Anda di halaman 1dari 4

Pendapat Para Ulama Mengenai Air Musta’mal dan Air Dua

Qullah
Dewi Kartiwi
NIM : 202108005
Pendidikan Bahasa Arab

A. Pengertian
1. Air Musta’mal
Secara bahasa air musta’mal (‫تعمل‬%%‫اء المس‬%%‫ )الم‬berarti air yang telah digunakan.
Maksudnya adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Baik air yang menetes dari
sisa bekas wudhu di tubuh seseorang atau sisa air bekas mandi janabah. Sedangkan
jika air itu dipakai untuk membersihkan benda yang terkena najis, sekalipun diantara
para ulama ada yang menyebutnya juga dengan air musta’mal, hakikatnya adalah air
mutanajjis atau air yang terkontaminasi benda najis. Dimana masing-masing jenis air
memiliki hukum yang berbeda. Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci
tangan atau membasuh muka atau bekas digunakan untuk keperluan lain selain untuk
wudhu atau mandi janabah. Air dengan kondisi seperti itu, statusnya tetap air mutlak
yang bersifat suci dan mensucikan.
2. Air Dua Qullah
a. Menurut para ahli Fiqih, air itu terbagi dua bagian :
 Air sedikit; ialah air yang kurang dua qullah
 Air banyak; ialah air yang minimalnya ada dua qullah. Jadi air dua qullah
ialah air yang kira-kira sepenuh bejana yang ukuran tinggi lebar dan
panjangnya satu seperempat sikut.
b. Adapun menurut ulama kontemporer yang mereka mencoba mengukurnya
dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira
dua qullah itu 270 liter.
B. Pendapat Para Ulama
a. Mazhab Hanafi (Tidak dapat mengangkat hadats dan dapat mensucikan najis)
Mazhab Hanafi Berpendapat bahwa air musta’mal tidak dapat mengangkat
hadats namun bisa mensucikan benda yang terkena najis. Menurut mazhab ini bahwa
yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang

1
tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes
dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak
menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa
mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk
wudhu` atau mandi.
b. Mazhab Maliki (Dapat mengangkat hadats)
Mazhab Maliki berpendapat bahwa air musta’mal dapat mengangkat hadats
dan mensucikan benda yang terkena najis, namun makruh digunakan. Dimana
tayammum tidak boleh dilakukan selama air masih ada sekalipun air musta’mal. Dan
sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah
air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang
membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air
ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang
lainnya meski dengan karahah.
c. Mazhab Syafii’ (Dapat mengangkat hadats jiika banyak)
Mazhab Syafii’ berpendapat bahwa air musta`mal adalah air sedikit yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats, air itu menjadi
musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu atau
mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah
wudhu. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan
wudhu maka bukan air musta`mal. jika volume airnya sedikit, maka tidak dapat
dipakai untuk mengangkat hadats atau mensucikan najis namun jika volume airnya
banyak, dimana dalam mazhab Syafii’dibatasi dengan volume minimal dua qullah
(kira-kira 270 liter), maka air musta’mal dapat dipakai untuk bersuci. Air musta`mal
dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi
atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan
d. Mazhab Hanbali (Mutlak tidak dapat mengangkat hadats)
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa secara mutlak, air musta’mal tidak dapat
dipakai untuk mengangkat hadats atau mensucikan benda najis. Hukum musta`mal
baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu atau mandi,
lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu/ mandi lagi dengan air
yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga
mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air

2
yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi
musta’mal.
C. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah air musta’mal adalah air sisa atau air yang telah
digunakan bersuci baik itu wudhu ataupun mandi janabah. Adapun air dua qullah
adalah air yang seukuran dengan bejana besar ada juga yang menyebutnya kira-kira
270 liter. Pendapat penulis tentang air musta’mal ini lebih setuju kepada mazhab
syafii yakni jika volume airnya sedikit, maka tidak dapat dipakai untuk mengangkat
hadats atau mensucikan najis, namun jika volume airnya banyak dimana dalam
mazhab Syafii’dibatasi dengan volume minimal dua qullah (kira-kira 270 liter), maka
air musta’mal dapat dipakai untuk bersuci. Karena ada sebuah hadits bahwa
Rasullulah Saw. pernah mandi bekas mandi istrinya :

ْ ‫َأن اَلنَّبِ َّي – صلى اهلل عليه وسلم – َكا َن َيغْتَ ِس ُل بَِف‬
‫ض ِل‬ َّ – ;‫ضي اَللَّهُ َع ْن ُه َما‬ ِ ٍ َّ‫و َعن اِبْ ِن َعب‬
َ ‫اس َر‬ ْ َ
ٌ‫سلِم‬ ِ
ْ ‫َم ْي ُمونَةَ َرض َي اَللَّهُ َع ْن َها – َأ ْخ َر َجهُ ُم‬
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam mandi dengan memakai air sisa Maimunah Radhiallahu ‘Anha. (H.R.
Muslim no. 323)

3
REFERENSI

Abdurrahman Al-Juzairi, Syaikh. Penerjemah: Shofa’u Qalbi Djabir, Dudi Rosyadi,


Rasyid Satari. 2015. Fikih Empat Madzhab jilid I. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ansory Isnan. 2019. Media bersuci: Air dan Tanah. Jakarta: Rumah Fiqih Publishig.
cetakan pertama
Husain Syaikh bin ‘Audah al-Awaisyah, Penerjemah; Abu Ihsan al-Atsari. 1430 H/2009
M. Ensiklopedia Fiqih Praktis menurut al-Quran dan as-Sunnah jilid I, Penerbit :
Pustaka Imam as-Syafii. cetakan pertama
Maulana Galih, 2018. Hukum-Hukum terkait Air dalam Madzhab Syafi’i. Jakarta: Rumah
Fiqih Publishing. cetakan pertama
Taupik Opik. 2014. Fiqih 4 Madzhab kajian Fiqih-Ushul Fiqih. Bandung.
Zakaria Aceng. 1438 H/2017 M. Al-Fatawa jilid I masalah-masalah seputar Thaharah
dan Shalat. Garut: Ibn Azka Press.

Anda mungkin juga menyukai