Anda di halaman 1dari 8

BAB 5

PEMBAHASAN

Sesuai dengan penelitian yang telah ditetapkan yaitu mengidentifikasi

penerimaan diri pada ODHA di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan,

mengidentifikasi tingkat depresi depresi pada ODHA di RSUD Syarifah

Ambami Rato Ebu Bangkalan, Menganalisis hubungan antara penerimaan diri

dengan tingkat depresi pada ODHA di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu

Bangkalan.

5.1 Gambaran penerimaan diri pada ODHA di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan

Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan di dapatkan bahwa sebagian besar responden yang

memiliki penerimaan diri sedang sebanyak 34 responden (59,6%). Hal ini

dibuktikan dari analisis kuesioner tentang penerimaan diri dengan nilai

terendah pada pertanyaan nomor 14 yaitu ”saya merasa kesal ketika orang

melarang saya begadang”. Pola hidup pada ODHA selain olahraga dan makan

sayur dan buah-buahan yang mengandung karbohidrat, protein dan vitamin,

ODHA dianjurkan untuk tidak merokok dan bergadang dan tidur yang

cukupserta mengkonsumsi obat ARV untuk meningkatkan daya tahan tubuh

(Simarmata, 2017).

Peneliti berpendapat bahwa responden yang memiliki penerimaan diri baik

akan dapat menghadapi kondisi yang di alami. Hal ini sesuai dengan teori

55
56

Germer (2009) penderitaan psikologis merupakan akumulasi emosi, reaksi

ataupun perasaan negatif yang di pertahankan secara resisten yang akan

berdampak secara destruktif kepada individu. Ketika proses grieving yang

dijalani mampu mencapai penerimaan terhadap status HIV, maka individu

mampu bangkit dari kondisi down yang di alami sebelumnya. Individu mulai

menanamkan komitmen dan mengubah pemikiran irasional yang di miliki

serta dikembangkan dalam tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahapan

penerimaan, individu akan menerima kondisi yang dimiliki sebagai sebuah

realita yyang harus di jalani (kubler-ross, 2009).

Apabila individu mampu mencapai tahap penerimaan terhadap status HIV

positif, memungkinkan individu untuk mengembangkan penerimaan diri yang

efektif terkait status HIV positif yang di miliki (Germer, 2009). Penerimaan

diri memungkinkan individu mengevaluasi sifat yang berguna dan tidak

berguna, serta menerima apapun aspek negatif sebagai bagian dari kepribadian

mereka (Morgado, 2015).

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada ODHA yaitu

jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berjenis

kelamin perempuan sebanyak 35 responden (61,4%). Peneliti berpendapat

bahwa perempuan dapat berfikir lebih rasional dalam menghadapi keadaan

yang dialami.

Hal ini sesuai dengan teori Germer (2009) mengatakan bahwa penerimaan

secara positif merupakan penerimaan yang ditunjukkan oleh perempuan

dengan status HIV postif melalui sikap pasrah. Sikap pasrah di pilih sebagai

solusi karena tidak ada anggapan bahwa tidak terdapat pilihan selain
57

menerima. Menurut Ahwan (2014) mengatakan bahwa stigma dan dikriminasi

merupakan permasalahan yang pasti dihadapi oleh individu dengan HIV. Hal

ini juga di alami oleh perempuan yang berstatus HIV positif, perempuan yang

berstatus HIV positif menyadari kemungkinan adanya stigma dan diskriminasi

yang terjadi sehingga menunjukkan perilaku berhati-hati dalam pergaulan dan

tidak membuka status atau identitas diri kepada sembarang orang.

5.2 Gambaran tingkat depresi pada ODHA di RSUD Syarifah Ambami Rato

Ebu Bangkalan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan di dapatkan bahwa hampir setengah responden

mengalami tingkat depresi dengan kategori sedang yaitu sebanyak 25

responden (43,9%). Hal ini di buktikan dengan analisis kuesioner tentang

tingkat depresi dengan nilai terendah pada nomor 9 yaitu “saya tidak

mempunyai pikiran untuk bunuh diri”.

Peneliti berpendapat bahwa depresi yang berkepanjangan akan

menggangu fungsi individu dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Hal ini

sesuai dengan teori Cichocki (2009) menyatakan bahwa keadaan depresi dapat

membuat pasien pesimis terdahap masa depan, memandang dirinya tidak

berharga, cenderung mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.

Menurut Hawari (2011) depresi adalah suatu kesedihan atau perasaan duka

yang berkepanjangan yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan mendalam

dan berkelanjutan yang berdampak pada hilangnya gairah hidup, tidak


58

mengalami gangguan dalam menilali realitas, kepribadian tetap utuh, dan

perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.

Depresi merupakan gangguan mental terbesar yang sering dialami pasien

dengan penyakit terminal atau kronik (Mello, 2010). Seorang yang mengalami

depresi ditandai dengan hilangnya rasa senang atau ketertarikan terhadap hal-

hal yang biasanya di sukai. Depresi bisa disebabkan oleh faktor biologik seperti

gangguan keseimbangan meurotransmitter (neropinefrin, serotin, dopamine,

gamma amino butyric acid), gangguan regulasi hormon, faktor genetik yang

tidak kalah pentingnya adalah faktor psikososial (stress kehidupan,

kepribadian). Infeksi HIV sangat erat hubungannya dengan gangguan depresi.

Penyebabnya bisa dikarenakan faktor sudah menginfeksi sistem syaraf pusat.

Bila gangguan psikologis ini tidak ditatalaksanakan dengan baik, maka besar

kemungkinan seseorang yang mengalami HIV/AIDS (Yaunin, 2014).

Salah satu faktor yang mempengaruhi depresi pada ODHA yaitu usia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berusia

> 30 tahun sebannyak 40 responden (70,1%). Peneliti berpendapat bahwa

golongan usia >30 tahun merupakan ketegangan secara emosional yang dapat

menyebabkan depresi, dimana kekhawatiran berpusat pada pekerjaan dan

masalah perkawinan atau peran sebagai orang tua.

Hal ini sesuai dengan Data laporan perkembang HIV/AIDS & PMS di

indonesi dirjen P2P, Kemenekes RI, dimana jumlah kasus HIV terbanyak

terjadi pada usia Produktif yaitu usia 25-49 tahun (InfoDATIN, 2016). Kasus

depresi di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia, dengan perkiraan

sebanyak 50% terjadi pada rentang usia 20-50 tahun dengan usia awitan rata-
59

rata 40 tahun (Chatwin, 2016). Rentang usia depresi tersebut berpengaruh

pada kasus depresi pada sesorang dimana dapat disebabkan karena adanyya

perbedaan hormonal dan perbedaan stressor psikososial (Yaunin, 2014).

Sebanyak satu dari empat penderita HIV dan AIDS berusia lebih dari 45

tahun pasti memiliki pikiran untuk bunuh diri karena sakit yang dideritanya.

Pikiran bunuh diri ini disebabkan oleh depresi yang mereka alami. Di samping

itu, adanya ketidak pastian akan nasib penderita HIV dan potensi untuk

menderita AIDS menimnbulkan perasaan cemas dan depresi. Orang yang

surah terkena HIV dan AIDS akan menghinggapi perasaan menjelang maut,

rasa bersalah akan perilaku yang membuatnya terkena infeksi, dan rasa

bersalah akan perilaku-perilaku yang membuatnya terkena infeksi, dan rasa

diasingkan oleh orang lain. Stres ini akan turut melemahkan sistem imun yang

sudah dilumpuhkan oleh HIV sebelumnya. Benyak orang yang tertular HIV

dan AIDS juga ditinggalkan oleh teman atau pasangan mereka . depresi

bekepanjangan ini akan turut melemahkan sistem imun penderita sendiri

(Yosua, 2014).

Hal ini sesuai dengan teori Swanta (2009) bahwa individu yang

mengalami depresi berat atau severe akan mengalami gangguan dalam

kemampuan dalam bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang

menyenangkan individu dengan depresi berat harus mendapatkan bantuan

segera dari tenaga ahli. Sedangkan menurut DSM IV-TR, depresi berat atau

disebut dengan major depression ditandai dengan adanya lima tau lebih dari

symptom yang ditunjukkan dalam episode depresi berat dan berlangsung

selama dua minggu atau lebih secara berturut-turut.


60

5.3 Hubungan penerimaan diri dengan tingkat depresi pada ODHA di RSUD

Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan

Hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa responden yang Penerimaan

diri Sedang dengan Tingkat Depresi Berat yaitu sebanyak 11 (32,4%)

responden, yang Penerimman diri dengan tingkat depresi sedang yaitu 15

(44,1), dan penerimaan diri dengan tingkat depresi ringan 8 (23,5%) dan

Penerimaan diri yang tidak mengalami depresi yaitu sebanyak 2 (40,0%)

responden.

Berdasarakan uji statistik spearman rank hubungan p = 0,025 sehingga

signifikannya lebih kecil dari derajat kesalahan α = 0,05, sehingga H0 di tolak

dan Ha diterima hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan penerimaan diri

dengan tingkat depresi pada pasien ODHA. Nilai r = 0,298 dimana tingkat

hubungannya rendah.

Peneliti berpendapat bahwa penerimaan diri pada ODHA dengan cara

bersikap positif dengan melakukan aktifitas, kegiatan merupakan salah satu

upaya atau cara agar depresi yang di alami dapat berkurang. Hal ini sesuai

dengan teori Hurlock (2010) penerimaan diri merupakan suatu kondisi saat

seeorang individu mampu menyadari karakteristik kepribadian yang dimiliki

dan bersedai untuk hidup dengan karakteristik tersebut. Individu yang

menerima dirinya apa adanya akan bebas dari ras bersalah, rasa malu dan

rendah diri karena keterbatasan diri. Individu tersebut juga tidak akan khawatir

mengenai penilaian orang lain akan kondisi yang di alaminya.


61

ODHA juga mampu menerima dirinya akan merasa dirinya sederajat

dengan orang lain. Mereka juga percaya bahwa mereka juga akan mampu

menjalani kehidupan, bertanggung jawab atas segala perilakunya, mempunyai

orientasi keluar diri yang lebih, dan memiliki pendirian. Selain itu mereka juga

akan menyadari segala keterbatasan sehingga mempunyai penilaian yang

realistik tentang kelebihan dan kurangnya, serta mampu menerima sifat

kemanusiaannya tanpa merasa bersalah ataupun menyangkalnya (Tobing,

2016).

Keterbukaan dengan orang lain dapat membantu penderita menerima

statusnya. Ia dapat mengekspresikan perasaan sedih, kemarahan kepada orang

lain. Hal ini sangat bermanfaat untuk meredukasi ketegangan-ketegangan yang

muncul yang menyebabkan individu khawatir, was-was sehingga membuat

psikis dirinya lebih sehat. Namun semikianm, sikap tertutup dengan

menyembunyikan status HIV dilakukan hampir sebagian besar penderita untuk

menjaga dirinya dari dampak stigma dan penolakan dari lingkungan. Hal ini

tidak jarang menyebabkan individu terisolisir, merasa tidak bernilai malu dan

muncul perasaan depresif (Rodkjaer, 2011).

Salah satu dari komponen dari sikap penerimaan diri penderita terhadap

HIV dan AIDS adalah dengan bersikap positif dengan melakukan aktifitas,

kegiatan, perilaku atau tindakan nyata yang bermakna dan bermanfaat bagi diri

penderita sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Aktivitas atau kegiatan yang

dilakukan tersebut merupakan salah satu upaya atau cara yang ditempuh oleh

penderita agar depresi yang dialaminya dapat berkurang. Aktivitas atau

kegiatan yang dilakukan oleh penderita untuk mengurangi depresinya tersebut


62

bermacam-macam sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing

penderita. Umumnya penanganan depresi dapat dilakukan melalui penanganan

medis dan dapat pula dengan teknik non medis. Salah satu teknikk non medis

yang populer dan dapat dilakukan oleh penderita HIV dan AIDS secara aktif

adalah melalui kelompok dukungan (Murni, 2009).

Anda mungkin juga menyukai