): nyeri pasca operasi laparatomy, quality (Q): nyeri seperti ditusuk-
tusuk, region (R): perut kanan sebelah bawah, severity (S): skala 6, time (T): hilang
timbul. Sedangkan data obyektif yang didapat, yaitu klien tampak menahan nyeri.
Oleh sebab itu kelompok mengangkat diagnosa ini menjadi prioritas yang kedua
sehingga tindakan pengurangan nyeri harus segera ditangani.
Alasan kelompok mengangkat diagnosa ini prioritas pertama karena gangguan
rasa nyaman/nyeri. Pada saat pengkajian keluhan klien adalah nyeri. Jika tidak segera
ditangani maka akan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh yang lain,
seperti gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman, gangguan nutrisi sehingga akan
menurunkan daya tahan tubuh dan dapat memperlambat proses penyembuhan dan
akan semakin memperparah keadaan psikologis pasien. Kelompok membuat
intervensi dan rasional dari rencana tindakan yang dipilih untuk mengatasai masalah
keperawatan adalah sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, ffrekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
d) Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri dengan terapi
imajinasi
e) Memfasilitas istirahat dan tidur
f) menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
g) menjelaskan strategi meredahkan nyeri
h) menganjurkan monitor nyeri secara mandiri
i) mengajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
j) Berkolaborasi pemberian analgesic
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
Mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam Gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri. Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif
yang mendukung yaitu klien mengatakan luka operasi terasa nyeri bila beraktivitas
jadi belum berani bila banyak gerak, Rom menurun, Gerakan terbatas, fisik Nampak
lemah. . Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena pada saat pengkajian klien
tampak terbaring di tempat tidur dan kekuatan otot menurun. Apabila kelemahan
tidak segera ditangani, maka dapat memperburuk keadaan klien dan
menghambat proses penyembuhan aktifitas klien. Kelompok merumuskan
intervensi dan rasional rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah keperawatan
sebagai berikut.
3. Risiko Infeksi dibuktikan dengan kerusakan integeritas kulit efek prosedur invasif
Resiko tinggi infeksi adalah suatu keadaan dimana mengalami peningkatan resiko
terserang organisme patogenik (Herdman 2012)
Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif yang mendukung yaitu
klien mengatakan ada luka pasca operasi di perut sebelah kanan bawah dan obyektif
terlihat luka pasca operasi dengan panjang kurang lebih 15 cm, adanya luka pasca
operasi yang tertutup kassa. Diagnosa ini menjadi prioritas ketiga karena pada saat
pengkajian terdapat luka. Apabila luka tidak segera ditangani.
Maka dapat memperburuk keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan luka karena terjadi infeksi. Kelompok merumuskan intervensi dan
rasional rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah keperawatan sebagai berikut.
a) Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
c) Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
d) Memonitor karakteristik luka
e) Melepaskan balutan dan plester secara perlahan
f) Mencukur rambut disekitar daerah luka
g) Membersihkan dengan nacl
h) Memasang balutan sesuai dengan jenis luka
i) Mempertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
j) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
k) Mengajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
l) Berkolaborasi pemberian antibiotic
D. Implementasi Keperawatan
Kelompok melakukan implementasi sesuai dengan diagnosa keprawatan pada Ny. N pada
tanggal 28-30 November 2022 adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengkaji TTV, mengkaji keluhan nyeri, lokasi,
karakter nyeri, mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
mendorong pasien menggunakan teknik manajemen nyeri, dengan mengajarkan
teknik imajinasi, mengatur posisi yang nyaman bagi klien, memeberikan obat sesuai
indikasi analgetik.
Kekuatan dari implementasi ini adalah klien kooperatif dan mau melakukan
teknik relaksasi serta mau di suntik ketorolac 2 x 30 mg. Kelemahannya adalah klien
merasa kesulitan untuk menunjukan skala intensitas nyeri yang disarankan, sehingga
menyulitkan perawat dalam menentukan tindakan yang akan diambil terlebih dahulu
solusi yang digunakan kelompok untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah
mengajarkan cara menunjukan skala intensitas nyeri dengan skala 0-10.
2. Gangguan mobilitas fisik berhungan dengan nyeri luka post operasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengkaji TTV, mengkaji keluhan nyeri, lokasi,
karakter nyeri, mempertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
memonitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, memfasilitasi aktifitas
ambulasi dengan alat bantu missal tongkat, melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi,
menganjurkan melakukan ambulasi dini, mengajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan misal berjalan dari tempat tidur ke kursi roda. Kekuatan dari implementasi
ini adalah klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan keprawatan melakukan
ambulasi serta situasi yang mendukung sehingga tindakan dapat dilakukan dengan
lancar. Kelemahan dari implementasi ini adalah kien mengeluh luka operasi terasa
nyeri bila beraktivitas jadi belum berani bila banyak gerak, sehingga dalam
melakukan ambulasi harus pelan-pelan. Solusi untuk mengatasi kelemahan
implementasi adalah mengajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan misal
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka trauma jaringan
Tindakan keperawatan yang dilakukan kelompok selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit adalah mengobservasi luka pembentukan bula, perubahan
warna kulit kecoklatan, bau yang tidak enak atau asam, mengganti balutan dengan
teknik aseptik dan antiseptik, menjaga kebersihan daerah sekitar operasi. Kekuatan
dari implementasi ini adalah klien kooperatif pada saat dilakukan tindakan
keprawatan merawat luka serta situasi yang mendukung sehingga tindakan dapat
dilakukan dengan lancar. Kelemahan dari implementasi ini adalah kien mengeluh
nyeri jika dirawat lukanya, sehingga dalam melakukan perawatan luka harus pelan-
pelan. Solusi untuk mengatasi kelemahan implementasi adalah mengajarkan teknik
relaksasi nyeri dengan cara nafas dalam.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung,
2011).
Evaluasi keperawatan yang dilakukan sudah sesuai dan tidak ada kesenjangan
dengan teori. Evaluasi dilakukan pada setiap akhir Shift pagi dan sore berdasarkan
diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode SOAP.
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3 hari didapatkan hasil ke 4 diagnosa
keperawatan dapat teratasi.
BAB V
PENUTUP